Menikahi Wanita Hamil

Assalamu’alaikum Wr. Wb ustadz/ah…
bagaimana seseorang laki2 menikah dengan wanita yg hamil 3 bulan sedangkan anak yg dikandunganya itu bukan anaknya melainkan perbuatan laki2 lain. Tapi laki2 ini tau dan beliau ttp menikahinya..

Jawaban
————–

‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Nikahnya orang zina itu haram hingga ia bertaubat, baik dengan pasangan zinanya atau dengan orang lain. Inilah yang benar tanpa diragukan lagi. Demikianlah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf, di antara mereka yakni Ahmad bin hambal dan lainnya.

Tetapi kebanyakan ulama salaf dan khalaf membolehkannya, yaitu pendapat Imam Yang tiga, hanya saja Imam Malik mensyaratkan rahimnya bersih (kosong/tidak hamil).
Abu Hanifah membolehkan akad sebelum  istibra’ (bersih dari kehamilan) apabila ternyata dia hamil, tetapi jika dia hamil tidak boleh  jima’ (hubungan badan) dulu  sampai dia melahirkan.
Asy Syafi’i membolehkan akad secara mutlak akad dan hubungan badan, karena air sperma zina itu tidak terhormat, dan hukumnya tidak bisa dihubungkan nasabnya, inilah alasan Imam Asy Syafi’i.
Abu Hanifah memberikan rincian antara hamil dan tidak hamil, karena wanita hamil apabila dicampuri, akan menyebabkan terhubungnya anak yang bukan anaknya, sama sekali berbeda dengan yang tidak hamil.”

# Nikahnya Wanita Hamil
Harus dirinci sebagai berikut:
1. Hamil karena suaminya sendiri, tetapi suaminya meninggal atau wafat, dia jadi janda. Bolehkah menikah dan dia masih hamil?
Sepakat kaum muslimin seluruhnya, wanita hamil dan dia menjanda ditinggal mati suami atau cerai, hanya baru boleh nikah setelah masa iddahnya selesai, yaitu setelah kelahiran bayinya. Tidak boleh baginya nikah ketika masih hamil, karena ‘iddahnya belum selesai.

2. Gadis Hamil karena berzina, bolehkah dia menikah?
Jika yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya, maka menurut Imam Asy Syafi’i adalah boleh. Imam Abu Hanifah juga membolehkan tetapi tidak boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan.
Imam Ahmad mengharamkannya. Begitu pula Imam Malik dan Imam Ibnu Tamiyah. Sedangkan, jika yang menikahinya adalah laki-laki lain, maka menurut Imam Ibnu taimiyah juga tidak boleh kecuali ia bertaubat, yang lain mengatakan boleh, selama ia bertobat plus Iddahnya selesai (yakni sampai melahirkan), inilah pendapat Imam Ahmad. Demikian.

Wallahu a’lam.

Teladan Dalam Tawadhu Dan Memuliakan Ulama

© Imam Asy-Sya’bi berkata, “Suatu saat Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu (sahabat senior, ulama dan penghafal Al-Quran) melakukan shalat jenazah. Setelah selesai, dibawakan kepadanya keledai untuk dia kendarai. Maka datanglah Ibnu Abas untuk memegang tempat pijakan kakinya.

Zaid berkata, “Biarkanlah wahai anak paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Ibnu Abbas berkata,

هكذا نفعل بالعلماء
“Demikianlah (yang seharusnya) kami lakukan terhadap ulama.”

Maka Zaid bin Tsabit segera mencium tangan Ibnu Abas seraya berkata,

هكذا أمرنا أن نفعل بأهل بيت نبينا
“Demikianlah kami diperintahkan untuk bersikap terhadap ahlul bait (keluarga) Nabi kami.”

(Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir, 19/326)

® Muhamad bin Abi Bisyr mendatangi Imam Ahmad untuk bertanya suatu masalah. Maka beliau berkata,

“Datanglah kepada Abu Ubaid, yaitu Al-Qasim bin Sallam, karena dia memiliki penjelasan yang tidak dapat kamu dengarkan dari selain dia.”

Maka dia mendatanginya dan ternyata mendapatkan jawaban yang jelas dari beliau. Lalu dia memberitahu bahwa Imam Ahmad yang menyuruhnya bertanya kepadanya seraya memujinya. Maka dia (Abu Ubaid) berkata,

“Beliau merupakan pembela Allah. Allah perlihatkan kebaikannya di tengah masyarakat, walapun dia menyembunyikannya, lalu Allah jadikan simpanan untuknya meraih kemuliaan. Tidakkah engkau lihat beliau menjadi orang yang dicintai masyarkat? Kedua mata saya belum pernah melihat seseorang di Irak yang berkumpul sifat-sifat yang ada padanya; Santun, berilmu dan paham.”

(Siyar A’lam Nubala, 11/201)

© Saat putera Imam Ahmad wafat, Ibrahim Al-Harbi, seorang ulama besar mendatangi bertakziah dan menemui Abdullah bin Ahmad bin Hambal, putera Imam Ahmad ini juga merupakan ulama besar. Saat melihat kedatangan Ibrahim Al-Harbi, Abdullah bin Ahmad segera berdiri menyambutnya.

Maka berkatalah Ibrahim Al-Harbi, “Kamu berdiri untukku?”

Abdullah bin Ahmad berkata,

والله لو رآك أبي لقام إليك

“Demi Allah, seandainya bapakku melihatmu, diapun akan bediri untuk menyambutmu.”

Lalu Ibrahim Al-Harbi berkata,

والله لو رأى ابن عيينة أباك لقام إليه

“Wallahi, seandainya Ibnu Uyaynah melihat bapakmu, niscaya diapun akan berdiri untuk menyambutnya.”

▪Ibnu Uyaynah adalah ulama besar yang hidup sebelum masa Imam Ahmad.

(Manaqib Imam Ahmad, hal. 202)

® Imam Bukhari berkisah,

“Saat aku ke negeri Bashrah (irak), lalu dia menghadiri majelis seorang ulama di sana yang bernama Bundaar. Saat melihatnya, ulama tersebut bertanya (dia belum mengenali wajah Imam Bukhari), “Saudara dari mana?” Beliau menjawab, “Dari Bukhara.” (Bukhara adalah negeri tempat Imam Bukhari tinggal yang dari situlah namanya lebih dikenal). Maka sang ulama tadi berkata, “Mengapa engkau tidak datangi majelis Abu Abdillah (kunyah Imam Bukhari).”

Imam Bukhari diam saja. Lalu orang-orang di situ yang mengenali Imam Bukhari berkata, “Beliaulah Abu Abdillah.” Maka sang ulama tadi berkata, “Selamat datang wahai orang yang selama ini bertahun-tahun aku kagumi.” Sambil beliau mengambil tangannya lalu memeluknya.

(Tarikh Baghdad, 2/17)

Wallahu A’lam

Beruntung Memiliki Istri Sholihah

Tugas Seorang Istri

Pertanyaan

Assamualaikum ustadzah..saya ingin bertanya. Tugas istri adalah mentaati suami, Bagaimana jika suami meminta saya(kami sekeluarga) tinggal bersama dirumah ibunya , meninggalkan pekerjaan saya dan membantu ibunya berjualan, sebenarnya saya mau tp di hati kecil saya, saya ingin membangun keluarga saya dengan kemandirian.apa permintaan suami saya, saya patuhi?jazakillah.

Jawaban

Oleh: Ustadzah Nurdiana
‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Ukhty sholehah sudahkah di sampaikan ke suami tentang keinginan membangun keluarga dengan kemandirian? Dan anti sudah pahamkah apa yang menjadi alasan suami kenapa disuruh tinggal bersama bundanya? Coba di diskusikan kembali bersama suami, kemukakan dengan bijak apa keinginan anti? Tapi kalaupun keputusan nya tetap harus tinggal bersama bundanya, maka lapangkanlah hati  untuk menerima, ikhlaskan diri untuk memulai kehidupan bersama mertua hal-hal yang sebaiknya anti pahami:

1⃣.Masalah ketaatan, istri wajib taat perintah suami sepanjang suami tidak mengajak pada kemaksiatan, Allah berfirman”Taatlah kamu kepada Allah, Taat lah kepada rasul dan ulil amri diantara kalian” suami pemimpin dalam rumah tangga, sehingga istri wajib taat pada hal  yang ma’ruf.

2⃣.Mertua tidak hanya bunda suami tapi juga harus anti anggap dan perlakuan seperti bunda sendiri, menghormati, mencintai dan bersikap  baik, menolong kesulitannya merupakan hal  yang ma’ruf yang akan membuat suami senang dan tambah sayang dengan anti, dan yakinlah saat kita berbuat baik kebaikan itu untuk diri kita sendiri, Allah berfirman, di dalam surat  al Isro ayat 7
“in ahsantun ahsantum li anfusikum,….barangsiapa berbuat baik maka kebaikannya kembali untuk dirinya”.

3⃣Bakti pada ortu atau mertua bisa jadi tiket ke surga.

4⃣Utamakan keutuhan keluarga dari pada mempertahankan pekerjaan anti yang mungkin anti merasa senang dengan pekerjaan itu dan berat untuk meninggalkannya karena sudah terbiasa punya uang dan mengelola uang sendiri, kami paham dengan segala keberatan dan bayangan ketidak nyamanan yang ada dalam fikiran anti, tapi percayalah tidak ada pengorbanan yang sia-sia bila kita niatkan untuk kebaikan, rezqi tidak selalu dalam bentuk harta, kebahagiaan keluarga, keutuhan, kebersamaan yangǥ dibangun karena cinta itu juga rezqi.

5⃣.Coba sholat hajat, minta kepada Allah petunjuk dankeputusan terbaik, sehingga apapun keputusannya kita bisa menerima dengan lapang dada
“Pengalaman keikhlasan yang penting adalah tunduk dan patuh pada sesuatu yang kita tidak setujui dan taat dalam keadaan terpaksa”(ust Anis Mata).

Ukhty banyaklah bersyukur dengan setiap potongan kisah perjalanan kehidupan rumah tangga anti, Alhamdulillah masih ada orang tua jadikanlah bakti anti ke orang tua menjadi sebab Rahmat dan kasih sayang Allah turun untuk anti dan keluarga.

Wallahu a’lam.


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Dosa Menggelisahkan Jiwa

Sendal Pembawa Dosa

📝 Pemateri: Ustadz Solikhin Abu Izzuddin

© Dalam perjalanan ke masjid untuk mengisi pengajian sore ini aku teringat dengan sebuah kisah yang unik. Seorang ulama ahli ibadah seringkali memakai sandal bagus untuk mendukung dia pergi ke masjid dalam rangka bersyukur kepada Allah. Namun sandal tersebut ternyata diambil atau tepatnya dicuri orang yang membutuhkan.

▪Kemudian dia memakai sandal yang biasa agar tidak menarik minat dan selera orang untuk mengambil sandal tersebut. Eh ternyata hilang juga. Akhirnya beliau memutuskan untuk tidak memakai sandal. Orang-orang pun bertanya keheranan,  “Ya Syaikh mengapa Anda tidak mengenakan sandal?”

▪Dengan bijak beliau menjawab, “Aku memang sengaja tidak memakai sandal agar tidak ada orang yang mencuri sandalku sehingga aku tidak membuat mereka melakukan dosa gara-gara mencuri sandalku. Aku tidak ingin menjadi sebab bagi timbulnya dosa bagi orang lain.”

© Sahabatku…
Kisah ini sangatlah sederhana, seorang yang shalih tidak ingin menjadi sebab timbulnya dosa bagi orang lain. Sangat berbeda dengan orang-orang atau seseorang yang menyengaja membuat sebuah sensasi sehingga diomongin atau dikomentari orang lain yang bisa saja yang komen tersebut menjadi berdosa karenanya. Misalnya mancing malem sandal kemudian ramai ramai orang berkomentar. Bisa saja menjadi berdosa bila komentar termasuk ejekan. Dia pemicu komentar juga berdosa. Kita yang asal komentar juga hati-hati karena bisa jadi sedang memproduksi dosa.

▪Caranya gimana?
Orang yang memang tidak punya kapasitas selain sensasi yang menyebabkan dosa bagi orang lain nggak usah diberikan beban dan amanah yang berat apalagi pemimpin sebuah negara. Kasihan kalau dia banyak berdosa.

® Sahabatku
Mari tolonglah dia dengan tidak usah memilih lagi. Satu kali sudah cukup banyak bikin dosa kita dan dia juga,  apalagi kalau sampai dua periode. Terlalu berat.

Wallahu a’lam

 


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Dia Sering Menyakiti Perasaan ku..

Assalamu’alaikum…Afwan ustadz, Bagaimana kita harus bersikap untuk menghadapi seseorang yg secara tidak langsung dia menyakiti hati dan perasaan orang di sekitarnya, tapi dia tidak pernah merasa apabila dia berkata dan berbuat itu menyakiti saudara a.
Apakah akan kita tabayun sendiri atau menyerahkan kepada seseorang lebih berkafaah dengan urusan ini?-A13-

Jawaban
————–

‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Menghadapi orang yang menyakiti kita, ada beberapa cara:

📌 Reaksikan dengan sikap, seperti mendiamkannya dalam rangka memberikan pelajaran. Ini tidak dilarang dan bukan termasuk larangan “mendiamkan saudara melebihi tiga hari.” Rasulullah  ﷺ pernah mendiamkan tiga orang sahabatnya selama 50 hari karena mereka meninggalkan perang Tabuk tanpa alasan.
Orang-orang bijak mengatakan: “Orang biasa menyikapi hal buruk dengan perkataan dan orang ‘alim menyikapi yang tidak disukai dengan sikapnya.”

📌 Jika cara itu tidak membuatnya berubah, maka coba menasihatinya dengan baik. Allah ﷻ berfirman:
  وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatakn itu bermanfaat bagi orang-orang beriman. (QS. Adz Dzariyat: 55)

📌 Jika ini juga tidak bisa, maka minta bantuan kepada orang lain yang mungkin bisa dia dengar nasihatnya. Biasanya orang yang dihormatinya.

Sebagaimana yang Allah ﷻ perintahkan kepada suami istri yang sedang berselisih, dalam ayat berikut:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَماً مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحاً يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً خَبِيراً

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An Nisa: 35)

📌 Jika ini masih belum mempan, maka serahkan kepada Allah ﷻ, yang penting kita sudah melakukan upaya-upaya ishlah (perbaikan).

Allah ﷻ berfirman:

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (21) لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

Berilah peringatakan, tugasmu hanyalah memberi peringatan. Kamu tidaklah memiliki kekuasaan kepada mereka untuk memaksa. (QS. Al Ghasyiah: 21-22)

📌 Terakhir doakan dia, karena doa orang teraniaya tidak ada hijab (penghalang).  Nabi ﷺ bersabda:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

Dan takutlah kalian terhadap doanya orang teraniaya, sebab tidak hijab (penghalang) antara dirinya dengan Allah ﷻ.  (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Demikian.

Wallahu a’lam.

Shaum Senin Tanpa Kamis, Atau Sebaliknya, Bolehkah?​

Bukan kewajiban harus Senin dan Kamis, … Senin saja sah, Kamis saja sah, dijalankan dua-duanya Afdhal.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah mengatakan:

لا حرج في صوم أحد اليومين المذكورين وصيامهما سنة وليس بواجب، فمن صامهما أو أحدهما فهو على خير عظيم، ولا يجب الجمع بينهما، بل ذلك مستحب؛ للأحاديث الصحيحة الواردة في ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم.

​Tidak apa-apa shaum di salah satu hari dari dua hari itu. Shaum tersebut Sunnah. Itu bukan kewajiban. Barang siapa yang berpuasa kedua hari itu atau salah satunya, maka dia di atas kebaikan yg besar. Tidak wajib menggabungkan keduanya tapi penggabungan itu adalah hal yg disukai, berdasarkan hadits-hadits yg ada tentang hal itu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.​ (Majmu’ Al Fatawa, 15/386)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

والأفضل صيامهما معاً، ومن صام يوم الخميس وحده أو الإثنين وحده فله ثواب صيامه. والله أعلم.

Yg lebih utama adalah berpuasa kedua hari itu, namun siapa yang berpuasa di hari Kamis saja atau Senin saja maka dia tetap mendapatkan pahala. Wallahu a’lam.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 101641)

Demikian. Wallahu a’lam

Menghajikan Orang Yang Sudah Wafat

Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah ….fulanan sdh tdk memiliki ayah (meninggal) sebelum menikah , setelah menikah ,ia dan suami nya diberi kesempatan oleh Allah Swt menunaikan ibadah haji…beberapa tahun kemudian atas idzin ALLAH swt,suami fulanah mendapatkan rezeki lg untuk bs berhaji lg…pertanyaan nya adalah..boleh kan kesempatan haji ini dipake sang suami untuk membadalkan haji ayahnya fulanah?

Jawaban
————–

‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulilla wa Ba’d:

Syariat Islam membolehkan ibadah haji seseorang yang sudah meninggal, lumpuh, dan  tua bangka yang lemah, digantikan oleh orang lain atas nama  orang tersebut. (Istilahnya  badal haji). Berikut dalil-dalilnya:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

  Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat haji, apakah saya atas nama ibu saya?” Beliau bersabda: “Ya, berhajilah untuknya, apa pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.”  (HR. Al Bukhari No. 1852, 7315)

  Berkata Imam Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah:

وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجّ وَجَبَ عَلَى وَلِيّه أَنْ يُجَهِّز مَنْ يَحُجّ عَنْهُ مِنْ رَأْس مَاله كَمَا أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاء دُيُونه

  “Dalam hadits ini, sesungguhnya seseorang yang meninggal dan dia wajib haji, maka wajib bagi keluarganya untuk mempersiapkan seseorang untuk  berhaji baginya yang biayanya dari pokok hartanya, sebagaimana keluarganya wajib membayarkan hutang-hutangnya.”    (Fathul Bari, 4/66)

   Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menambahkan:

وفي الحديث دليل على وجوب الحج عن الميت، سواء أوصى أم لم يوص، لان الدين يجب قضاؤه مطلقا، وكذا سائر الحقوق المالية من كفارة، أو زكاة، أو نذر. وإلى هذا ذهب ابن عباس، وزيد بن ثابت، وأبو هريرة، والشافعي، ويجب إخراج الاجرة من رأس المال عندهم.
 
“Dalam hadits ini terdapat dalil wajibnya haji bagi orang mayit, sama saja  baik dia berwasiat untuk dihajikan atau tidak, karena membayar hutang adalah kewajiban yang mutlak, demikian juga semua hak-hak harta, baik berupa kifarat (denda), zakat, atau nadzar. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, Asy Syafi’i, dan menurut wajib mengeluarkan ongkosnya dari harta pokoknya (modal).”   (Fiqhus Sunnah, 1/636)

​📌 Haji Untuk Yang Sudah Sangat Tua dan Lemah​

Badal haji ini juga boleh dilakukan untuk orang yang sudah sangat tua dan tidak punya kekuatan, hal ini didasari oleh riwayat dari Al Fadhl bin ‘Abbas bahwa seorang wanita dari daerah Khats’am bertanya:

  يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
 
“Ya Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah tentang haji ini, bertepatan dengan keadaan ayahku yang sudah sangat tua dan tidak mampu berkendaraan, apakah boleh menghajikan untuknya?” Beliau bersabda: “Ya,” dan saat itu terjadi pada haji wada’. (HR. Al Bukhari No. 1854, 4399)

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu berkendaraan, boleh dihajikan oleh orang lain. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

لحج عن الغير من استطاع السبيل إلى الحج ثم عجز عنه، بمرض أو شيخوخة، لزمه إحجاج غيره عنه، لانه أيس من الحج بنفسه لعجزه، فصار كالميت فينوب عنه غيره.

  “Orang yang sudah mampu untuk pergi haji kemudian dia menjadi lemah karena sakit atau karena usia lanjut, wajiblah baginya mencari pengganti untuk menghajikan dirinya, karena dia tidak ada harapan untuk melakukannya sendiri lantaran kelemahannya, hal ini tidak ubahnya seperti orang yang sudah meninggal dan digantikan oleh orang lain.”  (Fiqhus Sunnah, 1/637)

  Selanjutnya beliau berkata:

وقد رخص بعضهم أن يحج عن الحي إذا كان كبيرا وبحال لا يقدر أن يحج، وهو قول ابن المبارك والشافعي. وفي الحديث دليل على أن المرأة يجوز لها أن تحج عن الرجل والمرأة، والرجل يجوز له أن يحج عن الرجل والمرأة، ولم يأت نص يخالف ذلك.
 
  “Sebagian ulama telah memberikan keringanan untuk berhaji bagi orang yang masih hidup jika dia sudah sangat tua dan  sudah tidak ada kesanggupan melaksanakan haji. Inilah pendapat Ibnul Mubarak dan Asy Syafi’i. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa wanita boleh menghajikan laki-laki dan wanita, dan sebaliknya juga laki-laki boleh berhaji untuk laki-laki dan wanita, dan tidak ada pernyataan yang bertentangan dengan ini.”  (Ibid)

​📌 Syarat Orang Yang Menghajikan​

  Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرط الحج عن الغير يشترط فيمن يحج عن غيره، أن يكون قد سبق له الحج عن نفسه.

  “Disyaratkan bagi orang yang menghajikan orang lain, bahwa dia harus sudah haji untuk dirinya dulu.”  (Ibid, 1/638)

Hal ini berdasarkan pada hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَن نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika dari Syubrumah.” Rasulullah bertanya: :”Siapa Syubrumah?” laki-laki itu menjawab: “Dia adalah saudara bagiku, atau teman dekat saya.” Nabi bersabda: “Engkau sudah berhaji?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.”  Nabi bersabda: “Berhajilah untuk dirimu dahulu kemudian berhajilah untuk Syubrumah.”  (HR. Abu Daud No. 1813, Imam Al Baihaqi mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Al Muharar fil Hadits, No. 665)

  Hadits ini menjadi pegangan mayoritas ulama, bahwa orang yang ingin mewakilkan haji orang lain, di harus sudah berhaji untuk dirinya dahulu.

Berkata Imam Abu Thayyib Rahimahullah:

وَظَاهِر الْحَدِيث أَنَّهُ لَا يَجُوز لِمَنْ لَمْ يَحُجّ عَنْ نَفْسه أَنْ يَحُجّ عَنْ غَيْره وَسَوَاء كَانَ مُسْتَطِيعًا أَوْ غَيْر مُسْتَطِيع لِأَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ لَمْ يَسْتَفْصِل هَذَا الرَّجُل الَّذِي سَمِعَهُ يُلَبِّي عَنْ شُبْرُمَةَ ، وَهُوَ يَنْزِل مَنْزِلَة الْعُمُوم ، وَإِلَى ذَلِكَ ذَهَبَ الشَّافِعِيّ . وَقَالَ الثَّوْرِيّ : إِنَّهُ يُجْزِئُ حَجّ مَنْ لَمْ يَحُجّ عَنْ نَفْسه مَا لَمْ يَتَضَيَّقْ عَلَيْهِ .

Menurut zhahir hadits ini, tidak dibolehkan orang yang belum menunaikan haji untuk diri sendiri menghajikan untuk orang lain. Sama saja, apakah orang tersebut mampu atau tidak mampu, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak merinci keadaan laki-laki yang telah beliau dengar menjawab panggilan dari Syubrumah, sehingga hal itu menunjukkan keadaan yang umum, Inilah madzhab Asy Syafi’i. Sementara Ats Tsauri berkata: “Bahwa boleh saja orang yang belum haji dia menghajikan orang lain selama tidak menyulitkannya.”  (‘Aunul Ma’bud, 5/174).
Demikian.

Wallahu a’lam.

Jangan Sakiti Saudaramu​

📌 Muslim terbaik itu muslim yang mulut dan tangannya aman dari mengganggu manusia.

📌 Dari Abu Musa Al Asy’ariy Radhiallahu ‘Anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْمُسْلِمِينَ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya: “Muslim yang bagaimana yang paling utama?”

Beliau menjawab: “Yaitu orang  yang muslim lainnya aman dari  lisan dan tangannya.”

(HR. At Tirmidzi no. 2627, kata Imam At Tirmidzi: Hasan Shahih)

📌 Mengganggu saudara seiman, bukan hal yang ringan, sangat berat dan besar hukumannya.

📌 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:

قيل للنبى  – صلى الله عليه وسلم -  إن فلانة تقوم الليل وتصوم النهار وتفعل وتفعل الخيرات وتتصدق وتؤذى جيرانها بلسانها فقال رسول الله  – صلى الله عليه وسلم -  لا خير فيها هى من أهل النار قيل وفلانة تصلى المكتوبة وتتصدق من الأثوار من الأقط ولا تؤذى أحد فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -  هى من أهل الجنة

Dikatakan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam:

“Si Fulanah, rajin shalat malam, shaum di siang hari, banyak melakukan kebajikan dan bersedekah, tapi mulutnya suka mengganggu tetangganya.”

Nabi menjawab: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka.”

Dikatakan lagi: “Sementara, Si Fulanah dia hanya shalat wajib, bersedekah, tapi tidak pernah menyakiti siapa pun.”

Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam menjawab: “Dia termasuk penduduk surga.”

(HR. Bukhari, Adabul Mufrad no. 119, Al Hakim, 4/116, Ahmad, 2/440)

📌 Bagaimana mungkin seorang muslim menyakiti saudara seorang muslim, kepada hewan saja kita dilarang menyakiti?

📌 Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata:

والله ما يحل لك أن تؤذي كلباً ولا خنزيراً بغير حق، فكيف تؤذي مسلما؟

Demi Allah, tidak halal bagimu menyakiti anjing dan babi dengan tanpa alasan yang benar, lalu bagaimana kau bisa menyakiti seorang muslim?

(Durar min Aqwaal Aimmah As Salaf)

Wallahu a’lam

Kajian Kitab: Bab Shiddiq – Jujur Membawa Berkah​

​Hadits:​

عن أبي خالد حَكيمِ بنِ حزامٍ – رضي الله عنه – ، قَالَ :
قَالَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – :البَيِّعَانِ بالخِيَار مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإنْ صَدَقا وَبيَّنَا بُوركَ لَهُمَا في بيعِهمَا ، وإنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بركَةُ بَيعِهِما

مُتَّفَقٌ عَلَيهِ

​Artinya:​

​Dari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam r.a., beliau masuk Islam di zaman penaklukkan Makkah, sedang ayahnya adalah termasuk golongan pembesar-pembesar Quraisy, baik di masa Jahiliyah atau pun di masa Islam, beliau berkata: “Rasulullah s.a.w. bersabda:​

​”Dua orang yang berjual-beli itu mempunyai pilihan – yakni boleh mengurungkan jual-belinya atau jadi meneruskannya – selama keduanya itu belum berpisah (dari majelis). Apabila keduanya itu bersikap benar dan menerangkan – cacat-cacatnya, maka diberi berkahlah jual-beli keduanya, tetapi jikalau keduanya itu menyembunyikan – cacat-cacatnya – dan sama-sama berdusta, maka hilanglah keberkahan jual-beli keduanya itu.”​

(Muttafaq ‘alaih)
           ☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO dari Web Manis berikut.

Silahkan menyimak dengan cara klik link dibawah ini:

 http://www.manis.id/p/kajian.html?m=1 

Anak Hasil Pernikahan Beda Agama

Assalamu’alaikum ustadz.bagaimana hukum nikahnya seorang wanita dgn seorang pria hasil pernikahan ortunya beda agama(ibu muslimah & ayah Nasrani).bolehkah?kl misal gak blh,klo dah telanjur apa yg hrs dilakukan ustadz?jazakallah

Jawaban
————–

‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Pernikahan beda agama, khusunya jika yg ​non muslim​ adalah PRIANYA, maka para ulama sepakat keharamannya.

📌 Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman ​maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.​ Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (Al-Mumtahanah: 10)

Berkata Imam Al-Qurthubi Rahimahullah tentang ayat ​(maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.​ Mereka (muslimah)  tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka ):

​”Yaitu Allah tidak menghalalkan wanita beriman untuk orang kafir, dan tidak boleh laki-laki beriman menikahi wanita musyrik​.

​(Imam Al-Qurthubi, Jamiul Ahkam, 18/63. Tahqiq: Hisyam Samir Al-Bukhari. Dar Alim Al-Kutub, Riyadh)​

Dalam As-Sunnah, adalah Zainab puteri Rasulullah menikahi Abu Al-Ash yang masih kafir. Saat itu belum turun ayat larangan pernikahan yang seperti ini. Ketika turun ayat larangannya, maka meninggalkannya selama enam tahun hingga akhirnya Abu Al-Ash masuk Islam. Akhirnya nabi mengulangi pernikahan mereka dengan akad yang baru.

Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma mengatakan:

​”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengembalikan puterinya, Zainab, kepada Abu Al-Ash bin Ar Rabi setelah enam tahun lamanya, dengan pernikahan awal.​

​(HR. At Tirmidzi No. 1143, katanya, isnadnya tidak apa-apa. Ibnu Majah No. 2009, Abu Daud No. 2240, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak No. 2811, 6693, Ahmad No. 1876)​

Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Dishahihkan oleh Imam Ahmad.” (Lihat Tahdzibus Sunan, 1/357). Imam Al-Hakim menshahihkannya, katanya sesuai syarat Imam Muslim. (Al Mustadrak No. 6693). Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan: hasan. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 1876). Syaikh Al-Albani menshahihkannya. (Irwa Al-Ghalil No. 1961)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan bahwa larangan tersebut adalah ijma, katanya:

​”Dan, telah menjadi ijma (konsensus) yang kuat atas haramnya wanita muslimah menikahi orang-orang kafir.​

(Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 15/203. Mawqi Al-Islam)

Kemudian …

Bagaimana anak yg dihasilkan dari pernikahan itu? Maka anak tersebut tidak sah dinasabkan ke ayah biologisnya. Sebab lahir dr perzinahan.

Jika anak itu wanita, maka dia boleh menikah dgn ber-walikan wali hakim, atau istilah kita; penghulu, yaitu wali yg berasal dari negara.

Ini sesuai hadits Nabi ​Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam​:

السلطان ولي من لا ولي لها

​Sultan (negara)  adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.​ (HR. At Tirmidzi, Abu Daud, dll. Hasan)
Demikian.

Wallahu a’lam.