๐ Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I
๐ฟ๐บ๐๐๐ผ๐๐ท๐น
โฉ Level Iqra’ Pertama; Kesadaran Sensorial
Iqra’ pertama bisa diartikan membaca fisik Al-Qur’an yang terdiri atas kumpulan huruf-huruf Hijaiyah, Dalam tradisi Islam diidealkan setiap muslim atau muslimah dapat membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Quran, khususnya surah Al-Fatihah merupakan suatu keharusan di dalam shalat. Surah ini wajib dibaca di dalam shalat lima waktu dalam setiap rakaat, Nabi Saw, bersabda
ููุง ุตูููุงุฉู ููู ููู ููู ู ููููุฑูุฃู ุจูููุงุชูุญูุฉู ุงููููุชูุงุจู
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca pembuka al-Kitab (surah al-Fatihah)” (H at-Turmudzi)
Iqra’ pertama penekanannya masih lebih kepada kesadaran sensorial, yaitu membaca huruf demi huruf dan kata demi kata Al-Qur’an. Membaca Al-Quran diyakini mendapatkan pahala bagi para pembacanya meskipun belum tahu artinya. Iqra’ pertama masih disebut kesadaran sensorial karena masih fokus kepada kemahiran bagaimana membaca Al-Qur’an.
Meskipun tidak dipahami arti dan maksudnya perintah membaca Al-Qur’an sudah menyentak masyarakat saat itu yang pada umumnya masih buta huruf. Seperti kita tahu bahwa zaman itu masih sering disebut sebagai zaman Jahiliyah. Disebut zaman Jahiliyah karena membicarakan nilai-nilai kebenaran masih tetap domain-nya gereja yang berkolaborasi dengan Kaisar atau Raja. Seseorang sangat hati-hati membaca saat itu karena salah sedikit nyawanya bisa melayang jika temuannya terbukti bertentangan atau tidak sejalan dengan pendapat gereja.
Lesunya tradisi intelektual dunia saat lahirnya Nabi Muhammad Saw. sangat memprihatinkan. Setiap enam abad perjalanan anak manusia selalu terjadi pergumulan antara ilmu pengetahuan dan agama. Abad VI SM sampai abad I M ditandai dengan kemenangan ilmu pengetahuan dan tenggelamnya agama, Dalam periode ini ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales, Pytagoras, Aristoteles, Plato, dan lainnya. Periode kedua, abad 1M-VI M kemenangan agama dan tenggelamnya ilmu pengetahuan. Periode ini ditandai dengan merosotnya pengaruh dan popularitas filosof dan menguatnya peran penguasa yang berkoalisi dengan pemimpin gereja.
Pada periode ini, orang-orang tidak berani berfikir dan mengkajรญ ilmu pengetahuan, karena bisa saja berarti malapetaka baginya, terutama jika teori dan hasil pemikirannya berbeda apalagi bertentangan dengan pendapat istana dan gereja. Akibatnya, muncullah zaman kegelapan dan kebodohan (jรขhiliyyah). Periode jahiliyah inilah yang menjadi background lahirnya agama Islam. Dari sini dapat dipahami mengapa Iqra’ menjadi starting point ajaran Islam.
Periode ketiga, bersandingnya agama dan ilmu pengetahuan. Periode ini diawali dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VIM) -sampai abad kebangkitan Eropa (abad XIII M). Periode ini diawali
dengan abad kegelapan Kristen Eropa sebagai akibat dominannya Raja yang mengambil alih otoritas gereja. Figur Nabi Muhammad menjadi central factor dalam periode ini. Ia mendapatkan direction berupa perpaduan antara ilmu pengetahuan dan agama, yang disimbolkan dalam lqra bismi rabbik! (Bacalah dengan membaca nama Tuhanmu). Iqra’ simbol ilmu pengetahuan dan bismirabbik sebagal simbol agama. Iqra tanpa bismi rabbik atau bismi rabbik tanpa iqra terbukti tidak mengangkat martabat manusia dan kemanusiaan.
Periode keempat, diawali dengan melemahnya pusat-pusat abad ke XIII. Periode kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa ini ditandai dengan kebangkitan Hellenisme jilid II di Barat yang begitu cepat. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnan. Satu per satu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat. Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologฤฑ tetapi melupakan agama sebagal pembimbingnya. Inilah mereka, merampas kekayaan intelektual dunia Islam, tetapi meninggalkan agama sebagai pembimbingnya. Mereka baru sadar setelah bom
Atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra tanpa bismi Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan.
โฉ Rahasia Iqra Kedua: Kesadaran Memahami, Memikirkan dan Mendalami
Kemampuan membaca Al-Qur’an merupakan pintu masuk iqra kedua, yaitu bagaimana memikirkan kitab suci Al-Qur’an. Iqra kedua ini penekanannya pada kesadaran imaginal-intelektual untuk memahami, memikirkan. dan mendalami arti teks Al-Quran. Iqra kedua tidak sekedar bisa membaca mushaf Al-Quran yang berbahasa Arab, tetapi berusaha untuk memahami maksud dan kandungan Al-Qur’an melalui analisis teks dan linguistik.
Iqra kedua sudah berusaha mendekati makna Al-Qur’an melalui pendekatan semantik dan filologi terhadap teks Al-Qur’an. Termasuk di dalamnya memahami seluk beluk bacaan, termasuk bacaan tujuh, dan analisis penulisan (rasm) Al-Qur’an yang juga memiliki banyak varian. Termasuk jangkauan Iqra kedua analisis penafsiran yang bermacam-macam (madzahib at-tafsir). Iqra ini memungkinkan seseorang mendalami makna akademik-ilmiah ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan orang-orang yang non-muslim pun dimungkinkan untuk memperoleh pemahaman mendalam secara imaginal terhadap kandungan Al-Qur’an. Banyak sekali qur’anic scholars tetapi tidak beragama Islam. Mereka sangat ahli bahasa Arab, bahkan mendalami semantika bahasa Arab yang oleh orang-orang Arab sendiri belum tentu paham.
Iqra kedua lebih menekankan aspek keilmuan Al-Qur’an. Banyak para scholar mencoba menghubungkan hasil-hasil temuannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Salah seorang di antaranya ialah temuan Prof. Rashad Khalifa, dalam karya monumentalnya: Visual Presentation of The Qur’an. Ia menemukan bahwa Al-Qur’an menggunakan rumus angka 19 dalam penulisan teksnya. la berangkat dari surah al-Muddatstsir ayat 30, “Di atasnya ada sembilan belas”. Dalam kitab-kitab tafsir klasik ayat ini selalu ditafsirkan 19 malaikat. Rashad Khalifa, mengurai angka 19 ini sebagai rumus matematik untuk membuktikan orisinalitas Al- Qur’an.
Kalangan ahli linguistik, seperti Prof. Roger Berque dari Paris University, mengatakan mustahil Al-Qur’an itu buatan manusia, apalagi manusia 14 abad yang lampau. Banyak sekali, bahkan semakin bertambah banyak, temuan sains saat ini diparalelkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan Prof. Maurice Bucaille, seorang ahli biologi dengan tegas menyatakan semua pernyataan sains di dalam Al-Qur’an tidak satu pun bertentangan dengan temuan sains modern. Bahkan beberapa ayat sains menginspirasi para saintis untuk menemukan berbagai temuan baru.
โฉ Rahasia Iqra’ Ketiga: Kesadaran Cinta yang Mendalam
ููู ูุง ุฃูุฑูุณูููููุง ูููููู ู ุฑูุณููููุง ู ูููููู ู ููุชูููู ุนูููููููู ู ุขููุงุชูููุง ููููุฒูููููููู ู ููููุนููููู ูููู ู ุงูููุชูุงุจู ููุงูุญูููู ูุฉู ููููุนููููู ูููู ู ู ูุง ููู ู ุชูููููููุง ุชูุนูููู ูููู
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 151)
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Iqra pertama lebih menekankan how to read. Di mana pada level ini masih menekankan kesadaran sensorial yang bersifat inderawi yang berkutat pada pemahaman lafzhiyyah dan qira’at Al-Qur’an. Namun demikian diharapkan sudah memahami makna ibarah atau makna lahiriah Al-Qur’an.
Iqra kedua lebih menekankan how to learn atau how to think. Pemahaman pada level ini sudah memasuki kesadaran intelektual dan diharapkan sudah bisa memasuki kesadaran isyarah, yakni makna ilmiah ayat-ayat Al-Qur’an, meskipun masih bersifat sporadic, belum komperhensif.
Iqra ketiga lebih mendalam lagi, yakni how to understand. Pemahaman dalam level ini sudah memasuki kesadaran emosional, yakni bagaimana menghayati dan merasakan secara emosional kedalaman makna ayat-ayat Al-Qur’an. Diharapkan orang-orang yang sudah berada dalam level ini sudah memahami makna isyarah Al-Qur’an secara komperhensif. Bahkan diharapkan bukan saja memahami tetapi sudah mampu merasakan vibrasi energi ayat demi ayat Al-Qur’an.
Di level Iqra ketiga, bukan hanya sang qari mencintai Al-Qur’an, tetapi yang bersangkutan sudah merasakan vibrasi cinta Al-Qur’an di dalam dirinya. Dengan demikian, antara sang qari dan maqru sudah saling mencintai satu sama lain. Ia merasakan kerinduan mendalam terhadap Al-Qur’an. Seolah-olah jika sehari tidak membaca Al-Qur’an ada sesuatu yang kurang di dalam dirinya. Cintanya terhadap Al-Qur’an termanifestasi di dalam suasana jiwa, pikiran, dan perilaku sehari-hari.
Bagi orang yang berada di dalam level Iqra ketiga, sudah memiliki kemudahan untuk mengakses sentuhan-sentuhan lembut (latha’if) Al-Qur’an. Ia seolah-olah merasa ada sosok yang senantiasa membimbing sehingga mampu merasakan makna batin dan spiritual Al-Qur’an. Pengalaman spiritual yang bersangkutan seperti merasa dibimbing langsung oleh Rasulullah Saw. atau Allah Swt. secara langsung meletakkan pemahaman di dalam benaknya tentang makna spiritual ayat-ayat yang dibaca. Dalam tradisi tasawuf inspirasi cerdas yang tiba-tiba muncul di dalam batin disebut ilham. Ayat tersebut di atas mengisyaratkan adanya kemungkinan seseorang mendapatkan “bisikan Ilahi” dalam memahami makna batin Al-Qur’an.
Untuk mendapatkan divine information ini tentu tidak mudah. Diperlukan perjalanan spiritual (suluk) yang tidak singkat dengan ketelatenan upaya sungguh-sungguh (mujahadah) untuk mencapai maqam spiritual ini. Mungkin orang itu belum memahami persyaratan menjadi seorang mufassir, karena mungkin belum menguasai Bahasa Arab, namun jika Tuhan menghendaki dan berkenan memberikan apresiasi terhadap hamba-Nya yang senantiasa bermunajat untuk memahami rahasia-rahasia-Nya maka tidak ada kesulitan bagi Allah Swt. memberikan pemahaman makna รญsyarah dan latha’if kepada kekasih-Nya. Mungkin inilah yang dimaksud Nabi Saw. dalam hadis sahihnya,
ู ููู ููุฑูุฏู ุงูููู ุจููู ุฎูููุฑูุง ูููููููููู ููู ุงูุฏููููู ููููููููู ููู ุฑูููุฏููู
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan maka Allah menjadikannya ia pandai mengenai agama dan ia diilhami petunjuknya.” (HR. Muttafaq ‘alaihi).
Yang pasti ialah siapapun yang akan mengakses Iqra ketiga ia harus berada dalam suasana lahir-batin yang bersih dan dalam suasana cinta (mahabbah/in-loving). Suasana batin seperti inilah yang akan mengundang keajaiban. Perhatikan ayat di atas, untuk mendapatkan bimbingan langsung dari rasul-Nya terlebih dahulu harus berada dalam kesucian (tazkiyah).
Setelah itu baru bisa sebelum meningkat ke proses pendalaman (taสผlim). Dengan kata lain, proses tazkiyah. ta’lim terlebih dahulu harus melakukan proses tazkiyah.
Banyak cara Tuhan menurunkan ilham kepada hambanya. Bisa dalam bentuk deduksi akal yang sangat cerdas dan cepat, bisa juga dalam bentuk mimpi-mimpi. Seperti kita tahu, mimpi itu bermacam-macam, ada mimpi dalam bentuk hilm, manamat ru’yah, waqi’iyyah, dan mukasyafah. Pengalaman spiritual para orang terdekat Tuhan (auliya’) banyak sekali mendapatkan pelajaran dari guru-guru yang tidak berwujud (impersonal teachers). Ada yang diajar langsung oleh Rasulullah Saw, seperti pengalaman mistis Imam Al-Gazali dan Ibn ‘Arabi. Jika kita membaca biografi intelektual para mufassir tersohor (mu’tabarah). sebagian di antaranya mendapatkan pelajaran (insight) dari hal-hal yang di luar kerja-kerja akal (la majala li al aql).
โฉ Rahasia Iqra’ Keempat: Memahami Makna abstrak Al-Qur’an
Dalam Iqra’ ketiga telah dibahas tentang makna isyari yang penekanannya bagaimana memahami dan sekaligus merealisasikan makna dan kandungan Al-Qur’an, namun masih dalam batas menggunakan kecerdasan internal manusia, seperti kekuatan kecerdasan akal dan jiwa manusia. Level Iqra’ keempat ini sudah berusaha untuk memahami makna-makna halus dan abstrak Al-Qur’an (latha’if Al-Qur’an). Upaya mengakses level ini tidak cukup dengan mengandalkan kecerdasan internal tetapi sudah mengandalkan kecerdasan eksternal atau supra kesadaran manusia. Dalam literatur tasawuf kecerdasan eksternal ini sering disebut dengan “pengetahuan keilahian” atau dalam literatur filsafat sering disebut dengan pengetahuan yang datang melesat di dalam benak seseorang tanpa melalui proses belajar-mengajar secara konvensional. Pengetahuan seperti ini sering disebut atau dihubungkan dengan ilham, yakni kecerdasan yang diberikan Allah Swt. kepada hamba pilihan-Nya.
Dalam banyak ayat di Al-Qur’an juga mengisyaratkan adanya tahapan yang harus dilewati setiap orang yang berusaha mencapai puncak kesadaran ini, antara lain,
ููุชูุฑูููููู ุทูุจูููุง ุนููู ุทูุจููู
“Sesungguhnya kalian melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).” (QS al-Insyiqรขq [84]: 19)
Untuk mencapai kesadaranya yang lebih tinggi tentu juga memerlukan upaya lebih tinggi. Cara mengakses iqra’ keempat atau kesadaran lebih tinggi diperlukan latihan (riyadhah) dan konsistensi batin secara rutin dan terus menerus (istiqamah). Tentu saja upaya keras dan sungguh-sungguh secara batin (mujahadah) harus berbanding lurus dengan pemenuhan kewajiban sebagai hamba dan khalifah. Individu yang bersih lahir dan batin (thaharah) selalu dipertahankan sambil terus bermunajat kepada Allah Swt. Iqra’ keempat ini sudah lebih merupakan akibat dari perjuangan panjang, bukan lagi sebab, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang belajar secara konvensional. Pengetahuan ini juga sering disebut dengan ilmu ladunni, sebagaimana diuraikan di dalam 12 ayat dalam surah al-Kahfi.
Al-Qur’an mengisyaratkan perlunya manusia terus mencari jalan (suluk) untuk meraih prestasi spiritual lebih tinggi, seperti dinyatakan dalam ayat,
ุฃูููููู ู ููุณููุฑููุง ููู ุงููุฃูุฑูุถู ููุชูููููู ููููู ู ูููููุจู ููุนูููููููู ุจูููุง ุฃููู ุขุฏูุงูู ููุณูู ูุนูููู ุจูููุง ููุฅููููููุง ููุง ุชูุนูู ูู ุงููุฃูุจูุตูุงุฑู ููููููู ุชูุนูู ูู ุงูููููููุจู ุงูููุชู ูู ุงูุตููุฏููุฑู
“Maka apakah mereka tidak mengembara di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS al-Hajj [22]: 46)
Iqra’ keempat akan mengantarkan seseorang untuk memiliki kemampuan membaca apapun yang dilihat atau yang didengarnya sebagai ayat-ayat Allah Swt. Orang-orang yang mencapai level iqra’ keempat kualitas spiritualnya sudah lebih peka. Sebagaimana dijelaskan dalam . ayat,
ุณูููุฑููููู ู ุขููุงุชูููุง ููู ุงูุขูุงู ููู ุฃููููุณูููู ู ุญูุชููู ููุชูุจูููููู ููููู ู ุฃูููููู ุงููุญูููู ุฃูููููู ู ูููููู ุจูุฑูุจูููู ุฃูููููู ุนูููู ููููู ุดูููุกู ุดููููุฏู
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS Fushshilat [41]: 53)
Wallahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq
๐๐๐ธ๐๐๐ธ๐๐๐ธ
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
๐ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
๐ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130







