logo manis4

Keluarga Sukses Dunia Akhirat

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Bismillahirrahmanirrahim..

Kesuksesan dalam keluarga muslim seharusnya bukan hanya di dunia namun yang lebih utama adalah sukses di akhirat, dimana semua anggota keluarga dapat berkumpul di surga Allah Ta’ala.

Untuk memotret tentang KESUKSESAN KELURGA mari kita tadabburi QS. Ali Imran Ayat 33.

KESUKSESAN KELUARGA

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ
إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali Imran :33)

Ada 3 tipe sukses dalam keluarga :

1. Sukses Dunia (Keluarga Fir’aun dan Qorun)

Keluarga ini meraih kesuksesan materi di dunia dengan kemewahan dan harta yang sangat melimpah, namun di akhirat mereka tercerai berai (karena kebersamaan hanya ada di surga, di neraka tidak ada kebersamaan)

Inilah sejatinya yang disebut dengan “broken home” yang sesungguhnya. Bukan tercerai berainya keluarga di dunia, namun keluarga yang tidak mampu berkumpul di surga itulah sejatinya keluarga “Broken home”.

2. Sukses Akhirat (Nabi Nuh dan Nabi Adam).

Mengapa di surat Ali Imran :33, tidak ada kata َآلَ (keluarga) untuk Nabi Nuh dan Nabi Adam? karena ada anggota keluarganya yang berkhianat dalam masalah aqidah dan risalah yang dibawa oleh suaminya.

Nabi Adam dan Nabi Nuh menjadi Role Model orang yang sukses dengan visi misinya. Mereka orangtua yang bersungguh-sungguh dan bersabar terus menerus melakukan dakwah pada kelurganya, namun Hidayah tetaplah milik Allah Ta’ala sehingga masih ada anggota keluarganya yang bermaksiat.

3. Sukses Dunia dan Akhirat (Nabi Ibrahim dan Imran)

Syarat keluarga sukses ada 3, yaitu :
1. Pasangannya baik
2. Punya anak yang baik
3. Cucu dan anak keturunan yang baik

Kriteria “Keluarga Terbaik”
√ Pasangan yang salihah:
Keluarga Ibrahim : Sarah, Hajar
Keluarga Imran : Hannah

√ Anak yang Shalih/ah :
Keluarga Ibrahim : Ismail dan Ishaq
Keluarga Imran : Maryam

√ Cucu /Cicit yang shalih:
Keluarga Ibrahim : Ya’qub>> Yusuf
Keluarga Imran : Isa bin Maryam

BELAJAR DARI KELUARGA IBRAHIM

1. ORANGTUA SEBAGAI TELADAN

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim :6)

Perhatikan perintah Allah dalam ayat tersebut, Allah meminta kita menyelamatkan diri sendiri dulu baru keluarga kita.

Demikian juga jika kita tengok doa-doa Nabi Ibrahim, selalu diawali dengan berdoa untuk dirinya terlebih dahulu baru untuk keluarganya.
Diantaranya di ayat berikut :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (Qs. Ibrahim : 35)

Ibaratkan jika kita berada dalam sebuah kecelakaan pesawat dan dalam kondisi darurat. Maka sebelum memberikan pertolongan ke orang lain kita harus memberi pertolongan pada diri kita dulu, sebelum memasangkan masker oksigen ke orang lain maka kita pasangkan pada kita dulu. Karena bagaimana kita bisa menolong orang lain jika diri kita sendiri dalam keadaan kritis.

Karena itulah fokus pertama dalam pembelajaran parenting adalah orangtua. Yang harus pertama kali belajar adalah orangtua. Itulah mengapa dinamakan “parenting” bukan “childrening”.

Jangan sampai kita mengharapkan anak shalih tapi malah lupa menshalihkan diri sendiri. Orangtua harus senantiasa belajar dan tidak boleh berhenti belajar dan memperbaiki diri. Karena anak yang malas belajar berawal dari orangtua yang malas belajar.

Maka, orangtua harus memiliki daya pengaruh pada anak sehingga dapat menjadi teladan untuk anak.

Mengapa harus menjadi teladan?
√ Keteladanan adalah NASEHAT yang menyentil
√ aturan untuk KITA bukan untuk ANDA
√ Anak lebih meniru apa yang DILIHAT dibandingkan apa yang didengar.

Teruslah memperbaiki diri, karena keluarga sukses adalah keluarga yang mampu HIJRAH bersama.

2. HARMONISASI PASUTRI

Salah satu kunci keberhasilan Nabi Ibrahim adalah memiliki istri-istri yang shalihah.
Karena pasangan yang shalih/ah adalah modal awal dari keberhasilan proses pengasuhan, karena itu awal dari gagalnya pengasuhan adalah salahnya memilih pasangan.

Hak anak adalah mendapatkan orangtua yang baik. Maka menikah bukan hanya perkara mencari istri dan suami tapi mencari ibu/ayah untuk anak-anak kita kelak.

Mengapa harus harmonisasi?
Ayah dan ibu adalah ibarat kemudi mobil, jika tidak harmonis maka rentan mogok atau celaka. Sebagian besar masalah anak bermula dari hubungan pasutri yang tidak harmonis.
Maka jika sudah terlanjur, segera perbaiki hubungan dengan pasangan sebelum fokus ke anak (perbaiki hubungan pasutri).

Sampah negatif istri yang didapat dari suami berdampak pada pengasuhan anak. Ibu yang suka marah pada anak merupakan salah satu tanda tidak bahagianya ia dengan suaminya.
Karena tugas suami adalah memberi kenyamanan pada istri.
Maka sebelum menjadi ayah dan ibu yang baik, jadilah suami dan istri yang baik terlebih dahulu.

Dasar dari HARMONISASI adalah AGAMA dan SALING RIDHO.

Contoh kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang ditinggal di Makkah bersama Ismail.

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qs. Ibrahim :37)

Singkat kisah…

Ketika sampai di Makkah Ibrahim memberi isyarat kepada Hajar agar menuju suatu tempat.
Dengan berbekal tempat makanan berisi kurma dan tempat minum berisi air, Ibrahim membelakangi Hajar dan kemudian melangkah meninggalkan keduanya. Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah, wahai Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun?”

Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali. Saat dilihatnya Ibrahim hanya diam, segera ia tersadar. “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?” tanyanya dengan kecerdasan luar biasa. “Benar”. Jawab Ibrahim. “Jika demikian maka Allah tidak akan menelantarkan kami,” Jawab Hajar dengan penuh ketakwaan. Kemudian Ia kembali ke tempat semula, sedangkan Ibrahim melanjutkan perjalanannya.

Nabi Ibrahim pergi bukan atas kemauannya sendiri, Ia pergi karena perintah dari Allah. Dengan berat hati Ia pergi melanjutkan perjalanannya sampai ke tsaniah, tempat dimana Hajar dan Ismail tidak bisa melihatnya. Ibrahim adalah Ayah yang begitu penyayang, Ayah yang begitu penyayang itu sangat sedih, namun ia yakin Allah menginginkan yang terbaik untuk hambaNya. Tanpa sepengetahuan Hajar, Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya dan berdoa,” Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Pelajaran dari kisah tersebut :

√ Istri harus menjaga wibawa suami, menghargai suami.
Dampak istri yang tidak menghargai suami adalah anak menjadi t

idak menghargai Ayahnya. Begitu pula sebaliknya jika suami tidak menghargai istri, maka anak menjadi tidak menghargai ibunya.

√ Sebelum menjadi ayah dan ibu yang baik jadilah suami istri yang baik dahulu. Penuhi hak pasangan terlebih dahulu sebelum memenuhi hak anak.

Jika ada perceraian maka, tetap jagalah adab. Di antara adab untuk pasangan yang telah bercerai yang sering terabaikan adalah menjaga nama baik masing-masing, bukan mengumbar aib mantan istri atau suami seperti yang lumrah terjadi hari ini di media sosial.
Jangan lupakan kebaikan masing-masing, terutama wanita yang mudah kufur terhadap kebaikan suami.

Ingat : Ada mantan suami atau istri, tapi tidak ada mantan ibu dan mantan ayah.

√ Harmonisasi adalah faktor yang sangat penting dalam mendidik anak, maka fokuslah pada kebaikan pasangan masing-masing.
Karena harmonisasi pasutri adalah magnet bagi anak.

Tips : Catat kebaikan-kebaikan (moment terbaik) bersama suami/istri untuk menjaga khusnudzon kita pada pasangan. Karena kebaikan mengapuskan keburukan.

3. MEMILIKI VISI BERKELUARGA

Dasarnya adalah surat At-Thur:21 dan At-Tahrim:6

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (At-Thur : 21)
[inilah Visi pertama keluarga muslim : Masuk surga sekeluarga]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim :6)
[Visi kedua : Terbebas dari api Neraka]

Visi Ibrahim (Qs. 35-37) :
√ Penyelamatan Aqidah
√ Pembiasaan Ibadah
√ Pembentukan Akhlakul Karimah
√ Pengajaran Lifeskilk (enterpreneur)

Orientasi hidup keluarga muslim adalah pada AKHIRAT, dan fokus utamanya adalah IMAN.
Orangtua yang orientasinya hanya dunia akan berakibat pula pada anak yang tidak memiki orientasi akhirat.

Bagaimana mengetahui visi misi kita sudah benar atau belum?
Pakai prinsip Ibnu Jarir Ath-Thobari, bahwa bagaimana obrolan rakyat sehari-harinya itulah cerminan bagaimana pemimpinnya.

Obrolan rakyat di masa khalifah Sulaiman adalah tentang keluarga dan anak.

Obrolan rakyat di masa khalifah Walid adalah tentang pembangunan.

Obrolan rakyat di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah tentang ibadah, sholat, dll.

Jika diibaratkan Rakyat = Anak, dan Raja = Orangtua.

Maka, dengarkanlah dialog anak-anakmu apakah tentang dunia atau gentang akhirat. Maka itulah sejatinya kemana arah visi misi keluarganya saat itu.

Tanya Jawab

1. Mengapa pembahasan parentingnya dari sisi keluarga Ibrahim bukan dari Rasulullah?

Jawab :

Pembahasan tentang keluarga Rasulullah tak dapat lepas dari pembahasan Nabi Ibrahim, karena Rasulullah adalah buah dari doa Nabi Ibrahim.

Dalam riwayat Ibn Ishaq sebagaimana direkam, Ibn Hisyam di Kitab Sirah-nya; kala itu Sang Nabi ShallaLlahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab dengan beberapa kalimat. Pembukanya adalah senyum, yang disusul senarai kerendahan hati, “Aku hanyasanya doa yang dimunajatkan Ibrahim, ‘Alaihissalam..”

“Duhai Rabb kami, dan bangkitkan di antara mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri; yang akan membacakan atas mereka ayat-ayatMu, mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaqksana.” (QS Al Baqarah : 129)

2. Bagaimana menyeimbangkan peran laki-laki sebagai Qowwamah (suami) dengan peran sebagai anak, saudara dan yang lainnya.

Jawab :

Qowwamah bagi laki-laki adalah fitrah.
Fitrah Qowwamah laki-laki adalah bersikap adil dan seimbang, kecuali jika fitrah tersebut rusak.

Sifat Keshalihan laki-laki :
1. Mengasah fitrah Qowwamah
2. Berbuat baik dan berhubungan baik dengan oranglain karena Allah. Karena orang shalih akan dipaksa oleh imannya untuk selalu ihsan.
3. Mendamaikan bukan memihak, jikapun memihak ia memihak kebenaran bukan berdasar kesenangan.
4. Berbuat baik dari yang terdekat (ini ajaran islam). Keshalihan yang hakiki dimulai dari orang yang terdekat. Karena kebaikan itu harusnya bertambah bukan berpindah.

3. Bagaimana cara menghadapi suami yang galak, gampang marah sampai anak-anak saja tidak nyaman dengan kehadiran ayahnya dan berharap si ayah tidak di rumah (dinas luar)? Istri sudah coba memberi nasihat dengan baik pada suami sambil memijatnya, namun tetap tidak ada perubahan.

Jawab :

1. Jaga harga diri suami di depan anak (menjaga kewibaan suami).
Istri harus melindungi keqowwamahan suami dan menjaga keshalihan anak meskipun tidak ada orangtuanya.

Maka jika anak mencaci ayahnya saat ayahnya tidak ada di depannya, maka harus dicegah atau dihentikan jika tidak maka kita membiarkan anak kita berbuat dosa dan merusak wibawa suami.
(potong kemaksiatan dengan cara yang baik)

2. Menceritakan kebaikan-kebaikan suami kepada anak.

3. Mencegah lisan kita untuk curhat pada anak, bila perlu curhatlah dan menangislah hanya kepada Allah. Kita boleh curhat kepada orang tersekat kita dengan tujuan bukan untuk mengumbar aib suami tapi hanya untuk meminta solusi.

4. Sekesal-kesalnya kita jangan hilangkan kelembutan kita pada objek dakwah kita (suami).
Karena semakin shalihah istri, harusnya suami semakin merasakan kemanfaatkan ilmu dan keshalihan kita. Jadilah kita (istri) ayat qauniyah yang menjadi kunci dakwah bagi keluarga kita.

5. Suami kita adalah hasil produk pengasuhan dari keluarganya yang mungkin belun sempurna. Maka tugas kita adalah menyempurnakan kekurangan atau kegagalan yang ada.

Wallahu a’lam..

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dipersembahkan oleh: manis.id

📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis

💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637

Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis

logo manis4

Sibuk

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Jadi ayah tuh gak harus ribet-ribet banget. Mentang-mentang dituntut untuk jadi ayah hebat, lantas merasa bersalah dengan aktivitas segudang di luar. Kemudian, memutuskan resign dari kantor agar lebih lama di rumah. Terus mencoba-coba untung bisnis online. Pasang instagram, kalau perlu beli follower. Habis itu DM ke mereka “Cek IG aku ya sis”.

Atau buat komen spam di akun-akun selebgram. Kadang gak lihat situasi. Saat pemilik akun sedang menyampaikan berita duka kematian tiba-tiba ayah yang masih newbie di dunia bisnis online ini langsung komen, “Hari gini masih gemuk? Itu badan apa gentong? Hubungi kami segera tuk cari solusi.” Wah, ini mah ngajak ribut dan mengundang komen sadiz netijen +62. Plis ayah, jangan gitu-gitu amat.

Dengan kata lain, ayah sebenarnya gak mesti dipaksa meninggalkan aktivitas di luar demi menjadi ayah hebat. Ayah biarlah dengan aktivitas seperti biasanya. Biarkan ayah menjadi makhluk luar rumah. Kalau perlu buatlah maha karya luar biasa selagi di luar. Anak mendapatkan inspirasi pengasuhan lewat kesibukan ayah. Khususnya bagi anak lelaki. Bahwa lelaki emang dituntut produktif menghasilkan karya yang positif.

Bukan cuma mampu membuat istri positif hamil. Namun juga membuat karya positif yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebuah amal yang berdampak luas. Malu ama diri. Masa’ badan doang yang luas? Sementara amal sholeh kok sempit. Cuma ngerjain yang menguntungkan diri sendiri. Gak peduli dengan orang lain dan masyarakat.

Nah, ayah hebat menjadikan amal sholeh di masyarakat sebagai wasilah pengasuhan. Anak melihat visi hidup lewat kesibukan ayah. Inilah yang memberi inspirasi anak untuk tidak malas. Seperti kisah masyhur tabi’in, Rabi’ah Ar Ra’yi. Yang menjadi guru bagi umat di zamannya karena terinspirasi dari figur ayah yang sibuk sebagai mujahid di luar. “Ayah berjuang dengan pedang, maka biarlah aku berjuang dengan pena.” Demikian kira-kira tekad anak yang mengagumi kesibukan ayahnya.

Agar ayah sibuk tetap dikagumi, maka jadilah ayah yang menyenangkan saat tiba di rumah. Belajarlah jadi kawan baik buat anak. Jangan jadi bos yang suka memerintah. Nanti anak bersenandung meniru lagu kekeyi,…
“Aku bukan bonekamu…
Bisa kau suruh-suruh…
Dengan seenak maumu”

Wallahu a’lam bish showab

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Penolong

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Punya pasangan yang tak sesuai harapan tentu amat menyesakkan. Segala impian di awal nikah pupus sudah. Berharap punya pasangan segagah Jipyeong eh ternyata malah segemulai sinden Jaipong.

Inginnya sih dia bisa jadi suami sebaik dan setangguh Aldebaran. Tapi kenyataannya malah kayak nastar kue lebaran. Rapuh dan lumer meski cuma dicolek doang. Pengennya laki abis. Yang ada malah abis lakinya. Ampuun

Dalam kondisi begini, lagu Rossa “Kumenangis” udah gak mempan. Yang terbayang malah lagu Betharia Sonata, “Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku”. Tapi urung setelah sadar bahwa ayah dan ibu telah tiada. Bisa-bisa kita malah disuruh pulang ke alam baka. Naudzubillah

Situasi begini tentu amat menyiksa. Kayak orang kena wasir dan bisul sekaligus. Mau menjerit gak enak ama tetangga. Alhasil pasrah. Pengen cerai pun bingung. Biaya ke pengadilan lebih mahal daripada 10 kardus Mie Samyang. Meski menderita masih punya prinsip, “aku boleh kehabisan kasih sayang tapi jangan sampai kehabisan Mie Samyang” #yiihaaa. Endorse mana endorse? wkwkwk

Wajar situasi ini gak berubah. Karena kita pun gak pernah berubah dalam menyikapi pasangan. Dari awal nikah, setiap dizhalimi selalu berpikir sebagai korban. Emang sih kita korban. Tapi yang namanya korban selalu pasif.

Korban enggan melakukan perubahan. Yang dia andalin cuma keajaiban. Berharap suatu saat suami yang zhalim ini insaf setelah nonton sinetron azab di Indosiar atau mendadak sholeh pas kena kepret sorbannya Ustadz Abdusshomad.

Daripada terus-terusan jadi korban, sesekali upgrade lah diri jadi penolong. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yg dizholimi”.

Ternyata pelaku kezhaliman juga harus ditolong. Caranya bagaimana? Bantu ia hentikan kezhalimannya. Bisa jadi suami yang zhalim lagi kasar bermula dari pola asuh yang buruk. Dari kecil tak pernah dapatkan cinta. Maka saat nikah pun tak bisa bersikap mesra.

Niatnya mau kirim puisi buat istri, malah yang dikirim karya Chairil Anwar “Aku ini binatang jalang”. Dijawab istri “Emang”. Niat romantis malah tragis.

Dari sekarang tugas kita bertambah. Penolong bagi pasangan. Kalau dia ngeselin? Anggaplah kita sedang mengasuh anak-anak. Anak mertua maksudnya

Sebab bisa jadi kita adalah jawaban dari doanya saat ia masih jomblo “Ya Allah, kirimkanlah jodoh seseorang yang akan jadi malaikat pendampingku”. Maka kita bisa memilih. Menjadi pasangan bak malaikat penolong atau malaikat pencabut nyawa. Sama-sama malaikat sih 😀.

Semoga Allah angkat derajat kita yang terus berusaha menjadi penolong bagi pasangannya

Wallahu a’lam bish showab

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

BAHASA CINTA LELAKI

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Cara lelaki mencintai wanita berbeda-beda. Ada yang pendiam jarang bicara tapi rutin menulis kalimat “I Love U” yang disusun dari uang pecahan seratus ribuan di kamar dibingkai barisan logam mulia.

Ada pula yang berusaha kirim puisi meski tak paham maknanya. Begitu tahu puisi itu karya Chairil Anwar, langsung kirim aja. Si wanita yang menerimanya kaget begitu pembuka puisi dimulai dengan kata “Karawang-Bekasi”. Hmmm ini pujangga atau supir antarkota? Niat romantis malah bikin meringis.

Bahkan ada pula yang mencintai dengan cara yang tak biasa. Duduk bersebelahan satu selimut. Kemudian si lelaki memberi isyarat ingin bersin. Tentu saja si wanita menghindar dengan menutup keseluruhan badan dalam selimut. Si lelaki langsung buang gas beracun di balik selimut dengan bunyi menggelegar, “Broootthh”. Sontak si wanita mual cium aromanya. Sambil mukul dan berteriak histeris. Sang lelaki pun tertawa di atas derita wanita. Ini pun juga bentuk cinta.

Begitulah cara lelaki mencintai. Tak serupa. Sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda cara tapi satu jua. Ekspresikan cinta dengan cara yang tak biasa.

Tapi mereka punya satu sikap yang sama. Dan ini puncak dari cinta. Saat jalan berdua, ia akan berusaha lindungi sang wanita. Bagaimanapun caranya. Tak akan ia biarkan ada pihak manapun yang mengganggu si wanita. Jika ada yang macam-macam, si lelaki siap korbankan jiwa.

Setelahnya, saat kembali ke rumah. Ia kembali ke kebiasaan awal. Mencintai dengan cara yang tak biasa. Sampai si wanita serius bertanya, “betulkah kamu sayang sama aku?”. Si lelaki kemudian memandang tajam ke wanita kemudian dengan lembut mengambil jemari si wanita dan menggenggamnya. Lalu salah satu jari diarahkan ke lubang hidung si lelaki untuk ngupil. Duaaarr! Teriakan si wanita kembali membahana.

Dan lelaki pun merasa bahagia. Ah dasar lelaki!

Wallahu a’lam bish showab

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

PELUKAN

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Pelukan itu menenangkan. Memberikan energi bagi jiwa yang kalut. Memotivasi diri di saat semangat mulai surut. Khusus bagi anak-anak terlebih anak lelaki, pelukan bisa menjadi sumber kekuatan yang akan menghantarkannya menjadi pemenang dalam pertarungan zaman.

Bagi anak wanita, pelukan ayah bisa menjadi pagar yang membuatnya tak mudah digoda sembarang lelaki yang hendak merayunya.

Jika anak tak dapat pelukan, maka jiwanya berontak dan bertindak liar. Laparnya ia akan pelukan diwujudkan dalam perilaku yang menyebalkan, melanggar aturan, bahkan kriminal.

Mumpung anak masih kecil, banyak banyak memeluknya. Sebab kalau udah besar ia enggan. Bukan karena tak butuh, tapi sungkan. Apalagi kalau di keramaian.

Lagipula kalau sudah besar, kebanyakan dipeluk juga gak baik. Sebab, saat dewasa pelukan ibarat gula. Kalau kebanyakan bisa akibatkan stroke jiwa. Anak bukannya jadi aktivis malah jadi teletubbies. Setiap ada tugas atau pekerjaan bukannya teriak, “Kerja! Kerja! Kerja!” eh malah ucap, “Berpelukaaaan!”. Iya kalau ada yang mau dipeluk. Kalau kagak ada, ya terpaksa meluk tiang. Untung gak kesetrum.

Dan bukan hanya anak sendiri yang butuh pelukan. Anak mertua pun butuh 😁

Sudah peluk mereka hari ini?

Wallahu a’lam bish showab

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Bersikap Lemah Lembut

LELAKI KOK NANGIS?

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Izinkan anak lelaki kita untuk menangis. Meskipun saat ini tangisannya masih karena mobil tamiya yang hilang atau perlombaan yang gagal menang.

Biarkan saja ia ungkapkan perasaan sedihnya. Jangan buru-buru kita simpulkan ia sebagai lelaki cengeng. Sebab tangisan dan cengeng itu beda. Tangisan adalah bagian dari jiwa yang lembut, mudah tersentuh. Kelak kalau jadi suami begitu istri nangis di mall, ia gak tega. Buru-buru borong semua isi mall demi meredakan tangisannya.

Sementara cengeng merupakan sifat pengecut, lari dari masalah. Takut hadapi kenyataan. Dan ini gak musti ditunjukkan dengan menangis. Saat debt collector menagih utang, misalnya. Dia malah kabur dari rumah dan suruh istri yang hadapi. Ini termasuk sifat cengeng.

Contoh lainnya. Baru aja ia terima gaji eh istri belanja online hingga saldo yang tersisa udah kayak nomor hotline McD : 14045. Karena kesal ia ceraikan istri. Ini juga termasuk cengeng.

Maka, sekali lagi bedakan antara nangis dan cengeng. Lelaki yang diizinkan menangis di saat sedih akan memahami lebih dalam perasaan wanita. Tidak tega menyakitinya. Kalau ia terlanjur membentak, buru-buru minta maaf. Tak ingin membuat istrinya terluka.

Sebaliknya lelaki yang dilarang menangis sedari kecil, ia akan jadi pribadi yang cuek. Gak peka. Istri udah kasih isyarat dengan membunyikan berbagai alat di dapur mulai dari piring, sendok, wajan dan panci diadu keras-keras sebagai protes karena jiwanya yang lelah. Ia tetap cool. Bahkan komen singkat : “kamu dulu anggota grup orchestra ya?”. Gubrak.

Maka bersyukurlah jika anak lelaki kita masih mau menangis di saat sedih. Seiring bertambahnya usia, tangisannya akan berubah pola. Ia tak sembarangan menangis.

Tangisannya mulai terarah kepada hal-hal yang besar. Biasanya terkait harga dirinya juga agamanya. Dia akan menangis di saat ia sakit dan tak berdaya istrinya malah bantu bekerja demi menghidupi keluarga. Ia juga menangis saat anaknya butuh susu tapi ia tak mampu membelinya. Atau ia akan menangis melihat agamanya dilecehkan tapi ia tak kuasa membela.

Jangan sampai ia baru menangis pas Kurama mati demi memberi kekuatan Naruto saat melawan Isshiki. Ini disebut tangisan nun mati ketemu lam. Tak ada gunnahnya 😊😁

Wallahu a’lam bish showab

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Usia Penghuni Surga

Mendidik Remaja

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Apa yang ada dalam benak kita mengenai remaja? Sebagian besar beranggapan inilah masa peralihan anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perilaku menyebalkan, berbuat onar bahkan melanggar aturan.

Tentu jika cara pandang ini dibenarkan bisa bahaya. Setiap kenakalan bahkan kejahatan remaja akan dimaklumi sebagai bagian tumbuh kembangnya. Padahal secara usia mereka telah memasuki usia taklif. Sudah punya kewajiban yang akan dihisab.

Seandainya mereka mati di usia itu, hisab di alam kubur tetap berlaku. Saat Munkar Nakir bertanya, “Man Robbuka?” Kemudian dijawab, “hmmm mau tau aja atau mau tau bingits?” Niscaya bakal dikemplang.

Atau ketika ditanya, “Maa diinuka?”. Trus dijawab, “Ih kepo banget sih. Plis cek bio aja ya. Jangan lupa follow”. Bakal digaplok tuh bocah ampe muter muter di wajah. Bilas. Multivitamin. #ups kok jadi jingle iklan.

Gak mungkin malaikat akan memaklumi seraya mengatakan, “Namanya juga remaja. Agak ngeselin emang”.

Cara pandang dimana remaja diasosiasikan sebagai pribadi bermasalah muncul pertama kali dari risetnya Stanley Hall atas ribuan anak muda di Barat dimana rata-rata mereka memiliki perilaku yang sama : ngeselin dan suka ngelawan. Justru ini bukti bahwa metode Barat dalam pengasuhan telah gagal.

Uniknya sebagian ahli di Arab pun mengaminkan pernyataannya. Bahkan muncul istilah baru dalam bahasa Arab yg menyebut remaja dengan kata المراهق . Mengambil kata رهق dalam surat Al Jin ayat 5 yg artinya pelaku dosa. Jadi, remaja sudah dilabel sebagai pelaku dosa.

Seolah-olah hal itu adalah kelaziman seluruh remaja di dunia. Sekiranya riset itu dilakukan ke remaja Palestina atau mundur ke belakang ke generasi sahabat, tentu lain hasilnya.

Padahal remaja menurut KBBI definisinya sangat elok : mulai dewasa, siap untuk kahwin. Artinya status remaja diakui sebagai orang dewasa dengan segala kesiapannya untuk menikah.

Disinilah harusnya peran mentor atau coach lebih dibutuhkan. Bukan ceramah tapi bimbingan. Bukan mengkritik tapi memberi solusi.

Ortu pun mulai banyakin mendengar. Jangan banyak bicara apalagi ngegass. Ketahuilah, kenapa mereka disebut remaja. Karena inilah masa ortu dilarang ngegass, rem aja. Jadilah remaja. Gitu loch.

Wallahu a’lam bish showab

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Pasangan yang Menentramkan

T.E.M.A.N

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Pernah ngebayangin gak tinggal di tempat seperti surga tapi sendirian?

Mau makan apa aja bebas. Main apa aja jadi. Kesana kemari nampak pemandangan sangat indah. Tapi ternyata eh ternyata cuma sendirian. Gak ada teman. Hampa rasanya. Serasa makan indomie tanpa mecin. Nyesek.

Demikianlah Allah jadikan penyempurna nikmatnya surga bagi Nabi Adam AS dengan adanya teman pendamping baginya. Hadirnya Bunda Hawa adalah pelengkap sekaligus puncak nikmat. Segala kesenangan di surga makin terasa nikmat saat ada teman. Gak lagi sendiri. Intinya : gak ada elo gak rame.

Itulah mengapa jomblo yang berkelimpahan harta, sudah travelling kemana-mana. Mulai dari England sampai wkwkwkland, keliling Chicago hingga Ciputat, atau Wakatobi transit di Wakanda tetaplah gelisah. Buat apa disuruh hati-hati di jalan. Kalau pada saat di jalan tak ada yang mengisi hati. Ngelihat truk gandeng aja bikin keki. Malu setiap ke bank. ATM aja udah bersama sementara diri masih Mandiri.

Inilah hakikat hidup. Butuh teman. Maka pernikahan bukanlah sekadar pemuasan birahi. Tapi pengusir sepi. Saat hati gak tenang ada yg memeluk sambil memanggil ayang. Saat semangat hidup kolaps ada yg bisik mesra : Hai Bebs.

Bersyukurlah jika pasangan hidup kita telah menjadi teman. Dan inilah gambaran hubungan pasutri di dalam Alquran. Ketika pasutri sudah menjadi teman. Maka tak ada sungkan. Semua kebaikannya adalah anugerah, dan kekurangannya gak jadi masalah. Namanya juga teman.

Jika istri kita melenceng ingatkan hakikat pertemanan ini. Bahwa kita adalah teman sehidup sesurga. Jangan ancam dia dengan kata-kata : kamu pilih rajin ngaji atau dipoligami?

Duh, ama temen kok ngancem? Ntar dia balas : aku siap dimadu asal kamu siap diracun. Kan, ini mah lebih serem dari ghosting. Levelnya udah kuntilanaking (apa sih?). Bikin bulu kuduk berdiri padahal banyak kursi.

Kalau betul-betul teman, harusnya ingatkan tentang misi. Bahwa pasutri adalah teman perjalanan menuju surga. Jika istri tersesat jalan, cukup katakan : “Aku gak mau kehilangan kamu di surga. Gak kebayang rasanya di surga ketemu banyak bidadari tapi gak ada kamu” #eaaa

Inilah TTM syariah. Teman Tapi Mesra bersyariah 🙏

Wallahu a’lam bish showab

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Dialog Ayah Anak

Mengasuh Anak Ketika Orang Tua Sibuk Bekerja

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Menurut pandangan Islam dalam kehidupan sehari-hari, orang tua tidak bisa menghindar dari tanggung jawab dan amanahnya sebagai seorang ayah-ibu terhadap anak-anaknya yang kondisinya di era saat ini orang tua selalu sibuk bekerja. Sementara tanggung jawab untuk mendidik anak akan dihisab kelak di Hari Kiamat di hadapan Allah SWT.

Bukan berarti pekerjaan bisa dipakai sebagai alasan untuk membiarkan atau menelantarkan anak-anak kita. Karena menelantarkan anak-anak adalah termasuk perbuatan dzolim dari orang tuanya yang menyebabkan Allah murka kepada orang tuanya.

Dalam Hadits Shahih Rasulullah saw bersabda: “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang yang dibawah tanggungannya”.

Artinya, disebut berdosa kalau menelantarkan (tidak peduli) kepada anak-anaknya dan orang -orang yang ada di bawah tanggungannya. Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam kitabnya Tifatul Maulud Bi Ahkamil Maulud menyebutkan bahwa salah satu orang yang dzolim, orang tua yang menyengsarakan anaknya di Akhirat, beliau menyatakan: “Betapa banyaknya orang tua yang menyengsarakan anaknya di dunia dan Akhirat”.

Padhal tidak ada satu orang tua pun yang berniat ingin menyengsarakan anaknya. Ada tiga macam orang yang menyengsarakan anaknya di dunia dan Akhirat:
1. Tidak peduli terhadap urusan anaknya. Anaknya bisa makan atau tidak, anaknya sekolah atau tidak, dibiarkan, tidak diperhatikan.
2. Dia (orang tua itu) tidak mendidiknya
3. Dia (orang tua) memfasilitasi syahwat anaknya.

Memfasilitasi syahwat anak, misalnya dengan membelikan anaknya PS (Play Station), padahal ia tidak tahu bahwa dalam Game PS itu banyak yang merusak dan meracuni jiwa anak. Atau orangtua tidak mau diganggu di akhir-pekan, lalu anak dipinjami HP padahal dalam HP itu ada program-program yang tidak boleh dilihat oleh anak-anak. Apalagi anak-anak difasilitasi kamar ber-AC, gadget di tangannya, maka ketika anak mengunduh film porno dalam kamarnya, orang tua tidak akan tahu.

Karena itulah maka jangan sampai kita disebut sebagai orang tua yang dzolim. Di tengah kesibukan kita, maka Allah SWT kelak di Akhirat akan menanyakan dan diminta pertanggungjawaban kita terutama dalam mendidik (mengasuh) anak.

Dalam Hadits shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Khususnya seorang ayah ia bertanggungjawab atas keluarganya. Dan ia akan ditanya di Akhirat tentang pertanggungjawaban-nya”.

Maka anda sebagai kepala keluarga, yang sibuk bekerja, jangan sampai tidak bisa mempertanggungjawabkan ketika ditanya di Akhirat kelak. Menurut ulama Syaikh Abdullah Nasihu dalam Kitab Tarbitul ‘Alam Islam mengatakan: “Nanti akan banyak para ayah yang mula-mula melangkahkan kakinya menuju Surga dengan percaya-diri (PD), karena membawa pahala sedekah, pahala Sholat Malam, pahala membaca AlQur’an, tetapi sampai di pintu Surga ada seseorang yang mencegatnya (menundanya) dengan mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala: “Ya Allah, tahanlah orang ini, aku menuntut hakku”.

Ternyata orang itu adalah anaknya sendiri ketika di dunia. Kemudian ditanyakan: “Apa hak yang engkau tuntut dari orang ini?”. Maka jawab orang (anaknya) itu: “Dia tidak kurang-kurang ibadahnya, rajin Sholat Malam, dan ia rajin beribadah kepada Allah ketika di dunia, tetapi sebagai anak aku tidak pernah diurusi ketika aku masih dalam pengasuhannya. Aku menuntut hakku, aku menjadi anak yang melawan, anak yang sering berbuat dzolim karena tidak dididik oleh ayahku. Aku sering melanggar perintah-Mu karena aku tidak pernah mendapat pengajaran tentang Engkau, ya Allah”.

Maka Allah memanggil orang (si ayah) tersebut, seluruh pahalanya diambil oleh Allah dan diberikan kepada anaknya dan dosa si anak diberikan kepada ayahnya itu. Maka orang (si ayah) itu terlantar kelak di Akhirat.
Artinya, pertanggungjawaban tetap akan dipertanyakan oleh Allah SWT di Akhirat. Karena anak merupakan amanah dari Allah SWT.

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Demikian pula harus kita pahami bahwa prinsip orang tua bekerja, bukan hanya dirinya saja yang sibuk. Karena para Nabi terdahulu adalah manusia-manusia yang sibuk berkerja. Padahal ketika itu para Nabi bekerja tidak difasilitasi dengan dengan sarana teknologi maju untuk berinteraksi dengan anaknya.
Contoh: Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hanya satu tahun sekali pulang menemui anaknya. Demikian pula Nabi-Nabi yang lain, jarang sekali berinteraksi dengan anak-anaknya. Tetapi kepedulian tehadap anak-anak mereka tetap mereka lakukan. Mereka tetap menjalankan tugas terhadap anak-anaknya.

Misalnya seperti yang diceritakan dalam Kitab Sir’alam An Nubala ada seorang ayah yang bernama Faruh, pulangnya 30 tahun sekali. Faruh adalah seorang Mujahid yang berangkat ke medan perang, ingin mati syahid, ternyata selama 30 tahun tidak juga mati syahid, dengan tubuh yang sudah renta karena usia tua ia pulang kepada keluarganya.

Tetapi ada satu hal yang mengagumkan bagi anaknya, sehingga anaknya tetap meneruskan cita-citanya. Meskipun 30 tahun ayahnya tidak pulang, tetapi bila anaknya ditanya: “Aku ingin meneruskan cita-cita ayahku. Kalau ayahku berjuang di medan perang dengan pedang, maka aku berjuang dengan pena”.
Nama anaknya itu yang kemudian kita kenal sebagai Ulama, yaitu Syaikh Robi’ah Ar Ro’yi. (Kata “Ar Ro’yi” artinya orang yang pandai ber-argumentasi, banyak Argumentasi).

Beliau adalah guru dari Imam Malik, Imam Sofyan Ats Tsauri dan Imam Abu Hanifah. Memang di Masjid Nabawi ketika itu ada Majlis yang dihadiri oleh para Ustadz. Para Ustadz itu belajar dan mendalami agama Islam.
Dan guru para Ustadz itulah yang bernama Syaikh Robi’ah Ar Ro’yi, anak dari Faruh yang tidak pulang selama 30 tahun.

Adakah di antara kita saat ini yang tidak pulang selama 30 tahun karena tugas, adakah yang 10 tahun, atau satu tahun tidak pulang karena bekerja? Ternyata ada yang lebih parah (lama) dibanding kita.
Sementara di zaman sekarang kita difasilitasi sarana komunikasi maju, sehingga tidak pulang satu tahun-pun masih bisa terkoneksi. Ada telepon, ada HP, social media dan sebagainya. Bagaimana halnya dahulu Nabi Ibrahim a.s. dengan anaknya Ismail a.s.?

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Lalu bagaimana dengan kondisi kita saat ini sebagai orangtua yang sibuk tetapi tetap bisa mendidik anak-anak kita?

Ada dua yang harus kita pahami dalam prinsip pengasuhan:

1. Menanamkan persepsi tentang ayah (orangtua) kepada anak secara positif.

Persepsi bahwa ketiadaan ayah secara fisik bukan berarti ketiadaan ayah secara psikis (kejiwaan). Sehingga anak-anak yang tidak mendapatkan sosok ayah dan ibu secara fisik, mereka tetap mendapatkan ayah-ibu secara psikis. Mereka bisa mengatakan: Ayahku seorang yang peduli, ia berjuang di jalan Allah. Persepsi demikian yang harus dibangun dalam keluarga.

Dalam Kitab Sirrah Wal Manaqib disebutkan bahwa Umar bin Abdul’Aziz bin Marwan, mendapatkan tugas dari Khalifah untuk menjadi Gubernur di Mesir, sedangkan ia berasal dari Madinah. Karena ditugaskan di Mesir, ia tidak sempat mendidik anaknya. Saking pedulinya kepada anaknya, maka ia mencari seorang guru untuk mendidik dan mengajarkan ilmu kepada anaknya, sebagai pelaksana tugas dari fungsi dan missi yang ia miliki.

Bedanya dengan kita di Indonesia pada umumnya, bila seorang mencarikan guru untuk anaknya, maka pesan orangtua itu kepada guru anaknya: “Terserah Pak Ustad, yang penting anaknya saya menjadi baik”. Sedangkan Umar bin Abdul ‘Azis bin Marwan mencari guru untuk anaknya dengan menyebutkan visi dan misinya sebagai orangtua: “Ya Syaikh, aku ingin anakku belajar kepada anda, pertama belajar bahasa Arab dengan baik dan benar, kedua ajarkan kepada anakku agar ia sholat tepat waktu”.

Sebelum berangkat tugas di Mesir, Umar bin Abdul ‘Azis berkata kepada guru anaknya: “Selama aku di Mesir, tolong kirimkan laporan perkembangan anakku sebulan sekali”.
Maka guru-anaknya itu setiap hari menulis perkembangan anak didiknya itu untuk dilaporkan sebulan sekali kepada ayahnya (Umar bin Abdul ‘Azis) di Mesir. Bayangkan, ketika itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti sekarang. Maka Umar bin Abdul ‘Aziz selama bertugas di Mesir sebagai Gubernur, beliau menerima setumpuk surat laporan perkembangan anaknya. Maka setiap beliau membaca laporan itu, beliau tahu betul perkembangan anaknya, sampai pada suatu laporan yang tidak mengenakkan hatinya.

Isi surat laporan itu: Hari ini anak Tuan terlambat sholatnya, hari ini anak Tuan tertinggal sholatnya satu rakaat dalam sholat berjama’ah, hari ini anak Tuan tidak sempat sholat berjama’ah, dst., dst.
Di situlah Umar bin Abdul ‘Azis merasa khawatir karena selama tugas di Mesir, dengan meninggalkan anaknya di Madinah, beliau tahu bahwa sholat anaknya berantakan.

Maka diminta guru anaknya itu berangkat ke Mesir, untuk dimintai pertanggungjawabannya dan ketika sampai di Mesir, guru anaknya itu ditanya: “Kenapa anakku sering terlambat sholat? Bukankah sudah aku pesankan agar mendidik anakku agar sholat tepat waktu dan belajar bahasa Arab dengan baik?”. Maka dengan cepat guru anaknya itu menjawab: “Anak Tuan sekarang sudah berbeda, sekarang anak Tuan sudah menjadi ABG, sekarang ia berambut gondrong, dan ketika hendak sholat ia menyisir rambutnya lama, ia berdandan lama sekali”.

Anak Umar bin Abdul Aziz memang dikenal di Madinah sebagai anak-muda Metro-seksual, senang berdandan, menghias diri. Karena oleh ayahnya ia selalu dikirim uang dari Mesir sebanyak 1000 Dinar (Bila dikurs sekarang = Rp 2 milyar). Maka anak itu membeli parfumnya yang paling mahal, tumpah sedikit saja langung ganti, membeli lagi. Bajunya selalu paling bagus, beberapa kali pakai langsung ganti baru. Dan masih banyak lagi kemewahan dan pemborosan lainnya.

Dengan laporan lisan dari gurunya itu, ayahnya (Umar bin Abdul ‘Azis) menjadi tahu, bahwa karena dandan telalu lama sholatnya menjadi telat. Maka ditulislah surat kepada anaknya, isi suratnya : Bersama surat ini aku utus seorang tukang cukur khusus dari Mesir untuk mencukur gundul kepalamu. Agar kamu tidak lagi terlambat sholat. Ketika anak Umar dicukur gundul (habis), ia berkata: “Ayahku memang jauh di mata tetapi dekat di hati”.

Itulah yang tidak dimiliki orangtua zaman sekarang. Karena anak merasa tidak diperhatikan oleh orangtuanya. Karena sibuk bekerja, sampai mengakibatkan orangtua tidak peduli kepada anak. Sampai tidak tahu perkembangan anak.

Padahal seharusnya, bila sibuk bekerja, sampai harus mencarikan guru untuk anaknya, pastikan guru itu selalu memberikan laopran secara periodik tentang perkembangan anaknya.

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Imam Sahid Hasan Al Banna dalam Kitab yang ditulis oleh Lili Nur Aulia dengan judul: Ada Cinta Di Rumah Hasan Al Banna. Sebagaimana orang mengetahui bahwa Sahid Hasan Al Banna adalah seorang Muaziz Dakwah di Mesir, jamaahnya ratusan ribu bahkan jutaan antara lain adalah Jamaah Al Ihwanul Muslimin di Mesir. Sampai beliau mendidik Calon Da’i di Indonesia termasuk Hizbut Tahrir awalnya dulu dipimpin oleh Syaikh Taqiudin Al Nabhani yang merupakan murid dari Sahid Hasan Al Banna. Karena lalu berbeda pandangan dengan gurunya, kemudian Syaikh Taqiudin mendirikan Hizbut Tahrir di Indonesia.

Syaikh Sahid Hasan Al Banna selalu sibuk berdakwah, kemana-mana beliau menenteng map, isi map itu adalah laporan perkembangan anaknya dari isterinya yang sehari-hari mendidik anaknya. Sehingga suaminya (Syaikh Sahid Hasan Al Bani) tahu dari laporan isterinya: Anakmu yang bernama Saiful Islam yang berumur satu tahun lima bulan sekarang sudah bisa bejalan. Anakmu sudah bisa mengucap ini dan itu, anakmua senang sekali main bola, dst.dst. Semua ditulis dalam laporan surat dalam map itu.

Sehingga setiap kali bertemu dengan anaknya, Syaikh Sahid Hasan Al Banna bertanya: “Bagaimana dengan main Futsalmu, nak?”. Maka si anak dengan heran kembali bertanya: “Kok Papa tahu, dari mana?”. Itulah yang menyebabkan si anak merasa selalu diperhatikan. Maka persepsikan oleh anda sebagai orangtua seperti itu.

Persepsi: Anak tahu bahwa ayahnya sibuk, tetapi peduli kepadanya.

Jangan sampai seperti yang terjadi di negeri kita:

1. Anak merasa tidak dipedulikan oleh orangtuanya.

2. Anak dititipkan di pesantren, tetapi orangtua tidak tahu siapa nama teman akrab-nya

3. Orangtua tidak tahu anaknya sudah kelas berapa, dst.dst.

Bagaimana caranya agar anak punya persepsi sebagaimana tersebut di atas ?

Caranya :

1. Konfirmasi setiap hari, bahwa Bapak tetap peduli kepada anak-anaknya,

2. Ibu tetap menunjukkan kasih-sayangnya.

Memang banyak bapak-bapak yang mengatakan: Saya tetap sayang kepada anak-anak saya. Semua kebutuhan anak saya cukupi, dst.

Bapak-bapak itu lupa bahwa yang dimaksud sayang bukanlah apa yang mereka berikan kepada anak-anak mereka, melainkan: Apa yang anak-anak terima dari bapak-ibunya. Sebab banyak orangtua yang mengaku mencintai anak-anaknya, tetapi si anak tidak pernah merasa dicintai oleh orangtuanya.

Maka sering terjadi dialog, ketika si anak ditanya: Bagaimana dengan Bapakmu? Anak itu menjawab: Bapak jahat. Bagaimana dengan mama-mu? Anak menjawab: Mama bawel, dst. Orangtua merasa mencintai anak-anaknya, tetapi si anak menganggap orangtuanya tidak sayang, bawel, cuek, dst.

Sepertinya ada yang “hilang” di sini. Itulah mengapa, bukan banyaknya cinta yang orangtua berikan melainkan: Apa yang anak-anak terima dari orangtuanya.

Kita bisa melihat kisah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam dengan anak-anaknya dalam AlQur’an. Disebutkan dalam AlQur’an Surat Yusuf ayat 8 :

إِذۡ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰٓ أَبِينَا مِنَّا وَنَحۡنُ عُصۡبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِى ضَلَـٰلٍ۬ مُّبِينٍ (٨)

[Yaitu] ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya [Bunyamin] lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita [ini] adalah satu golongan [yang kuat]. Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. (8)

(Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam bila ditanya apakah beliau sayang kepada anak-anak beliau. Pasti jawabannya: Aku sayang kepada semua anakku. Tetapi lihat kata-kata anak-anak Nabi Ya’qub a.s. : Yusuf dan Bunyamin lebih disayang oleh ayah kita dibanding kepada kita.

Itulah persepsi anak. Orangtua sering lupa bahwa masalah cara kasih-sayang kepada anak adalah keliru. Keliru cara

nya. Masalah inilah yang membuat anak menolak. Sehingga salah satu rahasia kesuksesan orang-orangtua terdahulu di tengah kesibukannya, anak-anak mereka memiliki gambaran dalam diri mereka tentang ayahnya: Ayahku adalah sosok yang hebat, penyayang, peduli kepadaku, walaupun jarang pulang tetapi ia adalah pahlawanku.

Itulah tugas kita sebagai orangtua, caranya:

1. Pastikan pengasuh utamanya yang orangtua amanahkan selalu menceritakan hal-hal yang positif tetang diri orangtua si anak.

2. Pastikan bagi Bapak-bapak yang pulangnya jarang-jarang, bahwa isteri bapak tidak pernah bercerita negatif tentang Bapak kepada anak.

3. Jangan sampai isteri menumpahkan kekesalan tentang bapaknya kepada anak, karena akibatnya anak tidak akan hormat kepada bapaknya.

4. Agar pengasuh selalu menceritakan orangtua adalah sosok yang hebat, berikan sikap yang baik kepada pengasuh anak.

5. Jadikan pengasuh utama dari anak kita adalah juru penerang yang baik bagi anak-anak kita.

6. Katakan oleh ibunya, bahwa ayah sedang berjuang.

2. Jaga nama baik keluarga di lingkungan luar.

Karena zaman sekarang anak sulit tercegah dari informasi tentang keluarganya. Banyak anak-anak yang kecewa dan kesal serta malu sekali karena mendapat informasi bahwa di kantor bapaknya terkenal sebagai penggoda wanita. Ada lagi anak yang mendengar bahwa bapaknya “tukang kawin”, dst. Ada lagi anak yang merasa malu sekali karena mendengar bahwa ayahnya adalah seorang penipu.
Nama buruk orangtua menyebabkan anak tidak punya nilai terhadap orangtuanya.

Sebaliknya ada anak yang bangga karena mendengar cerita dari orang bahwa ayahnya adalah pekerja yang rajin, jujur, cerdas, dan sangat dipercaya oleh perusahaan dimana ia bekerja.

Nama baik dan buruk zaman seakarang sangat mudah diperoleh bagi anak-anak kita melalui Medsos, Internet, dst. Maka bila pernah berbuat buruk, berusahalah untuk menutupinya terutama kepada anak-anak. Dan berusahalah untuk memperbaikinya. Bila seorang ayah dahulunya perokok, maka hentikan kebiasaan merokok. Yang demikian akan memberi dampak positif terhadap anak-anak dan keluarga.

Kesimpulan, bahwa untuk mendidik anak maka buatlah persepsi kepada anak:

1. Persepsi ditanamkan melalu pengasuh/pendidik.

2. Persepsi ditanamkan melalui dedikasi di luar (umum),

3. Persepsi dikaitkan dengan usaha memperbaiki diri (orangtua), dan menjaga nama (kehormatan) keluarga,

4. Persepsi memunculkan dengan memasang di rumah piagam-piagam perhargaan dari Pemerintah atau Perusahaan tempat orangtua bekerja, bisa membuat isnpirasi bagi anak-anak. Bisa juga dengan foto-foto ketika orangtua bertugas, dst.

5. Persepsi dengan mensiasati merebut peluang Emas (Golden Moment) yaitu ayah – ibu yang selalu sibuk tetapi bisa membuat peluang (kumpul keluarga). Usahakan bersama anak ketika anak sedang membuat prestasi. Misalnya anak sedang berlomba, atau sedng pentas, ayah-ibunya bisa mendampingi.

Salah satu yang diajarkan oleh Islam, ada tiga waktu dimana seorang ayah (ibu) harus hadir secara fisik dan psikis ditengah kesibukan, untuk menjaga persepsi keadaan kita, yaitu:

1. Hendaknya orangtua hadir saat anak sedang sedih. Orangtua yang cepat merespon dengan baik ketika anak sedang sedih, akan memberikan dampak anak merasa nyaman.

2. Hendaknya orangtua hadir ketika anak sedang sakit. Karena anak sakit sedang membutuhkan jiwanya ingin disentuh dengan perhatian orangtuanya.

3. Hendaknya orangtua hadir ketika anak sedang unjuk-prestasi, sedang pentas, sedang ikut perlombaan, ulang tahun. dst.

Sekian bahasan mudah-mudahan bermnafaat.

Wallahu a’lam bish showab

Wasalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Berkumpul Bersama Keluarga di Surga

SUDAHKAH TERTAWA HARI INI?

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

(seri Rumah Tangga Surga bag. 5)

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Berapa kali Anda dan keluarga tertawa dalam sehari?

Pertanyaan ini pernah diajukan oleh salah seorang professor ahli pengasuhan ke kami saat saya ikut workshopnya di Singapore.

Menurut beliau, tanda rumah tangga bahagia adalah adanya tawa minimal 100 kali setiap hari di dalam rumah.

Entah bagaimana menghitungnya, yang jelas kepuasan dalam rumah tangga diukur dengan hadirnya tawa sebagai ekspresi bahagia di dalam keluarga.

Dan ternyata hal ini juga merupakan cerminan kebahagiaan penduduk surga. Penduduk surga senantiasa gembira dan tertawa.

Allah katakan : Masuklah kamu ke dalam surga. Kamu dan istrimu akan digembirakan (QS. 43:70)

Dan wujud kegembiraan itu ditampilkan dengan wajah berseri-seri dan suara tawa penghuni surga (Lihat QS. 80 : 38-39)

Rumah tangga surga selayaknya mengambil pelajaran dari aktivitas penghuni surga ini yakni berupaya menghadirkan tawa setiap hari.

Jika tangisan, ratapan dan ekspresi tegang yang senantiasa terjadi dalam keluarga, ini justru suasana neraka.

Masing-masing merasa tertekan, jenuh dan bosan. Merasa rumah bukan tempat yang nyaman.

Akhirnya mereka lebih betah di luar seraya cari hiburan demi bisa tertawa tuk puaskan kebutuhan fitrahnya.

Sebab bagi sebagian orang, tertawa itu udah kayak NKRI. Harga mati. Kalau gak dapat di rumah, mereka cari sendiri di luar.

Maka, selayaknya kita bangun rumah tangga dengan konsep hadirkan tawa gembira saat bersama.

Tentu tawa juga ada kadarnya. Sebab segala sesuatu yang berlebihan akan mematikan jiwa.

Minimal jika tak ada tawa, ekspresi bahagia ditampilkan oleh anggota keluarga melalui senyum berseri penuh ekspresi.

Itulah mengapa anak-anak yang tak bahagia di dalam rumah nampak dari ekspresi dan gerak tubuhnya yang serba minimalis.

Mau menggerakkan badan, minimalis. Senyum pun minimalis. Sampai milih rumah pun minimalis #eh

Rasa takut dan tidak ekspresif terjadi karena hubungan emosional yang serba kaku. Keakraban hilang tersebab kebanyakan aturan.

Alhasil, tertawa menjadi langka. Dan ini petaka. Hilanglah suasana surga.

Untuk menghadirkan tawa dan muka berseri diantara keluarga bisa dimulai dengan sering melakukan aktivitas santai secara bersama.

Kalau perlu lakukan kontak fisik melalui permainan yg bernama ‘gelitikan’. Iya, saling menggelitik sesama anggota bisa menambah keakraban.

Asal jangan berlebihan, bisa-bisa malah pingsan. Intinya bermainlah secara serius saat bersama keluarga.

Kenapa disebut serius? Sebab, tanda keseriusan saat bermain bersama yakni tak ada media yang jadi pihak ketiga.

Suasana keakraban akan hilang jika ortu bermain Whatsapp-an. Atau terkesima di depan layar kaca dengan akting Aldebaran. Anak merasa diabaikan.

Begitu juga saat bersenda gurau, seriuslah. Keluarkan mimik muka yang menghadirkan tawa.

Hal ini sering dilakukan oleh nabi kita yang mulia terhadap anggota keluarganya.

Terkadang beliau ajak istrinya lomba lari bersama. Kadang beliau juga menjulurkan lidah dengan ekspresi lucu ke cucunya.

Ini bukti, bahwa saat bersenda gurau dan bermain, Rasulullah pun total dalam melakukannya.

Hal inilah yang menghadirkan rasa puas dan bahagia di dalam keluarga.

Selain itu, buatlah hidup dinamis. Tidak monoton dan statis.

Pola yang tak berubah sepanjang tahun menghasilkan rasa bosan hingga ke ubun-ubun.

Anak selalu ditanamkan pola : ‘bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi’. Dari dulu ini sudah jadi tradisi.

Bayangkan jika sampai remaja hal ini terus terjadi. Hidup mereka kurang bergairah dan tak berarti.

Padahal, boleh saja mereka berimprovisasi: ‘bangun tidur ku terus lari sambil nenteng TV’ 😆 Ups… Ini anak atau pencuri?

Maksudnya, hiduplah dinamis. Buat kejutan-kejutan yang membuat rasa penasaran anggota keluarga seraya bertanya : nanti malam ada kejutan apa lagi ya?

Ucapan cinta lewat kalimat : I LOVE YOU, di awal-awal nikah memang terasa begitu indah. Tapi jika tak ada improvisasi, lama-lama pasangan pun jengah.

Sekali-kali sampaikanlah kalimat cinta dengan susunan uang seratus ribuan atau logam mulia di atas ranjang. Istri mana yang tidak berseri-seri wajahnya tanda riang? 😆

Atau saat ia cemberut dan manyun cobalah ajak ia belanja dengan tawaran paket dana yang tak ada limitnya. Oh, sungguh bahagia.

Intinya, buatlah hidup sedinamis mungkin. Sebab kesenangan di surga pun dinamis. Tidak monoton. Berpindah dari kesenangan yang satu ke kesenangan yang lain.

Hadirkan ekspresi bahagia semampu kita tanpa harus keluar banyak biaya.

Sebab jika keluar banyak biaya, anak istri mungkin bahagia. Tapi setelahnya para ayah yang nangis merana. Tabungan tak ada sisa 😭

Untuk irit biaya, ekspresi bahagia bisa dengan berbagi tawa melalui cerita humor dan jenaka.

Atau bermain tebak-tebakan juga bisa jadi cara ampuh yang menghidupkan suasana tanpa menguras kantong kita.

Jika kita belum mampu lakukannya, karena tak terbiasa, cukup hadirkan senyum tulus di segala suasana. Mereka sudah merasa bahagia.

Dari sekarang cobalah tingkatkan jiwa humoris kita agar suasana rumah penuh dengan tawa.

Mungkin awalnya susah, tapi jangan menyerah untuk mencoba. Dan rumah pun menjelma menjadi surga.

Wallahu a’lam bish showab

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678