Fiqih IbadahUstadz Menjawab

Mengunakan Sandal/Sepatu di Pemakaman

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya tentang hadist yang menyatakan tidak boleh memakai sendal/sepatu ke dalam kompleks pekuburan/pemakaman, mohon penjelasan ustadz. Dan apakah boleh membeli tanaman untuk kita tanam di rumah yang dijual oleh penjual bunga dalam kompleks pekuburan/pemakaman

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Nabi ﷺ bersabda:

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا

Wahai pemakai sendal! Celaka kamu, lepaskan sendalmu! Maka laki-laki itu memandang dan tahu bahwa itu adalah Rasulullah ﷺ  maka dia melepas kedua sendalnya dan melemparnya. (HR. Abu Daud No. 3230, Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad No. 775. Shahih)

Ada keragaman komentar para ulama kita terhadap hadits ini:

1. Bahwa berjalan di antara kubur dengan sendal adalah makruh. (‘Aunul Ma’bud, 9/36)

2. Bahwa berjalan di antara kubur dengan sendal adalah boleh, kecuali sendal sibtiyah. Ini pendapat Imam Ibnu Hazm. Namun pendapat ini dikoreksi, para ulama seperti Imam Ibnu Hajar, yang menurutnya itu merupakan jumud yang parah dari Ibnu Hazm, bagi Imam Ibnu Hajar  larangan tersebut mutlak bagi semua sendal. Ada pun sendal sibtiyah karena memang sendal yang biasa dipakai saat itu. (Fathul Bari, 3/206)

3. Larangan ini terkait karena kesombongan (khuyala) si pemakainya. Sebagaimana kata Imam Al Khathabi. (‘Aunul Ma’bud, 9/37) Ini juga dikritik oleh Imam Ibnu Hajar, bahwasanya para sahabat terbiasa memakai sendal sibtiyah, bagaimana mungkin itu disebut pakaian khuyala (sombong).  (Fathul Bari, 3/206)

4. Perintah melepaskan sendal karena untuk menghormati kuburan dan menghindari kesombongan. Ini dikatakan Imam Al ‘Aini (‘Aunul Ma’bud, Ibid)

6. Sementara Imam Ath Thahawi mengatakan tidak makruh, sebab larangan Nabi ﷺ kepada laki-laki itu disebabkan adanya kotoran pada sendal laki-laki tersebut. Dalil lain ketidakmakruhannya adalah hadits shahih bahwa mayit mendengarkan suara sendal pengantarnya. Juga hadits shahih bahwa Nabi ﷺ shalat menggunakan sendal di masjid, maka itu menunjukkan jika dimasjid dibolehkan maka di kubur lebih utama untuk dibolehkan. (‘Aunul Ma’bud, Ibid, Fathul Bari, 3/206  dan 10/309)

7. Imam Ibnu Hajar mengoreksi Imam Ath Thahawi, bahwa larangan ini untuk menghormati mayit, sebagaimana hadits larangan duduk di kuburan, penyebutan sendal sibtiyah bukan menunjukkan pengkhususan. Larangan ini sudah disepakati. (Ibid)

Namun jika  melepaskan sendal justru memudharatkan seperti tertusuk duri, panas, terkena najis, atau sulit dan repot membukanya seperti khuf, maka ini tidak apa-apa tetap memakainya. Karena, Adh Dharar Yuzaal – Bahaya mesti dihilangkan. Al Masyaqqat Tajlibut Taysir, kesulitan membawa kemudahan.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Iman Islam
No Rek BSI : 5512 212 725
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287891088812

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *