Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz… Saya mau bertanya, kami sekeluarga berencana tahun ini ingin berkurban di Gaza, Palestina. Apakah boleh berkurban ke luar daerah atau ke luar negeri? Bagaimana tuntunan syariahnya Ustaz? Mohon penjelasan Ustaz. — Ismail, Surabaya
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, berkurban di Gaza itu boleh, bahkan prioritas. Di antara ketentuan yang harus diperhatikan adalah:
(1) Seluruh syarat berkurban menurut fikih terpenuhi, di antaranya kurban dilakukan atau disembelih pada hari tasyrik.
(2) Memilih lembaga mitra kurban yang bisa menunaikan amanah pekurban (seperti lembaga mitra yang legal, diawasi, dan diaudit).
Kedua, begitu pula kurban yang disembelih di Indonesia oleh lembaga mitra, kemudian didistribusikan dalam bentuk kurban olahan seperti rendang dan lainnya.
Daging olahan tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat Gaza itu prioritas untuk dilakukan.
Ketiga, umat Islam yang ingin berkurban segera untuk menyiapkan donasi memilih lembaga zakat atau lembaga kemanusiaan yang legal, teraudit, dan menyediakan layanan berkurban di Gaza.
Keempat, tuntunan dan dalil, di antaranya adalah:
(1) Dalil-dalil yang membolehkan berzakat, berinfak, dan berdonasi di daerah lain. Para ulama yang membolehkan berkurban atau menyalurkan kurban di luar tempat pekurban itu men-takhrij pendapatnya kepada perbedaan pendapat para ulama terkait menyalurkan zakat atau infak di luar domisili tempat donatur atau muzaki.
Di sisi lain, kurban juga itu bagian dari donasi sosial seperti halnya zakat dan infak.
(a) Penjelasan ulama Hanafiyah sebagaimana dikutip Syekh Yusuf al-Qardhawi dalam fikih zakatnya,
أما الحنفية فقالوا : يكره نقلها إلا أن ينقلها إلى قرابة محتاجين؛ لما في ذلك من صلة الرحم … أو إلى فرد أو جماعة هم أمس حاجة من أهل بلده… أو كان نقلها أصلح للمسلمين …
“Sedangkan ulama Hanafiyah berkata: Zakat tidak boleh disalurkan di luar daerah penghimpunan dan hukumnya makruh, kecuali mustahik di luar daerah penghimpunan adalah kerabat donatur yang membutuhkan karena dengan begitu menguatkan silaturahim. Atau disalurkan kepada seseorang atau kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan atau didistribusikan ke daerah lain yang lebih bermanfaat untuk umat Islam” (Fikih Zakat, al-Qardhawi, hlm 814 mengutip dari ad-Dar al-Mukhtar dan Hasyiyah Ibnu Abidin 2/93).
(b) Sebagaimana dijelaskan oleh Dewan Pengawas Syariah Bait al-Zakah a-Kuwaiti,
…ويجوز نقل الزكاة عن موضعها لمصلحة شرعية راجحة…نقلها إلى مناطق المجاعات والكوارث التي تصيب بعض المسلمين في العالم…
“…Zakat boleh disalurkan di luar tempat penghimpunan jika ada maslahat dan hal-hal yang menguatkan… Disalurkan ke daerah-daerah yang tertimpa musibah seperti kelaparan, bencana alam, dan pembantaian yang menimpa sebagian kaum Muslimin…” (Ahkam wa Fatawa az-Zakah, Bait az-Zakah, cetakan ke-14, 2022, hlm 219).
(c) Selain sebagai kurban, juga dikategorikan sebagai aktivitas prioritas dan utama karena membantu saudara-saudara yang sedang kritis dan membutuhkan bantuan (ighatsatu al-luhfan).
(2) Pendapat ahli fikih yang membolehkan berkurban di daerah lain, di antaranya,
محل التضحية بلد المضحي وفي نقل الأضحية وجهان تخريجا من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز
“Ibadah kurban bertempat di daerah pekurban. Selanjutnya, ada dua pendapat ulama terkait boleh dan tidaknya berkurban di daerah lain dengan mengambil substansi pendapat tentang naqlu az-zakah. Pendapat yang shahih adalah boleh berkurban atau memindahkan kurban ke daerah lain” (lihat Kifayatul Akhyar, al-Hishni, II/195).
(3) Dalil-dalil tentang kebolehan membuat kurban olahan. (a) Sebagaimana hadis dari Salamah bin al-Akwa’,”Dari Salamah bin al-Akwa’, ia berkata: Nabi SAW bersabda, ‘Siapa yang menyembelih kurban maka jangan ada sisanya sesudah tiga hari di rumahnya walaupun sedikit.’ Tahun berikutnya orang-orang bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa kami harus berbuat seperti tahun lalu?'”
“Beliau bersabda, ‘Makanlah dan berikan kepada orang-orang dan simpanlah sisanya. Sebenarnya, tahun lalu banyak orang yang menderita kekurangan akibat paceklik, maka aku ingin kalian membantu mereka'” (HR Bukhari dan Muslim).
Di antara tuntunan hadis di atas adalah kebolehan menyimpan daging kurban untuk kebutuhan mendatang. Mengolah daging kurban dan mengawetkannya untuk para penerima kurban itu juga memberikan maslahat yang sama, bahkan lebih karena bisa disimpan dan tahan lama untuk ketahanan pangan.
(b) Sesuai dengan maqashid (tujuan ibadah kurban ini)–selain wujud rasa syukur pekurban–juga untuk membantu mereka yang membutuhkan, mempererat silaturahim, termasuk juga meningkatkan perekonomian khususnya di sektor tersebut.
(c) Dan sebagaimana Fatwa MUI, “Atas dasar pertimbangan kemaslahatan, daging kurban boleh (mubah) untuk: (1) Didistribusikan secara tunda (‘ala al-tarakhi) untuk lebih memperluas nilai maslahat. (2) Dikelola dengan cara diolah dan diawetkan, seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya. (3) Didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.”
(Fatwa MUI No 37 Tahun 2019 tentang Pengawetan dan Pendistribusian Daging Kurban dalam Bentuk Olahan).
Wallahu A’lam.
Sumber: Konsultasi syariah Republika Online, 22 Mei 2024
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130







