Langkah-Langkah Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam Dalam Memerangi Kekerasan Terhadap Perempuan Di Dalam Rumah Tangga (Bag.3)

📆 Sabtu, 17 Dzulqo’dah 1437H / 20 Agustus 2016
📚 *KELUARGA & TARBIYATUL AULAD*

📝 Pemateri: *Ustadzah Dra. Indra Asih*
📝 *Langkah-Langkah Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam Dalam Memerangi Kekerasan Terhadap Perempuan Di Dalam Rumah Tangga* (Bag.3)
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁 🌷
Bag. 2: http://www.iman-islam.com/2016/08/langkah-langkah-nabi-salallahu-alaihi_13.html?m=1
_*Kesalahan-kesalahan atau Kekerasan yang Banyak Dilakukan Suami Terhadap Istri*_
1⃣ _Tidak mengajarkan agama dan hukum syariat kepada Istri_
Seringkali, yang menjadi perhatian besar bagi sang istri adalah bagaimana cara memasak dan menghidangkan makanan tertentu, bagaimana cara berdandan yang cantik dan sebagainya. Tidak  lain karena memang suami yang sering menuntut hal itu dari sang istri. Sedangkan masalah agamanya, tentang ibadahnya, jarang bahkan mungkin hampir tidak pernah ditanyakan oleh suami.
Tidak ragu lagi, ini adalah pengabaian suami terhadap kewajibannya memelihara keluarga dari api neraka.
Padahal Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs At Tahrim:6)
Maka hendaknya suami tidak mengabaikan hal ini, karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Dan hendaknya suami benar-benar berusaha mengajarkan agama kepada istrinya, baik dia lakukan sendiri atau dengan perantaraan-perantaraan yang lain.
2⃣ _Mencari-cari kekurangan dan kesalahan istri_
Dalam suatu hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam melarang laki-laki yang bepergian dalam waktu yang lama, pulang menemui keluarganya di waktu malam. Hal itu karena dikhawatirkan laki-laki tersebut akan mendapati berbagai kekurangan dan cela istrinya. Dan barangsiapa mencari-cari aib saudara sesama muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Barangsiapa dicari aibnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walaupun dia berada di ruang tersembunyi dalam rumahnya.
Hendaknya seorang suami bersabar dan menahan diri dari kekurangan yang ada pada istrinya, juga ketika istri tidak melaksanakan kewajibannya dangan benar.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasalam bersabda,
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Bersikap baiklah kepada para istri. Karena mereka tercipta dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atas. Jika kamu hendak meluruskannya niscaya kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Maka bersikap baiklah kepada para istri.” (Muttafaqun’alaih)
Dan ingatlah sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam,
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya.” (HR Muslim)
3⃣ _Pemberian hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan istri_
Ini termasuk bentuk kezhaliman terhadap istri.
Diantara bentuk hukuman yang zhalim itu:
💔 Menggunakan pukulan di tahap awal pemberian hukuman
وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.”(Qs An Nisa’:34)
Maka tahapan yang benar adalah nasihat terlebih dahulu, kemudian pisah di tempat tidur, kemudian baru dengan pukulan yang bukan untuk menyakiti.
💔 Mengusir istri dari rumahnya tanpa ada pembenaran secara syar’i
لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang .” (Qs Ath Thalaq:1)
💔 Memukul wajah, mencela dan menghina.
Ada seseorang yang datang bertanya kepada Rasulullah, apa hak istri atas suaminya?
Beliau menjawab,
أَنْ يُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمَ وَأَنْ يَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَى وَلَا يَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا يُقَبِّحْ وَلَا يَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
“Dia (suami) memberinya makan jika dia makan, memberinya pakaian jika dia berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkan dan tidak menghajr (boikot) kecuali di dalam rumah.” (HR Ibnu Majah)
4⃣ _Pelit dalam menafkahi istri_
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.” (Qs Al-Baqarah:233)
Dan jika seorang istri mendapatkan suami yang pelit, bakhil, tidak memberi nafkah kepadanya tanpa ada pembenaran syar’i, maka dia boleh mengambil harta suami untuk mencukupi kebutuhannya secara ma’ruf (tidak berlebihan), meski tanpa sepengetahuan suami.
Dan bagi suami, hendaknya memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasalam,
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Jika seorang muslim mengeluarkan nafkah untuk keluarganya, sedangkan dia mengharapkan pahalanya, maka nafkah itu adalah sedekah baginya.” (Muttafaq’alaih)
5⃣ _Sikap keras, kasar, dan tidak lembut terhadap Istri_
Rasulullah shallallahu ’alahi wasalam telah bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR Tirmidzi)
Maka hendaknya seorang suami berakhlak bagus terhadap istrinya, dengan bersikap lembut, dan menjauhi sikap kasar. Diantara bentuk sikap lembut seorang suami kepada istri seperti membahagiakan istri dengan canda-canda yang dibolehkan, berlomba dengan istrinya, menyuapi makanan untuk istrinya, memanggilnya dengan panggilan-panggilan mesra dan lain sebagainya.
6⃣ _Keengganan suami membantu istri dalam urusan rumah_
Ini adalah satu kesalahan yang mungkin banyak menjangkiti suami yang telah menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin dalam keluarga, yang harus ditaati. Bahkan ada di antara mereka yang menganggapnya sebagai bentuk kejantanan, sedangkan membantu pekerjaan rumah adalah suatu hal yang merusak kelaki-lakiannya.
Padahal, laki-laki yang paling utama, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak segan-segan membantu pekerjaan istrinya.
Ketika ‘Aisyah ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dirumahnya, beliau menjawab,
كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا سَمِعَ الْأَذَانَ خَرَجَ
“Beliau membantu pekerjaan istrinya. Dan jika datang waktu shalat, maka beliau pun keluar untuk shalat.” (HR Bukhari)
7⃣ _Menyebarkan rahasia dan aib istrinya_
أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya, kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia istrinya.” (HR Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah berkata menjelaskan hadits ini, “Dalam hadits ini, diharamkan seorang suami menyebarkan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya dari perkara jima’. Juga diharamkan menyebutkan perinciannya, serta apa yang terjadi pada istrinya baik berupa perkataan maupun perbuatan dan yang lain.”
8⃣ _Terburu-buru menceraikan istri_
Sesungguhnya hubungan antara seorang suami dan istrimu adalah hubungan yang kuat lagi suci.
Hal ini bisa ditunjukkan dengan penamaan hubungan pernikahan ini sebagai al-miitsaq al-ghalizh ( perjanjian yang kuat).
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Qs An Nisa:21)
Oleh karena itu, islam menganggap perceraian adalah perkara besar yang tidak bisa diremehkan. Karena perceraian akan berbuntut kepada rusaknya rumahtangga, kacaunya pendidikan anak dan lain sebagainya. Maka sangat tidak pantas bagi seorang muslim untuk menceraikan istrinya, tanpa pembenaran yang bisa diterima.
Sesungguhnya talak (perceraian) tidaklah disyariatkan dalam islam untuk dijadikan sebagai pedang yang dihunuskan ke leher para istri, sebagaimana diyakini oleh sebagian suami.
Tidak pula disyariatkan untuk dijadikan sebagai sumpah dalam rangka menguatkan dan menegaskan berita, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang, sebagaimana biasa dilakukan sebagian orang ketika berbicara kepada temannya, “Akan aku ceraikan istriku kecuali engkau melakukan ini dan itu …”
Dan hendaknya kata-kata cerai itu tidak digunakan sebagai bahan canda atau mainan.
Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam telah bersabda,
ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius dan candanya adalah dinilai serius, yaitu; nikah, perceraian, dan rujuk.” (HR Abu Daud, at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai hasan oleh al-Albani)
Sesungguhnya islam tidak lari dari berbagai kenyataan yang terjadi. Memang perselisihan antar suami istri kadang terjadi dan bisa mengarah kepada perceraian. Akan tetapi perceraian ini tidak boleh dijadikan sebagai langkah pertama dalam menyelesaikan perselisihan ini.
Bahkan harus diusahakan dengan berbagai cara terlebih dahulu untuk menyelesaikannya, sebelum melakukan perceraian.  Maka janganlah seorang suami terburu atau tergesa-gesa dalam mencerai istrinya, karena kemungkinan besar dia akan banyak menyesal.
Dan perlu diketahui oleh setiap suami, dia tidak boleh mencerai istrinya ketika sedang haidh, atau ketika suci namun telah digauli pada masa suci itu, atau mencerainya dengan tiga kali talak dalam sekali waktu.
9⃣ _Berpoligami tanpa memperhatikan ketentuan syariat_
Tidak ragu lagi bahwa menikah untuk yang kedua kali, ketiga kali dan yang keempat kali merupakan salah satu perkara yang Allah syariatkan. Akan tetapi yang menjadi catatan di sini bahwa sebagian orang yang ingin menerapkan syariat ini atau yang memang benar telah menerapkannya, tidak memperhatikan sikapnya yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap para istri. Terutama istri yang pertama dan anak-anaknya. Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” Qs An Nisa: 3
Dan sikap semacam ini jelas bukan merupakan keadilan yang Allah perintahkan.
Poligami memang benar merupakan syariat islam. Akan tetapi, jika seseorang tidak mampu melaksanakannya dengan baik, tidak memenuhi syarat-syaratnya atau tidak bisa memikul tanggung jawabnya, hal ini hanya akan merusak rumah tangga, menghancurkan anak-anak dan akan menambah permasalahan keluarga dan masyarakat.
Maka ukurlah akibatnya, perhatikan dengan seksama perkaranya, sebelum masuk kedalamnya.
Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui kapasitas dirinya.
🔟 _Lemahnya kecemburuan_
Inilah salah satu penyakit yang sangat disayangkan telah banyak tersebar dikalangan kaum muslimin. Sangat banyak sekali para suami yang membiarkan keelokan, keindahan dan kecantikan istrinya dinikmati oleh banyak orang. Dia membiarkan istrinya menampakkan auratnya ketika keluar rumah, membiarkannya berkumpul-kumpul dengan lelaki lain. Bahkan ada sebagian orang yang merasa bangga jika memiliki istri cantik yang bisa dinikmati oleh siapa saja yang melihatnya. Padahal seorang wanita di mata islam adalah makhluk yang sangat mulia, sehingga keindahan dan keelokkannya hanya diperuntukkan bagi suaminya saja, tidak diumbar kemana-mana.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istri, tidak akan membiarkan istrinya berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahram.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istri, dia akan memperhatikan ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga (istri)nya.
Beliau bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوثُ
“Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan ad-dayyuts.” (HR An Nasa’i)
Yang dimaksud dengan ad-dayyuts adalah laki-laki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarganya.
Jika ada suami termasuk mempunyai salah satu atau bahkan lebih kesalahan-kesalahan diatas, maka segeralah taubat. Ulurkan tanganmu dengan penuh senyuman untuk meminta maaf. Berusahalah sekuat tenaga dan sungguh-sungguh untuk menekan rasa egomu, dan katakan “Maafkan kesalahanku selama ini, Duhai sayangku.” Maka badai yang menerjang biduk kapal rumah tanggamu laksana tergantikan dengan semilir angin sepoi yang membawanya ke dermaga cinta. Segala masalah bisa hilang begitu saja, dengan ucapan itu.
Sungguh beruntunglah seorang istri yang memiliki suami penuh dengan kasih sayang, kelembutan dan kerendah hatian seperti itu. Wallahu a’lam.
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Qurban Sang Kepala Keluarga

*Ustadz Menjawab*
_Jum’at, 19 Agustus 2016_
🌾*Ustadz* *Farid Nu’Man*

🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻

Assalamu’alaikum wrwb
Tanya tentang qurban:
Pernah dengar ada pendapat kalau qurbannya kepala keluarga bisa mewakili satu keluarga (istri, anak), jadi cukup yang berkorbannya sang ayah saja.
Atau sebaiknya qurban atas  nama diri sendiri?
Syukron, Member Manis 🅰2⃣8⃣

🌴🌴🌴🌴🌴

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:

Seseorang anggota keluarga yang memiliki seekor hewan qurban, lalu diatasnamakan untuk sekeluarganya, maka itu sah dan benar adanya.

Telah shahih bahwa Nabi ﷺ pernah berqurban dengan seekor kambing Kibasy, lalu Beliau mengatasnamakan dirinya, keluarganya, bahkan umatnya.

Sebagimana yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

  ‘Nabi mengucapkan (sebelum menyembelih): “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammad wa  min  ummati Muhammadin (Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad, *dari keluarga Muhammad* dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” (HR. Muslim No. 1967)

  Sebenarnya Kibasy yang Nabi ﷺ qurbankan ada dua ekor, sebegaimana keterangan berikut:

وَقَدْ صَحَّ أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ نَفْسِهِ ، وَالآْخَرُ عَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِهِ

  Telah shahih bahwa Rasulullah ﷺ berqurban dengan dua kambing Kibasy, yang satu untuk dirinya dan yang satunya lagi untuk umatnya yang belum berqurban. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 5/106)

  Lebih jelasnya tentang”dua ekor Kibasy” itu adalah riwayat berikut:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

  “Dari Anas, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing Kibas berwarna putih dan bertanduk, dan memotong keduanya dengan tangannya sendiri, beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi Kibas tersebut (untuk mencengkram, pen). (HR. Al Bukhari No. 5565, Muslim No. 1966)

  Tertulis dalam Al Mausu’ah tentang pandangan ulama Malikiyah:

تجزئ الأضحية الواحدة التي يملكها شخص واحد أنيضحي بها عن نفسه وعن أبويه الفقيرين وأولاده الصغار ، وكذلك يجزئ أن يضحي الإنسان بالأضحية الواحدة التي يملكها وحده ناويا إشراك غيره معه في الثواب ، أو ناويا كونها كلها عن غيره

  Telah sah satu hewan qurban yang dimiliki seseorang, denganya dia berqurban untuk dirinya, untuk kedua orangtuanya yang faqir, atau anak-anaknya yang kecil, dan demikian juga telah sah qurban seseorang yang satu hewan qurban yang dimiliki seseorang dengan niat adanya perkongsian pahala anyara dirinya dengan orang lain, atau dengan niat seluruhnya untuk orang lain. (Al Mausu’ah, 5/82-83)

Wallahu A’lam

🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻

Dipersembahkan Oleh:
www.imas-manis.com

Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page: https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter: https://twitter.com/grupmanis
Instragram: https://www.instragram.com/mejelismanis/
Play Store: https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis

💼 Sebarkan! Raih Bahagia….

Ketika Ketabahan Kaum Muslimin Telah Menurun Kegagalan Terjadi Beruntun

📆 Kamis, 15 Dzulqo’dah 1437H / 18 Agustus 2016

📚 *SIROH DAN TARIKH*

📝 Pemateri: *Ust. AGUNG WASPODO, SE MPP*

📝 *Ketika Ketabahan Kaum Muslimin Telah Menurun Kegagalan Terjadi Beruntun*

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

*Kisah Pengepungan Nicaea 109 Hijriyah (Rabiul Awwal-Rabiul Akhir), 727 Masehi (Juli-Agustus)*

Pengepungan kota Nicaea pada tahun 727 Masehi tercatat sebagai sebuah kegagalan pada masa Daulah Umayyah dalam menguasai kota penting pada theme (distrik militer Byzantiun) wilayah Opsician.

Sejak kegagalan pengepungan terhadap kota Konstantinopel pada tahun 717-718 sebelumnya, Daulah Umayyah telah melancarkan berbagai serbuan ke hampir seluruh area Asia Kecil (Asia Minor).

Pada tahun 727 M, sebuah balatentara kekhilafahan yang dipimpin oleh seorang anak khalifah sendiri bermanuver cepat menembus wilayah pedalaman Asia Kecil.

Sebelum memulai pengepungan kota Nicaea pada bulan Juli, balatentara ini berhasil membumihanguskan 2 benteng di perbatasan guna mengamankan jalur logistik ke belakang.

Setelah bertahan selama 40 hari dan kota tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kekalahan, balatentara Kaum Muslimin mundur kembali ke wilayahnya. Sungguh berbeda dengan angkatan sebelumnya yang bertahan tahunan ketika mengepung Konstantinopel. Bertahannya kota ini mengangkat pamor kaisar Leo III Isaurian yang mengklaim kemenangan ini sebagai penguatan atas Kebijakan Iconoclastic-nya yang menghapuskan semua lukisan berbentuk manusia pada gereja-gereja Byzantium.

Pengepungan ini menandai titik balik dalam sejarah serbuan Daulah Umayyah. Disamping itu, munculnya berbagai ancaman serta tantangan di sepanjang perbatasannya yang terbentang jauh telah menyedot perhatian khalifah dari front ini.

_*Later Belakang -Melemahnya Konsistensi Perjuangan, Efek Kegagalan Latuftahanna*_

Setelah kegagalan pengepungan atas Konstantinopel, ibukota Byzantium, antara tahun 717-718 M, kedua pihak menyepakati periode perdamaian yang pendek. Daulah Umayyah mendapatkan sedikit waktu untuk mengembalikan kekuatan militernya yang berkurang sekaligus menumpas pemberontakan Yazid ibn Al-Muhallab.

Ketika pertempuran di sepanjang perbatasan pecah kembali dua tahun kemudian, strategi militer Daulah Umayyah telah bergeser dari doktrin penaklukan kepada penyerbuan. Sejak itu, walau serbuan terus dilancarkan secara rutin setiap musim semi dan panas melintasi Pegunungan Taurus namun intensitasnya telah jauh menurun. Terkadang serbuan itu terkoodinasi dengan manuver angkatan laut yang biasanya diteruskan dengan serbuan pada musim dingin.

Serbuan Kaum Muslimin ini berhasil menghancurkan banyak benteng milik Byzantium di sepanjang perbatasan, namun sepertinya tidak ada kebijakan untuk menduduki wilayah sebelah barat Pegunungan Taurus secara permanen. Keberhasilan tersebut tidak terakumulasi dalam Penguasaan wilayah, patut disayangkan.

Reaksi kekaisaran Byzantium juga amat pasif karena mereka sendiri terus memupuk kekuatan untuk mengatasi lemahnya sumber daya kekaisaran dibandingkan dengan kekhilafahan. Strategi militer yang diterapkan oleh Byzantium adalah untuk tidak menghadapi balatentara kekhilafahan secara frontal namun mundur secara taktis ke berbagai jaringan perbentengan yang tersebar di area Asia Kecil.

Naiknya khalifah Hisyam (b. 723-43) membawa angin segar bagi operasi militer dengan meningkatnya kembali skala penyerbuan. Salah seorang panglima yang paling terkenal pada masa itu adalah Mu’awiyah ibn Hisyam, salah satu anak khalifah sendiri. Beliau memimpin langsung ekspedisi militer pada tahun 725 dan 726 yang mampu menjangkau hingga Dorylaion. Turunnya keluarga khalifah ke medan perang adalah suatu prestasi memasuki penghujung masa kekhilafahan Daulah Umayyah.

_*Pengepungan Tahun 727 – Harapan yang Terlalu Cepat Sirna*_

Pada musim panas 727 Masehi, Mu’awiyah ibn Hisyam kembali memimpin ekspedisi militer bersama besar dengan elemen terdepan dipimpin oleh ‘Abdullah al-Battal yang tercatat bahkan dalam kronikel sejarah Theophanes the Confessor dari Byzantium; namun terlalu berlebihan ketika mencatat jumlah balatentara Daulah Umayyah Sebanyak 100.000 pasukan. Theophanes juga mencatat adanya panglima nomor dua bernama Amr yang tidak ditemukan dalam catatan sejarah Kaum Muslimin.

Gebrakan pertama balatentara Mu’awiyah ini menghancurkan benteng Gangra di Paphlagonia serta Ateous di Phrygia yang dikenal dalam kitab sejarah Kaum Muslimin sebagai Tabya. Pada penyerangan ini kontingen Muslimin dari kota Antioch mengalami korban besar.

Pada akhir bulan Juli kesatuan terdepan yang dipimpin oleh al-Battal sampai di luar kota Nicaea. Artabasdos sebagai count di kota ini memilih untuk bertahan di dalam benteng kota. Kaum Muslimin menggempur kota dengan persenjataan berat selama 40 hari, bahkan berhasil merontokkan sebagian dinding pertahanan kota. Namun kota tersebut tetap bertahan hingga akhir pengepungan.

Pada akhir bulan Agustus, balatentara Kaum Muslimin memutuskan untuk mundur dengan membawa tawanan serta rampasan perang yang banyak. Ada catatan sejarah lain yang ditulis oleh Michael the Syrian yang mengklaim penduduk kota Nicaea akhirnya mundur sebelum pasukan Kaum Muslimin kembali dan menghancurkan kota; hal inj jelas keliru.

_*Dampak Kekalahan bagi Kedua Pihak*_

Mundurnya balatentara Kaum Muslimin ini menjadikan Kaisar Leo III meneruskan kebijakan agresifnya mengejar sampai ke perbatasan. Setelah ini, balatentara Daulah Umayyah tidak pernah lagi menyerbu sedalam itu ke wilayah Asia Minor.

Balatentara andalan Daulah Umayyah yang berasal dari Syam-Jazirah diputuskan beralih medan ke Pegunungan Kaukasus menghadapi bangsa Khazar. Namun kekalahan besar Kaum Muslimin dari bangsa Khazar pada tahun 730 menyebabkan ancaman di sepanjang front utara semakin nyata. Terlebih dengan disepakatinya aliansi antara Byzantium dan Khazar melalui pernikahan dinasti antara anak Leo III yang bernama Constantine V dengan putri Irene dari Khazar.

Periode serbuan tahun 730an hanya bersama kecil di sepanjang perbatasan yang tidak membahayakan lawan sama sekali. Pada periode berikutnya, tahun 740an, Daulah Umayyah menggelar kembali ekspedisi militer berskala besar. Namun, kekuatan militer Byzantium sudah berhasil memperkuat diri dan menimpakan kekalahan atas Kaum Muslimin di Pertempuran Akroinon.

Perenungan atas kelemahan Kaum Muslimin,
Siang hari Menjelang Akhir Ramadhan 1437 Hijriyah,
Depok, 3 Juli 2016

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹

Dipersembahkan oleh:
website: www.iman-islam.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Facebook  : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis

💼 Sebarkan! Raih pahala…

Renungan Kemerdekaan

📆 Rabu, 14 Dzulqo’dah 1437H / 17 Agustus 2016

📚 *TAZKIROH*

📝 Pemateri: *Ustadz Abdullah Haidir Lc.*

📋 *Renungan Kemerdekaan*

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Kira-kira…
Saat dahulu mujahidin Indonesia berjuang mengusir penjajah, apakah teriakan takbir yang kerap mereka lantangkan ataukah teriakan merdeka..?

Kira-kira…
Nilai-nilai apakah yang paling ampuh menggelorakan semangat juang para mujahid saat mengusir pemjajah? Nilai agama atau nasionalisme..?

Kira-kira…
Tokoh-tokoh inspirator perjuangan mengusir penjajah di berbagai pelosok tanah air, ulama atau artis..?

Kira-kira…
Negara-negara mana yang sangat tulus menginginkan kemerdekaan bangsa kita saat itu…
Negeri-negeri Islam atau negeri-negeri imperialis salibis?

Kira-kira…
Jargon para mujahid kita saat mengusir penjajah dahulu… “merdeka ataoe mati” atau *“hidup mulia atau mati syahid”…?*

Kira-kira…
Inpirasi perjuangan para mujahid kita mengusir penjajah didapat sepulang mereka dari Mekkah atau dari Washington dan London?

Kira-Kira….
Basis-basis perjuangan para mujahid kita saat mengusir penjajah, masjid atau night club? Pesantren atau bioskop? Surau atau discotic?

Kira-kira…
Yang paling cepat merespon seruan jihad mengusir penjajah saat itu santri apa anak band?

Kira-kira…
Yang kini paling diharapkan arwah para mujahid pengusir penjajah, lantunan doa tulus atau nyanyian dan joget di panggung dangdut…?

Tulisan ini bukan untuk mengungkit masalah SARA… hanya agar diketahui bahwa *tanpa Islam dan kaum muslimin…negeri ini bukan apa-apa*

_Maka.._
_Menjadi ironis dan ahistoris, jika setelah merdeka, teriakan takbir menjadi asing dan ditakuti sedangkan nilai-nilai agama justru dicurigai.._

_Maka..,_
_Menjadi ironis dan ahistoris, jika setelah merdeka bukannya membesarkan Allah, tapi justru mengagungkan materi dan jadi kacung imperialis…_

_Maka…,_
_Adalah ironis & ahistoris jika setelah merdeka para ulama yang menjadi inspirator jihad melawan penjajah diabaikan bahkan dilecehkan…_

Catatan kelam Bani Israel, ingin merdeka dari Fir’aun, minta pertolongan Allah dan taat terhadap Nabi Musa, namun setelah merdeka, Allah diingkari, Nabinya pun dimusuhi…

*_Selamat merdeka negeriku, moga kau makin sadar, darimana, apa, bagaimana dan untuk apa kemerdekaan itu….!!_*

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis

🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Memotong Kuku dan Rambut Saat Berqurban

*Ustadz Menjawab*
_Rabu, 17 Agustus 2016_
🌾Ustadz Noorahmad
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Assalamu’alaikum ustadz/ah..
ane masih ragu akan hadits larangan memotong kuku & rambut bagi orang yg hendak berkurban (larangan terhitung 1 dzulhijjah). Benarkah ه (‘ha’ dhomir itu) merujuk ke org yang berkurban bukan ke hewan kurbannya?
Pasalnya, anjuran memotong kuku & rambut dalam islam itu mensyaratkan kebersihan (bertentangan dgn larangan memotong kuku & rambut)
Mhn penjelasannya.
Jazakallah khairon
Jawaban
——–
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Lafazh shahih terkait hal ini diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh para imam hadits kecuali Imam Bukhari yaitu dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya.”
Dalam lafazh lainnya,
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban.”
Dari lafadz tersebut terdapat iktilaf diantara empat madhab utama ahlussunnah wa jama’ah.
Jumhur Hanafiyyah menyatakan tidak makruh sehingga boleh mencukur tanpa masalah
Hanafiyyah muta’akhirin menyatakan aktifitas mencukur termasuk meninggalkan yang mustahab (khilaful aula).
Malikiyyah dan Syafi’iyyah menyatakan bahwa disunnahkan tidak mencukur dan bilapun terlanjur tidak termasuk haram, hanya sebatan makruh tanzih.
Hanabaliyyah mengambil makna dzhahir hadits diatas yang mengarah pada keharaman memotong atau mencukur bagi infdividu yang hendak berkurban.
Untuk kita generasi muta’akhirin, sikap kehati-hatian tetap didahulukan sembari tetap menjaga soliditas barisan ummat dan mengembalikan kepada nash beserta tafsirannya yang sesuai kaidah pentafsiran yang telah dibakukan diantara ulama hadits generasi awal.
Wallahua’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
www.iman-manis.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Menitipkan Anak Untuk Diasuh Orang Lain

*Ustadz Menjawab*
_Selasa, 16 Agustus 2016_
🌾Ustadzah Nurdiana
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Assalamu’alaikum ustadz, ustadzah saya mau bertanya bagaimana jika perempuan sudah menikah, lalu punya anak, anaknya dititipkan kepada ibundanya untuk mengasuh anaknya setiap hari dan memberikan uang bulanan kepada ibunya karena mengasuh anaknya tersebut. Sedangkan ibu dari anak itu bekerja kantoran hanya menyempatkan bertemu dgn anak seminggu dua kali. Krn jarak antara orangtuanya dan ibu dari anak itu jauh. Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Jawaban
————–
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Mendidik anak adalah kewajiban bagi kedua orang tuanya, karena anak adalah amanah dan sekaligus investasi masa depan yang paling berharga.
Sayang banyak orang tua yang belum atau kurang memahami tentang tanggung jawabnya sebagai ortu, sehingga dengan alasan pekerjaan, karir akhirnya anak di nomor dua kan.
Untuk pertanyaan diatas ini perlu kita bedah satu persatu. Pertama,niat nitip anaknya? Kedua ortu sbg pengasuh terbebani atau terhibur?
Kalau jawaban pertama niatnya supaya anaknya bisa dididik oleh nenek secara baik karena pemahaman nenek bagus.
Jawaban pertanyaan kedua, nenek suka dan terhibur krn cucu, dalam islam hukumnya *Boleh*.
Tapi kalau jawaban pertanyaan pertama, semata- mata karir, mengejar dunia saja dan jawaban pertanyaan kedua nenek terbebani, hukumya *Dosa* karena dzolim ke anak dan ke orangtua.
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
www.iman-manis.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 2)

📆 Selasa, 13 Dzulqo’dah 1437H / 16 Agustus 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*
📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋 *Qurban dan Pembahasannya (Bag. 2)*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
📌 *Niat Untuk Berqurban*
 Berqurban adalah termasuk amal ibadah, dan amal ibadah mestilah didahulukan dengan niat untuk membedakannya dengan adat (kebiasaan).  Syaikh Wahbah Az Zuhaili  Rahimahullah menerangkan:
لا تجزئ الأضحية بدون النية؛ لأن الذبح قد يكون للحم، وقد يكون للقربة، والفعل لا يكون قربة بدون النية، لقوله عليه الصلاة والسلام: «إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى» قال الكاساني: والمراد منه عمل هو قربة، فلا تتعين الأضحية إلا بالنية. 
*Qurban tidaklah sah tanpa niat,* karena sembelihan yang akan menjadi daging akan menjadi qurbah (sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala), dan perbuatan tidaklah dinilai sebagai qurbah tanpa dengan niat, sesuai sabdanya: (sesungguhnya amal perbuatan hanyalah dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa-apa yang sesuai yang diniatkannya). Al Kisani mengatakan: “maksudnya adalah amal perbuatan untuk qurbah, maka berqurban tidaklah memiliki nilai kecuali dengan niat.” [1] Beliau meneruskan:
واشترط الشافعية والحنابلة: أن تكون النية عند ذبح الأضحية؛ لأن الذبح قربة في نفسه. ويكفيه أن ينوي بقلبه، ولا يشترط أن يتلفظ بالنية بلسانه؛ لأن النية عمل القلب، والذكر باللسان دليل عليها  
Kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah mengsyaratkan: hendaknya berniat sebelum menyembelih, karena menyembelih (hewan qurban) merupakan qurbah. Telah mencukupi bahwa niat adalah di hati. Tidak disyaratkan melafazkan niat dengan lisan, karena niat adalah amalan hati, dan pengucapan di lisan merupakan petunjuk bagi amalan di hati.  [2] 📌 *Waktu Penyembelihan*
Waktu penyembelihan Qurban hanyalah tertentu saja, yakni  *setelah Shalat ‘Ied (10 Zulhijjah) hingga selesai ayyamut tasyriq (hari-hari tasyrik), yakni 11,12,13 Zulhijjah*. Lewat itu maka bukan lagi disebut Hewan Qurban (Al Udh-hiyah) tetapi sedekah biasa, namun tetap akan mendapat ganjaran dari Allah Ta’ala. Insya Allah.
Hal ini berdasarkan hadits dari Jubeir bin Muth’im Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
                            
“Setiap hari-hari tasyriq merupakan waktu penyembelihan.”[3] Penyembelihan dilakukan setelah shalat Ied, sesuai ayat berikut:
    فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Ayat ini menunjukkan bahwa annahr (penyembelihan) dilakukan setelah shalat ‘Ied sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Ash Shan’ani di atas.
Juga diterangkan dalam riwayat Jundab Al Bajali Radhiallahu ‘Anhu:
شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ أَضْحًى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ
 
“Aku melihat Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat pada Idul Adha, kemudian berkhutbah dan berkata: barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka dikembalikan tempatnya, dan barangsiapa yang belum menyembelih maka sembelihlah dengan menyebut nama Allah.”[4] 📚 *Daftar Pustaka*
[1]  Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 1/187
[2]  Ibid
[3] HR. Ahmad No. 16751.  Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 1583, Al Baihaqi dalam As sunan Al Kubra No. 10006, 19021. Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 12052. Berkata Imam Al Haitsami: rijaluhu mautsuqun (semua) pirawayat haditsnya  tsiqat (kredibel/terpercaya).(Majma’ az Zawaid, 3/251). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “shahih lighairih.” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 16751)
 
[4] HR. Bukhari No. 6674, Muslim No. 1960. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 1713, Al baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6058, Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 7834
4⃣  *Jenis Hewan Sembelihan*
Tidak semua hewan bisa dijadikan sembelihan qurban. Sebab, ini adalah ibadah yang sudah memiliki petunjuk bakunya dalam syariat yang tidak boleh diubah, baik dikurang atau ditambah.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal ini:
أجمع العلماء على أن الهدي لا يكون إلا من النعم ، واتفقوا: على أن الافضل الابل، ثم البقر، ثم الغنم. على هذا الترتيب. لان الابل أنفع للفقراء، لعظمها، والبقر أنفع من الشاة كذلك.
 
“Ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya dapat diambil dari hewan ternak (An Na’am)[1]. *Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta  (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar), lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya.* Alasannya adalah karena Unta lebih banyak manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen) bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih banyak manfaatnya dibanding kambing.”[2] Dalil-dalilnya adalah, dari Jabir bin Abdullah  Radhiallahu ‘Anhu:
حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحَرْنَا الْبَعِيرَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kami berkurban dengan Unta untuk tujuh orang, dan Sapi untuk tujuh orang.”[3] Untuk kambing, dalilnya adalah:
وَنَحَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَنَاتٍ بِيَدِهِ قِيَامًا وَذَبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ كَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ[4]  
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing Kibasy yang putih.”[5] 5⃣ *Syarat-Syarat Hewan Layak Qurban*
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan ada dua syarat:
1 – أن يكون ثنيا، إذا كان من غير الضأن، أما الضأن فإنه يجزئ منه الجذع فما فوقه. وهوما له ستة أشهر، وكان سمينا. والثني من الابل: ماله خمس سنين، ومن البقر: ما له سنتان، ومن المعز ما له سنة تامة، فهذه يجزئ منها الثني فما فوقه.
2 – أن يكون سليما، فلا تجزئ فيه العوراء ولا العرجاء ولا الجرباء، ولاالعجفاء . وعن الحسن: أنهم قالوا: إذا اشترى الرجل البدنة، أو الاضحية، وهي وافية، فأصابها عور، أو عرج، أو عجف قبل يوم النحر فليذبحها وقد أجزأته. رواه سعيد بن منصور.
 
✅ *Hendaknya yang sudah besar,* jika selain jenis Adh Dha’nu (benggala, biri-biri, kibasy, dan domba). Jika termasuk Adh Dha’nu maka cukup jadza’ atau lebih.  Jadza’ adalah enam bulan penuh dan gemuk badannya. Unta dikatakan besar jika sudah mencapai umur lima tahun. Sapi jika sudah dua tahun. Kambing jika sudah setahun penuh.
Bika hewan-hewan ini telah mencapai umurnya masing-masing maka sudah boleh dijadikan hewan kurban.
✅   *Hendaklah sehat dan tidak cacat* . Maka tidak boleh ada pincang, buta sebelah, kurap (penyakit kulit), dan kurus. Dari Al Hasan: bahwa mereka berkata jika seorang membeli Unta atau hewan kurban lainnya dan kondisinya sehat-sehat saja, namun sehari sebelum hari – H mengalami pincang, buta sebelah, atau kurus kering, maka hendaklah diteruskan penyembelihannya, karena yang demikian telah cukup memadai. (HR. Said bin Manshur).[6] Demikian dari Syaikh Sayyid Sabiq. 
*Jadi, bisa diringkas, jika hewan kurbannya adalah jenis kibas, biri-biri, dan domba, maka minimal adalah setengah tahun penuh. Jika selain itu maka hendaknya yang sudah cukup besar, biasanya ukuran ‘besar’ bagi kambing biasa adalah setahun penuh. Sapi adalah dua tahun penuh, dan Unta adalah lima tahun*.   
📌 *Jantan dan Betina Sama Saja*
Tidak sedikit yang bingung tentang ini, padahal keduanya boleh dan sah sebagai qurban.
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
( الشرط الأول ) وهو متفق عليه بين المذاهب : أن تكون من الأنعام ، وهي الإبل عرابا كانت أو بخاتي ، والبقرة الأهلية ومنها الجواميس والغنم ضأنا كانت أو معزا   *ويجزئ من كل ذلك الذكور والإناث*
Syarat pertama, dan ini disepakati madzhab-madzhab, bahwa hewan qurban adalah dari golongan hewan ternak. Yaitu Unta, Sapi peliharaan termasuk jawamis (sejenis banteng), dan juga kambing baik yang benggala atau biasa. Dan  semua itu sah baik jantan dan betina. (Al Mausu’ah, 5/81-82)
📚 *Daftar Pustaka*
 
[1] Jamaknya Al An’am, Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan yang termasuk An Na’am adalah unta, sapi, dan kambing, baik jantan atau betina. (Fiqhus Sunnah, 1/737, cat kaki no. 1). Dalam Kamus standar Arab – Indonesia, Prof. Dr. Mahmud Yunus, An Na’am diartikan unta, lembu kambing , termasuk kerbau (hal. 459)
[2] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah,  1/737. Darul Kitab Al ‘Arabi
[3] HR. Muslim No. 1318,  An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 4122, Malik dalam Al MuwaththaNo. 1032, riwayat Yahya Al Laitsiy. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 9572
[4] Kabsyain Amlahain (dua kibasy yang putih), Al Amlah artinya adalah putih tanpa campuran, namun Al ‘Iraqi mengatakan yang benar adalah putih dan hitam, namun putihnya lebih banyak.(Bulughul Maram, Hal. 252, Cat kaki no. 4. Cet. 1. 1425H – 2004M. Darul Kutub Al Islamiyah)
[5] HR. Bukhari No. 1551, Al Baihaqi dalam As sunan Al Kubra No. 9993, 18913
[6] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/738.
🔹Bersambung🔹
 
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 1)

📆 Senin, 12 Dzulqo’dah 1437H / 15 Agustus 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*

📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋 *Qurban dan Pembahasannya (Bag. 1)*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
1⃣ *Definisi*
Secara bahasa (lughatan) atau etimologis,  Qurban berasal dari kata Qaruba – Yaqrubu – Qurban – Qurbanan, dengan huruf Qaf didhammahkan artinya bermakna mendekat. Qaruba ilaihi artinya mendekat kepadanya. Allah Ta’ala berfirman: Inna Rahmatallahi Qariibun Minal Muhsinin (Sesungguhnya Rahmat Allah dekat dengan orang-orang berbuat baik).[1]        Secara istilah (Syar’an) atau terminologis, Qurban bermakna menyembelih hewan tertentu dengan niat Qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala pada waktu tertentu pula. [2]            Pada masa modern, istilah Qurban telah masuk ke bahasa Indonesia yakni ‘Korban’, yakni memberikan sesuatu secara rela karena faktor cinta dan ridha. Semakin hari istilah ‘Korban’ semakin meluas, dia juga bisa bermakna menjadi penderita, seperti istilah ‘Korban gempa’, ‘Korban banjir’, dan lain-lain. Tentunya ini sudah tidak ada kaitan lagi dengan makna qurban dalam konteks ibadah qurban.
2⃣  *Aktifitas Berkurban dan Hewan Qurban*
Aktifitas menyembelih berkurban dalam bahasa Arab ada beberapa istilah.
⏹ *Pertama*, disebut dengan dhahhaa, dikatakan: dhahhaa bi Syaatin  minal Udh-hiyah artinya dia berkurban dengan ‘Kambing Qurban.’[3] Ada pun Hewan Qurban-nya sendiri lebih dikenal dengan istilah  Al Udh-hiyah, jamaknya Al Adhaahiy. Oleh karena itu hari penyembelihannya disebut ‘Iedul Adhaa (Hari Raya Qurban). Sementara, pengorbanan adalah tadh-hiyah.
⏹  *Kedua*, dalam Al Quran, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nahr (diambil dari kata nahara – yanhuru –nahran). Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
          
Oleh karena itu, hari raya kurban juga dikenal dengan Yaumun Nahri.
⏹ *Ketiga*, dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nusuk (diambil dari kata nasaka – yansuku – nusukan).
     Allah Ta’ala berfirman:
   فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
“ …jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.  “ (QS. Al Baqarah (2): 196)
⏹ *Keempat,* dalam Al Quran juga, aktifitas menyembelih disebut dzab-ha (diambil dari kata dzabaha – yadzbahu – dzabhan).
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. …..”  (QS. Al Baqarah (2): 67)
⏹ *Kelima,* dalam Al Quran aktifitas berqurban, khususnya bagi jamaah haji, disebut juga Al Hadyu.
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban (Al Hadyu)  yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. (QS. Al Baqarah (2): 196)
📚 *Daftar Pustaka’*
[1] Al Jauhari, Ash Shihah fi Al Lughah, 2/28.
[2] Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Hal. 252, catatan kaki no. 3. Cet.1, 1425H – 2004M. Darul Kutub Al Islamiyah
[3] Al Jauhari, Ash Shihah fi Al Lughah,  1/406.
3⃣  *Hukumnya*
Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan *wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah*, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama.
Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.”[1] Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah:
وَقَدْ اسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى وُجُوبِ التَّضْحِيَةِ عَلَى مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ لِأَنَّهُ لَمَّا نَهَى عَنْ قُرْبَانِ الْمُصَلَّى دَلَّ عَلَى أَنَّهُ تَرَكَ وَاجِبًا كَأَنَّهُ يَقُولُ لَا فَائِدَةَ فِي الصَّلَاةِ مَعَ تَرْكِ هَذَا الْوَاجِبِ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى { فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ } وَلِحَدِيثِ مِخْنَفِ بْنِ سُلَيْمٍ مَرْفُوعًا { عَلَى أَهْلِ كُلِّ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ } دَلَّ لَفْظُهُ عَلَى الْوُجُوبِ ، وَالْوُجُوبُ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ  
                “Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas ketika Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu merupakan meninggalkan  kewajiban,seakan Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah.[2] Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), sebab yang pertama  mauquf  (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id.
Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani:
وَقِيلَ لَا تَجِبُ وَالْحَدِيثُ الْأَوَّلُ مَوْقُوفٌ فَلَا حُجَّةَ فِيهِ وَالثَّانِي ضَعْفٌ بِأَبِي رَمْلَةَ قَالَ الْخَطَّابِيُّ : إنَّهُ مَجْهُولٌ وَالْآيَةُ مُحْتَمِلَةٌ فَقَدْ فُسِّرَ قَوْلُهُ ( { وَانْحَرْ } ) بِوَضْعِ الْكَفِّ عَلَى النَّحْرِ فِي الصَّلَاةِ أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَابْنُ شَاهِينَ فِي سُنَنِهِ وَابْنُ مَرْدُوَيْهِ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَفِيهِ رِوَايَاتٌ عَنْ الصَّحَابَةِ مِثْلُ ذَلِكَ وَلَوْ سُلِّمَ فَهِيَ دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ النَّحْرَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ تَعْيِينٌ لِوَقْتِهِ لَا لِوُجُوبِهِ كَأَنَّهُ يَقُولُ إذَا نَحَرْت فَبَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ فَإِنَّهُ قَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ أَنَسٍ { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْحَرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَأُمِرَ أَنْ يُصَلِّيَ ثُمَّ يَنْحَرُ } وَلِضَعْفِ أَدِلَّةِ الْوُجُوبِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَالْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّهَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بَلْ قَالَ ابْنُ حَزْمٍ لَا يَصِحُّ عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهَا وَاجِبَةٌ .  
“Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Hadits kedua  (dari Mikhnaf bin Sulaim) dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah. Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak dikenal).” Sedangkan firmanNya: “…berkurbanlah.” adalah tentang penentuan waktu penyembelihan setelah shalat.
Telah diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam sunan-nya, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat beberapa riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang menunjukkan bahwa menyembelih kurban itu dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu secara khusus menjelaskan tentang waktu penyembelihnnya, bukan menunjukkan kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau  menyembelih maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Anas: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau diperintahkan untuk shalat dulu baru kemudian menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan mereka yang mewajibkannya.
*Sedangkan, madzhab  jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in, dan ahli fiqih, bahwa  menyembelih qurban adalah sunah mu’akkadah*, bahkan Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari kalangan sahabat yang menunjukkan kewajibannya.”[3] Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا         
 
“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh   sedikit pun dari  rambutnya dan kulitnya.”[4] [5] Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya oleh karena itu Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini sebagai dalil tidak wajibnya berkurban alias sunah.[6]   Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan:
تجب الأضحية مرة في كل عام عند أبي حنيفة، وهي سنة مؤكدة عند جمهور الأئمة.
Wajib berqurban sekali dalam setahun menurut Abu Hanifah, dan menurut mayoritas imam adalah sunah muakadah. [7] 
Hadits lainnya:
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ
“Aku diwajibkan untuk berkurban, namun tidak wajib bagi kalian.” [8]  Tetapi hadits ini didhaifkan para ulama seperti Syaikh Al Albani.[9] Juga  Syaikh Syu’aib Al Arna’uth.[10] Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
الأُْضْحِيَةُ فَرْضٌ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُونَ أُمَّتِهِ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ الْمُتَقَدِّمِ : ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضُ وَلَكُمْ تَطَوُّعٌ : النَّحْرُ وَالْوِتْرُ وَرَكْعَتَا الضُّحَى
Berqurban adalah fardhu (wajib) atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak bagi umatnya. Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas yang telah lalu: ada tiga hal yang diwajibkan kepada diriku,  namun bagi kalian adalah sunah: berqurban, witir, dan dua rakaat dhuha. [11] Hadits yang disebutkan ini diriwayatkan oleh  Ahmad No. 2050. Ad Daruquthni dalam Sunannya, 2/21. Al Hakim dalam Al Mustadrak, 1/300. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 4248. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1119, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 4573, Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliya, 9/232. [12]  Wallahu A’lam
📚 *Daftar Pustaka*
[1]  HR. Ibnu Majah No.  3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam  Syu’abul Iman  No. 7334
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya:“Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.
Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr,No. 102.
 Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth mendhaifkan hadits ini, dan beliau mengkritik Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi dengan sebutan: “wa huwa wahm minhuma – ini adalah wahm (samar/tidak jelas/ragu) dari keduanya.” Beliau juga menyebut penghasanan yang dilakukan Syaikh Al Albani dengan sebutan: “fa akhtha’a – keliru/salah.” (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 8273)
[2] Imam Amir Ash Shan’ani, Subulus Salam,  6/308.  
[3] Ibid
[4] HR. Muslim No. 1977
[5] Berkata Imam An Nawawi tentang maksud hadits ini: 
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة
، وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة : لَا يُكْرَه ، وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يَحْرُم فِي التَّطَوُّع دُون الْوَاجِب . 
               
Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki 10 hari bulan Zulhijjah dan orang yang hendak berquban. Sa’id bin Al Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Asy Syafi’I mengatakan: sesungguhnya haram baginya memotong rambut dan kukunya sampai dia berqurban pada waktu  berqurban. Asy Syafi’i dan pengikutnya mengatakan: hal itu makruh, yakni makruh tanzih (makruh mendekati boleh), tidak haram. Abu Hanifah mengatakan: tidak makruh. Malik mengatakan: tidak makruh. Pada riwayat lain dari Malik; makruh. Pada riwayat lain: diharamkan pada haji yang sunah, bukan yang wajib. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  6/472)
[6] Imam Amir Ash Shan’ani, Subulus Salam, Juz. 6, Hal. 308-309. 
[7] Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 6/388
[8] HR. Ahmad,   No. 2917. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, Juz. 9, Hal. 264. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No.  11802, 11803, 12044
[9]  Lihat Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 5775
[10] Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 2917, Cet. 1, 1421H-2001M. dengan tahqiq: Syu’aib Al Arna’uth, Adil Mursyid, dan lainnya, Muasasah Ar Risalah
[11]  Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah,  2/ 259-260
[12] Dalam hadits ini terdapat rawi bernama Abu Janab Al Kalbi , Imam Al Baihaqi mengatakan:
أَبُو جَنَابٍ الْكَلْبِىُّ اسْمُهُ يَحْيَى بْنُ أَبِى حَيَّةَ ضَعِيفٌ ، وَكَانَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ يُصَدِّقُهُ وَيَرْمِيهِ بِالتَّدْلِيسِ.
Abu Janab Al Kalbi namanya adalah Yahya bin Abi Hayyah, seorang yang dhaif. Adalah Yazid bin Harun yang menilainya jujur, namun menuduhnya sebagai pelaku tadlis (menggelapkan sanad atau matan). (Sunanul Kubra No. 4248)
Sementara Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:
ومداره على أبي جناب  الكلبي عن عكرمة وأبو جناب ضعيف ومدلس أيضا وقد عنعنه وأطلق الأئمة على هذا الحديث الضعف كأحمد والبيهقي وابن الصلاح وابن الجوزي والنووي وغيرهم
Masalahnya seputar pada Abu Janab Al Kalbi dari ‘Ikrimah. Abu Janab adalah dhaif danmudallis juga, dan dia telah meriwayatkan secara ‘an’anah. Para imam telah memutlakan bahwa hadits ini dhaif, seperti Imam Ahmad, Imam Al Baihaqi, Imam Ibnush Shalah, Imam Ibnul Jauzi, Imam An Nawawi, dan lainnya. (Imam Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/45, No. 530. Darul Kutub Al ‘Ilmiah)
  Imam Adz Dzahabi Rahimahullah dengan tegas mendhaifkan hadits ini:
ما تكلمَ الحأكم عليه، وهو غريب منكر، ويحيى ضغفه النسائي والدارقطني.
Al Hakim tidak mengomentari hadits ini, dan hadits ini gharib munkar, dan Yahya didhaifkan oleh An Nasa’i dan Ad Daruquthni. (Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad AhmadNo. 2050)
🔹Bersambung 🔹
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

logo manis4

Pakaian Ihram Beraroma Wangi Deterjen

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustadz/ah..mau tanya terkait ketika kita pakai baju ihram. diantaranya tdk boleh pakai wangi2an, bagaimana jika wanginya itu karna bau detergen, molto dan kisprai.karna baju abis dicuci dng bahan tersebut ?  #A12

🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻

Jawaban

Oleh: Ustadzah Nurdiana

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،

Berdasarkan hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a., “Dan, janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan ra’faran (kumkuka) atau dengan waras (sebangsa celupan berwarna merah).”
(Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:401 no: 1542, Muslim II:834 no: 117, ‘Aunul Ma’bud V:269 no:1806, dan Nasa’i V:129).

Dan, sabda Rasulullah saw. tentang seorang yang berihram yang terlempar dari atas untanya hingga wafat,
”Janganlah kalian memulurinya (dengan balsam) agar tetap awet dan jangan (pula) menutup kepalanya; karena sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat (kelak) dalam keadaan membaca talbiyah.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III:135 no:265, Muslim II:865 no:1206, ’Aunul Ma’bud IX:63 no:3222-3223, dan Nasa’i V:196).

Kalau merujuk ke hadits yang di Atas, sebaiknya tidak memakai kispray atau molto secara berlebihan kalau ala kadarnya supaya aroma pakaian tidak bau masih di bolehkan, asal jangan harumnya menebar, tercium.

Wa Allahu A’lam

🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Persaudaraan Ini…

📆 Ahad, 11 Dzulqo’dah 1437H / 14 Agustus 2016
📚 *MOTIVASI*

📝 Pemateri: *Ustadz Abdullah Haidir Lc.*
📋 *Persaudaraan Ini…*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
🌹Persaudaraan hakiki, bukan semata karena kita terlahir dari rahim yang sama
🌿Tapi lebih karena kita *bersaudara berlandaskan iman dan takwa …*
🌹Karena Bersaudara berdasarkan kerabat bukan pilihan, tapi takdir dan ketentuan…
🌿Tapi *bersaudara karena Allah* adalah pilihan, sekaligus kewajiban dan tuntutan…
🌹Persaudaraan karena kerabat semata, hanya berlaku di dunia fana..
🌿Persaudaraan karena iman dan takwa, kan berlanjut hingga alam baka…
🌹 _Berbaik-baiklah terhadap saudara, itu lambang baiknya keimanan…_
🌿Rawatlah keimanan, itu prinsip dasar merawat persaudaraan…
🌹Yang paling indah adalah; di dunia, persaudaraan tetap utuh mesra…
Sedang di akhirat, berkumpul di surgaNya dalam canda tawa…
🌿 *Allahumma allif baina quluubina wahdinaa subulassalaam…*
_Ya Allah satukan hati kami dan berilah kami petunjuk di jalan-jalan keselamatan_
Aamiin Ya Robbal ‘Aalamiin..
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …