Meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam

📚 MOTIVASI

📝 Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir Lc.

Tidak perlu ditanya tentang kecintaan seorang muslim terhadap Rasulnya.
Sedikit saja keimanan bersemayam di dadanya, cinta kepada Rasululullah saw, niscaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupannya.

Cinta yang ada ini seharusnya terus dipelihara, dipupuk dan selalu dihidupkan dari masa ke masa agar tak redup di telan zaman.

Akan tetapi, semestinya permasalahannya tidak berujung pada rasa cinta.

Justeru rasa cinta itulah yang harus dijadikannya sebagai energi kehidupan untuk meneladani Rasulullah saw. Sekaligus inilah bukti paling riil pengakuan cinta seseorang kepada siapa yang dicintainya.

Cinta tanpa bukti nyata, adalah cinta gombal seorang pembual.

Seorang penyair berkata,

لَوْ كُنْتَ تَصْدُقُ حُبَّهُ لأَطَعْتَهُ ****** إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيعُ

Seandainya cintamu kepadanya benar, niscaya engkau akan menaatinya.
Sesungguhnya, seorang pencinta akan taat kepada yang dicintainya.

Cinta kepada Rasulullah saw yang berujung kepada sikap meneladaninya, adalah cinta sejati bukan cinta basa-basi, cinta yang teruji bukan sekedar seremoni, cinta aktual bukan sekedar emosional, cinta abadi, bukan cinta setengah hati.

Jika kita telah sepakat tentang hal ini, hal berikutnya yang penting kita pahami dengan baik adalah bagaimana sesungguhnya cara kita meneladani Rasulullah saw?

Jawabannya ada terkandung pada ayat yang sangat kita hafal,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ – سورة الأحزاب: 21

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa teladan yang harus kita ambil dari Rasulullah saw adalah semua hal terkait dengan kehidupannya.

Tidak hanya terbatas pada satu aspek tertentu dari kehidupannya.

Ketika berbicara tentang teladan Rasulullah saw, sebagian orang ada yang melulu berbicara tentang etika dan hubungannya antara sesama manusia, lupa kalau aqidah dan ibadah adalah masalah prinsip, sebagian lagi fokus kepada masalah ibadah, abai bahwa masalah akhlak tidak boleh terbengkalai, sebagian lainnya konsentrasi pada masalah aqidah, tak peduli dengan ibadahnya yang kering dan akhlaknya yang ‘garing’.

Sehingga sering terjadi munculnya kepribadian yang tidak utuh dalam pandangan Islam dan akhirnya melahirkan pandangan yang tidak utuh terhadap Islam itu sendiri.

Ada yang aqidahnya mantap, tapi lisannya penuh duri suka menyakiti. Ada pula yang akhlaknya begitu lembut, tapi aqidahnya kabur penuh kabut.

Adapula yang ibadahnya getol, namun aqidah jebol dan akhlaknya ambrol.

Yang diinginkan dalam meneladani Rasulullah saw adalah bagaimana agar seorang muslim memiliki sifat
❣ salimul aqidah (aqidah yang bersih),
❣ shahihul ibadah (ibadah yang sahih) dan
❣ matinul khuluq (akhlak yang jernih).

Ini tentu membutuhkan sebuah kesadaran sekaligus proses yang berkelanjutan, serta bimbingan dan pembinaan spartan (terus-menerus) agar kehidupan kita semakin dekat dengan kemuliaan pribadi Rasulullah saw.

Seorang bijak berkata,

تَشَبَّهُوا بِالْكِرَامِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ مِثْلَهُمْ ، فَإِنَّ التَّشَبُّهَ بِالْكِرَامِ فَلاَحُ

“Serupailah orang mulia, meskipun engkau tidak menjadi seperti mereka,
Karena menyerupai orang mulia mengundang keberuntungan.”

Semoga kecintaan kita kepada Rasulullah saw, bukan cuma cinta semusim yang merasa cukup dengan seremoni sesaat dan hanya mengandalkan pengakuan tanpa bukti kuat.

Tapi cinta yang mendorong kita untuk selalu berupaya meneladani semua aspek kehidupan beliau sepanjang hayat.

Aamiin.

Allahumma shalli ‘alaa muhammad wa ‘alaa aali Muhammad….

Amalan Sederhana Yang Dapat Mengantarkan Ke Surga

MOTIVASI

Pemateri: Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Dalam salah satu hadits Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِي مِنْ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ، قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ، فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّة (رواه مسلم)

Dari Abu Ayyub ra berkata,

 “Bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Nabi Saw seraya bertanya,
‘Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari api neraka? ‘

Beliau menjawab: ‘Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun juga, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturrahim.”

Ketika dia pergi, Rasulullah Saw bersabda:
“Jika dia berpegang teguh drngan hal tersebut, maka dia akan masuk surga’.

(HR. Muslim, hadits no 15)

Dalam hadits ini Rasulullah SAW mengajarkan:

☘Pentingnya menjaga spirit untuk senantiasa mencintai akhirat, karena di sanalah kampung halaman kita yang sebenarnya, dan kelak kita semua akan “mudik” kembali ke sana.

🌹Oleh karenanya, segala persiapan perlu dilakukan, termasuk diantaranya memperbanyak amalan yang dapat menyelamatkan kita dari api neraka dan memasukkan kita ke surga, sebagaimana yg ditanyakan oleh sahabat Nabi Saw dalam hadits di atas.

☘Bahwa sesungguhnya jika seorang muslim menjaga untuk senantiasa berpegang teguh (baca: istiqamah) untuk melakukan amalan-amalan dasar dalam Islam, maka ternyata hal tersebut dapat mengantarkannya masuk ke dalam surga.

🌹Oleh karenanya, hendaknya kita berusaha menjaga amaliyah dasar kita dalam menjalani hidup ini, minimal dengan:
🔺Selalu mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga,
🔺Selalu menjaga shalat dalam segala kondisi dan situasi,
🔺Melaksanakan puasa,
🔺Membayat zakat dan
🔺Senantiasa menjaga silaturrahim.

☘Karena hal-hal tersebut adalah tiket untuk dapat selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga.

🌹Dan mudah-mudahan, kita semua termasuk dalam golongan yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga…

Amiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A’lam

Semangat Harus Selalu Ada

Pemateri: Ustadzah Bunda Rochma Yulika

❣Menjalani hidup harus penuh semangat karena akan menjadikan perjalanan yang kita lewati penuh dengan energi kebaikan.

❣Bila yang ada kemalasan tentunya akan banyak masa yang terlewati dengan sia-sia. Sedetik waktu yang Allah berikan kepada kita senilai dengan berjam-jam bila kita isi dengan hal yang baik.

❣Putus asa bukan menjadi tabiat yang melekat pada insan beriman. Dalam keadaan lelah pun kita harus terus berjuang mewujudkan apa yang kita cita-citakan.

❣Setiap keterbatasan yang ada yakinlah ada kelebihan yang telah Allah siapkan pada diri kita. Tinggal bagaimana kita senantiasa mengoptimalkan usaha sembari terus berdoa meminta penuh harap.

❣Kita perlu mengingat bahwasanya janji Allah selalu benar. Tak ada yang tak kan dipenuhi oleh Nya.

❣Hanya saja waktu yang tepat ukuran manusia sangatlah berbeda dengan apa yang dikehendaki Allah.

❣Kita berusaha maksimal untuk menunjukkan bahwa ada keinginan besar dalam mewujudnya sebuah harapan.

❣Terus dan teruslah berencana dan berharap akan masa depan yang penuh kemuliaan.
Dan yakinlah Allah akan jawab setiap harap yang terpanjat.

_”Jangan sampai tertundanya karunia Allah kepada kalian, setelah kalian mengulang-ulamg doa membuat kalian putus asa. Karena Dia menjamin pengabulan doa sesuai pilihan Nya, bukan sesuai pilihan kalian, pada waktu yang diinginkan Nya bukan pula waktu yang kalian inginkan” (Ibnu Atha’illah Al Iskandari)_

❣Ada tahapan yang sedianya kita lewati dengan mujahadah.

❣Hal yang paling mendasar adalah keimanan yang sepenuhnya kepada Allah serta keyakinan bahwa bersama Allah kemudahan akan tercipta, harapan pun akan menjelma.

❣Lantas jangan pernah lalai untuk senantiasa memperbaiki ibadah kita.
Ibadah yang benar yang kan membentuk jiwa-jiwa tegar.

❣Lantas usaha optimal itulah wujud komitmen kita untuk meraih apa yang kita tuju.

❣Namun perlu sebuah tawakal dalam melalui setahap demi setahap apa yang menjadi harapan kita. Dan tentunya sebagai manusia yang beriman harus senantiasa menjaga akhlak terpuji baik kepada manusia apalagi kepada Rabbnya.

❣Semua sudah ditetapkan pada garisnya masing-masing. Keteraturan itulah sunatullah. Bahkan sebab akibat pun sudah Allah atur sedemikian rupa.

❣Sudah selayaknya kita kedepankan baik sangka kepada Allah sembari menjaga semangat agar sekecil apa pun karunia tiada yang terlewat.

Bismillah, Insya Allah, Allahu Akbar…

Memaknai Ujian Kehidupan (Bagian ke-2)

Pemateri: Ustadzah Bunda Rochma Yulika

📚Apa yang membuat kita siap menjalani ujian itu?

Bila kita sadari setiap peristiwa hidup ini tak luput dari rencana-Nya. Bahkan sehelai daun yang jatuh tak lepas dari pandangan-Nya pula.

Kadang suasana tak mudah kita rubah namun rasa yang muncul dalam menyikapi suasana bisa mudah kita rubah.

Keimanan yang sangat besar di dalam dada akan menjadi landasan hidup. Segala aral yang melintang tak mampu membuat kita terlarut dalam kesedihan dan penyesalan.

Pasti ada hikmah di balik setiap musibah. Ada kemudahan setelah kesulitan. Karena dengan ujian itu kita akan tahu reputasi kita. Kita akan tahu kualitas kita. Kita akan tahu daya tahan imunitas kita. Kita akan tahu sportivitas dan optimisme kita. Dan dengan ujian itu sesungguhnya kita sedang merancang masa depan kita.

Mari kita bersama mulai melangkah dengan meyakini ujian itu pasti datang. Gelombangnya boleh jadi makin hari makin besar dan dahsyat sesuai dengan tingkat kiprah dan keimanan kita.

Fitnah dan mighnah akan datang seiring dengan disiapkannya kenikmatan, bila tak di dunia insyaallah di surga kan bisa mendapatinya.

Bila kita bisa mengarungi gelombang itu bukan berarti telah berhasil meraih kemenangan namun pastilah akan datang lagi cobaan. Semuanya itu tak lain untuk meningkatkan derajat kita di mata Allah. Bila ujian-ujian itu telah terlampaui insya Allah akan sirna kepedihan hati berganti ketenangan dan kedamaian yang merupakan bagian dari perjalanan menuju surga-Nya.

Cobaan dan ujian memang adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang tak mengalaminya. Karena memang hal ini pun juga telah disebutkan banyak di dalam ayat Al Quran.

Cobaan dan ujian tentu ada dalam dua bentuk yaitu kesedihan dan kebahagiaan. Kesedihan seperti kurangnya harta, ditinggalkan oleh orang yang disayangi atau tertimpanya bencana atau penyakit yang tak kunjung sembuh adalah bentuk ujian yang tak diharapkan oleh kebanyakan orang. Karena memang semuanya membawa pada keadaan yang tak mengenakkan.

Sedangkan bentuk ujian yang kedua adalah dimana semuanya berada pada hal yang mengenakkan. Misalnya banyaknya harta benda yang dimilki, usaha yang dijalankan sukses dan selalu menghasilkan untung besar. Memilki banyak anak yang sehat dan pintar.

Semuanya adalah bentuk ujian yang terkadang tak banyak disadari oleh kita karena memang di balik semuanya tersimpan kebahagiaan bukan kesedihan.

Dalam menghadapi kedua hal tersebut, manusia dinilai oleh Allah. Sejauh mana mereka akan senantiasa mampu bersabar dan bersyukur dalam menjalaninya.  Dan dari penilaian inilah Allah akan menentukan banyak sediktnya pahala yang akan di dapat oleh manusia tersebut.

Jika memang ia dapat melewatinya dengan baik dan benar tentu akan mendapatkan nilai yang baik.

Dan nilai yang baik ini akan membawanya kepada surganya Allah. Sebaliknya jika manusia dalam menghadapi semua cobaan dan ujian itu tidak berhasil dengan benar maka yang didapat adalah nilai yang buruk dimana nilai ini akan menjerumuskan manusia ke neraka yang begitu menyiksa.

Beginilah Cara Allah meningkatkan derajat kita
Jalan yang selalu sepi
tak kan mampu menghasilkan sopir yang hebat.
Langit yang selalu cerah
Takkan mampu menjadikan pilot yang tangguh
Laut yang selalu tenang
Takkan bisa menjadikan pelaut yang ulung
Hidup tanpa ujian
Takkan bisa menghasilkan manusia-manusia yang luar biasa.

(Bersambung, insya Allah)

Memaknai Ujian Kehidupan (Bagian ke-1)

Pemateri: Ustadzah Bunda Rochma Yulika

❣Hidup ini indah….
Namun akan menjadi indah
bila kita mampu meraih hidayah

❣Hidup ini susah…
Namun akan semakin susah
bila kita tak bisa mengambil hikmah

Allah Menguji dan Allah yang akan beri Solusi.
Allah datangkan ujian,  Allah pula yang menyediakan jawaban.

Masihkah kita ragu akan kuasa Nya?
Masihkah pula kita enggan untuk menghamba?
Masihkah kita lalai menjalankan kewajiban kita?
Dan masihkah kita malas membaca kalam Nya?

Maka nikmat mana yang masih kita dustakan?

❣Sahabat surgaku…
Mari bersegera kita menakar diri
Seberapa lemah diri kita ini
Seberapa besar kuasa Ilahi Rabbii
Bersegera tinggalkan rasa tinggi hati
Menuju hati yan selalu mengabdi

❣Sahabat surgaku…
Sudah saatnya kita berbenah
Tundukkan diri dengan jiwa pasrah
Agar Allah ridla untuk hadirkan berkah
Hidup mulia atau mati khusnul khatimah

❣Sahabat surgaku…
Sudah saatnya bergerak tuk raih kemenangan
Ayunkan langkah tuk segera sambut seruan
Agar Allah Ridla tuk kabulkan segala harapan

❣Selamat berjuang Sahabat Surgaku….
Semoga Allah senantiasa melapangkan jalan kita tuk menyeru kebenaran.
         🔹     🔹     🔹

📚 Menyikapi Peristiwa Kehidupan

Adalah kehidupan bila nampak berjuta warna di depan mata.
Pelangi tak kan menjadi indah bila hanya ada satu warna.
Paduan berbagai warna menambah indah di pandangan kita.

Kadang hidup kita merah, kadang biru, kadang pula hitam. Kita harus bisa menikmatinya.

Tabiat manusia akan siap bila menerima anugerah dibanding dengan musibah.

Tapi agama mengajarkan kita bahwa dalam keadaan apa pun harus tetap siap karena kita akan menjalani setiap takdir yang akan ada.

Muhammad SAW teladan bagi kita. Ujian yang ia terima dari kaum kafir Qurays kala menjalankan perintah Allah swt.

Cacian dan makian juga lemparan kotoran binatang pun diterima olehnya. Namun Rasul tak pernah mundur sedikit pun untuk tetap menjalankan amanah yang harus dijalankannya.

Bagi kita mendengar kata “ujian” yang terbayang di depan kita yang ada hanya kesulitan, kesedihan, kegagalan, pun kenestapaan. Karena ujian dipandang sebagai masalah yang sulit, berat, susah, membosankan, repot, pasti menyelesaikannya harus dengan dahi berkerut.

Persepsi yang seperti itu sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan.

Padahal, ujian itu tak hanya yang mampu membuat kita sedih dan berderai air mata. Namun kekayaan yang membuat mata silau dan segala kenyamanan sebenarnya juga merupakan ujian.

Mungkin kita akan lebih teruji bila di hadapan kita terbentang kesulitan, namun akan menjadi semakin terjerumus bila kita diberi kemudahan.

Hidup ini ibarat fatamorgana. Bila kita berjalan di padang yang tandus kala itu kita sedang kehausan nampaklah dari jauh sumber mata air yang segar namun setelah kita mendatanginya hanya tanah kering lantaran terik matahari yang menyengat.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Q.s. Ali ’Imran [3]: 14).

Sejenak kita ingat kala bahtera mengarungi lautan badai, ombak senantiasa akan datang tanpa kita tahu. Sebagai nahkoda harus siaga dengan setiap kemungkinan yang mendatanginya.

Tak ubahnya dengan pohon, semakin tinggi semakin besar anginnya. Akar yang kokoh menghunjam ke tanah yang akan membuat pohon tetap tegak berdiri meski angin besar menerpanya.
Begitu juga seperti layang-layang ia akan terbang tinggi ke udara. Tarik ulur dari tali atau benang yang membuat layang-layang itu semakin terbang tinggi. Nampaklah pemandangan yang indah kala layang-layang itu tak goyah lantaran tiupan angin yang tak kencang.

Namun bila tiba-tiba angin kencang datang tak ayal lagi bila layang-layang akan terombang-ambing di udara bahkan bila putus talinya layang-layang akan terhempas begitu saja tanpa jelas dimana ia akan terhempas.

Namun kehidupan manusia tak begitu saja bisa disamakan dengan terbangnya layang-layang. Meski kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga dari layang-layang.

Karunia akal tak lain seyogyanya kita optimalkan sedemikian rupa sehingga kita mampu membaca fenomena yang kita lihat, dengar, dan rasa.

Tak pernah sang Pencipta alam semesta ini memberikan suatu ujian di luar kemampuan hamba-Nya. Allah sangat mengerti kadar kemampuan seorang hamba. Badai pun pasti akan berlalu dari kehidupan kita. Roda pun akan berputar sesuai dengan kodratnya.

Tak kan ada duka derita yang berkepanjangan menghampiri sang hamba. Beginilah tabiat ujian dan kehidupan manusia.
Besar kecilnya ujian tak  berpengaruh bagi kita bila kita sangat memahami tabiat perjalanan Gagal dan berhasil dalam ujian juga hal yang wajar saja, yang penting justru bagaimana cara kita menyikapi ujian itu. Ini pula yang nanti membedakan antara mereka yang berhasil dan yang gagal dalam menjalani ujian. Bagi yang arif menyikapi kegagalan, ujian dipandang sebagai sarana untuk mendewasakan diri dan tempat menempa untuk mempercepat menuju insan kamil.

Bagi yang tidak arif, kebanyakan mencari pelarian yang tidak sedikit berakhir dengan bunuh diri.

Duka dan bahagia kan selalu mengiringi langkah manusia. Canda tawa, derai airmata, akan silih berganti menyapa. Tak ada yang abadi dalam hidup kita. Semua serba sementara. Hanya keyakinan di dada atas segala titah Nya akan menjadikan kita manusia yang kuat, tegar dalam menjalani hidup ini.

(Bersambung, insya Allah)

Mengedepankan Baik Sangka untuk Menjaga Ukhuwah

Pemateri: USTADZAH ROCHMA YULIKA

Jika keikutsertaan kita dalam barisan dakwah tulus, kita akan berbaik sangka dan ikatan persaudaraan kita menjadi kuat.

Saat menceritakan kisah taubatnya, Ka’ab bin Malik menyatakan, Rasulullah saw tidak pernah menyebut namaku hingga sampai di Tabuk, ketika duduk bersama sahabat-sahabatnya.

Beliau bertanya, ‘Apa gerangan yang dilakukan oleh Ka’ab bin Malik?’

Seorang dari Bani Salamah menjawab, Wahai Rasulullah, dia tidak berangkat karena lebih suka berteduh dan senang melihat kebunnya.’

Tiba-tiba Mu’adz bin Jabbal menimmmpali, ‘Buruk sekali ucapanmu itu! Wahai Rasulullah, demi Allah, selama ini kami tak pernah menemukan kejelekan padanya.’

Rasulullah saw hanya diam.

Terkadang gejolak emosi sesaat membutakan mata kita hingga buruk sangka terlontar begitu saja tertuju pada seorang sahabat.

Kita lupa dengan kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat, dan yang kita ingat hanya kesalahan yang kadang tak berarti.

Mari kita jaga ukhuwah dengan mendahulukan prasangka baik kepada saudara kita agar kebersamaan di jalan dakwah ini tak menorehkan luka.

Apakah sekedar nila setitik akan rusak susu sebelanga? Kita ini kumpulan manusia bukan kumpulan para Nabi apalagi malaikat. Kesalahan dan kekhilafan perlu disadari bahwa itulah kelemahan sisi kelemahan kita.

Bahkan jika kita mau menilik kepada diri kita sendiri, seberapa banyak noda dan dosa yang pernah kita lakukan, tanpa kita sadari atau pun yang kita sadari.

Siapapun yang berani jujur melihat dosa atau aib diri sendiri, tak akan mudah mencela orang dan memosisikan orang lain tersebut bersalah.

Berbaik sangkalah agar ukhuwah semakin indah
Berbaik sangkalah agar dakwah semakin merekah
Dan berbaik sangkalah agar perjuangan membawa kita ke Jannah.

Tabayun adalah sarana untuk mengurai segala permasalahan.
Tabayun lebih memberi ruang dengan tak sekedar menyalahkan.
Dan tabayun menjadikan kita lebih bijaksana dan berperikemanusiaan.

Diam menjadi pilihan terbaik untuk menjaga diri dari keburukan dan kesesatan.
Keselamatan kita di dunia dan akhirat terletak pada hati dan lisan kita.

Hati yang terjaga, lisan yang tertatan, kemuliaan akan mengiringinya.
Insya Allah…..

Jangan kotori hati dengan saling membenci.
Jangan perkeruh suasana dengan lisan yang kurang tertata
Dan jangan rusak persaudaraan dengan penilaian yang tak beralasan.

Semoga kita segera mengevaluasi diri agar terjaga hingga akhirat nanti.

Wallahu  A’lam.

Meneladankan Diri Untuk Menjadi Cermin Yang Terbaik

Pemateri: USTADZAH ROCHMA YULIKA

Menjadikan diri lebih baik sebuah keniscayaan.
Berkaca pada nurani menjadi kewajiban.
Lantaran bersihnya nurani yang mampu menggerakkan laku untuk memperbaiki diri.

Menjadi baik bukan sekedar mengantarkan sosok muslimah menjadi pribadi yang penuh harga diri di mata manusia, lebih dari itu ada tujuan jangka panjang yakni kehidupan ukhrowi yang tak bertepi.

Belajar dari kisah yang menyejarah di masa lalu bisa membangkitkan semangat untuk berusaha menjadikan hari ini lebih baik dari kemarin, dan berharap esok kan raih cita gemilang dalam mengukir sejarah hidupnya.

Menjadi muslimah yang dikenal sepanjang sejarah tak selalu lurus dalam menjalani hidupnya. Terkadang ada sandungan, ada aral melintang, ada ujian, dan Allah memberi kesempatan untuk berbuat salah.
Bukan sekedar peristiwa yang menjadikannya bersalah, namun perjuangannya untuk bangkit dari keterpurukan, dari kejahilan, dan bangkit dari kesalahan itu yang bisa kita jadikan teladan untuk menjalani kehidupan.

Tak ada gading yang tak retak. Tak ada satu pun manusia yang sempurna, hanya Rasulullah yang mulia yang terjaga dari dosa hingga gelar Al Ma’shum melekat pada beliau.

Banyak wanita di sekeliling Nabi, mereka sebelumnya menjadi musuh Islam, menghina Rasulullah hingga akhirnya menjadi teladan kebaikan hingga akhir zaman.

Tersebutlah wanita shalihah yang kisahnya cukup mengesankan dan menjadi sarana belajar bagi kita untuk lebih berhati-hati. Ummu Banin namanya. Ummu Banin sendiri adalah putri dari Abdul Azis bin Marwan serta saudara wanita dari Umar bin Abdul Azis.

Umar bin Abdul Azis sendiri adalah salah satu pemimpin, salah satu khalifah teladan sepeninggal Khulafaur Rasyidin.
Tak banyak sejarawan yang menuliskan sejarah hidupnya. Namun sekelumit berkisah tentangnya berharap bisa menjadikannya contoh untuk berhati-hati dalam berkata-kata. Ummu Banin yang shalihah tanpa menyadari telah menunjukkan sikap kesombongan.

Dikisahkan dari Marwan bin Muhammad bahwa Azzah sahabat Kutsayyir pernah datang menghadap kepada Ummu Banin.

Bermula dari pertemuannya dengan seorang wanita muda yang bernama Azzah dan sahabat laki-lakinya. Setiap kali Kutsayyir bertemu dengan Azzah selalu saja berdendang sebuah syair bahwa hutang itu wajib dibayar.

Mendengar dendangan syair itu Azzah selalu murung hingga kemurungannya diketahui Ummu Banin. Dengan rasa penasaran Ummu Banin bertanya kepada Azzah dan meminta Azzah bercerita.

Akhirnya Azzah menceritakan maksud dari sindiran tentang hutang tersebut bahwa dulu pernah berjanji bersedia dicium Kutsayyir, lantas Kutsayyir setiap bertemu Azzah selalu saja menagihnya. Tetapi Azzah menolak dan takut berdosa.

Mendengar penuturan itu, Ummu Banin spontan terlontar kata-kata geram dengan cerita itu. “Tepatilah janjimu kepadanya dan akulah yang akan menanggung dosanya,” kata Ummu Banin.

Tak seberapa lama, Ummu Banin merenungi kata-katanya. Ummu Banin pun segera menginterospeksi diri atas perkataannya. Ia memohon ampun kepada Allah SWT atas kesombongannya.

Ketakutan akan hari akhir yang membuat Ummu Banin menyegerakan pertaubatan atas khilaf selintas lepas. Lantaran sekecil apa pun kesombongan, tak kan pernah berhak untuk menginjakkan kaki di Surga.

Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari perilaku takabur dan merasa tinggi hati. Astagfirullah…..

Jika kita lihat kesalahan Ummu Banin tak seberapa besar. Lantaran pemahaman yang mendalam terhadap dienul Islam maka Ummu Banin untuk menunjukkan kesungguhan taubatnya, beliau membebaskan 40 budak. “Ya Allah, mengapa tidak bisukan saja mulutku ini ketika mengatakan hal itu,” pintanya dalam tobat.

Tekun Beribadah. Dalam menjalani kehidupan selanjutnya, Ummu Banin kian tekun dalam beribadah. Ummu Banin selalu meninggalkan peraduannya guna menunaikan shalat sepanjang malam.
Setiap hari jumat, ia selalu keluar rumah dengan membawa sesuatu di atas punggung kudanya kemudian diberi-berikannya kepada fakir miskin.

Tidak jarang pula Ummu Banin mengundang para wanita ahli ibadah untuk berkumpul di rumahnya kemudian menggelar pengajian membahas keagamaan. “Setiap manusia pasti akan membutuhkan sesuatu, sedangkan aku akan menjadikan kebutuhanku itu menjadi sebuah pengorbanan dan pemberian.
Demi Allah, silaturrahmi bagiku lebih menarik daripada makanan selezat apapun,” tuturnya kepada para wanita lainnya.

Hingga akhir hayatnya, Ummu Banin selalu berbuat kebaikan.

Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada Ummu Banin, salah seorang Wanita Teladan dalam Sejarah Islam.

Sahabat Surgaku…..
Merawat jiwa, mengolah pribadi, menjaga perilaku, dan menata hati seyogyanyalah ada dalam pribadi-pribadi muslimah.

Selalu berada dalam orbit keshalihan, selalu menjaga keistiqamahan, dan menjadikan orang-orang beriman menjadi kawan.

Berhati-hati hingga tak menjadi hamba-hamba yang melampaui batas. Lantaran Allah swt mengingatkan pada kita dalam firman-Nya, “Katakanlah Wahai hamba-hamba Ku, yang telah melampaui batas dalam berbuat dosa jangan berputus asa dari kasih sayang Allah, sungguh Allah Maha Mengampuni semua dosa, dan sungguh Allah Maha pengampun dan berkasih sayang” (QS Azzumar 53)

Mari kita pelihara dan tingkatkan taqwa kita.
Mari kita bersegera memantaskan diri menjadi hamba-Nya.

Sudah seberapakah amalan yang kita bawa? Seberapa khusyu’ kita menghamba? Seberapa banyak waktu kita untuk memperjuangkan diin mulia?

Atau kita lebih sering berpacu dengan waktu untuk urusan yang tak tentu. Mengejar yang fana hingga lupa yang baka. Mengejar dunia saja hingga lupa akhiratnya.

Sisa hidup kita tak seberapa lama. Bersyukur karena Allah masih beri kesempatan kita untuk mengumpulkan bekal. Menyibukkan diri pada amal-amal kebaikan.

Waktu terus melaju, hari-hari pun berlalu, tanpa terasa kita sudah berada di ujung kehidupan. Sejenak menakar iman,  sesaat kita melintasi kehidupan, dan selamanya kita hidup dalam keabadian. Maka tugas kita untuk meneladankan diri bagian dari kebutuhan.

Ustadz Hasan Al Bisri menasihati kita,”Waktu adalah kehidupan, menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan.” Usia kita tak terukur, tanpa kita tau kapan saatnya harus tidur di dalam kubur. Jika peluang hidup masih ada bergegas membuat karya.

Seperti halnya sosok-sosok muslimah yang jauh mendahului kita.
Ibunda Khadijah RA yang kesantunan pribadinya bisa dijadikan teladan sepanjang masa. Ibunda Aisyah RA yang kecerdasannya terekam dalam sejarah melalui karya-karyanya.

Berguru dari kisah di masa lalu hingga berusaha memperjuangkan asa tak kenal jemu. Saatnya kita ambil peran untuk menegakkan peradaban. Menjunjung nilai-nilai Islam hingga kembali raih kejayaan.

Mengembalikan eksistensi muslimah di akhir jaman adalah tugas kita. Sejauh mana diri telah berbuat untuk agama ini. Apakah kita masih sering memilih terlena hingga waktu tersia-sia. Atau kita segera beranjak dan berlari mengusung panji-panji untuk menyongsong kemenangan. Tak hanya jadi penonton tapi mampu mengambil peran untuk tegaknya sebuah kejayaan.
Mengembalikan kejayaan Islam, menampilkan sosok-sosok muslimah di akhir zaman.

Muslimah yang bisa seperti khadijah, yang pandai berdagang, menjadi pengusaha sukses sementara hidupnya tak jauh dari naungan Al Quran.

Serupa Aisyah yang menggeluti bidang keilmuan. Sosok aisyah yang menjadi tempat bertanya bagi sesiapa. Selayaknya zainab binti Khuzaimah yang menjadi umul masakin. Berperan banyak di masyarakat untuk melayani, untuk membantu menolong fakir miskin.

Adalah tugas kita sebagai muslimah mengisi hidup dengan banyak peran yang dilakukan. Membentuk keluarga sakinah, mendidik anak-anak menjadi shalih dan shalihah, dan berbuat banyak untuk melayani masyarakat. Mampu menjadikan setiap episode hidupnya menjadi lebih bermakna dan bermanfaat bagi sesama.
Sosok yang mengajarkan, sosok yang meneladankan, dan sosok yang meninggalkan jejak kebaikan sepanjang sejarah hidupnya.

Sahabat Surgaku…
Kemarin adalah sejarah, hari ini adalah anugerah, esok berharap berkah.
Kemarin jadi tempat berkaca, hari ini saatnya berkarya, dan esok berharap kan raih asa.
Kemarin  bisa dijadikan pelajaran, hari ini kerja keras kan jadi kawan, dan esok kan raih kesuksesan.

Apa yang berlalu bisa kita jadikan guru untuk ditiru. Apa yang terlewat bisa kita jadikan nasihat.

Meneladankan diri, menampilkan sosok muslimah sejati. Tak silau karena pujian tak galau lantaran beratnya ujian. Tetap berkarya meski langkah menuju kehadapan tak mundur selangkah pun dari jalan Tuhan.

Perjalanan membangun peradaban memang membutuhkan waktu yang
panjang dan melelahkan. Tak sekedar harta, jiwa,  raga, dan waktu tersita untuk memperjuangkannya. Banyak yang harus kita korbankan lantaran kecintaan kita kepada Allah.

Terkadang kita terengah-engah untuk melangkah hingga tujuan. Terkadang pula terseok-seok mengikuti lajunya derap langkah kafilah dakwah. Kadang pula tersandung, terjatuh, terluka dan aral yang melintang menghadang perjalanan kita.

Namun bagaimana pun kita harus tetap teguh pendirian untuk tetap semangat mengeksistensikan diri di jalan dakwah ini.

Imam Syafi’i menasihati kita,” Jika sudah berada di jalan Allah maka melesatlah dengan kencang. Jika sulit, maka tetaplah berlari meski kecil langkahmu. Bila engkau lelah, berjalanlah menghela lapang. Dan bila semua tak mampu kau lakukan, tetaplah maju terus meski merangkak perlahan. Janganlah pernah mundur dari jalan Allah.”

Sahabat Surgaku…..
Bergeraklah agar tubuh tak kaku.
Bertuturlah agar lidah tak kelu.
Berpikirlah agar otak tak beku.
Beramallah agar hidup lebih terasa syahdu.
Berjuanglah agar terukir namamu.
Berdakwakahlah tanpa kenal jemu.
Berharap tinggal di surga yang dirindu.

Demi Allah, dunia dibanding dengan akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut. Yang tersisa di jarinya itulah kehidupan dunia. (HR Muslim)

Wallahu  A’lam.

Tidak Ada…

Rabu, 25 Muharram 1438H / 26 Oktober 2016

MOTIVASI

Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir Lc.

لاَ حَيَاةَ بِلاَ إِيمَانٍ وَلاَ إِيمَانَ لاَ حَيَاةَ فِيهِ

Tidak ada kehidupan tanpa iman, tak berguna  iman yang tak hidup.

لاَ إِيمَانَ بِلاَ عَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ بِلاَ إِيمَانٍ

Tidak ada iman tanpa amal, tak berguna amal tanpa iman.

لاَ مَحَبَّةَ بِلاََ طَاعَةٍ وَلاَ طَاعَةَ بِلاَ مَحَبَّةٍ

Tak ada cinta tanpa taat, tak kan lahir taat tanpa cinta.

لاَ خَيْرَ فِي اْلإِسْرَافٍ وَلاَ إِسْرَافَ فِي الْخَيْرِ

Tidak ada kebaikan pada sifat boros, tidak dikatakan boros jika untuk kebaikan.

لاَ سِلاَحَ أَقْوَى مِنَ الدُّعَاءِ وَلاَ حِصْنَ أَقْوَى مِنَ الذِّكْرِ

Tidak ada senjata lebih kuat selain doa, tidak ada benteng yang lebih kokoh selain zikir

لاَ عِلْمَ مَعَ الْكِبْر وَلاَ جَهْلَ مَعَ التَّعَلُّم

Tidak dikatakan berilmu jika disertai kesombongan, tidak dikatakan bodoh jika terus belajar

لاَ صَغِيرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ وَلاَ كَبِيرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ

Tidak dikatakan dosa kecil kalau terus menerus, tidak dikatakan dosa besar jika disudahi istighfar (taubat)

لاَ عِلْمَ بِلاَ عَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ بِلاَ عِلْمٍ

Tidak ada ilmu tanpa amal, tidak ada amal tanpa ilmu.

لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشُ الآخِرَةِ وَلاَ مَوْتَ إِلاَّ مَوْتَ الْقُلُوبِ

Tidak ada kehidupan (hakiki) kecuali kehidupuan akhirat, tidak ada kematian (hakiki) kecuali kematian hati.

لاَ سَعَادَةَ بِلاَ زَوْجٍ وَلاَ زَوْجَ بِلاَ سَعَادَةٍ

Tidak ada kebahagiaan tanpa pasangan (suami/isteri), apa guna pasangan kalau tidak bahagia….

Tersenyumlah Wahai Saudaraku

Ahad, 22 Muharram 1438H / 23 Oktober 2016

MOTIVASI

Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

Senyumlah saudaraku…
Senyumlah dengan segenap jiwa kita..
Senyumlah dengan sepenuh hati kita…
Senyumlah dengan setulus batin kita..
Semoga Allah memberkahi senyum ikhlas kita itu

Nabi SAW tercinta telah bersabda…
Sedekah tidak harus dengan harta berlimpah…
Sedekah tidak mesti dalam bentuk barang yang jumlahnya meruah…
Senyuman ikhlas kan hadirkan suasana yang meriah…
Meski tak terhidang makanan yang mewah

“Tabasumuka fi wajhi akhuka shadaqah”
Senyuman terhadap saudaramu menjadi shadaqah

Masya Allah begitu indah Rasulullah mengajarkan kepada kita
Hidup terasa bahagia, kenyamanan pun tercipta

Dengan senyum wajah tercerahkan
Hati tak terkeruhkan
Kebersamaan pun kan semakin terhangatkan
Jiwa menyatu dalam sebuah ikatan

Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria.”
(HR.Imam Muslim).

Terkadang merasa sangat menyayangkan bila hal yang mudah saja sangat sulit untuk kita lakukan.
Allah sudah menyiapkan jalan-jalan kemudahan untuk meraih pahala, sayangnya kita enggan segera mengambil kesempatan.

Kita mudah mengabaikan, melalaikan, serta memilih berperilaku dengan hal yang tak bermutu.
Terusik dengan kebahagiaan teman, tertekan dengan keberhasilan orang lain.
Padahal hal itu akan semakin mempuruk keadaan diri.

Rugilah rasanya bila kita terlelahkan oleh kesibukan mencari kesalahan bukan mengoreksi diri agar semakin nampak kemuliaan diri kita.
Masalah-masalah kita di akhirat kelak sangat berat, maka memperbaiki diri lebih utama dibanding mencari-cari kelemahan orang lain.

Waktu yang ada sangat efektif bila kita segera mau berkaca.
Untuk merapikan diri, untuk memperindah diri, untuk menghias diri dengan akhlak mulia.

Menjadi pribadi yang indah agar perjalanan menuju keabadian akan terasa lebih bermakna…

Fastabiqul khairat

Kuatkan ‘Azam,Tegarkan Diri, Surgamu Menanti

Ahad, 15 Muharrom 1438H / 16 Oktober 2016

MOTIVASI

Pemateri: Ustadz Umar Hidayat, M. Ag

Bukankah ketegaran itu baru terasa bila kondisi berat menghampiri kita.

Bukankah ‘Azam yang kuat itu baru terasa bila tantangan itu menghadang.

Maka benar kata Sayyid Qutb : “Hakekat iman tidak akan terbukti kesempurnaannya dalam hati seseorang sampai ia menghadapi benturan dengan upaya orang lain yang berlawanan imannya”

Kunci ketegaran adalah dengan mengendalikan nafsu amarah bissuu’. Dan ketegaran baru terasa ketika dalam kondisi berat. Segalanya menjadi indah saat merindukan jalan dakwah.

Veteran-veteran perang Uhud adalah pribadi-pribadi yang tegar di jalan dakwah. Takkan mundur barang sejengkal tuk meninggalkan rasulullah meski mereka kalah, meski mereka mengakui kesalahan yang baru saja dibuatnya.

Meski 70 orang terbaik syahid di jalanNya dan banyaknya sahabat yang terluka. Tetapi tidak mematahkan ketegaran mereka.
Tak sedikitpun mereka mengiba pada musuh.
Tak sedikitpun ada penyesalan untuk kemudian menyarungkan senjata mereka.

Ketika penggilan rasulullah terdengar alunan takbir mengelegar membakar semangat mereka. Mereka pun memperoleh kemenangan.

Merekalah yang telah berhasil mengendalikan nafsu amarah bissuu’ dan menggantikannya dengan totalitas ‘azam.

Berusahalah untuk senantiasa bersamaNya. Tetaplah memelihara hak-hakNya, dikala senang dan lapang. Insyaallah, Allah pasti akan ada bersama kita dikala kita sempit, ketika kita mengalami kesulitan dan  membutuhkan pertolonganNya.

Jika kita termasuk orang-orang yang merindukan jalan dakwah,

Jika kita termasuk orang-orang yang bergabung dalam barisan dakwah,

Jika kita termasuk orang-orang yang bersatu padu dalam kelompok yang menegakkan agamaNya,

Jika kita termasuk orang-orang yang berjuang di jalanNya…

Jika kita termasuk orang-orang yang bertekad bulat masuk dalam kelompok mereka yang mendambakan kehidupan yang tentram dan damai di bawah naunganNya…

Maka yakinlah tak sedikitpun Allah berniat mendhalimi makhlukNya. Apalagi bila kita merindukan jalan dakwah ini.

Yakinlah janji Allah pasti benar

Wallahu A’lam