Ustadz Menjawab
Rabu, 03 Oktober 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Assalamualaikum ustadz/ah..apa hukum memindahkan tulang belulang jenazah yg da didalam kubur ke kubur yg lain ? dan jika boleh adakah cara yg sesuai dgn syariat agama kita ?
I04
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Bismillah wal Hamdulillah ..
Pertama. Memindahkan Kuburan
Membongkar mayat di kuburnya dan memindahkannya tanpa keperluan syar’i adalah terlarang menurut para ulama. Sebab pemindahan itu dapat menyakiti dan menghinakan mayat tersebut. Larangan ini berdasarkan hadits-hadits berikut:
إِنَّ كَسْرَ عَظْمِ الْمُؤْمِنِ مَيْتًا مِثْلُ كَسْرِهِ حَيًّا
Sesungguhnya mematahkan tulang seorang mu’min yang sudah wafat sama seperti mematahkannya saat hidupnya. (HR. Abu Daud No. 3207, Ibnu Majah No. 1616, Ahmad No. 24308, dll. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan para perawinya terpercaya. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 24308)
Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan hadits ini:
ويستفاد منه أن حرمة المؤمن بعد موته باقية كما كانت في حياته
Dari hadits ini terdapat faidah, bahwa kehormatan seorang mu’min setelah wafatnya masih ada sebagaimana dahulu saat dia masih hidup. ( Fathul Bari, 9/113)
Ath Thayyibiy Rahimahullah berkata:
إشارة إلى أنه لا يهان ميتا كما لا يهان حيا
Ini adalah isyarat bahwa tidak boleh menghinakan mayat, sebagaimana tidak boleh menghinanya saat hidup. ( ‘Aunul Ma’bud, 9/18)
Dalil lainnya, ‘Amru bin Hazm Radhiallahu ‘Anhu bercerita: Nabi ﷺ melihatku sedang besandar di kuburan, Beliau bersabda:
لا تؤذ صاحب القبر
Jangan sakiti penghuni kubur. (HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar No. 2944, Alauddin Muttaqi dalam Kanzul ‘Umal No. 42988. Al Hafzih Ibnu Hajar mengatakan: sanadnys shahih. (Fathul Bari, 3/225). Lihat juga Syarh Az Zarqani ‘alal Muwaththa, 2/97)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:
نهى عن أذية المقبور من المؤمنين، وأذية المؤمن محرمة بنص القرآن {وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِيناً}
Dilarang menyakiti penghuni kubur dari kalangan orang-orang beriman. Menyakiti seorang mu’min diharamkan berdasarkan nash Al Quran: Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al Ahzab: 58). ( Subulus Salam, 2/120)
Demikianlah alasan terlarangnya memindahkan mayit yang sudah kubur jika tanpa keperluan syar’iy. Tapi jika ada alasan yang dibenarkan, atau darurat, tidak apa-apa. Seperti adanya perluasan kawasan pemukiman penduduk yang semakin banyak, dan amat diperlukan umat Islam, sebab kepentingan yang masih hidup diutamakan terlibih dahulu. Atau pemindahan karena tanah kubur longsor, kebanjiran, dan sebab lainnya.
Dalam Madzhab Syafi’iy, disebutkan:
يحرم نقله بعد دفنه إلا لضورة كمن دفن في أرض مغصوبة فيجوز نقله إن طالب بها مالكها
Diharamkan memindahkan mayat setelah dikuburnya kecuali darurat seperti mayat yang dikuburkan di tanah yang dirampas, maka boleh memindahkannya atas permintaan pemiliknya. ( Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/843)
Sementara dalam Madzhab Malikiy, disebutkan – dan ini lebih lengkap lagi:
يجوز نقل الميت قبل الدفن وبعده من مكان إلى آخر بشروط ثلاثة : أولها : أن لا ينفجر حال نقله ثانيها : أن لا تهتك حرمته بأن ينقل على وجه يكون فيه تحقير له ثالثها : أن يكون نقله لمصلحة كأن يخشى من طغيان البحر على قبره أو يراد نقله إلى مكان له قيمة أو إلى مكان قريب من أهله أو لأجل زيارة أهله إياه فإن فقد شرط من هذه الشروط الثلاثة حرم النقل
Dibolehkan memindahkan mayat sebelum dan sesudah dikubur dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan tiga syarat:
1. Mayat tidak rusak ketika dipindahkan
2. Tidak sampai menodai kehormatannya, yaitu memindahkan dengan cara yang dapat menghinakannya
3. Kepindahan itu karena ada sesuatu maslahat, seperti takut kubur ter
sapu oleh lautan, atau memindahkan ke tempat yang memiliki nilai tersendiri, atau tempat yang lebih dekat dengan kleuarganya, atau karena supaya dekat diziarahi keluarganya.
Jika satu syarat dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi, maka haram memindahkannya. ( Ibid)
Pembolehan ini berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ دُفِنَ مَعَ أَبِي رَجُلٌ فَلَمْ تَطِبْ نَفْسِي حَتَّى أَخْرَجْتُهُ فَجَعَلْتُهُ فِي قَبْرٍ عَلَى حِدَةٍ
Dari Abu Nadhrah, dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: ada seorang laki-laki dimakamkan bersama mayat ayahku, namun jiwaku tidak enak, hingga akhirnya aku keluarkan beliau dari kuburan dan aku kuburkan beliau dalam satu kubur sendiri. (HR. Al Bukhari No. 1352)
Demikian. Wallahu A’lam
Kedua. Menembok Kubur
Membangun kuburan atau mendirikan tembok di sisi kubur adalah terlarang, sebagaimana hadits berikut:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه
Rasulullah ﷺ melarang mengecat/mengapur kubur, duduk di atasnya, dan membangunnya. (HR. Muslim No. 970)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah mengatakan:
الحديث دليل على تحريم الثلاثة المذكورة لأنه الأصل في النهي. وذهب الجمهور إلى أن النهي في البناء والتجصيص للتنزيه.
Hadits ini merupakan dalil haramnya tiga hal tersebut, karena hukum asal dari larangan adalah haram. Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa larangan membangun dan mengapur adalah untuk _tanzih_ (sesuatu yang sepantasnya ditinggalkan). ( Subulus Salam, 2/111)
Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:
(وأن يبني عليه) قبة أو غيرها فيكره كل من الثلاثة تنزيها
Nabi melarang (Membangun bangunan atasnya) yaitu kubah dan selainnya, maka dimakruhkan tiga hal itu sebagai hal yang selayaknya ditinggalkan (tanzih).
Lalu beliau juga berkata:
قال ابن القيم : والمساجد المبنية على القبور يجب هدمها حتى تسوى الأرض إذ هي أولى بالهدم من مسجد الضرار الذي هدمه النبي صلى الله عليه وسلم وكذا القباب والأبنية التي على القبور وهي أولى بالهدم من بناء الغاصب اه.
وأفتى جمع شافعيون بوجوب هدم كل بناء بالقرافة حتى قبة إمامنا الشافعي رضي الله عنه التي بناها بعض الملوك
Imam Ibnul Qayyim berkata: masjid yang dibangun di atas kubur wajib dihancurkan sampai rata dengan tanah, bahkan dia lebih utama dihancurkan dibanding masjid dhirar yang pernah dihancurkan Nabi ﷺ , demikian juga kubah-kubah di atas kubur dia lebih layak dihancurkan dibandingkan bangunannya, dst. Ulama Syafi’iyah memfatwakan wajib menghancurkan semua bangunan di qarafah (tanah kuburan) sampai-sampai kubah imam kita sendiri, Imam Asy Syafi’iy, yang telah dibangun oleh pihak kerajaan. ( Faidhul Qadir, 6/402)
Namun, Imam Asy Syafi’i membolehkan meninggikan kuburan tidak sampai melebihi sejengkal, sebagai tanda itu adalah kubur agar tidak terinjak-injak manusia. ( Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/286-287)
Jadi, kalau membangunnya tidak sampai melebihi sejengkal tidak apa-apa, sebagai tanda itu adalah kubur. Selebihnya terlarang.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Ku Ingin yang Terbaik Untuknya
Ustadz Menjawab
Selasa, 02 Oktober 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Assalamualaikum ustadz/ah..
Ust. Saya mau bertanya. saya punya anak perempuan …..September kata anak saya ada yang mau datang melamar…..dan laki laki itu udah pernah ketemu saya…laki laki itu sudah bekerja tapi belum tetap……saya tanya anak saya….sudah siap belum menghadapi kedepannya……anak saya bilang juga khawatir…tapi saling mencintai…..sementara saya juga khawatir ust….apa yang harus saya lakukan …..saya ingin yang terbaik untuk anak saya……..mohon pencerahannya ust…biar saya tidak khawatir tentang kehidupan anak saya nanti…Demikian ust…Terima kasih
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Tidak masalah ditunda sampai benar-benar siap, bukan sampai mapan. Siap artinya siap bertanggungjawab.
Kita dituntut realistis, tapi kita pun tidak boleh arogan dgn takdir Allah, yaitu seolah mendahului apa yg nantinya Allah rencanakan buat hambaNya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nuur: 32)
Tentang ayat ini, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan:
رَغَّبَهُمُ اللَّهُ فِي التَّزْوِيجِ، وَأَمَرَ بِهِ الْأَحْرَارَ وَالْعَبِيدَ، وَوَعَدَهُمْ عَلَيْهِ الْغِنَى
Allah mendorong mereka untuk menikah, memerintahkan bagi org merdeka dan budak, dan Allah janjikan kepada mereka kekayaan
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:
الْتَمِسُوا الْغِنَى فِي النِّكَاحِ
Carilah kekayaan pada pernikahan(Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Buaya, Boleh di makan?
📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Ada dua pendapat para ulama tentang ini:
1. BOLEH
Alasannya, buaya masuk cakupan umum halalnya hewan laut dan hewan air.
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu. ( Qs. Al-Ma’idah, Ayat 96)
Ayat lain, Allah Ta’ala menyebutkan apa saja yang diharamkan:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.
Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-An’am, Ayat 145)
Ayat ini tegas memyebut apa saja yang diharamkan, dan Buaya tidak termasuk.
Juga hadits:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Abu Daud no. 83, shahih)
Inilah pendapat sebagian ulama Hambaliyah, termasuk Hambaliyah kontemporer.
Dalam Al Lajnah Ad Daimah kerajaan Arab Saudi, yang para ulamanya adalah Hambaliyah, disebutkan oleh mereka:
اما التمساح فقيل يؤكل كالسمك لعموم ما تقدم من الاية و الحديث و قيل لا يؤكل لكونه من ذوات الانياب من السباع و الراجح الاول
Ada pun buaya, dikatakan bahwa itu boleh dimakan sebagaimana ikan, berdasarkan keumuman ayat dan hadits sebelumnya. Dikatakan pula tidak boleh dimakan karena termasuk hewan buas yang bertaring, pendapat yang lebih kuat adalah yang pertama. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 22/229- 230)
Ini juga menjadi pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin, dll.
2. HARAM
Keharaman buaya, berdasarkan hadits berikut:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang semua hewan yang memiliki taring dari kalangan hewan buas.
(HR. Bukhadi no. 5101)
Maka, ini begitu jelas pelarangannya. Sehingga ini menjadi pengecualian apa yang dibolehkan dari hewan laut dan air.
Dalam kitab Ad Durar As Saniyah, yang disusun sekumpulan ulama Najd, disebutkan:
وقال احمد: يؤكل كل ما في البحر الا الضفدع و التمساح، قال لان التمساح يفترس و يأكل الناس
Imam Ahmad berkata: semua yang ada di laut (air) boleh dimakan kecuali kodok dan buaya. Beliau berkata: karena buaya adalah hewan buas dan memakan manusia.(Ad Durar As Saniyah fil Ajwibah An Najdiyah, 7/471)
Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah mengatakan:
ويحل أكل حيوان البحر الذي يعيش فيه ولولم يكن على صورة السمك كأن كان على صورة خنزير أوآدمي كما يحل أكل الجريث “وهو السمك الذي على صورة الثعبان” وسائر أنواع السمك ما عدا التمساح فإنه حرام
Dihalalkan memakan hewan laut yang hidup di dalamnya walau bentuknya tidak seperti ikan, seperti yang bentuknya menyerupai babi dan manusia, sebagaimana dihalalkan belut, yaitu ikan berbentuk ular, dan semua jenis ikan KECUALI BUAYA karena itu haram.
(Al Fiqhu ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 2/9)
Dalam madzhab Syafi’iy dikatakan:
ما يعيش في الماء وفي البر كطير الماء مثل البط والأوز ونحوهما حلال، إلا ميتتها لا تحل قطعا، والضفدع والسرطان محرمان على المشهور، وذوات السموم حرام قطعا، ويحرم التمساح على الصحيح، والسلحفاة على الأصح
Apa pun yang hidup di air dan darat seperti burung laut, bebek, adalah halal, kecuali bangkainya maka tidak halal secara pasti. Sedangkan kodok dan kepiting adalah haram menurut pendapat yg masyhur, dan apa pun yang memiliki racun (bisa) haram secara pasti, dan diharamkan pula buaya menurut pendapat yang shahih, dan juga kura-kura menurut pendapat yang lebih shahih. (Al Muhadzdzab, 1/257, Raudhatuth Thalibin, 3/275, Hasyiyata Al Qalyubiy wal ‘Amirah, 4/257)
Pendapat yang lebih aman adalah terlarang. Apalagi makanan yang halal masih banyak, yang pasti-pasti halalnya saja.
Demikian. Wallahu a’lam
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678
Tinggal dengan Orangtua ato Pisah??
Ustadz Menjawab
Senin, 01 Oktober 2018
Ustadzah Nurdiana
Assalamualaikum ustadz/ah..
Saya sudah menikah dan tinggal dengan orang tua (ibu). Saya merepotkan ibu, saya berkeinginan untuk mandiri pisah dengan orang tua. Tapi orang tua sudah tua (68 tahun) dan butuh pendamping. Apa saya berdosa jika terus membebani ibu dengan tinggal dirumahnya. Disisi lain ketika saya hijrah , ibu saya membutuhkan pendamping. Apa yang harus saya lakukan? Jazakallahu Khoir
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Seorang anak tinggal bersama ortu tidak selalu di artikan *beban* melihat kondisi ortu justru sangat membutuhkan hadir nya anak. Karena dengan tinggal bersama
1.Bisa melayani ortu
2.Mendampingi dan menjaga ortu
3.Andai sdh ada cucu ini bisa sbg hiburan
4.Di komunikasikan saja dgn ortu mana yg ortu lbh sukai ? atau minta pandangan saudara yg lain bagaimana baiknya
5.Sampaikan saja kenapa ingin bersama ortu. Ortu adalah kunci surga yg tertinggal di dunia.krn lewat doa dan ridho nya maka kelak bisa menggapai surga.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Cara Berwudhu Dengan Luka Diperban
📆 Senin, 21 Muharrom 1440H / 1 Oktober 2018
📚 Fiqih dan Hadits
📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
انْكَسَرَتْ إِحْدَى زَنْدَيَّ فَسَأَلْتُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَنِي أَنْ أَمْسَحَ عَلَى الْجَبَائِرِ
“Salah satu lengan tanganku retak, maka aku tanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau memerintahkan kepadaku agar mengusap bagian atas kain pembalut luka.” (HR. Ibnu Majah no. 657)
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
أحمد: إذا توضأ، وخاف على جرحه الماء، مسح على الخرقة.
َImam Ahmad berkata: “Jika berwudhu, dan khawatir atas lukanya terkena air, maka dibasuh dibagian permukaan perbannya.”
(Al Mughniy, 1/205)
Beliau juga berkata:
وكذلك إن وضع على جرحه دواء، وخاف من نزعه، مسح عليه. نص عليه أحمد
Demikian pula jika ada olesan obat di lukanya, dan dia khawatir obatnya itu hilang, maka basuhlah atasnya. Demikian ucapan Imam Ahmad.
(Ibid)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
إذا وجد جرح في أعضاء الطهارة فله مراتب :
المرتبة الأولى : أن يكون مكشوفا ولا يضره الغسل ، ففي هذه المرتبة يجب عليه غسله إذا كان في محل يغسل .
المرتبة الثانية : أن يكون مكشوفا ويضره الغسل دون المسح ، ففي هذه المرتبة يجب عليه المسح دون الغسل .
المرتبة الثالثة : أن يكون مكشوفا ويضره الغسل والمسح ، فهنا يتيمم له .
المرتبة الرابعة : أن يكون مستورا بلزقة أو شبهها محتاج إليها ، وفي هذه المرتبة يمسح على هذا الساتر ، ويغنيه عن غسل العضو ولا يتيمم .
“Jika terdapat luka pada salah satu anggota bersuci, maka ada beberapa tingkatan:
1. Lukanya terbuka dan tidak berbahaya jika di-ghusl (dibasahkan/mandikan/dibasuh). Dalam hal ini maka dia wajib dibasuh jika dia merupakan anggota yang wajib dibasuh.
2. Lukanya terbuka tapi berbahaya jika di-ghusl dan tidak berbahaya jika diusap. Dalam tingkatan ini, yang diwajibkan adalah diusap, tidak dighusl .
3. Lukanya terbuka dan berbahaya jika dibasuh dan diusap. Maka jika begitu keadaannya, dia bertayammum untuk mengganti basuhan anggota wudhu tersebut.
4. Lukanya tertutup oleh perban dan semacamnya dan hal itu dibutuhkan. Dalam tingkatan seperti ini, cukup baginya mengusap di atasnya. Hal itu sudah menggantikan basuhan dan usapan di atasnya.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Ibnu Utsaimin, 11/121)
Wallahu a’lam
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰=Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa=💰
💳 a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
📲 Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Ya Syaikh .. Kemewahan Bukan Cita-Cita Kami
📆 Senin, 21 Muharrom 1440H / 1 Oktober 2018
📚 FIQHUD DAKWAH
📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Renungan di tengah Perjalanan dakwah
A. Mukaddimah
Dalam sebuah perjalanan kami bersama beberapa Ikhwah, ada perbincangan menarik. Salah seorang Al Akh bertanya, “Akhi, berapa penghasilan Antum sebulan dari mengajar?” Ikhwah tersebut tersenyum dan malu menjawabnya. Namun, ketika ditanya lagi dengan nada bergurau, ia pun menjawab, “150 ribu sebulan.” Inilah ikhwah kita, kader da’wah yang memiliki banyak kelompok halaqah.
Ada lagi, Ikhwah yang pernah kami temui, ia aktifis dan banyak amanah da’wah yang dia emban. Ia hanya berpenghasilan tidak sampai 300 ribu rupiah dari membuat minuman penghangat badan, wedang jahe.
Itulah ikhwah kita, mereka hidup dipelosok. Namun, kami kira mereka juga ada di sekitar kita, saudara kita di halaqah, di wilayah da’wah kita, bahkan ia -mungkin- kita sendiri. Tetapi mereka tidak mengeluh, tidak lemah, dan Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang sabar.
Syahdan, di kota besar ada pula ikhwah da’iyah yang hidupnya lebih dari cukup, bahkan sangat-sangat lebih. Itu baik dan tidak masalah. Namun, jadi masalah jika ia mengiklankan kemewahan, menyeru orang kepadanya, memberikan ilustrasi keunggulan mewah’, bukan sekedar bercerita kekayaan. Ia menghiasi dengan berbagai dalil dan alasan yang dipaksakan untuk melegitimasi pemikiran dan perilakunya sendiri. Membicarakan pentingnya kekayaan, harta, kemewahan, dengan alasan maslahat da’wah dan sebagainya, karena ia sudah merasakannya. Lalu, kemana dahulu ketika keadaannya belum seperti sekarang? Kenapa maslahat-maslahat itu baru dibicarakan saat ini ? Apakah dibicarakan untuk pledoi? Apa ia tidak pernah tahu kondisi ikhwah lain yang serba sulit? Atau memang tidak mau tahu?
Tak usah ajarkan kami, kami sudah mengetahui harta memang urgen. Kaya memang penting. Mayoritas para sahabat yang mubasyiruna bil jannah (dikabarkan akan masuk surga) adalah orang-orang kaya. Orang kaya yang bersyukur lebih utama dari orang miskin bersabar. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun berdoa berlindung dari kekafiran dan kefaqiran. Dan, kami pun tetap bekerja untuk menafkahi anak dan istri kami … Alangkah baiknya jika kami tetap diajarkan -oleh da’i itu- bagaimana menjadi hamba yang shalih, hamba yang bersyukur terhadap kekayaan, bersabar atas kesulitan, berjihad, istiqamah, dan ilmu-ilmu bermanfaat lainnya untuk agama dan dunia kami, agar kami menjadi pribadi yang apa adanya menurut Al Quran dan As Sunnah, bukan pribadi yang seharusnya menurut keadaan dan status sosial. Dan, tidak usah menyesali jika dahulu kami lupa’ diajarkan tentang masalah kekayaan dalam silabus tarbiyah kami, karena hakikat kekayaan adalah kaya jiwa. Inilah keyakinan dari keimanan kepada Allah Ta’ala, dan pemahaman terhadap harta secara sehat, dan jangan memaksakan pemahaman yang asing dalam sejarah da’wah dan tarbiyah.
Tetapi Ya Syaikh …,
kaya bukanlah mewah, walau ia bersumber dari satu hal yang sama yakni harta, tetapi ia berbeda secara nilai yakni mentalitas. Mentalitas aji mumpung; mumpung ada, mumpung menjabat, mumpung dekat dengan orang kaya, mumpung di atas, mumpung punya binaan kalangan menengah ke atas. Tak ada kamus aji mumpung dalam kehidupan teladan kami, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia memegang kunci-kunci kekayaan, jika ia mau mudah sekali mendapatkannya. Tetapi, ia amat sederhana. Para sahabat, memang kaya, tapi adakah kita mendengar mereka mengiklankan kemewahan, dan berleha-leha ketika ada saudaranya kesulitan? Justru mereka menampakkan kesederhanaan dan kesahajaan. Mereka tahu perasaan sahabat nabi lainnya. Ya .. mereka tahu perasaan manusia ..
Khadijah seorang wanita kaya, ia saudagar wanita, ketika nikah dengan Rasulullah ia menjadi sederhana. Kekayaannya ia abiskan untuk perjuangan suaminya, bukan dihabiskan untuk menikmati kenikmatan hidup. Jangan sekedar melihat besarnya mahar ketika mereka berdua nikah, tetapi lihatlah buat apa dan dikemanakan mahar tersebut, apakah mahar tersebut merubah Rasulullah menjadi laki-laki yang mewah? Tidak! Terlalu naif membicarakan kemewahan hanya melihat dari ukuran mahar pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Khadijah Radhiallahu Anha. Umar bin Abdul Aziz ia seorang kaya, ketika menjadi khalifah justru ia tinggalkan kekayaannya. Tetapi, kewibawaan mereka sama sekali tidak berkurang, justru melambung tinggi, karena Allah Ta’ala telah muliakan mereka. Kemana contoh-contoh ini ?
Untuk contoh masa sekarang adalah Usamah bin Ladin -setuju atau tidak dengan ideologi dan segala upaya jihadnya- ia adalah seorang kaya raya, bahkan sangat kaya, kalau dia mau bisa saja CNN dibelinya. Tapi, dia hidup amat sederhana, makan seadanya, dia serahkan kekayaannya untuk membiayai perjuangannya. Bukan mencari kekayaan dari perjuangan, bukan mencari biaya hidup dari perjuangan. Itulah letak kewibawaan.
Rasulullah dan para sahabat adalah teladan kita, qudwah hasanah kita … selamanya. Kami tidak butuh teladan yang lain, walau ia berilmu, senior da’wah, tetapi … alhamdulillah, kami tidak pernah silau dengan istilah, gelar, dan pujian manusia yang sehaluan dengannya. Walau kami sangat menghargai dan menghormati peran dan kontribusi da’wah yang telah mereka lalui demikian panjang.
B. Kesederhanaan Adalah Izzah
Ada sudut pandang simplistis yang biasa dilontarkan oleh manusia yang ber’ideologi’ kekayaan dan kemewahan. Sudut pandang kesetaraan status dan kepantasan lingkungan, agar penerimaan dirinya dilingkungan yang baru, bisa diterima dengan baik. Sudut pandang materialis kapitalis ini, satu-dua contoh kasus bisa saja benar, bahwa jika Anda bergaul dengan kalangan jet set tetapi ketika menghadap mereka dengan hanya’ motor bebek atau mobil seken, lalu Anda kurang dianggap, kurang berharga’ dimata mereka. Bisa saja itu terjadi, dan bisa pula itu perasaan dan sugesti saja. Jangan pernah memandang bahwa kesulitan hidup, adalah biang keladi segala masalah kita -para da’i dan umat Islam- saat ini. Tak ada manusia satu pun yang ingin susah dan miskin, tetapi jangan pula menganggap kekayaan adalah solusi jitu, yang akhirnya harus dikejar-kejar dan diserukan secara demonstratif, karena taqwa dan keshalihan itulah solusi, sedangkan kekayaan adalah penunjang atau bisa juga fitnah.
Kenapa contoh keserhanaan Abu Dzar, kewara’an Abu Bakar, kezuhudan Umar, kedermawanan Utsman, dan kesulitan hidup Ali, tidak menjadi sudut pandang kita. Apa yang mereka alami ini tidaklah meluluhkan wibawa mereka di depan Al Khaliq dan makhluk. Justru semakin melambung tinggi dan nama mereka tercatat abadi dalam konfigurasi sejarah manusia-manusia pilihan. Itu mereka dapatkan bukan karena kekayaan dan kemewahan, tetapi keikhlasan, kesederhanaan, dan pengorbanan mereka. Benarlah yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya, kalian tidak akan mampu menguasai manusia dengan harta kalian, tetapi kalian bisa menguasai mereka dengan wajah yang bersahaja dan akhlak yang baik.” (HR. Abu Ya’la, dishahihkan Al Hakim, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab Al jami’, Bab Targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287. Hadits no. 1341. Cet 1, 2004m/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)
Kesederhanaan para da’i di lingkungan yang tidak sederhana’ adalah hal yang istimewa, ia nampak tidak tergoda dunia, walau dunia mengejarnya. Ia nampak mampu mengendalikan dunia, dunia ada ditangannya bukan dihatinya. Jika ia anggota dewan, pejabat, petinggi Partai Da’wah, dahulunya ia da’i yang sederhana, dan ia tetap sederhana di lingkungan yang tidak sederhana’, maka ia seperti cahaya di tengah kegelapan, ia seperti keteladanan di zaman yang minim keteladanan. Insya Allah, Allah akan mencintainya, dan manusia pun mengaguminya. Inilah sudut pandang yang seharusnya … Syaikh! Bukan justru latah, ikut-ikutan, dan menjadi norak, sehingga menjadi tak ada bedanya dengan hamba dunia yang dahulu pernah kita benci, paling tidak beti (beda-beda tipis) dengan mereka.
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu Anhu dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dia berkata: “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku jika aku lakukan maka Allah dan manusia akan mencintaiku. ” Maka Ia bersabda: “Zuhudlah di dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa-apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu. ” (HR. Ibnu Majah, sanadnya hasan. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab al Jami’ Bab Zuhd wal Wara’, hal. 277. Hadits no. 1285. Cet 1, 2004M/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)
C. Akan Dibangkitkan Sesuai Niatnya
Da’wah ini telah diramaikan oleh beragam manusia; tipe, kecenderungan, skill, kebiasaan, sifat, dan niatnya. Faktor niat inilah yang akan mengendalikan dan mengarahkan masing-masing da’i, bahkan yang menentukan masa depan mereka di akhirat. Mereka sama-sama berjuang, sama-sama lelah, tapi mereka akan dibangkitkan di akhirat sesuai niatnya masing-masing. Ada yang niat dunia seperti ketenaran, popularitas, kekayaan, jabatan, wanita, walau ini mampu disembunyikan dengan sangat rapi di dunia, berbungkus da’wah dan berhasil mengelabui banyak manusia, tetapi akan tersingkap di akhirat.
Semoga Allah Ta’ala merahmati dan memberikan balasan yang lebih baik bagi da’i-da’i akhirat, yang hanya mengharapkan Allah Ta’ala dan ketinggian agamaNya.
Dari Aisyah Radhiallahu Anha berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Akan ada tentara yang menyerang Ka’bah, akan tetapi ketika mereka sampai di sebuah lapangan, tiba-tiba mereka semua dibinasakan, dari awal sampai akhirnya.”
Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimanakah dibinasakan semua, padahal di antara mereka ada orang-orang yang tidak ikut-ikutan seperti mereka, yaitu orang-orang yang di pasar dan lain-lain?“Rasulull ah menjawab:
“Mereka dibinasakan semua, lalu dibangkitkan menurut niat masing-masing. ” (HR. Bukhari- Muslim, lafaz ini menurut Bukhari. Riyadhus Shalihin, Bab Al ikhlas wa Ihdhar an Niyah, hadits no. 2. Maktabatul Iman, Manshurah)
Jadi, amal akhirat manusia, seperti da’wah dan jihad menjadi hal yang sia-sia jika niatnya adalah dunia. Dalam riwayat lain, dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barang siapa yang beramal akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al hakim dan Al Baihaqi. Al Hakim berkata: sanadnya shahih, dan disepakati Adz Dzahabi. Al Haitsami mengatakan hadits ini diriwayatkan Ahmad dan anaknya dari beberapa jalur, dan para perawi Ahmad adalah perawi shahih, Majma’ uz Zawaid 10/220)
D. Kami Tidak Mengharamkan Perhiasan Yang halal dari Allah!
Jika ada yang menyangka, ini adalah sikap sok suci, sok tidak butuh kekayaan, apalagi disebut iri, maka ia amat keliru.
Kami meyakini, setelah iman yang mendalam dan amal yang terus-menerus, maka da’wah membutuhkan kekuatan, di antara kekuatan yang urgen hari ini adalah dana. Tentunya, orang yang tidak memiliki harta tidak bisa memberikan kekayaan. Bertemunya keimanan dan kekayaan, akan membentuk pribadi yang dermawan.
Namun yang menjadi tema dan sorotan kami adalah gaya hidup para da’i yang mengalami sock budaya, OKB, Orang Kaya Baru, lalu dia demonstratif dalam hal itu. Dia lupa bahwa dirinya berada di lingkungan da’wah, dan para ikhwah yang kebanyakan tidak seberuntung dia’. Para Ikhwah yang hidupnya kembang kempis.
Bergesernya orientasi da’wah ilallah menjadi dakwah dunia inilah yang harus disorot dan diwaspadai. Sesungguhnya, peringatan itu bermanfaat buat orang-orang beriman. Namun bagi yang sulit menerima nasihat, hatinya kesat, maka kami katakan:
Berpestalah … bersenang-senanglah … dan lakukan semua kehendakmu …. Anda bebas saudaraku… Tetapi, pesta pasti berakhir itu pasti ….
Kami juga meyakini, bahwa secara nilai normatif, banyak yang lebih faham dari kami tentang ini, lebih faqih, lebih berpengalaman, lebih cerdas, lebih pandai, lebih tahu masalah, pokoknya segalanya di atas kami ….
Tetapi, yang kami minta adalah jangan ajarkan kami kemewahan, sebab itu bukan cita-cita, obsesi, dan ambisi kami … jangan contohkan kami perilaku yang dahulunya sama-sama kita benci, sebab itu kabura maqtan … dan jangan paksa kami untuk mengikuti jejak perilaku dan pemikiran yang Anda iklankan ….
Semoga hidayah dan bimbingan Allah Ta’ala selalu menyertai kita semua .. Amin
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Isra’ : 18-19)
Wallahu A’lam wa Illahil `Izzah
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰=Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa=💰
💳 a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
📲 Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Tawakkal bag. 7
📆 Ahad, 20 Muharam 1439H / 30 September 2018
📚 KAJIAN KITAB
🎙 Pemateri: Ustadz Arwani Amin Lc. MPH
📻 RIYADHUS SHALIHIN
Hadits:
الخامس:
عن جابر – رضي الله عنه – : أَنَّهُ غَزَا مَعَ النبي – صلى الله عليه وسلم – قِبلَ نَجْدٍ ، فَلَمَّا قَفَلَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – قَفَلَ معَهُمْ ، فَأَدْرَكَتْهُمُ القَائِلَةُ في وَادٍ كثير العِضَاه ، فَنَزَلَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – وَتَفَرَّقَ النَّاسُ يَسْتَظِلُّونَ بالشَّجَرِ ، وَنَزَلَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – تَحتَ سَمُرَة فَعَلَّقَ بِهَا سَيفَهُ وَنِمْنَا نَوْمَةً ، فَإِذَا رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – يَدْعونَا وَإِذَا عِنْدَهُ أعْرَابِيٌّ ، فَقَالَ : إنَّ هَذَا اخْتَرَطَ عَلَيَّ سَيفِي وَأنَا نَائمٌ فَاسْتَيقَظْتُ وَهُوَ في يَدِهِ صَلتاً ، قَالَ : مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي ؟ قُلْتُ : الله – ثلاثاً- وَلَمْ يُعاقِبْهُ وَجَلَسَ .
مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
Artinya:
Hadits Kelima
Dari Jabir r.a. sesungguhnya ia berperang bersama Nabi s.a.w. di daerah Najad – yakni perang Dzatur Riqa’.
Ketika Rasulullah s.a.w. pulang dari perjalanannya ia pun pulang beserta mereka, kemudian mereka istirahat siang dalam suatu lembah yang banyak pohon berduri.
Rasulullah s.a.w. turun dan orang-orangpun berteduh di bawah pohon. Rasulullah s.a.w. turun di bawah pohon besar samurah kemudian menggantungkan pedangnya di situ.
Kita semua tertidur, tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil kami dan di sampingnya ada seorang Arab badui, lalu beliau s.a.w. bersabda: “Orang ini telah mengacungkan pedangku padaku, saat saya tidur tadi, kemudian saya bangun, sedangkan pedang itu terhunus di tangannya, ia berkata: “Siapakah yang dapat melindungi engkau dari perbuatanku ini?”
Saya menjawab: “Allah” sampai tiga kali.
Tetapi beliau s.a.w. tidak menghukum orang – yang akan membunuhnya – tadi dan beliau pun duduklah.
(Muttafaq ‘alaih)
☆☆☆☆☆
Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO dari Web Manis berikut.
Silahkan menyimak dengan cara klik link dibawah ini:
http://www.manis.id/p/kajian.html?m=1
atau
YouTube channel Manis
http://www.youtube.com/majelismanis
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: http://manis.id
📱 Info & pendaftaran member klik http://bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa, a.n Yayasan MANIS, No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Uang Lebih dari Pinjaman
Ustadz Menjawab
Ahad, 30 September 2018
Ustadzah Drs. Indra Asih
Assalamualaikum ustadz/ah..
Afwan menganggu ana mau tanya ana kerja diunit koperasi dalam hal ini ada surat kesepakatan antara pihak ke 1 dan pihak ke 2 dalam pinjaman berupa uang utk biaya pembelian suatu barang
Lalu di koperasi yg ana jalani ada suatu pinjaman dgn sama2 sepakat dr msing2 pihak dari pinjaman tsbt ada kelebihan sebesar 20% apakah itu termasuk riba bkn iya…
Afwan mhn dbantu dr i09
Brownis 2
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Jika anggota atau pihak lain yang mengajukan pinjaman pada koperasi, lalu dikenai tambahan dari koperasi, ini dihukumi riba. Karena setiap utang piutang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah haram. Itu berarti bunga dari simpan pinjam tersebut adalah riba.
Kaidah baku dalam memahami riba adalah perkataan Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu, yang mengatakan,
كل قرض جر منفعة فهو ربا
“Setiap piutang yang memberikan keuntungan maka (keuntungan) itu adalah riba.”
Demikiaan juga keterangan Abdullah bin Sallam. Beliau mengatakan, “Apabila kamu mengutangi orang lain, kemudian orang yang diutangi itu memberikan fasilitas layanan membawakan jerami, gandum, atau pakan ternak maka janganlah menerimanya, karena itu riba.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan keterangan di atas maka apa pun bentuk kelebihan yang diberikan oleh orang yang berutang karena konsekuensi utangnya maka statusnya adalah riba, baik yang menerima itu adalah pihak perorangan atau organisasi, semacam koperasi.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Doa & Dzikir Awal & Akhir Tahun, adakah?
Ustadz Menjawab
Sabtu, 29 September 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Assalamualaikum ustadz/ ah..
Afwan ustadz… do’a dan dzikir awal dan akhir tahun kan tidak ada tuntutannya dari Rasulallah dan para sahabat… apa hukumnya kalau kita membaca do’a akhir dan awal tahun?…
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Doa tersebut ghairu ma’tsur, yaitu doa yang tidak memiliki atsar/jejak dari Al Quran dan As Sunnah.
Lalu, apakah terlarang membaca doa yg ghairu ma’tsur? Mayoritas ulama membolehkan, selama isinya tidak ada hal-hal munkar.
Dalam kitab Al Mausu’ah, terdapat SUB BAB berjudul Ad Du’a bil Ma’tsur wa ghairi Ma’tsur (Berdoa dengan yang ma’tsur dan bukan yang ma’tsur), tertulis:
ذهب جمهور الفقهاء إلى جواز كل دعاء دنيوي وأخروي ، ولكن الدعاء بالمأثور أفضل من غيره .
Mayoritas fuqaha berpendapat bolehnya semua doa duniawi dan ukhrawi, tetapi doa yang ma’tsur lebih utama dibanding yg lainnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 20/265)
Banyak sekali doa2 buatan para sahabat, tabi’in, dan para ulama, tidak apa2 jika kita gunakan.
Yang tidak boleh adalah jika doa2 malam tahun baru tersebut dianggap dan disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan diyakini memiliki fadhilah khusus, ini yg salah. Tapi jika sekedar membaca, pada prinsipnya tidak apa-apa, sebab doa adalah aktifitas yang mutlak kapan saja, kecuali doa2 tertentu yang memang dikhususkan pd momen tertentu.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis
Fitrah dan Bi'ah
📆 Sabtu, 19 Muharram 1440/ 29 September 2018
📚 *Tarbiatul Aulad*
📝 Pemateri: Ustadz Dr. Oni Sahroni, M.A
Sesungguhnya, setiap anak yang lahir dari rahim ibunya dalam kondisi fitrah. Karena dalam kondisi fitrah, setiap anak menyukai kebaikan dan membenci keburukan (maksiat). Beberapa contohnya adalah anak-anak itu jujur, amanah, santun, dan tidak suka mencaci maki, tidak suka berbohong, tidak suka sifat-sifat yang tidak terpuji lainnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum: 30,
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah”. (QS. Ar-Rum : 30 )
Dan sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagaimana yang ditegaskan Imam Ghazali, ia mengatakan :
“والصي أمانة عند والديه، وقلبه الطاهر جوهرة نفسية، فإن عود الخير وعمله نشأ عليه، وسعد في الدنيا والآخرة، وإن عود الشر وأهمل إهمال البهائم شقي وهلك،… وصيانته بأن يؤدبه ويهذبه ويعلمه محاسن الأخلاق…،”
“Setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya. Setiap anak memiliki qalbu (hati) suci sebagai mutiara atau perhiasan yang berharga. Jika setiap anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik, ia akan tumbuh dengan kebaikan dan kebahagiaan dia dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan berbuat yang tidak baik dan ditelantarkan pendidikannya seperti hewan, ia akan celaka dan merugi. Oleh karena itu, setiap anak harus dilindungi dengan cara mendidik, meluruskan, dan mengajarkannya akhlak yang baik”.
Syekh Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan beberapa inisiatif yang tidak baik dari para orang tua, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Orang tua yang mendaftarkan anak-anaknya ke lembaga yang tidak baik, sehingga mereka menerima pendidikan yang tidak baik, menyimpang, dan menyaksikan hal yang tidak baik pula. Mereka akan ditempa dengan hal yang tidak baik dan akan dipahamkan dengan sesuatu yang tidak baik.
2. Begitu pula jika setiap orang tua mengizinkan anaknya untuk membaca buku-buku cerita yang isinya tidak baik, cerita-cerita pornografi dan pornoaksi, ia akan seperti yang ia baca.
3. Orang tua yang membiarkan anaknya berteman tanpa kendali dan membiarkannya berteman dengan siapa pun, ia bermain dan bermuamalah dengan kawan-kawan yang tidak baik.
Sebaiknya setiap orang tua menitipkan anaknya ke lembaga pendidikan terbaik yang menanamkan iman, akhlak, dan ibadah sehingga anak tumbuh dan terdidik dengan hal-hal yang baik.
Jika setiap orang tua mengarahkan anak-anaknya untuk tidak membaca cerita atau komik yang menjelaskan hal-hal buruk, begitu pula mengarahkan mereka untuk tidak menonton serta tidak bermain gadget dan game yang tidak baik, lalu memberikan alternatif lain seperti hiburan dan tempat bermain bagi mereka, anak-anak akan dapat diarahkan dan dapat dikendalikan dengan nilai-nilai islami serta terhindar dari hal-hal yang menghancurkan akhlak dan keyakinan.
Oleh karena itu, jika setiap anak yang tumbuh dalam kondisi yang fitrah ini kemudian hidup tidak terdidik dan bermain dalam lingkungan yang tidak kondusif, mendengar dan menyaksikan hal-hal yang tidak baik, berteman dengan kawan yang tidak baik, ia akan menjadi orang yang tidak baik. Sebaliknya, jika ia terdidik dan berteman dengan orang yang baik, mendengar dan menyaksikan pendidikan yang baik, ia akan tumbuh menjadi anak yang baik.
📚 *Referensi* :
📔 buku Tarbiatul Aulad (Dr. Nasih Ulwan)
🗣 Alih bahasa, sistematika & Ilustrasi : Oni Sahroni
Wallahu a’lam
================
Follow And Join
📲Fb, IG, Telegram: @onisahronii
📲 Twitter : @onisahroni
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱Info & Pendaftaran member : bit.ly/mediamanis
💰 =Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa= 💰
An. Yayasan MANIS, No Rek BSM 7113816637
📲 Info lebih lanjut : bit.ly/donasidakwahmanis