Carilah Guru Agar Hidup Semakin Mulia​

❣Carilah guru bukan hanya sekedar untuk mencari ilmu.
Namun ada banyak hikmah yang kita dapatkan bila ada mata yang saling bertatap.
Ada lingkaran yang membuat kita saling menghadap.
Ada nasihat yang membuat langkah semakin menderap.
Ada sentuhan yang membuat iman semakin menggenap.

🍄 Bila hanya sekedar ilmu kita bisa dapatkan dari kitab dan buku.
Bukan itu yang kita cari.
Persaksian mereka atas kebaikan yang kita lakukan mampu membantu diri kita terlepas dari neraka yang menyiksa.

❣Guru itu selayaknya sahabat dan sahabat seperjuangan pun selayaknya guru. Tempat berbagi cerita dan melepas rindu. Tempat mengatur langkah dan bersatu padu.

🍄Begitulah kita menjalani kehidupan. Sehebat apa pun adanya kita tak mungkin melangkah sendiri dalam menegakkan peradaban.

💎 Rasulullah dan para sahabat pun mengajarkan kepada kita pentingnya keberadaan guru dan sahabat seperjuangan. Ibnul Jauzi pun berpetuah,

​”Jika kalian tidak menemukanku nanti di surga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang aku: “Wahai Rabb kami… Hamba-Mu si fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang Engkau… Maka masukkanlah ia bersama kami di surga-Mu.”​

❣Guru itu sahabat kala kita mendapat kesulitan. Begitu sahabat juga guru dalam perjalanan.
Guru lah yang menemani dengan penuh kesabaran.

💎Bergetar hati ini ketika membaca sebuah riwayat yang berisikan pesan Ibnul Jauzi kepada sahabat-sahabatnya. Pesan yang sangat indah yang ia sampaikan dengan air mata yang berlinang di pipinya.

🍄Semua ini tentang indahnya persahabatan dan ikatan ukhuwah yang mampu membebaskan sahabatnya dari siksa yang begitu pedih, siksa neraka yang menyakitkan.

💎Bacalah sebuah hadits yang menjadi dasar dari perkataan Ibnul Jauzi di atas. Hadits tentang penghuni surga yang tidak menemukan sahabat mereka di surga.

​”Yaa Rabb… kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami, dan berjuang bersama kami.”​

Maka Allah berfirman:
​”Pergilah kamu ke neraka, lalu keluarkanlah sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarah.” (HR. Ibnul Mubarak)​

​💧Diri ini hanya bisa terdiam dan merenungi keagungan Rabb yang Maha Esa.​

​Termenung diri ini membayangkan siapa saja orang yang dijadikan sebagai kawan dalam perjalanan. Dan berharap kita saling bersaksi atas perjuangan ini.​

Mari Kita Bersyukur

© MARI KITA BERSYUKUR…

▪…. Karena Allah telah begitu banyak menganugerahkan nikmat-Nya secara cash, secara kontan, meskipun kita baru bisa mensyukuri nikmat tersebut dengan cara kredit, dengan mencicil.

▪Maka, tugas kita adalah memberikan dan melakukan yang terbaik tidak untuk menjadi yang terbaik apalagi merasa lebih baik dari orang lain, ana khairum. Astaghfirullah.

▪Kami menyajikan buku ini sebagai upaya diri untuk lebih bersyukur bahwa di tengah kekurangan, kelemahan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan kita bisa melakukan hal-hal yang berguna, sesederhana apapun. Give the BEST, untuk bisa memberikan yang terbaik kita tidak harus sempurna, tidak harus lebih pintar dulu apalagi paling pintar, tidak harus kaya dulu atau paling kaya, tidak harus menunggu nanti atau menanti mati, namun sesegera mungkin kita bisa melakukan apa yang dilakukan, memberikan apa yang bisa diberikan.

©Sahabat, dengan memberikan yang terbaik kita justru termotivasi untuk belajar dan belajar serta memantaskan diri bahwa di atas langit ada langit, di atas jenderal ada jenderal yang lain.

▪Sebagai orang-orang biasa, orang awam, mari kita bersyukur yakni temukan potensi diri agar bisa survive dan bertahan hidup meskipun di tengah keterbatasan. Dahsyatkan potensi diri agar bisa menapaki sukses sekecil apapun, hargailah. Manfaatkan potensi agar bisa signifikan, bahagia menjadi orang yang bermanfaat, khairun naas anfa’uhum linnaas.

©Prinsipnya, orang yang berhenti menjadi lebih baik, sesungguhnya dia sedang berhenti menjadi baik.

▪Jangan menunda-nunda kebaikan karena bisa jadi ini kesempatan yang terakhir buat kita. Jangan menunda nunda pekerjaan dan amanah karena orang yang menunda pekerjaan sebenarnya dia sedang menumpuk-numpuk kesulitan.

©Selamat menjadi diri sendiri dengan memberikan yang terbaik, give the best. Mulai dari diri kita. Mulai dari yang terkecil. Mulai dari yang terdekat. Mulai dari yang kita bisa. Mulai dari yang kita punya.

Semoga Allah meridhai kita. Aamiin

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh:
http://www.manis.id

Menyikapi Peristiwa Kehidupan

©Adalah kehidupan bila nampak berjuta warna di depan mata. Pelangi tak kan menjadi indah bila hanya ada satu warna. Paduan berbagai warna menambah indah di pandangan kita. Kadang hidup kita merah, kadang biru, kadang pula hitam. Kita harus bisa menikmatinya.

▫Tabiat manusia akan siap bila menerima anugerah dibanding dengan musibah. Tapi agama mengajarkan kita bahwa dalam keadaan apa pun harus tetap siap karena kita akan menjalani setiap takdir yang akan ada.

▪Muhammad teladan bagi kita. Ujian yang ia terima dari kaum kafir Qurays kala menjalankan perintah Allah swt. Cacian dan makian juga lemparan kotoran binatang pun diterima olehnya. Namun Rasul saw tak pernah mundur sedikit pun untuk tetap menjalankan amanah yang harus dijalankannya.

©Bagi kita mendengar kata “ujian” yang terbayang di depan kita yang ada hanya kesulitan, kesedihan, kegagalan, pun kenestapaan. Karena ujian dipandang sebagai masalah yang sulit, berat, susah, membosankan, repot, pasti menyelesaikannya harus dengan dahi berkerut. Persepsi yang seperti itu sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. 

▪Padahal, ujian itu tak hanya yang mampu membuat kita sedih dan berderai air mata. Namun kekayaan yang membuat mata silau dan segala kenyamanan sebenarnya juga merupakan ujian. Mungkin kita akan lebih teruji bila di hadapan kita terbentang kesulitan, namun akan menjadi semakin terjerumus bila kita diberi kemudahan.

▫Hidup ini ibarat fatamorgana. Bila kita berjalan di padang yang tandus kala itu kita sedang kehausan nampaklah dari jauh sumber mata air yang segar namun setelah kita mendatanginya hanya tanah kering lantaran terik matahari yang menyengat.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ’Imran: 14)

▪Sejenak kita ingat kala bahtera mengarungi lautan badai, ombak senantiasa akan datang tanpa kita tahu. Sebagai nahkoda harus siaga dengan setiap kemungkinan yang mendatanginya. Tak ubahnya dengan pohon, semakin tinggi semakin besar anginnya. Akar yang kokoh menghunjam ke tanah yang akan membuat pohon tetap tegak berdiri meski angin besar menerpanya.

▪Begitu juga seperti layang-layang ia akan terbang tinggi ke udara. Tarik ulur dari tali atau benang yang membuat layang-layang itu semakin terbang tinggi. Nampaklah pemandangan yang indah kala layang-layang itu tak goyah lantaran tiupan angin yang tak kencang. Namun bila tiba-tiba angin kencang datang tak ayal lagi bila layang-layang akan terombang-ambing di udara bahkan bila putus talinya layang-layang akan terhempas begitu saja tanpa jelas dimana ia akan terhempas.

▪Namun kehidupan manusia tak begitu saja bisa disamakan dengan terbangnya layang-layang. Meski kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga dari layang-layang. Karunia akal tak lain seyogyanya kita optimalkan sedemikian rupa sehingga kita mampu membaca fenomena yang kita lihat, dengar, dan rasa.

©Tak pernah sang Pencipta alam semesta ini memberikan suatu ujian di luar kemampuan hamba-Nya. Allah sangat mengerti kadar kemampuan seorang hamba. Badai pun pasti akan berlalu dari kehidupan kita. Roda pun akan berputar sesuai dengan kodratnya. Tak kan ada duka derita yang berkepanjangan menghampiri sang hamba. Beginilah tabiat ujian dan kehidupan manusia.

▪Dan kita hanya bisa meminta pertolongan kepada Allah swt.

Saatnya Mendaras Waktu

© Kemana perginya waktu, kita sendirilah yang tahu. Lalu kau isi apa waktumu itu, lihatlah hasilnya. Bukankah semua ada batasnya?

▪Karena waktu, Allah bersumpah dengannya. Jika lelah berpeluh jauh lebih bermakna dari jiwa gelisah yang terus mengeluh. Maka mengisinya sepenuh makna jauh lebih mulia di hadapan-Nya.

©Karena waktu, keluhmu menjerat lusuh jiwamu. Gundahmu memudarkan ghirahmu. Resahmu mengubur ma’isyahmu. Dan asamu menghabiskan masamu. Semua tak ada gunanya.

▪Saat mendaras waktu.
Relakah kita saat kita telah tiada, hanya tiga kata yang patut dikenang dari hidup kita. Namamu. Lahirmu. Dan meninggalmu……?

©Saat mendaras waktu. Usia kita boleh sama, tapi tidak dengan isinya. Memutar waktu yang telah lalu hanya akan memperparah jiwamu. Karena waktu, melangkah mengukir prestasi merenda janji Illahi adalah cara kita menempuh jalan hidup ini.

▪“Saat saya menyadari bahwa waktu adalah sesuatu yang paling berharga, maka sudah menjadi kewajiban memanfatkan waktu tersebut untuk berbuat kebajikan. (Ibnu al Jauzi, Saidul Khatir)

©Dawud At-Tha’i rahimahullah memakan alfatit (roti yang dibasahi dengan air). Dia tidak memakan roti kering (tanpa dibasahi). Pembantunya bertanya, “Apakah anda tidak berhasrat makan roti?” Dawud menjawab, “Saya mendapatkan waktu yang cukup untuk membaca 50 ayat antara memakan roti kering dan basah.” (Sifatus Shafwah, 3/92)

▪Said bin Jabir berkata, “Saya pernah bersama Ibnu Abbas berjalan disalah satu jalan di Mekah malam hari. Dia mengajari saya beberapa hadis dan saya menulisnya diatas kendaraan dan paginya saya menulisnya kembali diatas kertas.” (Sunan Ad-Darimi, Imam Ad-Darimi, 1/105)

Belajar Tegar Dari Pendahulu Kita

©Adalah teguh ketika masalah mengeruh itulah pribadi yang utuh dari para pengusung kebenaran.

©Adalah tegar ketika masalah terhampar itulah sikap para hamba nan mulia.

▪Tiada sedikit keluh meski diri berpeluh dan tiada menyesal susah lantaran berjumbuh dengan masalah.

© Iman itu sebagai penanda sejauh mana kita senantiasa menjadi hamba yang ridha atas segala yang Allah hadirkan.

▪Kadang lelah menggelayut rasa di jiwa, namun tak jua langkah itu terjeda. Kadangpun sakit dirasa namun selalu ada sabar dan syukur kala merasainya.

© Imam Bukhari mengingatkan kita semua bahwa, “Keteguhan orang-orang yang shalih tak lain buah dari keyakinan yang kuat, yang kemudian melahirkan inspirasi yang jernih dalam memandang berbagai masalah. Mereka tak memandang problematika hidup sebagai beban besar yang menggelayut dan menahan gerak langkah.”

Masya Allah
Allahu Akbar…

▪Melihat masalah bukan menjadi penyebab urungnya karunia namun salah satu musabab Allah hadirkan karunia yang lebih besar dan tentunya yang terbaik bagi hamba-Nya.

© Begitulah mereka senantiasa menjadi hamba yang ridha karena menyadari bahwa segalanya tak lepas dari campur tangan kehendak Sang Maha Kuasa.

▪Adakah kita setegar orang-orang shalih yang senantiasa mampu berhikmah dari segala yang hadir di depan mata kita?

▪Kita ini perlu banyak memahami ilmu yang Allah tunjukkan di alam semesta ini. Dan semuanya kan jadi pelajaran yang berharga. Belumlah dikatakan beriman bila kadang ada rasa penolakan terhadap apa saja yang Allah tetapkan.

© Para salafusshalih selalu mengajarkan kepada kita bagaimana senantiasa menggenapkan iman.
Tujuan hidup bukan apa yang bisa kita raih di dunia ini namun kemuliaan di akhiratlah yang menjadi tujuan utama dari perjalanan ini.

© Para salafusshalih selalu menyandarkan semua kehidupannya hanya kepada Allah. Hal itulah yang selalu membuat mereka memaknai sabar dan syukur dengan tepat. Karena iman itu ada dua sisi yakni sabar dan syukur. Sehingga tak menjadi berat serta tetap semangat meski ada aral yang melintas. Tak ada kata putus asa dalam menjalani hidup.

▪Kehidupan yang kita jalani ini tak lain milik Allah. Kita sebagai hamba wajiblah menaati segala perintah-Nya. Kadang memang terasa berat namun, bila kita melakukan karena cinta kepada-Nya pasti kemudahan kan kita dapatkan. Rencana Allah memang tak selalu indah menurut pandangan kita. Juga bukan yang terbagus. Rencana Allah itu selalu yang terbaik.

© Sayangnya kita sebagai manusia tak mampu melihat misteri yang ada di depan. Namun keyakinan dan berprasangka baik pada setiap ketetapan Allah itu yang kita wajib lakukan.

© Maka tugas kita menapaktilasi jejak keshalihan yang mereka ajarkan. Sehingga kita mampu meneladani langkah-langkah mereka.

Perpaduan Membuahkan Kebaikan​

Saudaraku,

Seringkali saat menghadapi masalah yang kita pikirkan dan lakukan adalah mengkonfrontasikan, membenturkan, bukan mencari titik temu atau mensinergikan. Akhirnya makin jauh dari solusi.

Bagaimana kalau kita ubah?
InsyaAllah akan lebih happy untuk menemukan solusi. Setuju?

Oke.
Mulai dari wadah hati.

Menurut ​Ibnul Qoyyim​,

​Setiap kebaikan selalu mencari tempat yang pantas baginya. Begitu pula setiap keburukan selalu mencari tempat yang sama tabiatnya. Maka itu, jadikanlah hati Anda sebagai wadah yang selalu layak dirindukan oleh setiap kebaikan. Dan janganlah jadikan hati Anda layaknya tempat sampah untuk menaruh semua kotoran.​

Caranya?

☆ Bersihkan hati dengan menghilangkan keburukan orang lain dari catatan memori di hati kita.
☆ Memaafkan orang lain.
☆ Sediakan ruang yang luas di hati kita untuk kata bahagia.
☆ Plus berusaha untuk memadukan kebaikan sehingga semakin menyempurnakan.

Dalam kitab ​Al-Fawaid​ disebutkan,

​Upaya nyata adalah pendamping iman. Apabila iman dan upaya nyata dipadukan keduanya akan membuahkan amal shalih.​

Di bulan Ramadhan ini kita bersama memadukan iman di hati dan kesungguhan upaya perjuangan diri dengan mendidik kehendak alias tarbiyatul irodah agar bisa menuju puncak taqwa.

Godaan yang bisa membuat kita menjadi rendah hina dan nista semestinya kita hindari dengan sebenar-benar puasa.

Semoga Happy Ending full Barokah yang kita dapatkan di akhir puasa dan diampuni dosa-dosa kita semua.
Aamiin

Wallahu a’lam

Hentakkan Jiwamu..!!​

Oleh: Abdullah Haidir, Lc

Kadang, ada saatnya dalam hidup ini, kita tidak lagi membutuhkan cara-cara gradual untuk meraih kebaikan, atau menghindar dari keburukan.

Karena, perbedaan yang tipis antara menempuh cara gradual untuk melakukan perbaikan, dengan tabaathu’ (keengganan), takaasul (kemalasan) dan taswiif (menunda-nunda), sering menjadi celah bagi setan untuk menghalangi seseorang dari langkah-langkah kebaikan dengan alasan bertahap dalam melakukannya.

Ya, ada saatnya kita membutuhkan hentakan jiwa untuk keluar dari perangkap setan yang menghalangi kita untuk mengambil langkah tegas, cepat dan tepat dalam melakukan kebaikan.

Karena, sedikit saja kita tunda langkah tersebut dengan berbagai alibi, disanalah setan masuk, mengulur-ngulur waktu lebih lama sambil memberi janji-janji manis penuh pesona, lalu menggiring pada kemunkaran yang nyata.

Ketika azan telah berkumandang, sementara kita masih tertidur lelap serasa malam masih panjang, atau tenggelam dalam kesibukan kerja bak pejuang, saat itu kita perlu hentakan untuk menggerakkan jiwa menyambut panggilan Tuhan, menghadap-Nya dengan jiwa yang tenang.

Ketika jadwal pengajian sudah tiba gilirannya, sementara kita sedang asyik bercengkrama dengan keluarga, bercanda dengan kolega, menyalurkan hobi yang disuka, menghadiri undangan tetangga, atau asyik berselancar di dunia maya, saat itu kita perlu hentakan untuk menggerakan hati, memenuhi agenda jiwa, menunaikan janji membina diri menuju takwa.

Ketika batang demi batang rokok tidak juga dapat kita tinggalkan, janji untuk menghentikannya sudah berkali-kali dinyatakan, berbagai terapi sudah dipraktekkan, saat itu kita butuh hentakan jiwa, tinggalkan total hingga tak tersisa dan hapuskan rokok dari ingatan saat itu juga.

Ketika bayang-bayang ‘si Dia’ begitu menggoda, senyumannya selalu terbayang di pelupuk mata, ucapannya indah terdengar bagaikan kata-kata mutiara, bayang-bayangnya selalu hadir saat bekerja, beribadah dan dimana saja, berpindah-pindah antara satu ‘zina’ ke ‘zina’ berikutnya…..

Saat itu, perlu hentakan jiwa. Hapuskan ‘file’ tentang ‘si Dia’ dalam pikiran dan perangkat lainnya, atau…. segera menikah, agar ekspresi cinta tersalurkan dengan halal dan penuh mesra.

Dahulu, kala perang Mu’tah yang sangat heroik, ketika satu demi satu panglima perang kaum muslimin gugur, timbul sedikit kegentaran pada diri *Abdullah bin Rawahah*, sahabat mulia yang dikenal ahli sastra. Namun dia tidak ingin terpenjara oleh jebakan setan durjana. Segera dia hentakan jiwanya untuk turun ke arena, seraya bersenandung penuh makna…

أقسمت يا نفس لتنــــــــــزلن لتنزلن أو لتــــــــــــكرهنه
إن أجلب الناس وشدوا الرنة ما لي أراك تكـرهين الجنة

_Aqsamtu billahi ya nafsu latanzilinna……._
_Latanzilinna aw latukrahinnah…._
_In ajlabannasu wa syaddu rannah_
_Maalii araaki takrahiinal jannah…_

_Aku bersumpah! wahai jiwa, engkau harus turun perang._
_Engkau harus turun, atau kalau tidak, engkau akan dipaksa._
_Orang-orang sudah turun, suara telah bersahutan…_
_Mengapa ku lihat engkau tidak menyukai surga…?_

Tak lama kemudian, *Abdullah bin Rawahah* sudah termasuk barisan syuhada…..

Di sisi lain, Saat perang Tabuk, *Ka’ab bin Malik* tak segera menghentakkan jiwanya utk menyambut seruan Rasulullah saw untuk andil dalam perang tersebut, beliau justeru membiarkan dirinya diombang ambing bisikan setan dengan godaan-godaan duniawi.

Akhirnya diapun tertinggal pasukan perang Tabuk dan kemudian mendapatkan hukuman Rasulullah saw hingga akhirnya Allah menerima taubat sang sahabat yang mulia ini……

*Ramadan* adalah kesempatan emas untuk melakukan berbagai hentakan jiwa menuju takwa, meraih pahala, menanggalkan dosa, berharap mendapatkan kucuran rahmat, ampunan dan surga……

_Kalau tidak sekarang, kapan lagi?_

Wallahu a’lam

PUASA UNTUK PERUBAHAN

Oleh: Solikhin Abu Izzuddin

Allah Ta’ala telah berfirman:

…إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ …[الرعد : 11]

_”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Qs. Ar-Ra’du: 11)._

Saudaraku
Mari kita bersyukur karena Allah telah menganugerahkan bulan Ramadhan sebagai bulan dakwah, bulan tarbiyah, bulan rahmat, bulan maghfirah, bulan jihad dan bulan Quran. Dan kalau kita lihat semua harapan di Bulan Ramadhan adalah PERUBAHAN.

Namun anehnya bila kita menginginkan perubahan namun yang kita lakukan hanyalah hal yang monoton. Shalat tanpa pemaknaan. Puasa tanpa penghayatan. Baca Quran tanpa peneguhan keimanan. Akibatnya berulangnya bulan hanya dalam menumpuk kejenuhan.

Saudaraku
jika kita ingin ISTIQOMAH justeru kita harus senantiasa berubah menjadi LEBIH BAIK. Lebih baik dalam ibadahnya. Lebih berkualitas puasanya. Lebih ikhlas dalam setiap amalnya. Lebih cerdas dalam memanfaatkan waktu dan momentumnya. Lebih keras dalam mendidik dan mendisiplinkan diri untuk berakhlak mulia.

Kita berubah bukan sekadar berubah namun berproses secara nyata sehingga ada progress kebaikan yang kita rasa. Sehingga semangat untuk berbuat kebaikan terus menyala. Kebaikan inilah yang menjadi MAGNET KEBAIKAN lain sehingga semakin terasa kehidupan iman di dalam dada.

Alhamdulillah bila dengan puasa BERUBAH yakni memulai kebiasaan baik untuk lebih cinta pada Al Quran, lebih rajin beribadah dan lebih nikmat dalam memakmurkan masjid.

Alhamdulillah bila dengan PUASA kita jaga LISAN kita dari berkata dusta dan perkara tak berguna.

Alhamdulillah bila dengan PUASA kita BERUBAH semakin peka merasakan derita sesama dan ringan bersedekah membantu sesamanya.

Alhamdulillah jika dengan PUASA kita mulai BERUBAH MENINGGALKAN kebiasaan buruk sehingga jiwa lebih cinta pada kebaikan. Alhamdulillah.

Puasa itu jalan meraih taqwa sehingga selalu ada solusi dari setiap masalah dan terbuka pintu rezeki dari arah yang disangka sangka.

Sebenarnya jalan keluar dari setiap masalah itu sudah ada, hanya saja kadang kita belum melihatnya.

Saudaraku
jangan sampai banyak ibadah yang kita lakukan namun tidak membuahkan perubahan, karena tidak adanya langkah yang pasti yang diberikan.

Oleh karena itu, agar puasa bisa MEMBAWA PERUBAHAN NYATA, mari kita siapkan diri sepenuh hati dan penuhi syarat ketentuan yang berlaku di sini.

Puasa adalah tarbiyah agar kita berubah dengan motivasi diri dari dalam karena merasa diawasi oleh Allah sebagaimana dalam hadits qudsi, _”Ash shoumu lii wa ANA ajzii bihi.._. _Puasa itu untuk KU dan AKU lah yang memberikan balasan pahalanya…”_

Kita berupaya menekankan pembelajaran mandiri sehingga langkahnya terstruktur hasilnya terukur.

Karenanya semoga kebersamaan dalam TARBIYAH RAMADHAN ini menjadi pintu Perubahan menuju Sukses penuh Keberkahan, Happy Ending full Barokah.

1⃣. Perubahan tanpa visi melahirkan kekacauan. Visi kita adalah MENJADI MUTTAQIIN.

2⃣. Perubahan tanpa skill melahirkan kecemasan. skill kita adalah FIQH KEHIDUPAN yang sahih dan gamblang (wadhih).

3⃣. Perubahan tanpa insentif perhargaan melahirkan penolakan. Insentif kita adalah BAHAGIA DUNIA dan SEJAHTERA DI SURGA.

4⃣. Perubahan tanpa resource melahirkan frustasi. Sumber Daya kita Muslim Mukmin dengan sumber dana halal, sumber usaha amal dan sumber keyakinan iman untuk bekal di alam yang kekal. Sekecil apapun amal yakinlah semua tercatat di Lauh Mahfudz.

5⃣. Perubahan tanpa action plan melahirkan kegagalan. ACTION SEGERA MOVE ON LAH. Kita raih MAGHFIRAH dgn banyak berdoa. Kita jemput LAILATUL QODAR dgn itikaf. Kita sambut Iedul Fitri dgn mujahadah diri. Kita kawal SYAWAL dgn puasa sunnah 6 hari.

Allahu Akbar.

Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan Nughair?”

Oleh: Abdullah Haidir, Lc

Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:

_’Dahulu Rasulullah saw suka bercengkrama dengan kami, bahkan terhadap adik saya yang masih kecil dia bekata,_

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

_”Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan nughair?” (Muttafaq alaih)_

Abu Umair adalah kuniyah (nama panggilan) seorang bocah kecil.
Dia memiliki burung kecil kesayangan sejenis burung pipit. Dalam bahasa Arab dipanggil Nughar. Agar sepadan dengan kata “Umair”, maka kata ‘nughar’ beliau sebut dengan kata “nughair” yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah _tashgir._

Ungkapan yang menunjukkan keakraban terhadap anak-anak sesuai dengan jiwa mereka.

Jika hal ini diungkapkan oleh orang yang baru berusia belasan tahun, mungkin masih mudah dipahami. Tapi perkataan tersebut diungkapkan Rasulullah saw yang ketika itu ditaksir berusia lima puluh tahun ke atas.

Hal ini menunjukkan akhlak mulia Rasulullah saw yang konstan dan utuh, tidak berubah atau terbelah. Keramahan, keakraban, perhatian, kejujuran dan semua perangai baiknya, terbagi rata dalam setiap keadaan dan untuk semua lapisan.

Suatu hal yang semakin melengkapi keutamaan pribadi Rasulullah saw.

Sebuah sikap yang sepatutnya mengingatkan kita untuk sedapat mungkin menjaga agar perangai dan akhlak kita tetap konstan, siapapun yang ada di hadapan.

Jangan sampai seseorang tampak begitu santun di hadapan atasan namun ketus memperlakukan bawahan.
Unggah ungguh terhadap orang kaya tapi jumawa kepada mereka yang tak berpunya.

Sopan terhadap tetangga elit, namun lancang terhadap tetangga ekonomi sulit.
Dapat akrab dan bercanda dengan orang dewasa, tapi dingin tanpa ekspresi terhadap anak-anak.
Senyumnya yang tersungging di depan kamera berganti dengan mulut yang selalu ditekuk dalam kehidupan nyata.

Akhlak seharusnya menyatu menjadi jati diri kapan dan dimanapun, apa adanya, spontan, tidak dibuat-buat, tidak direkayasa, apalagi sekedar menampilkan citra.

Ketika akhlak kita masih sangat tergantung dengan kedudukan orang yang kita hadapi, disini kita perlu berhenti sejenak, menangkap kekurangan, lalu memperbaiki keadaan.

Suatu saat Rasulullah SAW merasa kehilangan seorang wanita hitam yang biasa beliau lihat menyapu masjid. Lalu beliau bertanya kepada para shahabat. Mereka berkata, ‘Dia meninggal dunia.’ Seakan-akan mereka meremehkan nya.

Rasulullah berkata, _’Mengapa kalian tidak memberitahu aku.’ Lalu Rasulullah saw minta ditunjukkan kuburnya, kemudian beliau shalat (jenazah) di atasnya.” (Muttafaq alaih)_

Begitulah Rasulullah saw memperlakukan seseorang. Sekali lagi, apa adanya, mengalir begitu saja dan tidak dibuat-buat.
Namun disitulah kemuliaan akhlak beliau tampak berkilauan, menjadi teladan abadi dalam kehidupan.

_Asytaaqu ilaika yaa Rasuulallah…_

Aku rindu padamu wahai Rasulullah….

Wallahu A’lam

Merenda Asa Meraih Cita, Menggapai Mulia

Oleh: Rochma Yulika

▣● Imam Ibnu Qayyim menyebutkan syarat keberhasilan meraih cita-cita adalah memiliki  himmah ‘aaliyah atau  (
‘uluwwul himmah (semangat yang tinggi) dan Niyyah Shohihah (niat yang baik).

▣● Membangun semangat pada diri tak bisa lepas dari tujuan ukhrowi. Ada memang diantara manusia yang memiliki semangat yang tinggi untuk mengejar nilai duniawi. Orang-orang seperti ini lupa bahwa hidup akan dibatasi oleh kematian. Kerja kerasnya tak bisa jadi bekal untuk kehidupan yang kekal. Orang yang punya semangat tinggi sementara niat tak baik banyak kita lihat. Mereka bukan orang yang punya iman. Mereka meletakkan aqidahnya untuk mengejar apa yang diinginkan hawa nafsunya.

▣● Dan kita….
Harus senantiasa melandasi semangat dengan niat yang baik semua karena Allah. Niat lillahita’ala yang menjadikan setiap usaha yang kita lakukan berbuah pahala.

▣● Bagaimana kita sebagai hamba beriman agar semangat selalu menggelora dan niat senantiasa di koridor-Nya?

▣● Kita punya Al-Quran yang senantiasa bisa kita baca dan tadaburi.

▣ Banyak ilmu dan nasihat yang menentramkan hati.
▣ Banyak pelajaran yang membuat kita semakin meyakini takdir Ilahi.
▣ Dengan Al-Quran hati semakin terhidupkan, dengan semakin dekat interaksi kita semakin banyak kemudahan. Iman semakin tergenapkan, ibadah semakin bisa diperbaiki, hubungan dengan Allah pun semakin dekat.

▣● Lantas apalagi yang mampu membangkitkan semangat kita? Sunnah Rasulullah saw dan  kisahnya yang menjeyarah menjadikan kita banyak belajar. Menapaktilasi perjalanannya beserta para sahabat dalam memperjuangkan diin yang mulia membuat kita semakin merasa tak berarti apa-apa bila hanya menjadi pribadi yang biasa.

▣● Kemudian kita perlu bercermin dari salafusshalih. Mereka menjaga taat, mereka memperjuangkan syariat, mereka berkorban untuk akhirat. Kisah semangat mereka bisa menjadi energi positif yang mampu menggerakkan diri ini bisa bergerak dan melaju di jalan Allah. Mereka yang melewati malam dengan ibadah dan taqarub ilallah, dan siang harinya bekerja tanpa kenal lelah.

▣● Mereka seperti rahib di malam hari dan penunggang kuda di siang hari. Ibarat ini sungguh tepat untuk kiprah para pendahulu itu. Sakit bagi mereka tak dirasakan, lelah pun tak dihiraukan yang ada hanya kecintaan kepada Allah kan berbalas dengan kemuliaan yang tiada berbatas.

▣● Mari senantiasa membersihkan hati agar lentara mampu menerangi dan diri bisa belajar dari apa yang kita baca dan kita lihat dari sejarah hidup manusia dan mampu berhikmah atas peristiwa alam ini.

▣● Tiada daya dan kekuatan bila kita tak bersandar pada kuasa-Nya.