🌏Ustadz Menjawab
👳Ustadz Abdullah Haidir
🌿🌺🍁🌻🍄🌼🌷🌹
Assalamu’alaikum..Ustadz, di tempat saya setiap bulan sya’ban masyarakat memiliki kebiasaan bahwa beberapa rumah akan mengadakan acara makan2 seperti pesta pernikahan, hanya saja tidak semeriah itu. Si pemilik acara akan mengundang kerabat dan keluarga ke rumahnya. Tujuannya untuk bersedekah. Dan hal itu dilakukan setiap bulan sya’ban bagi yang berkemampuan. Bagaimana hukumnya bagi yg mengadakan acara dan bagi yg diundang itu ustadz? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. 🌻🅰3⃣9⃣
—————
Jawaban:
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
Jika hal itu dia lakukan semata-mata karena kebiasaannya saja, tanpa ada keyakinan adanya fadhilah atau keutamaan tertentu, kecuali keutamaan berbuat baik secara umum. InsyaAllah tidak mengapa.
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍁🌻🍄🌸🌼🌷🌹
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
💼Sebarkan! Raih pahala…
Bagaimanakah Kedudukan Hadits Perintah Sholat ?
Ustadz Farid Nu’man
_Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq_
www.iman-manis.com
Sholat Tahajud Tapi Belum Tidur
Bagaimanakah Qurban Untuk yang Melaksanakan Ibadah Haji ?
Hukum Meninggalkan Sholat Dengan Sengaja
💻Ustadzah Menjawab
✍Ustadzah Ida Faridah
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Assalamualaikum ustadz/ustazah… Bagaimana hukumnya meninggalkan solat dengan sengaja….Dan bagaimana cara mengajak keluarga yang suka meninggalkan solat…Sudah diingatkan tapi tetap juga enggan melaksanakan solat….harus bagaimana bergaul dengan keluarga besar yang suka meninggalkan solat….terimakasih atas jawabanya. A22
Jawaban :
==============
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
Bentuk pengabdian dan penghambaan diri tertinggi seorang hamba kepada Rabbnya tercermin dalam bentuk ibadah sholatnya.
“Dirikanlah sholat, karena sesungguhnya sholat itu kewajiban yang ditentukan (diwajibkan) bagi orang mukmin dengan waktu-waktu tertentu
(QS. An-Nisa: 102)
Umat islam yang taat menjalankan sholat dengan khusyu’ dan sebenarnya, insya allah akan terhindar dari segala bentuk maksiat dunia. Namun bagi mereka yang meninggalkan sholat sesungguhnya amat dekat dengan kekejian dan kemungkaran.
Orang yang meninggalkan sholat dihukumi dengan Dosa Besar
Ibnu Qayyim Al Jauziyah ra mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman
keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat. ”
( Ash Sholah , hal. 7)
Mengajak sholat hukumnya wajib, jika sudah d ingatkan masih tetap meninggalkan sholat jalan terakhir adalah berdo’a pada allah mohon d bukakan hati keluarganya
Bergaul dengan keluarga besar juga seperti biasa jangan ada skat d antara keluarga besar dan bahkan kita harus memberi contoh pada keluarga besar kita dengan sholat tepat waktu.
Wallahu a’lam.
🌱🍁🌱🍁🌱🌱🍁🌱
Di persembahkan oleh :
www.iman-islam.com
🎒Sebarkan! Raih pahala…
Warisan Dibagi Rata, Bolehkah Dalam Islam???
🎀Ustadzah Menjawab🎀
✍Ustadzah Ida Faridah
📆Kamis, 26 Mei 2016 M
19 Sya’ban 1437 H
🌹🎀🌹🎀🌹🎀🌹🎀
Assalamu’alaikum wr.wb
Saya ingin bertanya mengenai pembagian warisan dalam islam. Telah jelas bahwa pembagian warisan kepada anak laki2 jauh lebih banyak daripada perempuan. Tapi bagaimana jika ortu ingin memberikan warisan yg lebih ke anak perempuan di banding laki2 . hukumnya bagaimana ? Mohon penjelasannya . jazakallah
Wassalamu’alaikum.wr.wb.. # A36
=================
Jawaban :
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
Islam agama rahmatal lil’alamin, dalam pembagian warisan anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian dr anak perempuan bukan berarti tidak adil, tetapi karena islam menitikberatkan pada berat ringanya pada tanggung jawab.
Sesuatu hal jika tidak sesuai dengan aturan yang udah ada maka hukumnya haram. Harta pusaka itu wajib dibagi menurut semestinya sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an.
” Dan janganlah sebagian kamu makan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil.” (Q.S Al-Baqarah : 188)
Kalaupun orang tua ingin memberikan harta lebih kepada anak perempuanya ada satu cara yaitu dengan cara *WASIAT*, namun wasiat ini tidak boleh lebih dari sepertiga harta kekayaannya kecuali apabila diijinkan ahli waris sesudah matinya yang berwasiat.
“Sesungguhnya Allah menganjurkan untuk bersedakah atasmu dengan harta sepertiga harta pusaka kamu. Ketika menjelang wafatmu, sebagai tambahan kebaikanmu.”
(HR. Ad Daru Quthni dari Mu’ad bin Jabal).
Wallahu a’lam.
🎀🌹🎀🌹🎀🌹🎀🌹
Di persembahkan oleh :
www.iman-islam.com
🎒Sebarkan! Raih pahala…
Nadzar Puasa Bisakah Diganti Dengan Fidyah???
👳Ustadz Menjawab
✏Ustadz Umar
===================
📆Kamis, 26 Mei 2016 M
19 Sya’ban 1437 H
🌺🍀🌸🍃🌹☘🌾
Assalaamu’alaikum wr wb Ustadz/ah ,saya punya sodara.Dia memiliki nazar puasa selama 7 hari,namun karena skrg dia dlm kondisi hamil muda,dia blg dia tdk sanggup utk menunaikannya,apakah nazar puasanya tsb bisa diganti dng membayar fidyah? Jazakumullah khair atas jawabannya. A13
==========
Jawaban
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
Sejauh yg ana tahu puasa nazar tdk bs dignti fidyah. Jd karena hamil, puasa itu di tunaikan pada saat sudah mampu.
Wallahu a’lam.
🌺🍀🌸🍃🌹🌾
Dipersembahkam oleh:
www.iman-islam.com
💼Sebarkan! Raih pahala….
Hukum Sterril Kandungan Dalam Islam
👳USTADZ MENJAWAB👳
✏Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S
📆Kamis, 26 Mei 2016 M
19 Sya’ban 1437 H
🌿🌺🍁🌻🌼🌸🍀🌷🌹
Assalamualaikum.wr.wb. ustadz..ada seorang istri yg sudah 2x melahirkan dan setiap kehamilannya selalu bermasalah (mengidap pre eklamsia parah). Sehingga si istri ini bermaksud untuk di sterilkan (tidak dapat hamil lagi). Pertanyaan ana apakah hukum steril si istri dalam tinjauan hukum syariat islam karena bila hamil mudharatnya juga besar. Demikian, Jazakallahu khayran katsiro ustadz. i-02
Jawaban
————-
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
_Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:_
Pada dasarnya, sterilisasi baik _vasektomi_ (pada laki-laki) dan _tubektomi_ (pada perempuan) adalah terlarang. Apalagi alasannya hanya karena takut memiliki anak, karena keyakinannya atas ketidakmampuannya membiayai hidup mereka. Ditambah lagi, itu merupakan merubah ciptaan Allah ﷻ yang ada pada mereka. Maka, larangannya sangat jelas.
Tetapi, jika hal itu dilakukan karena adanya alasan kuat yang bukan dugaan semata, tetapi memang terbukti ada dan atas rekomendasi dokter ahli yang terpercaya, berupa madharat/bahaya yang mengancam nyawa si ibu dan janin, maka tidak apa-apa dia melakukannya.
Sebab syariat Islam, sebagaimana dikatakan umumnya para ulama, diturunkan dalam rangka menjaga kemaslahatan ad diin (agama), an nafs (jiwa), al ‘aql (akal), an nasl (keturunan), dan al maal (harta). Sedangkan Imam Al Qarrafi menambahkan; juga menjaga al ‘irdh (kehormatan).
Oleh karena itu, semua pintu yang mengarah pada ancaman kepada hal-hal di atas, maka Islam menuntup pintu itu rapat-rapat. Ancaman kepada hal-hal ini adalah kondisi Adh Dharuurah (darurat), yang mesti dicarikan solusinya, hatta dengan cara yang sebenarnya terlarang. Hal ini dibolehkan berdasarkan nash-nash Al Quran dan As Sunnah yang begitu banyak.
Oleh karena itu, para ulama membuat kaidah:
📌 _Adh Dharuuriyah Tubiihul Mahzhurah_ – Keadaan darurat membuat hal yang terlarang menjadi boleh
📌 _Irtikaab Akhafu dhararain_ – Menjalankan bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya.
Maka, upaya sterilisasi dalam rangka menjaga kehidupan dan jiwa si ibu, adalah perkara yang dibolehkan oleh syara’, jika memang itulah jalan yang mesti ditempuh sebagaimana rekomendasi dokter ahli yang terpercaya.
Wallahu A’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
www.iman-manis.com
💼Sebarkan! Raih Bahagia….
Bolehkah Berbohong Demi Kebaikan Dalam Islam?
Ustadzah Menjawab
✍Ustadzah Nurdiana
🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾
Assalamu’alaikum ukh saya mau tanya lagi..
Apakah ada istilah berbohong demi kebaikan dalam islam? Dan di suatu hadits menyatakan dusta dan iman itu tdk menyatu dusta kecil dan dusta besar itu sama aja tapi ada hadits lain menyatakan dusta kecil dicatat sebagai dusta kecil dan dusta besar dicatat sebagai dusta besar. Apa maksudnya? Mohon penjelasannya ustad/ustadzah syukran. # A 39
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
JAWABAN :
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
Pada prinsipnya berbohong atau berkata dusta atau berperilaku tidak jujur dilarang dalam Islam. Al Quran dan al hadits secara tegas mencela mereka yang suka berbohong.
Al Quran menganggap berbohong adalah perilaku orang yang tidak beriman.
إنما يفتري الكذب الذين لا يؤمنون بآيات الله وأولئك هم الكاذبون
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.”
(QS An Nahl (16) : 105)
Rasulullah menegaskan haramnya berdusta dan menjadi salah satu tanda orang munafik:
آية المنافق ثلاثة : إذا حدث كذب , وإذا وعد أخلف , وإذا اؤتمن خان
“Tanda orang munafik ada tiga: berkata bohong, ingkar janji, mengkhianati amanah.”
(HR Bukhari & Muslim).
*KAPAN BOLEH DUSTA*
Ada saat dan kondisi tertentu di mana berbohong itu dibolehkan. Yaitu, di saat terpaksa dan dalam situasi darurat.
من كفر بالله بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان. ولكن من شرح بالكفر صدراً فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
“Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.”
(QS An Nahl (16) : 106)
*BOLEH BOHONG DALAM 3 (TIGA) PERKARA*
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadits Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam 3 (tiga) perkara:
ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يرخص فى شئ من الكذب إلا قى ثلاث: الرجل يقول القول يريد به الصلاح، والرجل يقول القول فى الحرب، والرجل يحدث امرأته، والمرأة تحدث زوجها
“Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya).”
Dalam hadits lain yang serupa dikatakan
كل الكذب يٌكتب على إبن آدم لا محالة إلا أن يكذب الرجل فى الحرب فإن الحرب خدعة أو يكون بين الرجلين شحناء فيصلح بينهما أو يحدث امرأته فيرضيها
“Setiap kebohongan itu terlarang bagi anak cucu Adam kecuali (a) dalam peperangan. Karena peperangan adalah tipu daya. (b) menjadi juru damai di antara dua orang yang sedang bertikai; (c) suami berbohong untuk menyenangkan istri.”
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan maksud hadits ini:
وَأَمَّا كَذِبه لِزَوْجَتِهِ وَكَذِبهَا لَهُ : فَالْمُرَاد بِهِ فِي إِظْهَار الْوُدّ ، وَالْوَعْد بِمَا لَا يَلْزَم ، وَنَحْو ذَلِكَ ؛ فَأَمَّا الْمُخَادَعَة فِي مَنْع مَا عَلَيْهِ أَوْ عَلَيْهَا , أَوْ أَخْذ مَا لَيْسَ لَهُ أَوْ لَهَا : فَهُوَ حَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ . وَاَللَّه أَعْلَم
“Adapun bohongnya suami pada istri dan bohongnya istri pada suami maka yang dimaksud adalah dalam menampakkan rasa sayang, dan berjanji yang tidak wajib, dan yang semacam itu. Adapun berbohong suami karena tidak bisa memenuhi kewajibannya atau bohongnya istri karena meninggalkan kewajibannya atau mengambil hak yang bukan milik suami atau istri maka itu haram menurut kesepakatan ulama (ijmak).”
KESIMPULAN.
Memiliki dan menumbuhkan sifat jujur wajib bagi setiap muslim karena jujur merupakan sifat yang membedakan antara mukmin dan munafiq.
Dan hukum berbohong adalah
1. Haram yaitu melakukan kebohongan yang tidak berguna
2. Makruh, untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
3. Mubah, dalam hal cumbu rayu suami istri.
4. Sunnah, dalam peperangan antara muslim dan kafir.
5, wajib,untuk menyelamatkan jiwa seseorang.
Allah maha teliti hitungannya dan tidak dzolim kepada hambanya, jd kalau seseorang melakukan dosa kecil maka Allah akan mencatatnya sbg dosa kecil dan bila melakukan dosa besar akan di catat sebagai dosa besar, yang harus di garis bawahi *Tumpukan dosa kecil akhirnya bisa bergulir seperti bola salju dan menjadi tumpukan dosa besar.* Oleh karena itu jangan pernah meremehkan dusta/ dosa, sekecil apapun sebaiknya di hindari dan selalu waspada agar tidak terjatuh pada kondisi yang memberatkan diri kita.
Wallahu a’lam.
🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾
Di persembahkan oleh :
www.iman-islam.com
🎒Sebarkan! Raih pahala…
Apakah boleh aqiqah di laksanakan setelah anak sudah besar?
💻Ustadz Menjawab
👳🏼Ustadz Farid Nu’man
🌻🍀🌸💐🌿🌻🍀🌸
Assalamu’alaikum wr wb. Mb mw tanya terkait aqiqah.
Apakah boleh aqiqah di laksanakan setelah anak sudah besar? Atau hanya untuk bayi yg baru dilahirkan saja?
Lalu bgaimana hukumnya jika sampai tua atau meninggal org tsb masih belum di aqiqahi?
Berdosakah kedua orangtua nya? A27
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،
*Bolehkah Aqiqah setelah Dewasa?*
Para ulama berbeda pendapat, antara membolehkan dan tidak. Mereka yang melarang beralasan bahwa hadits tentang bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengaqiqahkan dirinya setelah dewasa adalah dhaif.
Dari Anas bin Malik, katanya:
عق رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نفسه بعد ما بعث بالنبوة
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengaqiqahkan dirinya setelah beliau diangkat menjadi nabi.” (HR. Abdurrazaq, No. 7960)
Hadits ini sering dijadikan dalil bolehnya aqiqah ketika sudah dewasa.
Shahihkah hadits ini? Sanad hadits ini dhaif menurut para ulama.
Lantaran dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Muharrar. Para Imam Ahli hadits tidaklah menggunakan hadits darinya.
Yahya bin Ma’in mengatakan, Abdullah bin Muharrar bukanlah apa-apa (tidak dipandang).Amru bin Ali Ash Shairafi mengatakan, dia adalah matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan).Ibnu Abi Hatim berkata: Aku bertanya kepada ayahku (Abu Hatim Ar Razi) tentang Abdullah bin Muharrar, dia menjawab: matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan), munkarul hadits (haditsnya munkar), dan dhaiful hadits (haditsnya lemah).Ibnul Mubarak meninggalkan haditsnya. Abu Zur’ah mengatakan, dia adalah dhaiful hadits. (Imam Abdurrahman bin Abi Hatim, Al Jarh wat Ta’dil, 5/176. Dar Ihya At Turats)
Sementara Imam Bukhari mengatakan, Abdullah bin Muharrar adalah munkarul hadits. (Imam Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 70, No. 195. Darul Ma’rifah)
Muhammad bin Ali Al Warraq mengatakan, ada seorang bertanya kepada Imam Ahmad tentang Abdullah bin Muharrar, beliau menjawab: manusia meninggalkan haditsnya. Utsman bin Said mengatakan: aku mendengar Yahya berkata: Abdullah bin Muharrar bukan orang yang bisa dipercaya. (Al Hafizh Al Uqaili, Adh Dhu’afa, 2/310. Darul Kutub Al ‘ilmiyah)
Imam An Nasa’i mengatakan, Abdullah bin Muharrar adalah matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan). (Imam An Nasa’i, Adh Dhu’afa wal Matrukin, Hal. 200, No. 332)
Imam Ibnu Hibban mengatakan, bahwa Abdullah bin Muharrar adalah diantara hamba-hamba pilihan, sayangnya dia suka berbohong, tidak mengetahui, dan banyak memutarbalik-kan hadits, dan tidak faham. (Imam Az Zaila’i, Nashb Ar Rayyah, 1/297)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa Abdullah bin Muharrar adalah seorang yang dhaif jiddan (lemah sekali). (Imam Ibnu Hajar,Talkhish Al Habir, 4/362. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Ada pun ulama yang mendhaifkan hadits ini adalah Al Hafizh Ibnu Hajar, Imam An Nawawi menyebutnya sebagai hadits batil, sedangkan Imam Al Baihaqi menyebutnya hadits munkar. (Ibid)
Oleh karena itu, dengan dasar dhaifnya hadits ini, ulama kalangan Malikiyah dan sebagian Hambaliyah melarang aqiqah ketika sudah dewasa.
Tetapi, banyak pula imam kaum muslimin yang membolehkan. Sebab hadits di atas memiliki beberapa syawahid (penguat), sehingga terangkat menjadi shahih.
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Kitab Musykilul Atsar No. 883: Berkata kepada kami Al Hasan bin Abdullah bin Manshur Al Baalisi, berkata kepada kami Al Haitsam bin Jamil, berkatakepada kami Abdullah bin Mutsanna bin Anas, dari Tsumamah bin Anas, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya
: أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعدما جاءته النبوة
Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengaqiqahkan dirinya setelah datang kepadanya nubuwwah (masa kenabian).
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath No. 994: Berkata kepada kami Ahmad, berkata kepada kami Al Haitsam (bin Jamil), berkata kepada kami Abdullah (bin Mutsanna), dari Tsumamah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن النبي عق عن نفسه بعد ما بعث نبيا
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah diutus sebagai nabi”
Ketiga, diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla, 7/528, Darul Fikr: Kami meriwayatkan dari Ibnu Aiman, berkata kepada kami Ibrahim bin Ishaq As Siraaj, berkata kepada kami ‘Amru bin Muhammad An Naaqid, berkata kepada kami Al Haitsam bin Jamil, berkata kepada kami Abdullah bin Al Mutsanna bin Anas, berkata kepada kami Tsumamah bin Abdullah bin Anas, dari Anas, katanya:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَقَّ، عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَمَا جَاءَتْهُ النُّبُوَّةُ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah datang kepadanya masa kenabian.”
Syaikh Al Albani memberikan komentar tentang semua riwayat penguat ini:
قلت : و هذا إسناد حسن رجاله ممن احتج بهم البخاري في “ صحيحه ” غير الهيثم ابن جميل ، و هو ثقة حافظ من شيوخ الإمام أحم
“Aku berkata: Isnad hadits ini hasan, para perawinya adalah orang-orang yang dijadikan hujah oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, kecuali Al Haitsam bin Jamil, dia adalah terpercaya, seorang haafizh, dan termasuk guru dari Imam Ahmad.”
(As Silsilah Ash Shahihah, 6/502) Sehingga, walau sanad hadits riwayat Imam Abdurrazzaq adalah dhaif –karena di dalamnya ada Abdullah bin Muharrar yang telah disepakati kedhaifannya- Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menshahihkan hadits ini dengan status SHAHIH LI GHAIRIHI, karena beberapa riwayat di atas yang menguatkannya. (Ibid)
Ulama yang membolehkan aqiqah ketika sudah dewasa adalah Imam Muhammad bin Sirin, Al Hasan Al Bashri, Atha’, sebagian Hambaliyah dan Syafi’iyah.
Imam Ahmad ditanya tentang bolehkah seseorang mengaqiqahkan dirinya ketika sudah dewasa? Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitabnya sebagai berikut:
وقال أن فعله إنسان لم أكرهه “
“Dia (Imam Ahmad) berkata: Aku tidak memakruhkan orang yang melakukannya.” (Imam Ibnul Qayyim, Tuhfatul Maudud, Hal 61. Cet. 1. 1983M-1403H.Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Imam Muhammad bin Sirin berkata:
لَوْ أَعْلَمُ أَنَّهُ لَمْ يُعَقَّ عَنِّي ، لَعَقَقْتُ عَنْ نَفْسِي.
“Seandainya aku tahu aku belum diaqiqahkan, niscaya akan aku aqiqahkan diriku sendiri.” (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 24718)
Imam Al Hasan Al Bashri berkata:
إذا لم يعق عنك ، فعق عن نفسك و إن كنت رجلا
Jika dirimu belum diaqiqahkan, maka aqiqahkan buat dirimu sendiri, jika memang kamu adalah laki-laki. (Imam Ibnu Hazm, Al Muhalla, 8/322)
Dan, inilah pendapat yang lebih pas, Insya Allah. Hanya saja di negeri kita umumnya, memang tidak lazim aqiqah ketika sudah dewasa. Aquulu qauliy haadza wa astaghfirullahu liy wa lakum
Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah.
🍀💐🌸🌿🍀🌸💐🌿
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
📢Sebarkan! Raih pahala..