Bolehkah Bisnis MLM
QS. al-Jin (Bag. 2)
Berjabat Tangan dengan Kerabat yang Bukan Mahram
Doa Agar Bebas dari Hutang
Menghadiri Pernikahan Non Muslim
Memanfaatkan Uang Syubhat Untuk Kepentingan Masjid, Bolehkah?
Jangan Lemah Di Hadapan Promotor Kemungkaran
📝 Ustadz Abdullah Haidir Lc.
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
🍃Fenomena ironis;
Promotor kemunkaran tampak sangat militan dan di atas angin, berhadapan dengan orang-orang baik yang lemah tanpa mau berbuat apa-apa selain keselamatan dirinya.
Inilah yang dikhawatirkan oleh Umar bin Khatab radhiallahu anhu yang terungkap dalam doanya,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ جَلَدِ الْفَاجِرِ وَعَجْزِ الثِّقَةِ
💦“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari militansi orang durhaka, dan lemahnya orang-orang baik.”
Di alam bebas seperti ini dan saluran komunikasi dan informasi terbuka lebar, sudah tidak sepantasnya kita mengandalkan pengingkaran dalam hati sebagai langkah penolakan terhadap kemunkaran.
Selain itu merupakan gambaran selemah-lemahnya iman, juga karena Rasulullah saw melarang kita untuk tampak lemah di hadapan kekufuran dan kemunkaran.
💧Karena itu, saat pertama kali umrah, Rasulullah saw memerintahkan para shahabatnya untuk membuka pundak kanannya dan berlari-lari kecil saat thawaf, agar orang kafir melihat bahwa kaum muslimin kuat.
Hal mana kemudian dikenal sebagai sunah dalam thawaf qudum bagi laki-laki.
Dalam peristiwa perang Uhud, ketika pasukan kaum muslimin terdesak akibat kelalaian pasukan pemanah dan Rasulullah saw terluka, orang-orang kafir ingin merontokkan mentalitas pasukan muslim.
Abu Sufyan yang ketika itu masih kafir berteriak, “Mana Muhamad, mana Abu Bakar, Mana Umar?”
Maka Umar berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah saya menjawabnya?” Jawab Rasulullah, “Ya”. Maka ketika Abu Sufyan berteriak,
اعْلُ هُبَل
“Hidup Hubal (nama berhala mereka).”
Umar menjawab,
الله أَعْلَى وَأَجَل
“Allah lebih tinggi dan lebih mulia.”
Abu Sufyan balik berkata,
يَومُ بِيَومِ بَدْر، إِنَّ الأَيَّامَ دُوَل، وَإِنَّ الْحَرْبَ سِجَال
“Hari ini pembalasan dari perang Badr, hari-hari silih berganti, perang ada giliran kalah ada giliran menang.”
Umar menjawab,
لاَ سَوَاءَ ، قَتْلاَنَا فِي الْجَنَّةِ ، وَقَتْلاَكُمْ فِي النَّارِ
“Tidak sama, orang yang terbunuh di antara kami masuk surga, orang yang terbunuh di antara kalian masuk neraka.” (dikutip dari riwayat Ahmad dan Hakim)
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹
Dipersembahkan:
www.iman-islam.com
💼 Sebarkan! Raih pahala…
Hubungan Dengan Kerabat Non Muslim
✏Ustadz Dr.Wido Supraha
🌿🌺🍁🍄🍀🌸🌻🌷🌹
Assalamualaikum, saya Angelina Lily, grup Manis 30, ingin bertanya, saya mualaf, asal agama katolik, yang memeluk Islam karena mempelajari agama nasrani, orangtua saya masih katolik. Bagaimana hukumnya dalam agama tentang hubungan saya dengan orangtua. Almarhum mama wafat masih nasrani. Haruskah saya mendoakan beliau?
Dan kepada papa yang masih hidup, apakah saya masih wajib berbakti?
Sejak saya mualaf hubungan kami merenggang karena kami dari keluarga aktifis gereja. Soo.. saya dianggap aib keluarga karena masuk Islam walau asal agama orangtua juga Islam semua, karena nenek saya semua muslim. Terimakasih atas jawabannya, jazakumullah khairan.
Jawaban:
Wa ‘alaikumusalaam warahmatullah Saudari Angelina Lily.
Sebelumnya saya mendoakan keberkahan dan rahmat-Nya atas keputusan Ibu untuk kembali memeluk Islam, semoga sentiasa dalam hidayah dan istiqomah, dan teruslah menuntut ilmu berpandukan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Terkait pertanyaan Ibu, sungguh kita turut bersedih atas wafatnya sang Ibunda tanpa sempat kembali memeluk Islam sementara orangtua beliau sejatinya adalah Muslim. Hal yang sama terjadi kepada Nabi Muhammad, yakni ketika pamannya wafat, atau jauh sebelumnya telah pernah terjadi kepada Nabi Ibrahim a.s. ketika ayahnya, Azar, wafat. Sekian lama Nabi Ibrahim a.s. berdakwah mengajak ayah kandungnya untuk kembali ke dalam Islam, namun hidayah adalah milik Allah.
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45)
“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quraan) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”.” (QS. Maryam [19] : 41-45)
Pada saat ayahnya wafat, Nabi Ibrahim a.s. sangatlah sedih karena hingga ayahnya wafat, ia tidak mampu meng-Islam-kan-nya, padahal ia mampu meng-Islam-kan orang lain, sehingga secara naluri anak, beliau berdo’a atas keselamatan ayahnya di akhirat.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (*) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (at-Taubah: 113-114)
Oleh karenanya, sebaiknya Ibu saat ini lebih memfokuskan kepada ayah yang masih hidup bersama Ibu. Berbaktilah kepadanya, karena Islam menganjurkan birrul walidain tanpa memandang agama orang tua. Islam pun mengajarkan umatnya untuk terus mendoakan ayah yang belum kembali ke dalam Islam, agar semoga Allah memberikannya hidayah.
Dalam posisi Ibu yang dianggap terhina karena memeluk agama Islam, maka inilah saat yang tepat untuk menunjukkan Kasih, Damai, dan Keindahan Islam. Bahwa Islam is beautifull. Pada fase awal ini, sering-seringlah ibu memberikan ayah ragam kebaikan, senyuman, hadiah dan hal-hal yang disukainya. Berlatihlah sabar dalam hal ini untuk tujuan yang lebih besar dan mulia. Umumnya, hati manusia pelan-pelan akan berubah, laksana batu yang kokoh namun terus menerus tertetesi air yang sejuk. Minimalkan berbicara agama dalam fase ini, hingga kemudian Ibu berhasil membawa ayah untuk siap menerima diskusi ilmiah dan logis, dan membawanya pada ketertarikan untuk menemukan kebenaran, kebahagiaan dan cahaya yang sejati itu, yakni Al-Islam, Din Al-Anbiya wa al-Mursalin.
Yassirlana wa lakum.
Wassalam,
supraha.com
🌿🌺🍁🍄🍀🌸🌻🌷🌹
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
💼Sebarkan! Raih bahagia..
Biarlah Allah yang Menyelesaikan Skenario Nya
📝Ustadzah Bunda Rochma Yulika
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
🍃Keterbatasan diri, mengerti apa yang akan terjadi mengajarkan kepada kita untuk menyandarkan segala urusan hanya pada Ilahi.
Iman mendidik kita agar kita yakin bahwa apa yang ada di kemudian hari Allah senantiasa datangkan banyak kemudahan.
Meski begitu kita pun harus siap apabila kenyataan hadir tak sama dengan apa yang menjadi harapan.
Tabiat kehidupan selayaknya pergantian siang dan malam mengisyaratkan pada kita seperti itulah sunatullahnya.
Bergantinya nikmat dan ujian justru menjadikan setiap mukmin belajar menikmati setiap rasa yang dipergilirkan.
Ridla akan ketetapan Nya.
Tabah jalani takdir Nya.
Tegar tapaki titah Nya
Iman mengajarkan tentang bagaimana kita bersyukur kala ujian melanda.
Bagaimana tidak bersyukur, saat-saat sulit itulah kesempatan kita sampaikan harap.
Ketika Allah merindukan hamba Nya.
Allah mengirimkan kado istimewa untuk hamba Nya melalui malaikat Jibril yg isinya adalah UJIAN.
💧Dalam Hadits Qudsi Allah berfirman: “Pergilah pada hamba Ku lalu timpakan berbagai ujian biar Aku mendengar rintihannya” HR Thabrani dari Umamah
💧Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya:”Tidaklah suatu perkara yang menimpa seorang muslim baik berupa kelelahan, penyakit, gangguan orang lain, kesedihan yang mendalam, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sebab itu”. [HR. Bukhari no. 5641 & Muslim no. 2573]
💦Apa pun kenyataan yang kita hadapi yakinlah bahwa Allah pemilik skenario terindah.
Tak ada kemadharatan dari setiap rencana bagi hamba Nya.
💦Kewajiban kita menerima dengan lapang dada dari kenyataan yang ada di depan mata.
Tersenyumlah dan hati akan mengikutinya.
Hiburlah diri dengan karunia-karunia yang pernah kita rasakan sebagai wujud kemurahan Nya
💦Maka bersyukurlah….
Rasa syukur senantiasa ada di hati hamba-hamba yang mau bertafakur.
Bila karunia hadir tak akan ada hati yang takabur.
Hidup pun jauh dari sifat kufur.
Perjalanan hidup pun senantiasa tertata dan teratur.
Hingga akhirnya sepi sendiri di alam kubur.
💧“Barangiapa mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Ku tambahkan nikmat baginya. Dan barangsiapa kufur terhadap nikmatKu, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.” (Q.S. Ibrahim : 7)
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹
Dipersembahkan:
www.iman-islam.com
💼 Sebarkan! Raih pahala…