Dosa Syirik

Ustadzah Novria Flaherti

Assalamu’alaikum ustadz/ustadzah. Mohon penjelasan  dosa yang tidak diampuni meski sudah bertaubat yaitu salah satunya adalah syirik, menduakan Allaah. Benarkah dosa tersebut tidak diampuni Allaah meskipun sudah bertaubat dan menghilangksn kesyirikannya tsb? Jazakumullah…
🅰4⃣3⃣

Jawaban
—————

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
 إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisaa’: 116)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 48)

Bahwa segala dosa dapat diampuni Allah bagi siapa yang Allah kehendaki, tapi dosa mempersekutukan yang lain dengan Dia, tidaklah dapat Allah mengampuni.

Wallahu a’lam.

Perilaku Tasamuh

Ustadzah Novria Flaherti

Assalamu’alaikum, kak tolong berikan contoh perilaku tasamuh di dalam kehidupan sehari hari. Terimakasih

Jawaban
========

Aplikasi tasamuh dalam kehidupan sehari hari :

1. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling menjelekan dan lain sebagainya.

2. Gemar Melakukan kegiatan Sosial.

Barang siapa yang melapangkan kehidupan dunia orang mukim, maka Allah akan melapangkan kehidupan orang itu di hari  kiamat Dan barang siapa yang meringankan kesusahan orang yang dalam kesusahan, Allah akan menghilangkan kesusahan orang itu di dunia dan akhirat. (HR. Muslim)

Dalam lingkungan tangga kita tidak bisa hidup sendiri, kita juga saling membutuhkan, tolong-menolong sesama tetangga misalnya kerja bhakti, membuat pos ronda, arisan, menjengukk orang sakit, itu adalah salah satu kegiatan sosial yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Saling Menghormati.

Setiap manusia haruslah saling menghargai dan menghormati sesama manusia memberikan senyum, sapa itu adalah sebagian kecil kita menghormati sesama manusia.

“Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda diantara kami dan tidak menghormati orang yang tua.” (HR. At-Tirmidzy, dishahihkan Syeikh Al-Albany)

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah tengah masyarakat, kita juga tidak dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat melakukannya.

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhdap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adillah,  karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)

5. Toleransi terhadap warga non muslim.

Toleransi ini artinya kita harus saling menghormati, menolong, dan melakukan kegiatan sosial di lingkungan masyarakat bersama. Bukan mengikuti ritual agama non muslim tersebut.

◈ Manfaat Tasamuh

“Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah mengumpulkan antara kita, dan kepada Allahlah kita kembali.” (QS. Asyura: 15)

Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan di dunia ini, sikap tasamuh atau toleran terhadap sesama merupakan suatu keharusan. Sebab, tanpa adanya sikap tasamuh tersebut, niscaya suatu masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah SWT menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan harmonis.

Shaff Shalat Wanita

 Ustadzah Novria Flaherti

Assalamualaikum,,kak mau tanya shaf salat berjamaah bagi prempuan utama di depan atau belkang?
Terimakasih,,

MFT A08
==========
Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Keterangan mengenai posisi shaf baik bagi laki-laki atau perempuan tertuang dalam banyak hadits Rasulullah saw. dan salah satunya adalah berikut ini :

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا رواه مسلم
“Dari Abu Hurairah ra: Rasulullah saw bersabda : sebaik-baik shaf laki-laki adalah awalnya (baris terdepan) dan sejelek-jeleknya adalah yang paling belakang (baris terakhir). Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang terakhir (baris paling belakang) dan sejelek-jeleknya adalah yang pertama (paling depan).” (HR. Muslim)

Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata: “Adapun shaf-shaf pria maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf akhir. Berbeda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum pria. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jama’ah pria, tidak bersama dengan pria, maka shaf mereka sama dengan pria, yang terbaik shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi pria dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, dan paling jauh dari tuntunan syar’i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjama’ah bersama pria memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan pria dan melihat mereka. Di samping jauhnya mereka dari interaksi dengan kaum pria ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari apa yang telah disebutkan.” (Syarah Shahih Muslim, 4/159-160)

Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu menyatakan: “Dalam hadits ini ada petunjuk bolehnya wanita berbaris dalam shaf-shaf dan dzahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum pria atau bersama wanita lainnya. Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum pria, dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama pria. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf pria, yang paling utama adalah shaf yang awal.” (Subulus Salam, 2/49)

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami sebagai berikut:

1. Bila wanita itu shalat berjama’ah dengan kaum pria, maka shaf yang terbaik baginya adalah yang paling akhir.

2. Bila ia shalat dengan diimami wanita lain (berjama’ah dengan sesama kaum wanita) atau bersama jama’ah namun ada pemisah antara keduanya, maka shaf yang terbaik baginya adalah yang paling awal sama dengan shaf yang terbaik bagi pria, karena tidak ada kekhawatiran terjadinya fitnah antara wanita dan pria.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لاَسْتَهَمُوْا

“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 721 dan Muslim no. 437)

Yang Dilarang Saat Haid

By: Ustadzah Novria Flaherti
Mau tanya, misalnya kalau kita lagi halangan emang ga boleh berdo’a? Ada teman saya bilang pas kita lagi do’a bersama dia lagi berhalangan, kita d suruh baca Al-Fatihah baru dia nanya sama saya boleh kah aku baca Al-Fatihah, trus saya bilang boleh lah, trus dia bilang bukannya ga boleh ya segala hal yang beribadah kecuali shalawatan baru boleh. Gmna tanggapannya ukh? Terimakasih.

Jawaban
========

◈ Yang tidak dibolehkan bagi wanita haid.

1. Shalat dan Puasa.

Dari Mu’adzah ia bertanya kepada ‘Aisyah, “Mengapa perempuan yang haid hanya mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka ‘Aisyah menjawab, “Yang demikian itu terjadi pada kami (ketika) bersama Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, yaitu agar kami mengganti puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat.”

Imam An-Nawawi berkata, “Umat muslim bersepakat bahwa wanita yang haid dan nifas tidak wajib mengerjakan shalat.”

2. Berjima’.

Allah –subhaanahu wa ta’ala– berfirman, yang artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…….” (QS. Al-Baqarah: 222)

Dalam menafsirkan kata “mahidz” yang pertama, maka ulama bersepakat bahwa itu artinya darah haid. Akan tetapi mereka berbeda pendapat ketika menafsirkan kata “mahidz”, ada yang mengartikan darah haid, masanya, tempat keluarnya (farj).

Rasulullah SAW bersabda, “Lakukan apa saja kecuali nikah (yakni bersenggama).”

Maka, diharamkan bagi seorang suami melakukan jima’ dengan isterinya yang sedang mengalami haid. Begitu juga diharamkan bagi seorang isteri memberikan kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal tersebut.

Imam An-Nawawi –rahimahullah ta’ala– mengatakan, “Apabila seorang muslim berkeyakinan akan halalnya menyetubuhi wanita yang sedang haid pada kemaluannya, maka ia dihukumi kafir murtad. Sedangkan apabila ia tidak meyakini akan kehalalannya, entah disebabkan lupa dan tidak mengetahui adanya haid atau dirinya tidak mengetahui akan haramnya perbuatan tersebut atau karena dipaksa, maka ia tidak berdosa dan tidak ada kafarat baginya. Namun, apabila ia menyetubuhi isterinya dengan sengaja dan ia mengetahui bahwa isterinya sedang mengalami haid dan ia pula mengetahui haramnya perbuatan tersebut serta tanpa adanya suatu paksaan, maka ia telah berbuat maksiat dan dosa besar, maka wajib baginya bertaubat.”

Untuk menyalurkan syahwatnya, suami diperbolehkan melakukan selain jima’ (senggama), seperti: berciuman, berpelukan dan bersebadan pada selain daerah farj (vagina). Namun, sebaiknya, jangan bersebadan pada daerah antara pusat dan lutut kecuali jika sang isteri mengenakan kain penutup. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah –radhiallahu ‘anha-, “Pernah Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid.”

3. Thawaf

Sebagaimana penuturan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, beliau bersabda, “Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, kecuali thawaf di sekeliling Ka’bah sampai engkau suci (dari haid).”

Ilmu Allah Ta’ala (Part 1)

By: Ustadzah Novria Flaherti

◈ Dalam asmaul husna, Allah SWT disebut sebagai Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui). Bahwasanya ilmu Allah tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang, ataupun besok, baik yang ghaib maupun yang nyata.

⇨ “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi.” (QS. Al-Hajj: 70)

⇨ “Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 22)

◈ Tak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah SWT. “Di sisi-Nya segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang.” (QS. Al-An’am: 59)

◈ Ilmu Allah SWT maha luas, tak terjangkau, dan tak terbayangkan oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang sudah dan akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk manapun tak akan bisa menyelami lautan ilmu Allah SWT. Bahkan untuk mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Tentang tubuhnya sendiri saja, tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji.

◈ Belum lagi tentang astronomi. Berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dan seterusnya. Jika kita menatap ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu. Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai miliknya pribadi, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki debu tak berarti. Jika saja ada manusia menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah SWT tak akan tertandingi sedikitpun jua.

◈ Allah SWT menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah SWT, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan.

⇨ “Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al-Kahfi: 109)

⇨ “Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Luqman : 27)

Agar Tak Teegoda Setan

Ustadzah Novria Flaherti

Kak, gmn caranya spy gak tergoda dengan godaan syaitan? #MFT A08

=========
Jawaban
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al Baqarah 208)

bbrp tips utk membekali diri kita dari gangguan jin dan syetan  

1. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu

Sesudah membaca wirid yang disyari’atkan setelah salam, atau dibaca ketika akan tidur. Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu hadits shahihnya :

“Barangsiapa membaca ayat Kursi pada malam hari, Allah senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai Shubuh.”

Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 255 yang bunyinya :

“Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

2. Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas setiap selesai shalat lima waktu

Serta membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari sesudah shalat Shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat Maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i.

3. Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285-286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasulullah :

“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya.”

Adapun bacaan ayat tersebut adalah sebagai berikut:

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya’. (Mereka berdo’a): ‘Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kewajiban) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya, beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.”

4. Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna

Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: ‘A’uudzu bi kalimaatillahi ttaammaati min syarri maa khalaq’ (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaanNya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu.”

5. Membaca do’a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam:

“Dengan nama Allah, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Bacaan-bacaan dzikir dan ta’awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir atau kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepadaNya dengan lapang dada dan hati yang khusyu’.

6.Membaca Surah Al Baqarah dalam rumah

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surah al-Baqarah.” (HR. Muslim, no. 1821)

7. Berwudhu ketika marah

“Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, dan setan itu diciptakan dari api, dan api hanya dapat dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang di antara kamu marah, hendaklah dia berwudhu.” (HR. Ahmad, 5/240 dan Ibnu Abi Syaibah, no. 25374)

8. Berlindung kepada Allah jika membeli kendaraan
Hal ini diriwayatkan oleh Zaid bin Aslam, bahwa Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menikahi perempuan atau membeli budak perempuan, peganglah ubun-ubunnya dan doakanlah keberkahan. Dan Jika membeli kendaraan peganglah bagian yang paling tinggi, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan”(HR. Imam Malik di dalam al-Muwatha, no. 2012)

9. Berlindung kepada Allah dan meludah ke kiri ketika datang was-was dari setan
Suatu ketika salah seorang sahabat Nabi yang bernama Utsman bin Abil Ash datang menemui Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalangi antara aku dan shalatku serta bacaanku, mengacaukan aku,”

Maka bersabdalah Rasulullah, “Itu adalah setan yang bernama Khinzib, jika engkau merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah dari setan tersebut dan meludahlah ke kiri 3 kali.” Lalu Utsman berkata, “Maka aku melakukan hal tersebut, sehingga Allah menghilangkan hal tersebut dariku.” (HR. Muslim, no. 5868)

10. Berlindung Kepada Allah dari setan laki-laki dan setan perempuan ketika masuk kamar mand

 “Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari godaan setan laki-laki dan setan perempuan”(HR. al-Bukhari, no. 6322 dan Muslim, no. 857)

11.Memulai makan dengan “bismillah”
Hudzaifah pernah bercerita, “Biasanya kalau dihidangkan makanan di hadapan kami bersama Nabi, kami tidak pernah meletakkan tangan kami (untuk menyentuh hidangan itu) sampai Rasulullah memulai meletakkan tangan beliau. Suatu ketika, dihidangkan makanan di hadapan kami bersama beliau. Tiba-tiba datang seorang budak perempuan, seakan-akan dia terdorong (karena cepatnya), lalu meletakkan tangannya di hidangan itu.

 Rasulullah langsung memegang tangannya. Setelah itu, datang seorang A’rabi, seakan-akan dia terdorong. Rasulullah pun menahan tangannya. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya setan menghalalkan makanan yang tidak disebut nama Allah atasnya. Tadi dia datang bersama budak perempuan itu untuk mendapatkan makanan dengannya, maka aku pegang tangannya. Lalu dia datang lagi bersama A’rabi tadi untuk mendapatkan makanan dengannya, maka aku pun memegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh tangan setan berada dalam genggamanku bersama tangan jariyah itu.”(HR. Muslim, no. 2017)

12. Mengucapkan ‘bismillah’ dan berdzikir kepada Allah saat bersetubuh
Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a,

[Bismillah Allahumma jannibnasy syaithana wa jannibisy syaithana maa razaqtana],
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rizki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya” (HR. al-Bukhari, no. 6388 dan Muslim, no. 3606).

13. Berdzikir kepada Allah ketika masuk dan keluar rumah
“Jika seseorang masuk rumahnya dan berdzikir kepada Allah saat masuk dan makannya, setan akan mengatakan pada teman-temannya, ‘Tidak ada tempat bermalam dan makan malam bagi kalian.’ Namun jika dia masuk rumah tanpa berdzikir kepada Allah ketika masuknya, setan akan mengatakan, ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam.’ Jika dia tidak berdzikir kepada Allah ketika makan, setan akan mengatakan, ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam.’” (HR. Muslim, no. 2018)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Jika seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca (dzikir),

Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, laa haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya, “(Sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setan-setan pun tidak bisa mendekat, dan setan yang lain berkata kepada temannya, “Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allah)?”(HR. Abu Dawud, no. 5097, at-Tirmidzi, no. 3426)

Allahu a’lam bisshawab

*Dari berbagai sumber

Taaruf yang Benar, Bagaimana?

Ustadz Menjawab
Sabtu, 05 November 2016
Ustadzah Novria Flaherti, S.Si

Assalamualaikum ukhti..#A40 mau tanya tata cara taaruf yg benar itu kaya gmna sih? Terimakasih wassalamuallaikum😊

JAWABAN
————-

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Berikut  ini saya sampaikan beberapa tahapan yang bisa dipraktekkan.

Tahap Persiapan Ta’aruf

Seperti kata-kata bijak yang cukup sering didengar “Gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal”; begitu pula dalam ikhtiar ta’aruf ini. Sebelum melangkah jauh dalam ikhtiar ta’aruf tentunya ada beberapa aspek yang perlu dipersiapkan, antara lain:

1. Persiapan Diri
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”(Muttafaq Alaihi) Kesiapan ilmu, mental, psikologis, finansial, dll. wajib dipenuhi sebelum berikhtiar ta’aruf. Cukup banyak konselor pernikahan yang memberikan pencerahan seputar persiapan diri ini sehingga tidak perlu saya sampaikan panjang lebar, silakan mengambil referensi dari apa yang telah mereka sampaikan. Anda juga bisa mengikuti kajian dan seminar pranikah, ataupun kursus pranikah yang diadakan beberapa lembaga Islam untuk persiapan diri ini.
2. Pengkondisian Orang Tua. Pengkondisian ke orang tua terkadang dilupakan sebagian rekan dalam ikhtiar ta’arufnya, padahal faktor orang tua bisa menjadi salah satu penyebab lamanya proses ta’aruf karena orang tua belum terkondisikan. Banyak yang berproses ta’aruf terlebih dulu, baru setelah bertemu dengan yang cocok mereka baru menyampaikan bahwa sudah punya calon ke orang tua mereka. Bisa jadi hal ini akan membuat ‘kaget’ orang tua, dan akhirnya proses ta’aruf pun tidak berlanjut. Idealnya pengkondisian orang tua harus dijalani dulu, baru setelah orang tua terkondisikan proses ta’aruf bisa dimulai. Tips-tips agar proses ta’aruf tak “mentok” di orang tua bisa dibaca di artikel yang pernah saya tulis di tautan ini. Orang tua yang sudah terkondisikan bagi seorang wanita adalah wali yang siap menikahkan apabila sudah ada yang cocok, tidak perlu menunggu lama-lama, bagi seorang ikhwan dalam bentuk restu menikah dalam waktu dekat. Meskipun orang tua merestui untuk menikah tapi menikahnya baru boleh sekian tahun lagi berarti masih belum terkondisikan. Kondisikan dan mintalah restu ke orang tua sebelum berikhtiar ta’aruf, insya Allah akan dimudahkan proses ikhtiarnya.

3. Membuat Biodata/CV Ta’aruf Dengan alasan kemudahan proses, metode tukar menukar biodata biasa saya gunakan dalam mengawali mediasi proses ta’aruf. Biodata dalam bentuk softcopy akan lebih mudah diproses karena bisa saling ditukarkan lewat email, dan membutuhkan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan tukar menukar biodata dalam bentuk hardcopy. Contoh format biodata/CV ta’aruf yang biasa saya gunakan bisa diunduh di link ini: www.biodata.myQuran.net.

4. Mencari Perantara/Pendamping Dari Jabir Bin Samurah Radhyallahu’anhu, dari Rasulullah bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena syaitan akan menjadi ketiganya” (Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Aktivitas berduaan/khalwat antara non mahram rawan sekali akan bisikan setan. Tidak hanya dalam bentuk “khalwat real/nyata”, tetapi juga dalam bentuk “khalwat virtual/maya” lewat media sosial ataupun media komunikasi lainnya. Karena itu, proses ta’aruf perlu didampingi oleh pihak ketiga yang akan ‘mengawal’ selama berjalannya proses sekaligus menjembatani komunikasi pihak-pihak yang berta’aruf agar proses bisa lebih terjaga. Selain itu, perantara/pendamping ini dapat berfungsi juga sebagai ‘informan’ dalam tahap ‘observasi pra-ta’aruf’ di tahap persiapan selanjutnya.

5. Observasi Pra-ta’aruf.
Observasi pra-ta’aruf berfungsi untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi mengenai sosok yang sekiranya cocok dengan kriteria yang Anda dan orang tua Anda harapkan. Perhatikan lingkungan sekitar, baik itu lingkungan rumah, lingkungan kantor, lingkungan organisasi yang diikuti, atau bisa juga lewat media sosial yang Anda gemari. Cari ‘target’ yang Anda nilai masuk kriteria yang Anda sepakati dengan orang tua, yang tentunya faktor agama jadi prioritas nomor satu. Lakukan observasi ini secara tertutup, tidak perlu si target tahu. Bisa Anda sendiri yang melakukan, lewat pendamping Anda, ataupun dari rekan terdekat si target. Apakah si target sudah siap menikah? Apakah si target sudah boleh menikah? Apakah si target tidak dalam proses lamaran? dan informasi lainnya. Kalau kondisinya ‘available’, tinggal pastikan lewat penelusuran informan bahwa kriteria yang si target harapkan juga ada di diri Anda agar saat ‘pengajuan ta’aruf’ nanti berpeluang besar untuk diterima. Sudah mantapkah persiapannya? Banyak-banyak berdoa ke Allah SWT agar dimudahkan ikhtiarnya, mantapkan hati, dan bismillaahirrahmaanirrahiim, saatnya eksekusi!

Tahap Pelaksanaan Ta’aruf :

1. Proses Tukar Menukar Biodata Awali proses dengan mengajukan biodata Anda ke pendamping/perantara ta’aruf agar yang bersangkutan menyampaikannya ke si target yang sudah Anda tetapkan, dan mintakan juga biodatanya untuk sama-sama istikharah-kan. Teknis proses tukar menukar biodata secara lengkap bisa dilihat di tautan ini. Agar diingat juga anjuran di hadits ini: Rasulullah saw bersabda: “Rahasiakan pinangan, umumkanlah pernikahan (Hadits Riwayat Ath Thabrani) Pinangan/lamaran pernikahan diperintahkan untuk dirahasiakan, tentunya proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu dirahasiakan. Tetap jaga kerahasiaan proses ta’aruf yang Anda jalani hingga pengumuman pernikahan Anda nanti.

2. Proses Mediasi Ta’aruf Online Adanya kemajuan teknologi internet bisa dimanfaatkan dalam tahapan proses ta’aruf ini. Untuk lebih memantapkan hati, pendamping ta’aruf bisa memfasilitasi diskusi dan tanya jawab lewat perantaraan email pendamping di pekan kedua. Teknisnya bisa seperti ini : Akhwat menyampaikan pertanyaan yang ingin didiskusikan lewat email ke email si pendamping -> Pendamping meneruskan pertanyaannya ke email Ikhwan -> Ikhwan menjawab pertanyaan Akhwat sekaligus menyampaikan pertanyaan ke Akhwat lewat email pendamping -> Akhwat menjawab pertanyaan Ikhwan sekaligus menyampaikan pertanyaan tambahan ke Ikhwan -> dan seterusnya hingga kedua pihak merasa mantap hatinya untuk melanjutkan proses.

3. Proses Ta’aruf Langsung/Mediasi Ta’aruf Offline Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya beliau melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam pun berkata kepadanya “Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan di antara kalian berdua.” Pekan ketiga dapat dimanfaatkan untuk proses ta’aruf secara langsung/ta’aruf offline perdana, tentunya setelah kedua belah pihak merasa mantap untuk lanjut proses setelah proses tukar menukar biodata dan bertanya jawab lewat email. Sosok si target mungkin saja selama ini hanya dikenal lewat media sosial saja, sehingga perlu Anda ketahui bahwa sosoknya memang nyata. Atau mungkin sudah kenal, tapi hanya kenal selintas saja dan belum terlalu jauh. Dengan adanya ta’aruf offline maka kondisi nyata pihak yang berta’aruf dapat diketahui lebih jauh dibandingkan dengan hanya melihat beberapa halaman biodata saja. Teknis proses ta’aruf secara langsung dan panduan bagi mediator ta’aruf offline dapat dilihat di tautan ini.

4. Proses Istikharah Pekan keempat dapat Anda gunakan untuk istikharah, menimbang-nimbang kembali proses yang telah Anda jalani, apakah mantap untuk melanjutkan proses atau tidak. Pekan ini bisa Anda manfaatkan juga untuk menggali informasi lebih jauh ke rekan terdekat si target, bisa dari saudaranya, tetangganya, ataupun rekan kerjanya. Apabila sama-sama menemukan kemantapan untuk melanjutkan proses, maka dapat dilanjutkan ke proses ta’aruf ke keluarga di pekan berikutnya.

5. Proses Ta’aruf Ikhwan ke keluarga Akhwat
Pekan kelima bisa mulai dimanfaatkan untuk bersilaturahim ke keluarga masing-masing, karena sejatinya proses ta’aruf tidak hanya melibatkan si ikhwan dan si akhwat saja, tetapi juga keluarga kedua belah pihak. Untuk awalan proses ta’aruf keluarga, si ikhwan bisa bersilaturahim ke pihak akhwat terlebih dulu dengan didampingi rekan terdekat, belum perlu membawa serta pihak keluarga ikhwan agar keluarga akhwat tidak ‘kaget’ karena kedatangan keluarga besar ikhwan yang baru sekali itu bertemu. Kesempatan pertama diberikan ke si ikhwan dengan pertimbangan keluarga akhwat yang cenderung lebih banyak pertimbangan dibandingkan pihak keluarga ikhwan yang cenderung menyerahkan urusan jodohke si ikhwannya sendiri. Di agenda silaturahim ini, pihak keluarga akhwat berkesempatan untuk lebih mengenal si ikhwan, gali sebanyak-banyaknya informasi mengenai si ikhwan sehingga pihak keluarga akhwat bisa mengetahui seperti apa profil si ikhwan ini. Bagi ikhwan yang ‘kreatif’ bisa saja dibuat semacam ‘video testimonial’ dari saudara, tetangga kanan kiri, pengurus masjid, ataupun rekan kerjanya, dan diputarkan saat silaturahim untuk menggambarkan sosok si ikhwan menurut pandangan keluarga, tetangga, pengurus masjid, dan lingkungan kerja. Bagaimana kebiasaannya di rumah, bagaimana interaksinya dengan tetangga, bagaimana aktifnya dia di masjid, dan bagaimana pula aktivitasnya dalam dunia kerja bisa diketahui dari beberapa orang tersebut. Apabila dalam satu kali silaturahim belum bisa meyakinkan pihak keluarga akhwat, bisa diagendakan beberapa kali silaturahim di pekan ini, tentunya tetap dengan adanya pendamping. Bisa juga pihak keluarga akhwat dipersilakan untuk menelusuri secara langsung ke orang-orang tersebut, ataupun lewat ‘utusan’ keluarga yang tepercaya agar informasi yang didapat lebih valid.

6. Proses Ta’aruf Akhwat ke Keluarga Ikhwan.
 Apabila tanggapan keluarga akhwat positif, maka gantian pihak akhwat yang didampingi untuk bersilaturahim ke keluarga si ikhwan di pekan keenam.” Agendanya serupa, yaitu agar keluarga pihak ikhwan bisa mengetahui seperti apa profil si akhwat itu. Sama seperti proses silaturahim sebelumnya, beri kesempatan pihak keluarga ikhwan untuk lebih mengenal si akhwat, gali sebanyak-banyaknya informasi mengenai si akhwat sehingga pihak keluarga bisa mengetahui seperti apa profil si akhwat ini.

7. Proses Ta’aruf Antar Kedua Keluarga Apabila tanggapan keluarga ikhwan juga positif ke si akhwat, maka di pekan keenam bisa diagendakan silaturahim antar kedua keluarga. Pihak ikhwan bersilaturahim ke keluarga pihak akhwat dengan didampingi keluarganya, untuk awalan tentunya belum perlu membahas masalah khitbah dan pernikahan agar keluarga pihak akhwat tidak ‘kaget’. Manfaatkan agenda ini untuk ta’aruf antar kedua keluarga, berikan kesempatan kedua keluarga untuk mengenal lebih jauh kondisi keluarga yang lain.

8. Proses Khitbah/Lamaran Apabila tanggapan kedua keluarga positif, si ikhwan tidak perlu ragu lagi untuk menyatakan keseriusan dalam bentuk khitbah/lamaran di pekan kedelapan. Pihak keluarga besar ikhwan (dengan jumlah keluarga yang lebih banyak dari silaturahim sebelumnya) bersilaturahim ke pihak akhwat untuk mendampingi pihak ikhwan dalam menyatakan lamarannya. Karena sebelumnya sudah dikondisikan dan sama-sama positif tanggapannya, insya Allah proses lamaran akan berjalan lancar & lamaran akan diterima. Jangan lupa sepakati tanggal menikah juga di acara lamaran ini, tentunya diikhtiarkan sesuai target awal yaitu sebulan lagi. Kalaupun kedua keluarga menginginkan acara yang cukup besar yang membutuhkan banyak persiapan, bisa dikondisikan agar bulan depan setidaknya bisa diselenggarakan akad nikah dulu dan walimahnya bisa menyusul setelahnya.

9. Persiapan Pernikahan Proses persiapan pernikahan cukup dalam rentang waktu ini. Insya Allah dengan koneksi Anda yang luas akan ada banyak rekan yang siap membantu. Berkoordinasilah dengan calon pasangan dalam hal-hal yang diperlukan seperti halnya dalam menyiapkan undangan dan penyebarannya, berapa anak yatim dan dari panti asuhan mana yang akan diundang untuk diberi santunan, menyiapkan jamuan, dekorasi, dan hal-hal lain yang penting dikoordinasikan. Tidak perlu menanyakan “Apakah Akhi sudah shalat subuh di masjid?”  atau “Apakah ukhti sudah selesai tilawah 1 juz hari ini?” yang membuat desiran hati yang belum ‘halal’ selama masa penantian, karena insya Allah calon pasangan yang Anda pilih karena agamanya tidak akan melupakan hal itu. Tetaplah jaga hati dan interaksi hingga hari pernikahan tiba, karena sebelum ijab kabul terucap syariat tetaplah membatasi. Bila khawatir tidak dapat menjaga hati, koordinasikanlah persiapan pernikahan dengan perwakilan pihak keluarga calon pasangan, tidak langsung dengan si calon pasangan.

10. Pernikahan.
 Apabila semua tahapan proses berjalan lancar, insya Allah ijab kabul dapat terucap di pekan keduabelas.”  “Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khair (Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan)” Apakah pemaparan di atas sekadar teori saja, prakteknya yang susah? Tidak juga. Berikut ini beberapa pengalaman kami (saya & istri) dalam mendampingi proses ta’aruf offline, setelah sebelumnya tukar menukar biodata dan mediasi online: Pasangan pertama: Kami dampingi pertemuan offline perdananya di salah satu gerai bakso daerah Cempaka Putih tanggal 28 Oktober 2010, alhamdulillah menikah tanggal 13 Februari 2011. (Proses lebih dari 12 pekan, salah satunya karena faktor jarak kedua belah pihak yang terpisah lumayan jauh, Jakarta – Jogja)Pasangan kedua: Kami dampingi pertemuan offline perdananya di salah satu masjid daerah Menteng tanggal 27 April 2011, alhamdulillah menikah tanggal 9 Juli 2011. (Proses kurang dari 12 pekan)Pasangan ketiga: Kami damping pertemuan offline perdananya di salah satu masjid daerah Bekasi tanggal 2 Februari 2013, Alhamdulillah menikah tanggal 12 Maret 2013.  (Proses kurang dari 12 pekan) Insya Allah, ikhtiar 12 Pekan Meraih Sakinah bisa tercapai apabila dipersiapkan dengan mantap, diikhtiarkan dengan sigap, diiringi doa yang terus terucap,  dan jika Allah berkehendak bisa dijalani dalam sekejap. Semoga bermanfaat.
wallahua’lam bishawab.

Sumber: www.dakwatuna.com

Wallahu a’lam.

Membuat Home Industri Perlengkapan Ibadah Agama Lain

Ustadz Menjawab
Ustadzah Novria Flaherti
27 Oktober 2016
============================

Assalamualaikum. Ustadz, bagaimana hukum nya orang islam yang membuat home industri persiapan  upacara natalan, seperti petasan untuk natalan, topi nya, dll.

Jawaban
========

1. Tidak boleh/Haram.

وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً (الفرقان:72)

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kemaksiatan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 72)

Mujahid, dalam menafsirkan ayat tersebut menyatakan, “Az-Zûr (kemaksiatan) itu adalah hari raya kaum Musyrik. Begitu juga pendapat yang sama dikemukakan oleh Ar-Rabî’ bin Anas, Al-Qâdhî Abû Ya’lâ dan Ad-Dhahâk.” Ibn Sirîn berkomentar, “Az-Zûr adalah Sya’ânain. Sedangkan Sya’ânain adalah hari raya kaum Kristen. Mereka menyelenggarakannya pada hari Ahad sebelumnya untuk Hari Paskah. Mereka merayakannya dengan membawa pelepah kurma. Mereka mengira itu mengenang masuknya Isa al-Masih ke Baitul Maqdis.”

Wajh Ad-dalâlah (bentuk penunjukan dalil)-nya adalah, jika Allah memuji orang-orang yang tidak menyaksikan Az-Zur (Hari Raya kaum Kafir), padahal hanya sekedar hadir dengan melihat atau mendengar, lalu bagaimana dengan tindakan lebih dari itu, yaitu merayakannya. Bukan sekedar menyaksikan.

Hadits Anas bin Malik r.a., yang menyatakan:

قَدَمَ رَسُوْلُ الله [صلم] اَلْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَا اْليَوْمَانِ؟ قَالُوْا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُوْلُ الله [صلم]: إنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْراً مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ [رواه أبو داود، وأحمد، والنسائي على شرط مسلم]

“Rasulullah SAW tiba di Madinah, sementara mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari, dimana mereka sedang bermain pada hari-hari tersebut, seraya berkata, ‘Dua hari ini hari apa?’ Mereka menjawab, ‘Kami sejak zaman Jahiliyyah bermain pada hari-hari tersebut.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan hari yang lebih baik: Hari Raya Idul Adhha dan Hari Raya Idul Fitri.'” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan An-Nasa’i dengan Syarah Muslim)

Wajh Ad-dalâlah (bentuk penunjukan dalil)-nya adalah, bahwa kedua hari raya Jahiliyyah tersebut tidak diakui oleh Rasulullah SAW. Nabi juga tidak membiarkan mereka bermain pada kedua hari yang menjadi tradisi mereka. Sebaliknya, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan hari yang lebih baik.” Pernyataan Nabi yang menyatakan, “mengganti” mengharuskan kita untuk meninggalkan apa yang telah diganti. Karena tidak mungkin antara “pengganti” dan “yang diganti” bisa dikompromikan. Sedangkan, sabda Nabi SAW, “Lebih baik dari keduanya” mengharuskan digantikannya perayaan Jahiliyah tersebut dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT kepada kita.

Tindakan ‘Umar dengan syarat yang ditetapkannya kepada Ahli Dzimmah telah disepakati oleh para sahabat, dan para fuqaha’ setelahnya, bahwa Ahli Dzimmah tidak boleh mendemonstrasikan hari raya mereka di wilayah Islam. Para sahabat sepakat, bahwa mendemonstrasikan hari raya mereka saja tidak boleh, lalu bagaimana jika kaum Muslim melakukannya, maka tentu tidak boleh lagi.

‘Umar pun berpesan:

إِيَّاكُمْ وَرِطَانَةَ الأَعاَجِمِ، وَأَنْ تَدْخُلُوْا عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ يَوْمَ عِيْدِهِمْ فِيْ كَنَائِسِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ [رواه أبو البيهقيإسناد صحيح].

“Tinggalkanlah bahasa kaum ajam (non-Arab). Janganlah kalian memasuki (perkumpulan) kaum Musyrik dalam hari raya mereka di gereja-gereja mereka. Karena murka Allah akan diturunkan kepada mereka.” (HR. Al-Baihaqi dengan Isnad yang Shahih)

2. Ada juga yang membolehkan.
Dr. Quraisy Shihab menyatakan, memberikan ucapan selamat Natal sudah diajarkan dalam Al-Qur’an, seperti tertuang dalam surah Maryam ayat 34.

“Itu tentang Isa putera Maryam, yang merupakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.” (QS. Maryam [19]: 34)

Ayat ini sama sekali tidak membahas tentang hukum kebolehan mengucapkan “Selamat Natal”. Menurut Al-Qurthubi, ayat ini menjelaskan tentang siapa Nabi Isa –’alaihissalam. Dia adalah putra Maryam, tidak seperti yang dituduhkan orang Yahudi, sebagai putra Yûsuf an-Najjâr, atau seperti klaim orang Kristen, bahwa dia adalah Tuhan (anak), atau putra Tuhan.

DR. Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan, bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama, selama tidak merugikan agama lain. Termasuk hak tiap agama untuk memberikan ucapan selamat saat perayaan agama lain. Dia mengatakan, “Sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan ucapan selamat kepada non-Muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk dalam kategori Al-Birr (perbuatan yang baik).

Sebagaimana firman Allah SWT:

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) Kebolehan memberikan mengucapkan selamat ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan ucapan selamat kepada kita dalam perayaan hari raya kita:

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 86)

Begitu, kata DR. Yusuf Al-Qaradhawi. Padahal, QS. Al-Mumtahanah: 8 di atas, khususnya frasa “Tabarrûhum wa tuqsithû ilaihim” (berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka) tidak ada kaitannya dengan mengucapkan “Selamat Hari Raya” kepada kaum Kafir yang tidak memerangi kita. Karena bersikap baik dan adil kepada mereka dalam hal ini terkait dengan mu’amalah, bukan ibadah. Sedangkan, mengucapkan “Selamat Hari Raya” kepada mereka bagian dari ibadah. Konteks ayat ini terkait dengan Bani Khuza’ah, dimana mereka menandatangani perjanjian damai dengan Nabi untuk tidak memerangi dan menolong siapapun untuk mengalahkan Baginda SAW, maka Allah SWT perintahkan kepada Baginda SAW untuk berbuat baik, dan menepati janji kepada mereka hingga berakhirnya waktu perjanjian. Jadi, konteks “berbuat baik” di sini sama sekali tidak ada kaitannya dengan “Selamat Hari Raya” kepada mereka, yang merupakan bagian dari “berbuat baik”.

Demikian juga dengan QS. An-Nisa’: 86. Ayat ini menjelaskan tentang tahiyyah (ucapan salam) yang disampaikan kepada orang Mukmin. Tahiyyah juga bisa berarti do’a agar diberi kehidupan. Menurut At-Thabari, “Jika kalian dido’akan orang agar diberi panjang umur, maka diperintahkan untuk mendo’akannya dengan do’a yang sama.Namun, menurut Al-Qurthubi, tahiyyah di sini bisa berarti ucapan salam. Jadi, “Jika kalian diberi salam, maka jawablah salamnya dengan lebih baik.” Hanya, menurut Al-Qurthubi, balasan lebih baik ini dikhususkan kepada orang Islam, jika mereka yang mengucapkan salam. Jika yang mengucapkan salam orang Kafir, termasuk Ahli Dzimmah, maka tidak boleh membalas salam mereka, kecuali dengan jawaban yang diajarkan oleh Nabi SAW, “Wa’alaikum.”

• Kesimpulannya

Tidak boleh ikut andil dalam perayaan hari besar agama lain termasuk dalam memproduksi perlengkapan untuk memeriahkannya, menjual ataupun memberikan ucapan selamat hari raya..

Allahu’Alam Bisshowab

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYAHADAT

Rabu, 25 Muharam 1438 H/26 Oktober 2016

Aqidah

Ustadzah Novria Flaherti
============================

SYIRIK (MENYEKUTUKAN ALLAH)

Sikap adalah menyekutukan Allah SWT dalam zat, sifat, perbuatan dan ibadah.

® Zat yaitu Meyakini bahwa Zat Allah sama dengan zat makhluk-Nya.

® Sifat yaitu Meyakini bahwa sifat Allah sama dengan sifat makhluk-Nya.

® Perbuatan yaitu Meyakini bahwa makhluk yang mengatur alam semesta dan rezeki ummat manusia.

® Ibadah yaitu Menyembah selain Allah SWT dan mengagungkannya, mencintainya seperti kepada Allah SWT

BENTUK SYIRIK

© Menyembah patung atau berhala.

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا.

“Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya; ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?.'” (QS. Maryam: 42)

© Menyembah Matahari.

 وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37)

© Menyembah Malaikat dan Jin.

وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ ۖ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ.

“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat- sifat yang mereka berikan.” (QS. Al-An’am: 100)

© Menyembah para Nabi.

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ.

“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?.” (QS. At-Taubah: 30)

© Menyembah Rahib atau Pendeta.

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ.

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31)

© Menyembah Taghut

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang- orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)

© Menyembah Hawa Nafsu.

 أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ.

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?.” (QS. Al-Jatsiyah: 23)

MACAM-MACAM SYIRIK

1. Syirik Besar (Asy-Syirkul Akbar)
• Tampak (Zhahir)
• Tersembunyi (Khafiy)

2. Syirik Kecil (Asy-Syirkul Asghar)

® Syirik Besar (Asy-Syirkul Akbar)

• Yaitu tindakan menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya. Syirik besar tak akan diampuni dan tak akan masuk surga.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh- jauhnya.” (QS. An-Nisa: 116)

• Syirik Besar Zhahir

° Menyembah bintang, matahari, bulan, patung, batu, pohon besar, manusia, malaikat, jin dan setan.

• Syirik Besar Khafiy

° Meminta kepada orang yang telah mati dengan keyakinan mereka bisa memenuhi permintaan mereka.

° Menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti halnya Allah SWT.

° Tindakan yang mengarah kepada kesyirikan, tetapi tingkatannya belum sampai keluar dari tauhid (hanya mengurangi kemurnian tauhid).

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka, perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

® Syirik Kecil (Asy-Syirkul Asghar)

• Syirik Kecil Zhahir.

° Berupa pernyataan ataupun perbuatan.

° Contoh bersumpah dengan nama selain Allah, seperti “Demi Nabi!”, “Demi Ka’bah!”.

° “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah SWT, ia telah kafir dan musyrik.” (HR. Tirmidzi)

 ° Contoh lain: memakai jimat dengan keyakinan jimat itu akan memberikannya keselamatan.

• Syirik Kecil Khafiy

° Berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah.

° Contohnya: membaca Al-Qur’an dengan merdu agar dipuji orang lain.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ.

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un: 4-6)

BAHAYA SYIRIK

• Kezaliman yang nyata (QS. 31:13)
• Sumber khurafat
• Sumber ketakutan dan kesengsaraan (QS. 3:151)
• Merendahkan derajat manusia (QS. 22:31)
• Menghancurkan kecerdasan manusia (QS. 10: 18)
• Tak akan mendapatkan ampunan dan kekal di neraka selama-lamanya (QS. 5:72)

SEBAB-SEBAB SYIRIK

• Kebodohan
• Lemahnya iman
• Taklid buta (QS. 7: 28)

® Sumber
• Al-Qur’anul Kariim
• Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah. 2009- Modul Tarbiyah Islamiyah. Jakarta: Rabbani Press
• Iman Rukun Hakikat dan yang Membatalkannya; Muhammad Nuaim Yasin; alih bahasa Tete Qomarudin; Assyamil Press;  Bandung 2001

Makmum Tidak Membaca Iftitah

Ustadzah Menjawab
Ustadzah Novria
26 Oktober 2016
=====================

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Mau tanya  .. apa shalatnya sah jika tidak membaca doa iftitah ketika sholat, dikarenakan imamnya sudah  hampir ruku’ ,sehingga kita pun segera langsung membaca al-fatihah ? Syukron

================
Jawab

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Do’a iftitah hukumnya sunnah, dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum ta’awudz membaca al-Fatihah. Jika ia meninggalkan membaca doa iftitah pada rakaat pertama, maka sholatnya tetap sah. (Kitab Shifatish Shalah, Ibnu Taimiyah)

Dari Abu Hurairah ra, berkata “Biasanya Rasulullah saw setelah bertakbir ketika shalat, beliau diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka aku pun bertanya kepada beliau, “wahai Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku, aku melihatmu berdiam antara takbir dan bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika itu adalah: … (beliau menyebutkan do’a iftitah).” (Muttafaq ‘alaih)

Rasulullah saw membaca do’a iftitah dengan do’a yang bermacam-macam, beliau memuji Allah swt, menyanjung dan mengagungkan-Nya dalam doanya itu. Beliau bersabda, “Tidak sempurna shalat seseorang hingga bertakbir, memuji Allah, memuliakan serta menyanjung-Nya dan membaca ayat-ayat Al Quran yang mudah baginya” (HR. Abu Daud dan Hakim dan ia menshahihkannya, disepakati oleh adz-Dzahabi)

Imam An Nawawi berkata, “Ketahuilah bahwa semua do’a-do’a ini (berbagai macam do’a iftitah) hukumnya mustahabbah (sunnah) dalam shalat wajib maupun shalat sunnah” (Al Adzkar, 1/107)

Jadi sholt tetap sah  jika tidak dibaca karena hukumnya sunnah.

Allahu ‘Alam Bisshowab