Saat Istri Bekerja Diluar…

Ustadz Menjawab
Selasa, 28 Agustus 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Assalamu’alaikum ustadz/ustadzah, afwan saya mau nanya., gini ustadz, ketika seorang wanita sudah berumah tangga kan seluruh tanggung jawab atas dirinya sudah ditanggung sama suaminya (sudah menjadi kewajiban suaminya), nah, ketika si istri mau bekerja d luar rumah, si istri ini sudah mendapatkan izin dari suaminya, saya tahu kalau tanggung jawab istri itu kan berada d rumah, dan memelihara dirinya., tapi kan si istri ini sudah mendapatkan izin dari suaminya untuk bekerja., jadi dimana letak tidak berkah nya ustadz??
Soalnya ada yang bilang sama saya, walaupun si istri sudah mendapatkan izin dari suaminya utk bekerja d luar rumah, tapi itu tetap tidak berkah., apa benar begitu ustadz? jika benar dimana letak tidak berkahnya,, kan dari awal suaminya sudah mengizinkannya utk bekerja., mohon penjelasannya ustadz., jazakallahu khairan ustdaz, wassalam 🙏🏻🙏🏻
Jawaban
————–
‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Berkah (Al Barokah), artinya:
هي النماء والزيادة .
وكذلك البركة في الأمر , فالخير يثبت فيه ولا يُفارقه ويُبارك الله فيه بأن ينمُو ويزداد .
البركة قيمةٌ معنوية لا تُرى بالعين المجردة ولا تُقاس بالكم ولا تحويها الخزائن .. هي شعورٌ إيجابي يشعر به الإنسان .
إذاً البركة تحملُ معنى نزول الخير الإلهي .
Artinya berkembang dan bertambah. Demikian juga makna berkah pada sebuah urusan, yaitu kebaikan selalu mengiringi urusan tersebut dan tidak pernah berpisah, dan Allah memberkahi urusan itu dengan menumbuhkan dan menambahkan.
Berkah itu nilai yang sifatnya ma’nawiyah (esensial), tidak bisa dilihat oleh mata telanjang dan tidak bisa dianalogikan dengan kuantitas, dan tidak pula diukur dengan harta .. berkah adalah cita rasa positif yang dirasakan manusia. Jadi, berkah itu bermakna turunnya kebaikan ilahiy kepada manusia.(Selesai)
Untuk wanita bekerja itu boleh (bukan wajib dan Sunnah), asalkan:
– izin suami
– pekerjaan yang halal
– tetap menjaga adab dan akhlak Islam
– tidak menelantarkan hak-hak suami dan anak, dan kewajiban di rumah
Jika ada yg terbengkalai salah satunya maka terlarang baginya bekerja.
Wallahu a’lam.

Buang Angin Lewat Kemaluan, Batalkah Wudhu?

📆 Selasa, 16 Dzulhijjah 1439H / 28 Agustus 2018
📚 Fiqih dan Hadits

📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Masalah buang angin lewat kemaluan, ada dua pendapat:
1. BATAL Wudhunya
Ini pendapat Syafi’iyah dan Hambaliyah.
Imam An Nawawi mengatakan:
الخارج من قبل الرجل أو المرأة أو دبرهما ينقض الوضوء ، سواء كان غائطا أو بولا أو ريحا أو دودا أو قيحا أو دما أو حصاة أو غير ذلك ، ولا فرق في ذلك بين النادر والمعتاد ، ولا فرق في خروج الريح بين قبل المرأة والرجل ودبرهما ، نص عليه الشافعي رحمه الله في الأم ، واتفق عليه الأصحاب
Sesuatu yg keluar dari kemaluan dan dubur laki-laki dan perempuan adalah membatalkan wudhu, baik itu tinja, kencing, angin,  ulat, nanah, darah, atau lainnya. Tidak beda dalam hal ini baik yang jarang atau kebiasaan. Tidak ada beda antara keluarnya angin dari kemaluan laki-laki dan perempuan, dengan dari duburnya. Demikianlah ungkapan dari Asy Syafi’iy dalam Al Umm dan disepakati para sahabatnya.
(Al Majmu’, 2/3)
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
نقل صالح عن أبيه في المرأة يخرج من فرجها الريح : ما خرج من السبيلين ففيه الوضوء . وقال القاضي : خروج الريح من الذكر وقبل المرأة ينقض الوضوء
Shalih mengutip dari ayahnya (Imam Ahmad bin Hambal) tentang wanita yg mengeluarkan angin dari kemaluannya: “Apa pun yg keluar dari dua jalan (dubur dan kemaluan) adalah membatalkan wudhu.” Al Qadhi mengatakan: “Keluarnya angin dari dzakar laki-laki dan kemaluan wanita adalah membatalkan wudhu.”
(Al Mughniy, 1/125)
2. TIDAK BATAL
Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
Imak Ibnu ‘Abidin Rahimahullah mengatakan:
لا – ينقض – خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض
Tidaklah membatalkan wudhu angin yg keluar dari kemaluan laki-laki dan perempuan, karena itu bukanlah angin yang sebenarnya, kalau pun itu angin itu bukankah berasal dari tempat bersemayamnya najis.
(Raddul Muhtar, 1/136)
Al ‘Allamab Ad Dardir Al Malikiy Rahimahullah mengatakan:
إذا خرج الخارج المعتاد من غير المخرجين ، كما إذا خرج من الفم ، أو خرج بول من دبر ، أو ريح من قبل ، ولو قبل امرأة ، أو من ثقبة ، فإنه لا ينقض
Jika ada sesuatu keluar  yg biasa bukan berasal dari dua jalan keluar, seperti keluarnya dari mulut, atau kencing dari dubur, atau angin dari kemaluan, walau kemaluan wanita, atau walau dr lubang kencingnya, maka itu tidak membatalkan wudhu.
(Asy Syarhul Kabir, 1/118)
Mana yg kita ambil? Pendapat pertama lebih hati-hati untuk diambil. Sesuai hadits:
لَا وُضُوءَ إِلَّا مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ
Tidak ada wudhu kecuali dikarenakan suara atau angin. (HR. At Tirmidzi no. 74, katanya: hasan shahih)
Tapi, jika sudah menjadi penyakit yg tidak bisa dikontrol, semoga itu dimaafkan dan bisa diambil pendapat kedua.
Demikian. Wallahu A’lam

Pendidikan Islam adalah Kunci Keberhasilan Pertarungan Jangka Panjang!

Sejarah Perguruan Adabiah adalah potret sejarah Minangkabau atau Sumatera Barat sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ada yang mengategorikan era ini sebagai generasi emas Minangkabau. Sebut saja sebagian nama-nama seperti Haji Abdul Karim Amrullah, Zainuddin Labay el-Yunusi, Syekh Jamil Jambek, Ibrahim Musa Parabek, Rohana Kudus, Achmad Chatib Datuk Batuah, Tan Malaka, Haji Agoes Salim, Abdul Muis, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, dan Rasuna Said, sebagai wakil dari generasi tersebut.
Adalah Abdullah Ahmad, mungkin kurang dikenal di luar Sumatera Barat, yang mendirikan Adabiah School pada tahun 1909 yang menjadi cikal bakal Perguruan Adabiah. Beliau pula yang pada tahun 1915 meyakinkan para pengusaha dan cendekiawan untuk mendirikan Sjarikat Oesaha yang mengelola Perguruan Adabiah.
Prof. Dr. Willard A. Hanna pernah menyimpulkan dalam tulisannya “The Role of the Minangkabau in Contemporary Indonesia” bahwa orang Minangkabau adalah salah satu kelompok masyarakat yang paling terpelajar dan paling berpengaruh di Republik (Indonesia) ini. Pada masa tersebut, di Minangkabau paling tidak memiliki tiga kelompok corak pemuda: kelompok pemuda pembaharu yang dominan ideologi Islam, kelompok yang dominan unsur adat, dan mereka yang mendapatkan pendidikan Barat. Ketiga kelompok ini memiliki kesamaan yaitu:
* Tidak taklid dengan warisan nenek moyang,
* Menerima ide dan gagasan kemanusiaan tanpa memandang asal-usulnya,
* Melakukan komunikasi dengan kelompok masyarakat lain,
* Tidak berpikiran sempit kedaerahan.
Pendirian Adabiah School adalah contoh sikap kreatif dan inovatif terutama dalam pola pendidikan yang berbeda jauh dari sistem pendidikan surau serta menerima guru non-Minangkabau untuk mengajar di sekolahnya.
Sebuah fenomena menarik adalah bermunculannya sekolah-sekolah lain yang identik dengan Adabiah. Sekolah-sekolah tersebut didirikan tidak hanya di pusat kehidupan sosial, ekonomi, atau politik; namun meluas jauh dari keramaian dunia. Diantaranya:
* Madras School yang didirikan Syekh Ta’ib Umar di Sungayang, Tanah Datar
* Diniyah School yang didirikan Zainuddin Labay el-Yunusi di Padangpanjang,
* Arabiah School yang didirikan Syekh Abbas di Ladang Laweh, Agam
* Sekolah Thawalib didirikan HAMKA juga di Padangpanjang dan oleh Syekh Ibrahim Musa di Parabek, Agam
* PGAI oleh Abdullah Ahmad di Padang.
Ciri khas lainnya adalah pendidikan diselenggarakan juga di luar kelas yaitu melalui media massa berupa surat kabar dan majalah. Abdullah Ahmad menerbitkan majalah al-Munir di Padang pada tahun 1911. Oleh profesor Belanda, B.J.O. Schrieke beliau disebut sebagai bapak jurnalisme Islam Indonesia. Bahkan oleh HAMKA beliau disebut sebagai jurnalis Islam pertama di Sumatera, bahkan mungkin Indonesia. Pesatnya penerbitan majalah dan surat kabar merupakan suatu indikator naiknya melek huruf serta tingginya animo masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini.
Berikutnya muncul majalah lain seperti Munirul Manar (1919) dikelola oleh Zainuddin Labay el-Yunusi, al-Bayan (1920) oleh Syekh Ibrahim Musa Parabek, al-Basyir oleh Mahmud Yunus dan Ismail Laut, al-Ittiqan oleh H. Rasyid, dan al-Iftiraq oleh H. Abbas.
Beruntung para pelopor pendidikan di masa itu merasakan globalisasi ide dan gagasan di Dunia Islam. Abdullah Ahmad nampak mengadopsi pendekatan pendidikan luar kelas dari para “mentor”nya di luar negeri seperti Majalah al-Imam yang diterbitkan oleh Syekh Muhammad Taher ibn Muhammad Jalaluddin al-Azhari di Singapura (1906) dan Majalah al-Manar yang diterbitkan Rasyid Ridha di Mesir (1898) lebih awal lagi.
Namun, tidak juga dapat dipungkiri bahwa Abdullah Ahmad terinspirasi dari kaum adat, kaum Belanda, serta kaum Cina di Padang dalam menerbitkan majalah sebagai sarana pendidikan. Diantaranya, Mahyuddin Datuk Sutan Maharaja yang menerbitkan Utusan Melayu (1910) dan kemudian Suluh Melayu (1914), Arnold Snackey dengan
Bentara Melayu dan J. Moss serta B.A. Dooseau dengan Pelita Kecil, lalu Lie Bian Goan dengan Perca Barat dan Lim Sun Hin dengan Sinar Sumatera.
Agung Waspodo, kembali menyadarkan dirinya bahwa pendidikan (tarbiyah) memang suatu kekuatan  perubah yang kuat (walau pelan) yang tidak boleh dilupakan dalam proses pembaruan masyarakat.
Depok, 14 Syawwal 1439 Hijriyah

Takbiran Itu Sudah Boleh Dilakukan Sejak Awal Dzulhijjah sampai Usai Hari-Hari Tasyriq

Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah
…saya mau bertanya lagi nggih terkait masalah melakukan takbiran.
Kalau tgl 25 Agustus itu sudah 13 dzulhijah atau hari tasyrik ke 3
Masalahnya takbir itu dikumandangkan dari 1 dzulhijah – 13 Dzulhijah/25 Agustus batas ahirnya ashar sebelum matahari terbenam di tanggal 25 Agustus… Padahal kita akan melakukan takbiran keliling di tanggal 25 malam setelah isyak apakah boleh ya ukhti?
Jazakillah😊🙏🏻
Jawaban
————–
‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Bertakbir sudah boleh dilakukan sejak tanggal 1 Dzulhijjah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hal ini disebutkan secara shahih, dalam kitab Shahih Al Bukhari, sebagai berikut:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari yg 10 (1 -10 Zulhijjah), mereka berdua bertakbir, dan manusia pun ikut bertakbir menyusul takbir mereka berdua.
(Shahih Al Bukhari, Bab Fadhlil ‘Amal fi Ayyamit Tasyriiq, 1/39)
Ini juga menjadi pegangan Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Beliau menjelaskan tentang tafsir ayat:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan mereka mengingat nama Allah dihari-hari yang telah diketahui” (QS. Al Hajj: 28)
Apakah hari-hari yang telah diketahui? Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan: 
Ayyamul ma’lumat adalah Ayyamul ‘asyr (10 hari Zulhijjah), sedangkan Ayyamul ma’duudat adalah hari-hari tasyriq. (Shahih Al Bukhari, Ibid)
Bukannya hanya Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, tapi juga para sahabat dan tabi’in lainnya. Imam Ibnu Katsir mengatakan:
ويروى مثله عن أبي موسى الأشعري، ومجاهد، وعطاء، وسعيد بن جبير، والحسن، وقتادة، والضحاك، وعطاء الخراساني، وإبراهيم النَّخعي. وهو مذهب الشافعي، والمشهور عن أحمد بن حنبل
“Semisal ini juga diriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ari, Mujahid, ‘Atha, Sa’id bin Jubeir, Al Hasan, Qatadah, Adh Dhahak, ‘Atha Al Khurasani, dan Ibrahim An Nakha’iy. Ini juga pendapat madzhab Syafi’iy, dan pendapat yang terkenal dari Ahmad bin Hambal.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/415)
Sementara, Imam Ibnu Rajab Rahimahullah menyebutkan nama-nama tokoh ulama yang juga berpendapat seperti ini tapi belum disebut oleh Imam Ibnu Katsir, yaitu Ibnu Umar,  ‘Ikrimah, dan  Imam Abu Hanifah. (Fathul Bari, 6/109)
Dan, yang dimaksud dengan “mengingat nama Allah dihari-hari yang diketahui” adalah tentunya juga dengan bertakbir. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ، وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِن الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ ، وَالتَّكْبِيرِ، وَالتَّحْمِيدِ
Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah, dan tidak pula lebih dicintaiNya, untuk melakukan amal shalih, selain di 10 hari ini, maka perbanyaklah oleh kalian bertahlil, takbir, dan tahmid.
(HR. Ahmad No. 5446, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3750, Abdu bin Humaid No. 807, Ath Thahawi dalam Syarh Musykil Al Atsar No. 2971. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, 9/324)
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, mengutip daru Imam Abu Ja’far Ath Thahawi Rahimahullah:
كان مشايخنا يقولون بذلك أي بالتكبير في أيام العشر
Dahulu guru-guru kami mengatakan hal itu, yaitu bertakbir di hari-hari yang 10 itu. (Fathul Bari, 2/458)
Demikianlah. Bertakbir sejak 1 Dzulhijjah, sampai berakhirnya tasyriq, merupakan pandangan dari banyak salafus shalih, juga tiga  Imam Madzhab, yaitu Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal Rahimahumullah. Hanya saja memang ini belum menjadi budaya di negeri kita.
Wallahu a’lam.

Karena Dakwah Hidup Tambah Berkah

© Jika bukan karena dakwah ini, mungkin diri ini adalah seorang hamba yang mudah berputus asa dan mudah berkeluh kesah. Berbagai ujian hadir dalam langkah-langkah perjalanan hidup ini. Ketika tak kuasa untuk bertahan di jalan ini, tiba-tiba ingatan akan kisah para shahabat Rasul di medan dakwah yang tidak sekedar keletihan, bahkan mereka harus kesakitan sampai harus mati bersimbah darah pun justru menjadi pilihan.
▪Mereka adalah manusia-manusia pilihan, perindu syahid yang pantang menyerah. Kami pun tersadar dari lamunan bahkan masih teringat kisah Anas bin Nadhr dalam perang uhud. Teriaknya: ”Surga…. Surga…. aku mencium bau surga di kaki bukit uhud.” dengan semangat membara dia terjang lawan sampailah pada kematiannya di medan juang. Inilah sepenggal kisah perang Uhud yang berakhir dengan kekalahan kaum muslimin. Tak terasa air mata menetes, seolah kami hadir dan menyaksikan teriakan Annas. Keimanan yang kuat yang tertanam dalam hati para sahabat yang membuat mereka tak gentar meski musuh menghadang.
® Kehidupan di dunia sangat sebentar jika dibanding dengan kehidupan akhirat yang tiada batas. Banyak ulama yang menggambarkan kehidupan di dunia dengan mencelupkan jari telunjuk kita ke dalam air laut dan air yang menempel pada jari kita itulah usia kehidupan kita di dunia. Dan air yang tersisa di lautan yang luas adalah ibarat kehidupan akhirat yang tanpa batas.
▪Lantas bekal apa yang akan kita bawa? Hanya amal yang kita lakukan yang mampu menolong kita untuk melintasi shirathal mustaqim. Dan dakwah adalah amalan yang terbaik karena di dalamnya terdapat amal jariyah yang senantiasa mengalir sampai dunia ini tutup usia. Dengan dakwah hidup kian berkah.  Waktu kita hanya sedikit, bila demikian masih berapa lagi waktu kita tersisa agar kita mendapatkan cinta-Nya, hidup bersama-Nya? Berharap rahmat Allah selalu tercurah agar hidup berjumpa jalan yang mudah.
© Bismillahi tawakaltu ‘alallah la haula wa laa quwwata illa billah….
Wallahul musta’an

Dikala Istri yang Meninggal

Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah
….Ceritanya. Ada seorang istri yg meninggal dunia dengan meninggalkan dua anak. Setelah 100 hari peringatan meninggalnya almarhumah istri sang suami memiliki pengganti yg akan dinikahi sehingga dari pihak orang tua perempuan mengkhawatirkan kedua anak dr almarhumah. Org tua dr sang istri bertanya ttg pembagian harta warisan kepada pemuka masyarakat. Namun malah mendapatkan pandangan yg jelek dr pihak suami yg beranggapan kalau org tua dr pihak istri meminta pembagian harta. Padahal niat dr ortu istri buat kedua anak yg ditinggalkan.
Jadi pertanyaannya bagaimana hukum pembagian harta warisan tersebut beserta persenan pembagiannya? Apakah pihak orang tu perempuan mendapatkan juga bagian dr pembagian harta tersebut?
Pertanyaan kedua: dimasyarakat ada budaya yg memperingati hari kematian seperti hati ketujuh, hari ke 25, hari ke 40 dan hri ke 100. Nah itu sebenarnya dalam pembiayaannya tanggungan dr suami atau org tua sang istri?
Pertanyaan ketiga: sebenarnya siapa yg menanggung fidiyah dr almarhumah istri trsebut? Suaminya atau orang tua dr pihak istri?
Pertanyaan 🅰3⃣8⃣
Jawaban
————–
‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
1. Bila istri meninggal dunia dan punya banyak harta tentunya ada hitungan warisnya suami, anak, ortu dapat tapi untuk hitungan warisnya itu harus dirinci. Anak nya laki atau perempuan. Dan waris bisa dibagi setelah dikurangi hutang,Wasiat dll
2. Acara itu tidak wajib dan tidak sunnah sepanjang ada biaya silahkan, sebaiknya  tidak dari keluarga yg sedang berduka tapi lebih merupakan sumbangan teman kerabat atau tetangga dan kalau tdk ada biaya tidak harus dipaksakan.
3. Istri meninggal yg bertanggung jawab membayarkan hutang atau fidyiahnya adalah ahli warisnya terutama suaminya
Wallahu a’lam.

Berjihadlah

Kita Berjuang Bukan untuk Ketenaran Cukuplah Penduduk Langit Menjadi Saksi

Setelah beberapa kali ragu-ragu, akhirnya Ka’b ibn Malik Radhiyallahu’anhu tertinggal rombongan Nabi Muhammad ShalalLaahu ‘alayhi wa Sallam ke Perang Tabuk.

والمسلمون من تبع رسول الله صلى الله عليه وسلم كثير
لا يجمعهم كتاب حافظ، يعني بذلك الديوان

Ka’b menduga Rasulullah tidak mengetahui absennya dia karena banyaknya balatentara Kaum Muslimin yang berangkat menuju Tabuk. Begitu banyaknya sahabat yang antusias ikut sehingga tidak semuanya tercatat dalam diwan (register/manifest).

Dari sejak dahulu, para mujahid dan mujahidah tidak pernah berjuang agar tertulis namanya dalam suatu catatan atau prasasti.

وأخبر هم خبره فغزاها رسول الله صلى الله عليه وسلم في حرّ شديد واستقبل سفرًا بعيدًا واستقبل غزو عدوّ كثير 

[Sebagaimana diketahui, pra kondisi keberangkatan Tabuk berbeda dengan ekspedisi lainnya], Rasulullah menjelaskan bahwa perjalanan akan dilakukan pada musim panas/kering (lagi minim sumber air sepanjang rute perjalanan), jaraknya ekstra jauh, serta lawannya yang lebih banyak (daripada sebelumnya).

Rasulullah memberikan kesempatan yang cukup untuk bersiap dan saling membantu persiapan, ciri khas ummah yang shalihah.

فقلّ رجل يريد أن يتغيّب إلا ظنّ انه سيخفى له ذلك 

[Ternyata keadaan yg berat itu tidak mengurangi kesemangatan para sahabat untuk berangkat]. Hanya sedikit yang berniat untuk tidak ikut serta kecuali mereka yang menduga Rasulullah tidak mengetahui ketidakhadirannya.

Merupakan ciri mu’min ketika masalah mendera ummat dengan kekuatan besar, maka ia menyambutnya dengan kesemangatan yang lebih besar lagi.

يحزنني أني لا أرى إلا رجلًا مغموصًا عليه في النفاق، أو رجلًا ممّن عذر الله من الضعفاء

[Setelah benar-benar tertinggal dan tidak mungkin tersusul lagi, kini perasaan yang menghantui Ka’b adalah] sedih karena menilai dirinya sendiri tidak lebih dari seorang laki-laki yang tertancap penyakit nifaq (munafik) atau seorang laki-laki yang diberi udzur oleh Allah karena kelemahannya; [dua perasaan yang tidak dimiliki serta tidak pernah diinginkan Ka’b].

Sungguh menakjubkan para sahabat dahulu ketika melakukan kesalahan, mereka sibuk menghisab diri dan cemas dengan kekhilafannya serta tidak pernah mencari sebab pada orang lain.

Kemudian kita semua ketahui bahwa hanya Ka’b ibn Malik, Murarah ibn ar-Rabi, serta Hilal ibn Umayyah yang terus terang mengakui kesalahan mereka di hadapan Baginda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam. Taubat mereka diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah hampir dua bulan lamanya menerima sanksi berupa larangan dari Rasulullah untuk berbicara dengan ketiganya, sampai turun ketiga ayat:

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka,

وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah (pula terasa) sempit bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman!

Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.

Surah At-Tawbah, Ayat 117-119

Agung Waspodo, beristighar panjang atas segala kelalaiannya, semoga Allah Ta’ala ampuni dirinya yang lemah itu.

Depok, 15 Syawwal 1439 Hijriyah


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Pernikahan Nabi Adam..

Assalamu’alaikum, ustadz… Syarat syarat nikah itukan ada penghulu, calonnya, saksinya, memang ada yang melihat Nabi Adam menikah? Trus kalau nggak lihat Adam nikah,berarti kita anak haram?
Terima kasih.
Jawaban
—————
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Bismillah wal Hamdulillah ..
Penghulu itu bukan syarat sah nikah, ini salah kaprah orang kita.
Syarat sah nikah:
1. Adanya penganten
2. Wali (ayah si gadis)
3. Saksi
4. Mahar
5. Ijab Qabul
Siapakah yang menikahkan ? yaitu WALI, ayah si gadis. Bukan penghulu, penghulu hanyalah petugas pencatat dari negara (KUA).
Jika, wali tidak ada, bisa ditunjuk wali ab’ad, seperti kakek, paman dari jalur ayahnya, atau kakak/adik si gadis ..
Jika semua itu tidak ada, maka dinikahkan oleh WALI HAKIM, siapa itu? Itulah penghulu, wali yang ditunjuk oleh negara.
Ada pun pernikahan Nabi Adam dan Hawa, Allah Ta’ala sendiri yg menikahkan mereka, saat Allah Ta’ala ciptakan Adam lalu Allah Ta’ala ciptakan istrinya yaitu Hawa, secara otomatis.
Perhatikan ayat ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri (Adam),  dan dari padanya Allah menciptakan isterinya (Hawa); dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa: 1)
Allah Ta’ala sendiri menyebut wa khalaqa ninja zaujaha, Dia ciptakan dari dirinya seorang Istrinya .. bukan semata-mata perempuan, tapi Allah langsung menstatuskannya sebagai istri.
Jangan bayangkan saat itu pernikahan seperti zaman ini. Syariatnya beda, zaman juga beda. Manusia juga baru berdua.
Wallahu a’lam.

Takutnya Seorang Mu'min Terhadap Dosa

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَِ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mu’min (ketika) ia melihat dosa-dosanya, adalah seperti (ketika) ia duduk di lereng sebuah gunung, dan ia sangat khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan seorang fajir (orang yang selalu berbuat dosa), ketika ia melihat dosa-dosanya adalah seperti ia melihat seekor lalat yang hinggap di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang (ia menganggap remeh dosa).” (HR. Bukhari)
Hikmah Hadits :
1. Diantara ciri keimanan seseorang kepada Allah Swt adalah rasa takut dan khawatir yang sangat besar dan mendalam terhadap dosa-dosanya. Karena setiap dosa kelak akan menjadi kepedihan mendalam dan menjadi bara neraka yang menyiksa dan menyengsarakannya. Maka ia merasa takut, seolah ia seperti berada di lereng sebuah gunung yang menjulang dan terjal, dan ia khawatir gunung tersebut akan jatuh menimpanya.
2. Sementara seorang ahli maksiat ia tidak takut akan perbuatan maksiat dan dosa-dosanya, sehingga setiap hari hidupnya bergelimang dengan kemaksiatan dan dosa. Ia menganggap remeh dosa-dosanya, seakan seperti seekor lalat yang hinggap di hidungnya, lalu ia mengusirnya dan ia mengatakan, ‘seperti ini saja’. (Menganggap dosanya seperti hinggapan lalat saja)
Wallahu A’lam

Penghapus-Penghapus Amal Shalih (Bag. 3)

4⃣ Melakukan Amal akhirat Tapi Dengan Niat Duniawi
Ini lebih umum dari riya’, kalau riya’ hanya karena ingin dilihat orang, tapi ini keinginan dunia lainnya, seperti kedudukan, kekayaan, dan lainnya.
Seperti menghadiri majelis ilmu hanya untuk modal debat di medsos, atau supaya dianggap faqih (paham) agama.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh, atau berbangga di depan ulama, atau mencari perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka.
(HR. Ibnu Majah No. 253. At Tirmidzi No. 2654. Hasan)
  Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda:
لَا تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلَا لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلَا تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
Janganlah kalian menuntut ilmu dengan maksud berbangga di depan ulama, mendebat orang bodoh, dan memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan itu maka dia di neraka, di neraka.
(HR. Ibnu Majah No. 254, Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 1725, Ibnu Hibban No. 77, Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain, No. 290. Shahih)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
Barangsiapa yang menuntut ilmu yang dengannya dia menginginkan wajah Allah, (tetapi) dia tidak mempelajarinya melainkan karena kekayaan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat.
(HR. Abu Daud No. 3664, Ibnu Majah No. 252, Ibnu Hibban No. 78, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, No. 288, katanya: SHAHIH sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Barangsiapa diantara mereka beramal amalan akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian apa-apa di akhirat.
(HR. Ahmad No. 20275. Ibnu Hibban No. 405, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya SHAHIH. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ اللَّهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللَّهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk selain Allah atau dia maksudkan dengannya selain Allah, maka disediakan baginya kursi di neraka.
(HR. At Tirmidzi No. 2655, katanya: hasan)
5⃣ Mengungkit Sedekah dan Menyakiti Penerimanya
Mengungkit Sedekah kepada seseorang atau lembaga, masjid, yayasan, untuk menunjukkan jasa kepada penerimanya, ada salah satu penghapus amal Shalih. Apalagi, jika dilakukan sambil menyakiti penerimanya; baik dengan menghina, memposisikan ketinggian diri dan kerendahan mereka, maka ini lebih buruk lagi.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).
(QS. Al-Baqarah: 264)
Imam Abul Faraj bin Al Jauzi Rahimahullah berkata:
قوله تعالى: لا تُبْطِلُوا صَدَقاتِكُمْ، أي: لا تبطلوا ثوابها، كما تبطل ثواب صدقة المرائي 
Firman Allah Ta’ala (Janganlah kamu merusak sedekahmu) yaitu jangan batalkan pahalanya, seperti batalnya  pahala orang-orang yang riya’.
(Zaadul Masiir, 1/239)
Ada pun yang dimaksud “dengan menyebut-nyebut/ mengungkit” adalah:
أراد بالمن الإنعام. وأما الوجه المذموم، فهو أن يقال: منّ فلان على فلان، إذا استعظم ما أعطاه، وافتخر بذلك
Maksud “dengan menyebut-nyebut”  yaitu mengungkit pemberian. Ada pun dgn cara yang buruk, yaitu dikatakan:  Si Fulan telah memberikan kepada si Fulan, jika dibesar-besarkan dan membanggakan pemberian itu.
(Ibid, 1/239)
Ada pun makna “menyakiti” :
وفي الأذى قولان: أحدهما: أنه مواجهة الفقير بما يؤذيه، مثل أن يقول له: أنت أبداً فقير، وقد بليت بك، وأراحني الله منك. والثاني: أنه يخبر بإحسانه إلى الفقير، من يكره الفقير إطلاعه على ذلك، وكلا القولين يؤذي الفقير وليس من صفة المخلصين في الصدقة
Ada dua makna:
1. Menatap si  fakir dengan cara yang menyakitinya, semisal perkataan: “Ente fakir abadi! Ente telah dikasih bencana, ane Allah lapangkan melalui ente!”
2. Dia menceritakan kebaikannya kepada orang fakir itu, di mana orang fakir itu tidak suka mendengarnya.
Kedua perkataan ini menyakiti orang fakir dan bukan sifat orang yang Mukhlis dalam sedekah.
(Ibid)
Ada pun menceritakan amal Shalih, termasuk sedekah, jika diperlukan untuk menceritakan, tanpa maksud berbangga tanpa menyakiti penerimanya tidaklah termasuk pembahasan ini.
Seperti karyawan yang melaporkan pekerjannya kepada atasannya, seorang siswa melaporkan PRnya kepada guru, pelamar kerja menulis CV tentang apa yang pernah dia lakukan, .. semua ini tuntutan profesionalitas, tidak masalah.
6⃣ Menyakiti Manusia Dengan Lisan, Tangan, dan Memakan Harta Saudaranya Tanpa Hak
Yaitu lisan yang menuduh saudaranya tanpa bukti, memaki dan mencela, menyakiti fisiknya tanpa hak, dan memakan harta yang bukan haknya.
Nabi ﷺ menyebut orang seperti ini muflis (bangkrut), karena shalat, puasa, dan zakatnya terhapus dan pindah kepada yang menjadi korbannya.
Nabi ﷺ bertanya:
أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang bangkrut) itu?”
Para sahabat menjawab,
“Muflis  itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”
Tetapi Nabi ﷺ berkata : “Muflis   dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci ini,  menuduh orang lain (tanpa hak), makan harta si anu, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang  yang menjadi korbannya  akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka (korban) akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka”
(HR. Muslim No. 2581)
Imam Al Maziriy Rahimahullah berkata:
وَزَعَمَ بَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ مُعَارِضٌ لِقَوْلِهِ تعالى ولا تزر وازرة وزر أخرى وَهَذَا الِاعْتِرَاضُ غَلَطٌ مِنْهُ وَجَهَالَةٌ بَيِّنَةٌ لِأَنَّهُ إِنَّمَا عُوقِبَ بِفِعْلِهِ وَوِزْرِهِ وَظُلْمِهِ فَتَوَجَّهَتْ عَلَيْهِ حُقُوقٌ لِغُرَمَائِهِ فَدُفِعَتْ إِلَيْهِمْ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَلَمَّا فَرَغَتْ وَبَقِيَتْ بَقِيَّةٌ قُوبِلَتْ عَلَى حَسَبِ مَا اقْتَضَتْهُ حِكْمَةُ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَعَدْلِهِ فِي عِبَادِهِ فَأُخِذَ قَدْرُهَا مِنْ سَيِّئَاتِ خُصُومِهِ فَوُضِعَ عَلَيْهِ فَعُوقِبَ بِهِ فِي النَّارِ
Sebagian pelaku bid’ah menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan ayat: “Seorang yang berdosa tidak menanggung dosa orang lain”, ini merupakan persangkaan yang keliru dan kebodohan yang begitu jelas. Sesungguhnya dia dihukum karena perbuatan, dosanya,  dan kezalimannya sendiri, maka dia mempertanggungjawabkannya atas orang yang pernah menjadi korban kejahatannya dengan mengembalikan haknya, maka kebaikan-kebaikan dirinya diperuntukan untuk mereka, jika sudah habis maka keburukan mereka yg akan dipindahkan kepada dia sesuai kadarnya, lalu dia dimasukan ke dalam neraka. Ini merupakan kebijaksanaan Allah atas makhlukNya dan  keadilanNya pada hambaNya.
(Syarh Shahih Muslim, 6/103)
Demikian. Wallahu a’lam