Allah Tuhan Alam

Hukum Memakai Poin Game Online di Marketplace

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Assalamu’alaikum. Maaf ibu admin MANIS, mau tanya, saya punya akun Shopee, dan ada seperti game siram-siram tanaman, terus dapat poin dan poin itu bisa dipakai buat bayar belanjaan.

Apakah itu termasuk harta yang halal?

Kemudian seperti cashback, yang nantinya berubah jadi poin, awalnya beli makanan pakai uang dapat cashback tapi bentuknya poin, dan poin itu ada jangka waktu pemakaian nya. Apakah itu juga halal? Terimakasih

A/12

Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni, MA.

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Jawaban atas pertanyaan ini bisa kita pilah menjadi dua bagian, jika hadiah tersebut, pertama dari bagian game maka secara konsep fiqh, jika sumber hadiah tersebut dari perusahaan atau marketplace maka tidak ada masalah (dibolehkan). Tetapi Jika itu dari hasil kontribusi atau iuran para peserta game maka itu yang tidak dibolehkan karena itu bagian dari zero sum game (judi). Dalam kondisi ini, saat kita tidak mengetahui sumber pembayaran maka tidak dibolehkan ikut serta, disamping itu game seperti ini alat yang kurang mendidik.

Kedua, tetapi jika hadiahnya bersumber dari pembelian barang tertentu maka diperbolehkan karena itu bagian dari hadiah atau hibah atau dalam fiqh dikategorikan dengan merelakan hak.

Ketiga jika ada pilihan-pilihan termasuk tempat berbelanja maka pilihlah alat pembayaran atau tempat belanja atau marketplace yang prioritas, yang menyediakan fitur- fitur pembayaran syariah seperti yang menyediakan pembayaran melalui debit card bank syariah, kredit card bank syariah atau paylater syariah atau fintect payment syariah

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Bersuci Istinja Cebok Bersih Najis

Istinja

Pertanyaan

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz izin bertanya…
Setelah kencing sy langsung membersihkan kemaluan sy dengan air dan kemudian sy langsung pakai celana,
pertanyaan sy : apakah sy boleh langsung pakai celana tanpa mengelap kemaluan sy hingga kering ?

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Bismillahirrahmanirrahim..

Istinja (cebok) walau nampaknya sederhana, tapi sangat penting dalam Islam, sebab pengaruhnya pada rusaknya kesucian seseorang dari hadats. Dampaknya, tentu shalatnya tidak sah. Oleh karena itu hendaknya muslim dan muslimah serius dalam membersihkan dirinya dari najis dan hadats.

Ada pun cara istinja, bisa dengan batu sebanyak ganjil, yaitu tiga atau lebih. Ditambah dgn air maka itu lebih baik. Budaya Indonesia tidak biasa istinja dengan batu, namun dengan air. Itu sudah cukup bersih, mensucikan, itulah substansinya. Tujuan membersihkan telah tercapai walau alatnya berbeda, walau tidak dilap atau dikeringkan setelah istinja. Ini tidak masalah.

Muttahidah fil aghrad mukhtalifah fisy syakl (Sama dalam tujuan tapi berbeda dalam bentuk)

Dari Salman Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ، أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Rasulullah telah melarang kami buang air besar atau kencing menghadap kiblat, atau istinja dengan tangan kanan, atau istinja dengan kurang dari tiga batu, atau istinja dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang. (HR. Muslim No. 262)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

( وَأَنْ لَا يَسْتَنْجِي بِالْيَمِينِ ) هُوَ مِنْ أَدَب الِاسْتِنْجَاء ، وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ مَنْهِيّ عَنْ الِاسْتِنْجَاء بِالْيَمِينِ ، ثُمَّ الْجَمَاهِير عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه وَأَدَب لَا نَهْي تَحْرِيم ، وَذَهَبَ بَعْض أَهْل الظَّاهِر إِلَى أَنَّهُ حَرَام ، وَأَشَارَ إِلَى تَحْرِيمه جَمَاعَة مِنْ أَصْحَابنَا ، وَلَا تَعْوِيل عَلَى إِشَارَتهمْ ، قَالَ أَصْحَابنَا : وَيُسْتَحَبّ أَنْ لَا يَسْتَعِين بِالْيَدِ الْيُمْنَى فِي شَيْء مِنْ أُمُور الِاسْتِنْجَاء إِلَّا لِعُذْرٍ ، فَإِذَا اِسْتَنْجَى بِمَاءٍ صَبَّهُ بِالْيُمْنَى وَمَسَحَ بِالْيُسْرَى

(janganlah istinja dengan tangan kanan) ini adalah adab dalam istinja (cebok), para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa istinja dengan tangan kanan terlarang. Lalu, mayoritas ulama mengatakan larangan ini bermakna makruh tanzih, bukan haram. Sebagian kalangan tekstualist (ahluzh zhahir) mengatakan bahwa ini diharamkan. Para sahabat kami (Syafi’iyah) juga mengisyaratkan keharamannya, namun tidak ada takwil atas isyarat mereka itu. Para sahabat kami mengatakan: disunahkan sama sekali tidak menggunakan tangan kanan dalam urusan istinja kecuali ada ‘udzur. Jika istinja dengan air, maka tangan kanan menyiramkan air, dan membersihkannya dengan tangan kiri.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/421)

Jadi, walau tidak dilap dulu tidak masalah asalkan sudah yakin bersih setelah dicebok.

Demikian. Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Apakah-Vaksinasi-Di-Perbolehkan-Haramain-Tour

Hukum Vaksinasi

Ustadz Menjawab
Selasa, 09 Oktober 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Ustadz mau tanya diluar pembahasan diatas, terkait dengan vaksinasi/imunisasi utk bayi,bgmna hukumnya menurut syari’at islam? Mohon penjelasannya ust,..syukran (# i44)
Jawaban
—————
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ada dua pendapat dalam masalah ini:
1. Mengharamkan
Jika terbukti ada unsur2 yang diharamkan, seperti Babi, baik minyak, daging, atau apa saja darinya. Dalilnya jelas yaitu keharaman Babi itu sendiri, dan  kaidah fiqih yang berbunyi:
إذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غَلَبَ الْحَرَامُ
“Jika Halal dan haram bercampur maka yang haramlah yang menang (dominan).”
Kaidah ini berasal dari riwayat mauquf dari Ibnu Mas’d sebagai berikut:
مَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ إلَّا غَلَبَ الْحَرَامُ الْحَلَالَ
“Tidakah halal dan haram bercampur melainkan yang haram akan mengalahkan yang halal.”
Imam As Suyuti Rahimahullah mengomentari riwayat ini, katanya:
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْفَضْلِ الْعِرَاقِيُّ : وَلَا أَصْلَ لَهُ ، وَقَالَ السُّبْكِيُّ فِي الْأَشْبَاهِ وَالنَّظَائِرِ نَقْلًا عَنْ الْبَيْهَقِيّ : هُوَ حَدِيثٌ رَوَاهُ جَابِرٌ الْجُعْفِيُّ، رَجُلٌ ضَعِيفٌ ، عَنْ الشَّعْبِيُّ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ ، وَهُوَ مُنْقَطِعٌ . قُلْت : وَأَخْرَجَهُ مِنْ هَذَا الطَّرِيقِ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي مُصَنَّفِهِ . وَهُوَ مَوْقُوفٌعَلَى ابْنِ مَسْعُودِ لَا مَرْفُوعٌ . ثُمَّ قَالَ ابْنُ السُّبْكِيّ : غَيْرِ أَنَّ الْقَاعِدَةَ فِي نَفْسِهَا صَحِيحَةٌ .
Berkata Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iraqi: “Tidak ada asalnya.” As Subki berkata dalam Al Asybah wan Nazhair, mengutip dari Al Baihaqi: ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir Al Ju’fi, seorang yang dhaif, dari Asy Sya’bi, dari Ibnu Mas’ud, dan hadits ini munqathi’ (terputus). Aku (As Suyuthi) berkata: Abdurrazzaq dalamMushannaf-nya, telah mengeluarkannya dengan jalan ini. Itu adalah riwayat mauquf(terhenti) pada ucapan Ibnu Mas’ud, bukan marfu’(Sampai kepada Rasulullah). Kemudian, berkata Ibnu As Subki: ” “Namun, sesungguhnya kaidahnya sendiri,  yang ada pada hadits ini adalah shahih (benar). (Al Asybah wan Nazhair, 1/194)
Inilah yang dipilih oleh MUI kita, kalau pun mereka membolehkan karena dharurat saja, yaitu dalam keadaan memang tidak ada penggantinya yang halal, atau dalam konteks haji, hanya dibolehkan untuk haji yang wajib bukan haji sunah (haji kedua, ketiga, dst).
2. Membolehkan.
Ini pendapat dari segolongan Hanafiyah, seperti Imam Abu Ja’far Ath Thahawi. Nampaknya ini juga diikuti oleh ulama kerajaan Arab Saudi.
Alasannya adalah karena ketika sudah menjadi vaksin, maka itu sudah menjadi wujud baru, tidak lagi dikatakan campuran. Sedangkan fiqih melihat pada wujud baru, bukan pada wujud sebelumnya. Dahulu ada sahabat Nabi ﷺ yang membuat cuka berasal dari nabidz anggur (wine). Ini menunjukkan bahwa benda haram, ketika sudah berubah baik karena proses alami atau kimiawi, maka tidak apa-apa dimanfaatkan ketika sudah menjadi wujud baru. Dianggap, unsur haramnya telah lenyap. Hal ini bagi mereka juga berlaku untuk alat-alat kosmetik dan semisalnya. Ini juga yang dipegang oleh Syaikh Al Qaradhawi Hafizhahullah.
Dari kedua pendapat ini, pendapat pertama nampak lebih hati-hati. Di sisi lain, tidaklah apple to apple menyamakan unsur Babi dalam vaksin dengan wine yang menjadi cuka. Sebab, wine berasal dari buah anggur yang halal, artinya memang sebelumna adalah benda halal. Beda dengan Babi, sejak awalnya memang sudah haram.
Pembolehan hanya jika terpaksa, belum ada gantinya yang setara, dan terbukti memang vaksin itu penting, dan pada haji pertama. Kalau ada cara lain, atau zat lain yang bisa menggantikan vaksin tersebut maka itulah yang kita pakai. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi ilmuwan muslim untuk menemukannya.
Wallahu a’lam.

36359_surga-atau-neraka

Nasib Hewan, Surga atau Neraka?

📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.

Bismillahirrahmanirrahim ..

Hewan itu tidak kena taklif (beban syariat), sebab taklif itu hanya untuk manusia dan yang berakal sempurna.
Tetapi hewan adalah umat juga sebagaimana manusia, mereka juga beribadah dengan caranya sendiri, mereka juga berselisih sesama mereka. Di akhirat Allah Ta’ala berkehendak mengumpulkan mereka kembali ke sisiNya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, *_kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan._*
(QS. Al-An’am, Ayat 38)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata tentang makna *_kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan._* : yaitu _Lil jazaa_’ – untuk mendapatkan pembalasan. *(Tafsir Al Qurthubi, 7/309)*

Beliau juga berkata:

ودل بهذا على أن البهائم تحشر يوم القيامة، وهذا قول أبي ذر وأبي هريرة والحسن وغيرهم، وروي عن ابن عباس، قال ابن عباس في رواية: حشر الدواب والطير موتها، وقاله الضحاك. والاول اصح لظاهر الاية و الخبر الصحيح

Dari ayat ini menunjukkan bahwa hewan pun akan dikumpulkan pada hari kiamat. Inilah pendapat Abu Dzar, Abu Hurairah, Al Hasan, dan lainnya, dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata dalam salah satu riwayat: hewan melata dan burung akan dikumpulkan saat kematiannya (bukan di akhirat, pen). Tapi yang benar adalah yang pertama (dikumpulkan di akhirat), sesuai ayat dan hadits shahih. (Ibid)

Ayat lain yg menguatkan pendapat ini adalah:

وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ

Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan (pada yaumul mahsyar) (QS. At-Takwir, Ayat 5)

Juga hadits Nabi  Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنْ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.”(HR. Muslim no. 2582)

Sementara, ada ulama yang memaknai bahwa maksud dari ayat: kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan, adalah tentang orang-orang kafir, bukan tentang hewannya.

Ada pun maksud hadits Shahih Muslim di atas adalah tamtsil (perumpamaan) saja betapa besar urusan saat itu, bukan benar-benar hewan akan ditagih tanggungjawab pula. Sebab hewan tidak berakal dan tidak dituntut atas beban syariat.

Tapi, pendapat ini dikoreksi oleh Imam Al Qurthubi Rahimahullah:

قلت: الصحيح القول الأول لما ذكرناه من حديث أبي هريرة، وإن كان القلم لا يجري عليهم في الأحكام ولكن فيما بينهم يؤاخذون به، وروي عن أبي ذر قال: انتطحت شاتان عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (يا أبا ذر هل تدري فيما انتطحتا؟) قلت: لا. قال: (لكن الله تعالى يدري وسيقضي بينهما) وهذا نص

Aku Berkata: yang benar adalah pendapat yang pertama. Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan dari Abu Hurairah, walau hukum syariat tidak berlaku bagi mereka tetapi apa yg terjadi sesama mereka akan diminta tanggungjawab.

Diriwayatkan dari Abu Dzar, bahwa ada dua ekor kambing yang sedang berkelahi di hadapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda:
“Wahau Abu Dzar, tahukah kamu karena apa mereka bersengketa?” Abu Dzar menjawab: “Tidak.” Lalu Nabi bersabda: “Tetapi Allah tahu, mereka berdua akan diadili.”  Inilah dalil!!
(Tafsir Al Qurthubi, 7/309-310)

Maka, penjelasan ini menunjukkan hewan juga mengalami pengadilan Allah Ta’ala kelal di hari kiamat, dan akan mendapatkan balasan sesuai haknya.

Di surga, hewan ada tiga macam:

1. Hewan yang dikabarkan masuk surga. Seperti anjing pemuda Ak Kahfi, dan Untanya Nabi Shalih ‘Alaihissalam. Tapi, tidak ada dalil shahih yang menguatkan ini. Ini menjadi keyakinan dari mulut ke mulut.

2. Hewan yang Allah Ta’ala sediakan, untuk penghuni surga.

Misalnya:

وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ

Dan daging burung apa pun yang mereka inginkan. (QS. Al Waqi’ah: 21)

Ayat lain:

وَأَمْدَدْنَاهُمْ بِفَاكِهَةٍ وَلَحْمٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ

Dan Kami sediakan kepada mereka buah-buahan dan daging apa saja yang mereka inginkan. (QS. Ath Thur: 22)

Dalam hadits:

قَالَ الْيَهُودِيُّ فَمَا تُحْفَتُهُمْ حِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَالَ زِيَادَةُ كَبِدِ النُّونِ قَالَ فَمَا غِذَاؤُهُمْ عَلَى إِثْرِهَا قَالَ يُنْحَرُ لَهُمْ ثَوْرُ الْجَنَّةِ الَّذِي كَانَ يَأْكُلُ مِنْ أَطْرَافِهَا

Yahudi itu bertanya lagi; ‘Apa hidangan spesial bagi mereka ketika memasuki surga?’ Beliau menjawab; “Organ yang paling bagus dari hati ikan hiu.” Dia bertanya lagi; ‘Setelah itu hidangan apa yang disuguhkan untuk mereka?’ Beliau menjawab; “Mereka disembelihkan sapi surga yang dimakan dari sisi-sisinya.”
(HR. Muslim no. 315)

3. Hewan yang pada dasarnya memang menjadi penghuni surga.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

صلوا في مراح الغنم وامسحوا رغامها فإنها من دواب الجنة

Shalatlah di kandang kambing dan bersihkanlah, karena dia termasuk hewan surga.
(HR. Al Baihaqi, 2/489. Shahih. Lihati Shahihul Jaami’ no. 3789)

Dalam hadits lain:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فَقَالَ هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُ مِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَةٌ

Dari Abu Mas’ud Al Anshari dia berkata, “Seorang laki-laki datang dengan menuntun seekor unta yang telah diikat dengan tali kekangnya seraya berkata, “Ini saya berikan untuk berjuang di jalan Allah.” Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mudah-mudahan pada hari kiamat kamu akan mendapatkan tujuh ratus unta beserta tali kekangnya.”
(HR. Muslim no. 1892)

Demikian. Wallahu a’lam


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Cincin-khitbah-Instagram

Khitbah (Meminang/Melamar) (Bag. 4)

Ustadz Menjawab
Senin, 08 Oktober 2018
Ustadz Farid Nu’man Hasan
Assalamualaikum ustadz/ah..Saya ingin bertanya Adab Lamaran dalam Islam.
Jazakumullah khoir
Wassallam wr wb
-Manis 26-
Jawaban
————–
‌و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
📌 Boleh Melihat Tanpa Izin Wanitanya Atau Walinya
  Dalam hadits-hadits yang memerintahkan melihat wanita yang akan dinikahi, Nabi ﷺ tidak menyebutkan adanya izin. Jika memang ada izin pasti Nabi ﷺ tidak akan lupa menyebutkannya. Oleh karena itu, mayoritas ulama (Hanafiyh, Syafi’iyah, Hanabilah)  menyatakan bolehnya melihat baik dengan izin atau tanpa izin pihak wanita atau izin walinya, kecuali Malikiyah yang mengharamkan melihat tanpa izin.
  Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menjelaskan:
فاذا اراد يتزوج امرأة و رغب فى زواوجها فلا شك فى جواز النظر اليها و يسن النظر اليها قبل الخطبة و ان لم تأذن هي و لا وليها اكتفاء باذن الشرع و لئلا تتزين فيفوت غرضه ولكن الاولى ان يكون باذنها خروجا من خلاف الإمام مالك فإنه يقول بحرمة النظر بغير إذنها فإن لم تعجبه سكت ولا يقول : لا أريدها لانهإيذاء .
“Jika seorang laki-laki hendak menikahi wanita yang dia inginkan, maka tidak ragu lagi kebolehan melihatnya. Disunnahkan melihat wanita itu sebelum khitbah (lamaran), walau pun wanita itu tidak mengizinkan atau walinya juga tidak mengizinkan, maka cukuplah syariat yang telah mengizinkannya, agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya.”  Tetapi yang lebih utama adalah melihat atas izin wanita tersebut dalam rangka keluar dari khilafiyah/perselisihan pendapat, sebab Imam Malik berpendapat haram melihatnya tanpa izinnya.  Lalu, jika dia tidak tertarik hendaknya diam saja, dan jangan mengatakan: “Saya tidak mau”, sebab itu menyakitkan (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 2/36) 
Maksud kalimat “agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya”  adalah biasanya jika ada pemberitahuan atau izin, maka si wanita akan berias atau dandan dulu, sehingga tampak terlihat lebih cantik dan fresh, untuk menambah daya tarik bagi si laki-laki. Hal ini membuat ketertarikan atas kecantikan yang tidak alami, dan bukan itu tujuannya. Tujuannya adalah ketertarikan sesuatu yang tidak dibuat-buat. Betapa banyak wanita cantik karena polesan make up semata, begitu luntur atau tidak memakai make up, wajahnya pucat. Suami terkaget melihatnya seperti orang asing yang ada di rumahnya.
📌 Wanita Berhias Agar Dilamar atau Saat Dilamar
Sebagian ulama mengatakan, justru berhias bagi gadis yang akan dilamar adalah sunah, seperti yang dikatakan Hanafiyah. Berikut ini keterangannya:
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ تَحْلِيَةَ الْبَنَاتِ بِالْحُلِيِّ وَالْحُلَل لِيَرْغَبَ فِيهِنَّ الرِّجَال سُنَّةٌ
 
Hanafiyah berpendapat bahwa para gadis yang berhias  dengan  berbagai perhiasan agar kaum laki-laki tertarik kepada mereka adalah sunnah. (Al Mausu’ah, 19/199)

  Malikiyah berpendapat berhias itu hanya bagi janda  yang akan dilamar. Ibnul Qaththan berkata:
وَلَهَا ( أَيْ لِلْمَرْأَةِ الْخَالِيَةِ مِنَ الأَْزْوَاجِ ) أَنْ تَتَزَيَّنَ لِلنَّاظِرِينَ ( أَيْ لِلْخُطَّابِ )
  Bagi dia (yaitu wanita yang sudah cerai dari para suami) hendaknya berhias bagi orang-orang yang melihatnya (yaitu bagi para pelamar). (Mawahib Al Jalil, 3/405)
  Berhias bagi wanita merupakan sindiran bagi kaum laki-laki untuk tertarik melamarnya. Hal ini seperti yang dikatakan seorang sahabat Nabi ﷺ, yakni Jabir Radhiallahu ‘Anhu secara marfu’:
يا معشر النساء اختضبن فإن المرأة تختضب لزوجها, وإن الأيم تختضب تعرض للرزق من الله عز وجل
  Wahai kaum wanita, ber-riaslah, sesungguhnya seorang istri itu ber-rias untuk suaminya, sedangkan para wanita  yang masih sendirian ber-rias untuk memancing rizki dari Allah ﷻ. (Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/532) [1]   Apa maksud ta’arradhu lirrizqi minallah – untuk memancing rizki dari Allah ﷻ ?
أَيْ لِتُخْطَبَ وَتَتَزَوَّج
Yaitu agar laki-laki melamarnya dan menikahinya. (Al Mausu’ah, 2/282)
 
‘Atha Al Khurasani berkata:
جاءت امرأة إلى النبي صلى الله عليه و سلم تبايعه فقال ما لك لا تختضبين ألك زوج قالت نعم قال فاختضبي فإن المرأة تختضب لأمرين إن كان لها زوج فلتختضب لزوجها وإن لم يكن لها زوج فلتختضب لخطبتها
Datang seorang wanita kepada Nabi ﷺ untuk membai’atnya. Beliau bertanya kepada wanita itu: “Kenapa kam
u tidak mewarnai (tanganmu, pen) apakah kamu punya suami?” Wanita itu menjawab: “Ya” Nabi ﷺ bersabda: “Celuplah tanganmu (maksudnya hiasilah), sesungguhnya wanita menghias karena dua faktor, bagi yang sudah bersuami hendaknya dia mencelup tangannya untuk suaminya, bagi yang belum punya suami dia mencelup  untuk laki-laki melamarnya .” (HR. Abdurrazzaq, Al Mushannaf No. 7931)
  Ikhtidhaba – yakhtadhibu asal katanya adalah khadhaba yang artinya mencelup, mewarnai, yaitu mencelup dengan bentuk hiasan di jari dan tangan dengan henna. Ini sunah bagi wanita.
  Dalam Shahih Muslim (No. 1484, dengan penomoran Syaikh Fuad Abdul Baqi), diceritakan tentang Subai’ah Al Aslamiyah, seorang shahabiyah istri dari Sa’ad bin Khawalah,  yang wafat  saat Haji Wada’. Saat wafat suaminya dia sedang hamil, saat masuk masa nifas, dia berhias agar ada laki-laki yang melamarnya. Maka, Abu Sanabil bin Ba’kak Radhiallahu ‘Anhu, dari Bani Abdid Daar yang datang melamarnya. Menurut Abu Sanabil, Subai’ah belum boleh menikah dulu sampai lewat 4 bulan 10 hari. Subai’ah bertanya tentang hal itu kepada Nabi ﷺ apakah dia sudah halal untuk menikah, maka Nabi ﷺ menjawab bahwa dia sudah halal dan memerintahkannya untuk menikah.  (Karena ‘Iddahnya wanita hamil adalah sampai dia  melahirkan, bukan 4 bulan 10 hari)
Bersambung …
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
[1] Syaikh Abdul Muhsin At Turki mengatakan: “Kami belum temukan lafaz yang  begini, dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq yang seperti ini dalam Al Mushannaf No. 7931.” (Al Furu’, Cat kaki. No. 5)
Wallahu a’lam.

air panas

Siram Air Panas, Hati-Hati Kena Jin?

📆 Senin, 28 Muharrom 1440H / 8 Oktober 2018
📚 Fiqih dan Hadits

📝 Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.
Bismillahirrahmanirrahim ..
Jin memang menempati tempat-tempat tertentu. Di antaranya di lubang-lubang:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْجُحْرِ وَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوا السِّرَاجَ فَإِنَّ الْفَأْرَةَ تَأْخُذُ الْفَتِيلَةَ فَتَحْرِقُ أَهْلَ الْبَيْتِ وَأَوْكِئُوا الْأَسْقِيَةَ وَخَمِّرُوا الشَّرَابَ وَغَلِّقُوا الْأَبْوَابَ بِاللَّيْلِ
قَالُوا لِقَتَادَةَ مَا يُكْرَهُ مِنْ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ قَالَ يُقَالُ إِنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ
Dari Abdullah bin Sarjis bahwa Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian kencing di lubang, apabila kalian tidur maka matikanlah lampu, karena tikus akan menarik sumbu dan hingga membakar penghuni rumah, ikatlah tempat-tempat minum kalian, tutuplah air minum dan pintu-pintu kalian di malam hari.” Orang-orang bertanya kepada Qotadah; “Kenapa kencing di lubang di makruhkan?.” Dia menjawab; “Karena tempat tersebut sebagai tempat tinggalnya jin.”
(HR. Ahmad no. 20775, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: para perawinya terpercaya. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad, 24/372)
Dan, Lubang sering menjadi tempat favorit manusia untuk buang air kecil, buang sampah, dan juga membuang air panas.
Dalam hadits lain:
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الْخَلَاءَ فَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Dari Zaid bin Arqam dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya tempat buang hajat itu dihadiri oleh setan-setan, maka apabila salah seorang dari kalian mendatangi WC, hendaklah dia mengucapkan; ‘Aku berlindung kepada Allah dari setan jantan dan setan betina’.”
(HR. Abu Daud no. 6. Imam An Nawawi mengatakan: shahih. Lihat Khulashah Al Ahkam, 1/149)
Sehingga kita dianjurkan untuk berdoa, membaca membaca ta’awudz (dzikir perlindungan), saat kita berada ditempat yang ditengarai sebagai tempatnya mereka seperti lubang, kamar mandi, dll. Agar kita tidak terganggu oleh mereka.
Termasuk juga saat kencing, atau membuang air panas, di tempat-tempat tersebut.
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhullah mengatakan:
فإن بعض أهل الخبرة في الرقية الشرعية يذكر أن من أسباب تسلط الجني أن يرمي الإنسان ماء حارا فيصيب الجني ويتأذى منه فيحرص الجني على أذى الإنسي، ولكن المسلم إذا حافظ على التحصينات الربانية والأذكار المأثورة صباحا ومساء وعند دخول البيت والخروج ومنه والدخول للحمام فإن الله سيحفظه من أذى الجان ويكفيه شرهم.
Sesungguhnya para pakar dan praktisi ruqyah syar’iyah  mengatakan bahwa diantara sebab jin  dapat menguasai manusia adalah karena manusia menyiram air panas dan mengenai jin, lalu mereka tersakiti karena itu lalu mereka mengganggu manusia. Tapi, seorang muslim yang senantiasa merutinkan doa perlindungan dengan  dzikir pagi dan petang maka Allah akan melindunginya dari gangguan jin, baik saat dia masuk ke rumah atau keluar, atau saat masuk ke kamar mandi.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no.  112405)
Jadi, hal itu memang bisa terjadi, oleh karenanya hendaknya seorang muslim berlindung kepada Allah dengan membiasakan doa dan dzikir harian, pagi dan petang.
Demikian. Wallahu a’lam
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh: manis.id
📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis
💰=Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa=💰
💳 a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637
📲 Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis