Shalat Jamak dan Qashan Bagi Pelajar di Luar Negeri

Assalamu’alaikum .. ingin bertanya, hukum sholat jama /qashor bila belajar di luar negeri..ada batasan tidak? Syukron.            

[Manis_Yulia A08]

JAWABAN:

Wa alaikum salam wr wb.                            
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa man waalah wa ba’d
                                                                                     
A. Berniat Mukim

Kalau memang ia melakukan perjalanan dan berniat mukim di lokasi tujuan, seperti orang yang mempunyai rumah lebih dari satu, maka status musafirnya yang mana itu menjadikannya mendapat rukhshoh itu selesai ketika ia sampai rumah tujuan.

Jadi, Ketika sampai lokasi, ia tidak boleh lagi qashar atau pun jama’ sholat, karena statusnya di lokasi tujuan adalah seorang mukim, bukan musafir. Karena bukan musafir, maka tidak ada keringanan baginya untuk men-qashar atau juga men-jama’ sholat.

B. Tidak Berniat Mukim Hanya Singgah

Tapi ada jenis kedua, yaitu yang melakukan perjalanan tapi tidak berniat mukim di lokasi tujuan, hanya saja mereka berdiam/singgah di lokasi tujuan beberapa hari karena memang ada kebutuhan untuk mereka berdiam di situ. Dan orang yang seperti ini juga tidak semuanya sama, tapi ada 2 jenis;

[1] Tidak tahu dan tidak menentukan berapa hari berdiam di lokasi

[2] Sudah menentukan jumlah hari berdiam/singgah di lokasi

Tidak Menentukan Jumlah Hari

Untuk jenis yang pertama ialah mereka yang berpergian untuk menyelesaikan sebuah urusan atau pekerjaan yang waktunya tidak ditentukan. Karena memang bukan waktu yang menjadi patokannya, akan tetapi urusan atau pekerjaannya yang mereka jadikan ukuran. Berapa hari pekerjaan itu selesai, segitu pula mereka akan singgah.

Imam Al-Turmudzi dalam kitab sunan-nya meriwayatkan beberapa hadits perihal batasan hari di mana seorang musafir tidak lagi mendapatkan rukhshoh, lalu berliau menutup dengan perkataan bahwa ulama telah berijma’ bahwa bagi siapa yang tidak berniat mukim dan tidak menentukan jumlah hari singgahnya, mereka tetap mendapatkan rukhshoh Qashar dan jama’ sholat, walaupun lamanya sampai tahunan. (Sunan Al-Tirmidzi 2/431)

C. Sudah Menentukan/Ditentukan Jumlah Hari

Intinya pada poin ini adalah seorang yang melakukan perjalanan jauh tidak untuk tujuan mukim dan ia sudah menentukan berapa lama ia akan singgah/tinggal di lokasi tujuannya itu, apapun jenis pekerjaan dan kebutuhan.

Untuk jenis safar seperti ini, ulama 4 madzhab sepakat untuk membatasi jumlah hari mereka yang mana mereka boleh qashar dan jama’ sholat, namun terlarang jika mereka sudah melewati batas hari rukhshoh tersebut.

1.  Al-Hanafiyah (14 Hari)

Ini didasarkan pada apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw ketika datang ke Mekkah dari Madinah untuk pembebasan Mekkah (Fathu Makkah). Bahwa beliau saw meng-qashar sholatnya sampai 14 hari di Mekah. (HR. Abu Daud)

2. Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)

Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka menunaikan hajinya.

لِلْمُهَاجِرِ إِقَامَةُ ثَلَاثٍ بَعْدَ الصَّدَرِ بِمَكَّةَ

“untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)” (HR Muslim)

3. Al-Hanabilah (4 Hari/21 Sholat)

Uniknya dalam madzhab ini adalah bahwa yang dijadikan ukuran bukanlah hari melainkan sholat. Madzhab ini menetapkan bahwa batasan rukhshoh bagi seorang musafir itu setelah ia melewati 21 kali waktu sholat, atau kalau dihitung dalam hari menajdi 4 hari lebih 1 kali waktu sholat.

Ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/212) dan juga Imam Al-Mardawi dalam Al-Inshaf (2/329). Dalilnya sama seperti yang digunakan oleh madzhab Al-Syafiiyah dan AL-Malikiyah, hanya saja mereka menghitungnya dengan hitungan jumlah sholat.

Imam Ibnu Qudamah Mengatakan:

وَإِذَا نَوَى الْمُسَافِرُ الْإِقَامَةَ فِي بَلَدٍ أَكْثَرَ مِنْ إحْدَى وَعِشْرِينَ صَلَاةً، أَتَمَّ) الْمَشْهُورُعَنْ أَحْمَدَ – رَحِمَهُ اللَّهُ –

“Jika seseorang musafir berniat untuk tinggal di suatu negeri lebih dari 21 kal waktu sholat, maka ia ketika itu ia harus sempurna sholatnya (tidak jama qashar)” (Al-Mughni 2/212).

Ustadzah Dra Indra Asih

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

Status Galau Termasuk abicara Buruk?

Assalamu’alaikum Ustadzah.. Mau tanya.
1. Di medsos sering kita temuin status-status galau. Apakah itu termasuk bicara yang buruk?

2. Temen yang pacaran, suka kumpul sama lawan jenis dalam konteks belajar bareng temen belum berhijab. Bagaimana caranya biar saya berani kasih nasihat?

Terima kasih.

[Manis_A29] ————–

JAWABAN:

Wa’alaikumussalam Wr.Wb

Pertanyaan 1

A. Mengalami galau, pikiran kacau, bingung dalam menentukan arah hidup, bukanlah kesalahan. Hampir semua manusia mengalaminya. Yang lebih penting adalah mengatasi kondisi galau, sehingga tidak sampai menyeret kita kepada jurang maksiat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ, وَلَا تَعْجَزْ, وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْأَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا, وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ; فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَاَلشَّيْطَانِ

Bersemangatlah untuk mendapatkan apa yang manfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika kalian mengalami kegagalan, jangan ucapkan, ‘Andai tadi saya melakukan cara ini, harusnya akan terjadi ini…dst.’ Namun ucapkanlah, ‘Ini taqdir Allah, dan apa saja yang dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena berandai-andai membuka peluang setan. (HR. Ahmad, Muslim, Ibn Hibban, dan yang lainnya).

Seorang mukmin tidak perlu merasa kesulitan untuk mencari apa yang manfaat baginya. Karena semua yang ada di sekitarnya, bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat baginya. Jika dia belum bisa melakukan kegiatan yang manfaatnya luas, dia bisa awali dengan kegiatan yang manfaatnya terbatas. Setidaknya dia gerakkan lisannya untuk berdzikir atau membaca al-Quran. Atau berusaha menghafal al-Quran atau membaca buku yang bermanfaat.

1. Jangan lupa diiringi dengan doa

 “mintalah pertolongan kepada Allah”

Mengingatkan agar kita tidak hanya bersandar dengan kerja yang kita lakukan, tetapi harus diiringi dengan tawakkal kepada Allah. Karena keberhasilan tidak mungkin bisa kita raih, tanpa pertolongan dari Allah.

2. Jangan merasa lemah

Dalam melakukan hal yang terbaik dalam hidup, bisa dipastikan, kita akan mengalami rintangan. Seorang mukmin, rintangan bukan sebab untuk putus asa. Karena dia paham, rintangan pasti di sepanjang perjalanan hidupnya.

3. Hindari Panjang Angan-angan

Terlalu ambisius menjadi orang sukses, memperparah kondisi galau yang dialami manusia. Dia berangan-angan panjang, hingga terbuai dalam bayangan kosong tanpa makna. Karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mencela panjang angan-angan.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيرِ شَابًّا فِى اثْنَتَيْنِ فِى حُبِّ الدُّنْيَا ، وَطُولِ الأَمَلِ

Hati orang tua akan seperti anak muda dalam dua hal: dalam cinta dunia dan panjang angan-angan. (HR. Bukhari)

4. Jangan Merasa Didzalimi Taqdir

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاتَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

Perhatikanlah orang yang lebih rendah keadaannya dari pada kalian, dan jangan perhatikan orang yang lebih sukses dibandingkan kalian. Karena ini cara paling efektif, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah bagi kalian. (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Ibn Majah)

5. Jangan Lupakan Doa Memohon Kebaikan Dunia dan Akhirat

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَامَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّخَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan. (HR. Muslim no. 2720).

B. Hendaknya kita mengeluh di tempat yang tepat yaitu tempat memberi ketenangan diri seperti dijelaskan dalam al-Quran “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah,“ (Qs. Yusuf: 86)”, Saudaraku, mengeluhkan penderitaan hanya kepada Allah SWT adalah bagian dari kesabaran.

Islam perbolehkan kita berdoa dimana dan kapan pun kecuali di toilet/kamar mandi. Tetapi akan lebih elok dan berkah doa yang kita untaikan di tempat-tempat telah dicontohkan Rasulullah SAW. Jangan sampai doa di publish jadi bahan guyonan, ingin diketahui publik dan ajang narsis.

Dalil-dalil telah mengatur waktu-waktu untuk berdoa mustajab. Antara lain:

“Pada bulan Ramadhan, terutama pada malam Lailatul Qadar, Pada waktu wukuf di ‘Arafah, ketika menunaikan ibadah haji, Ketika turun hujan, Ketika akan memulai shalat dan sesudahnya, Ketika menghadapi barisan musuh dalam medan peperangan, Di tengah malam, Di antara adzan dan iqamat, Ketika I’tidal yang akhir dalam shalat, Ketika sujud dalam shalat, Ketika khatam (tamat) membaca Al-Quran 30 Juz, Sepanjang malam, utama sekali sepertiga yang akhir dan waktu sahur, Sepanjang hari Jumat, karena mengharap berjumpa dengan saat ijabah (saat diperkenankan doa) yang terletak antara terbit fajar hingga terbenam matahari pada hari Jumat itu, antara Zhuhur dengan ‘Ashar dan antara ‘Ashar dengan Maghrib, Pada waktu pengajian (belajar) di suatu majelis dan Pada waktu minum air zam-zam”

Tempat-tempat baik untuk berdoa “Di kala melihat Ka’bah, Di kala melihat masjid Rasulullah Saw, Di tempat dan di kala melakukan thawaf, Di sisi Multazam. Di dalam Ka’bah, Di sisi sumur Zamzam, Di belakang makam Ibrahim, Di atas bukit Shafa dan Marwah, Di ‘Arafah, di Muzdalifah, di Mina dan di sisi Jamarat yang tiga, Di tempat-tempat yang mulia lainnya, seperti di Masjid dan tempat-tempat peribadatan lainnya.

Nah seperti dijelaskan di atas jelas bahwa tempat dan waktu mustajab berdoa, bukan saat buka Facebook/twitter, sebaiknya social networking dimanfaatkan sebagai tempat berbagi informasi bersifat memotivasi bukan bersifat keluh kesah. Karena Allah tidak menyukai hamba yang suka mengeluh

 —

Pertanyaan 2

Menasehati seseorang (apalagi itu kita kenal) harus berani melakukannya. Menasehati adalah bagian dari kepedulian kita untuk menyelamatkan orang tersebut dari jurang kenistaan dalam hidupnya.

Sebenarnya tak ada resep khusus dalam cara menasehati seseorang yang berbuat maksiat agar kembali kepada ketaatan terhadap syariat. Namun yang pasti, isi nasehat itulah yang terpenting.

Cara boleh berbeda-beda, tetapi isi nasehat haruslah sama berdasarkan tuntunan syariat Islam. Tuntunan Rasulullah saw. ketika kita melihat suatu kemunkaran, tercermin dalam hadits dari Abu Said al-Khudri ra. dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemahnya iman.’” (HR Muslim).

Hadits ini adalah panduan ketika kita melihat suatu kemunkaran, dimana contoh dalam pertanyaan ini adalah pacaran.

Cara menasehatinya, bisa ajak dialog dulu teman tersebut, jelaskan haramnya pacaran, jika kuat cegahlah dia.

Kuat atau tidak bisa diketahui dengan mencoba dan terus berlatih memberi nasehat.

Ustadzah Dra Indra Asih

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

Kenapa Poliandri Dilarang?

Assalamu’alaikum.. Ustad. Ada dua pertanyaan:

1. Kenapa poliandri tidak dibolehkan?

2. Setiap saya mendapat ujian yang membuat hati saya sedih, saya merasa Allah sangat menyayangi saya. Dan Allah memberikan semua ujian kepadaku mungkin karena saya sanggup dan kuat. Prtanyaan saya, Apakah saya salah menganggap Allah itu sangat menyayangi saya? Dan bagaimana caranya agar saya bisa selalu kuat menghadapi segala ujian? Trimakasih

[Manis_A30] ————–

JAWABAN:

 و عليكم  السلام  و  رحمة  الله ،

1. Poliandri yang dipahami umum adalah adanya 1 wanita yang memiliki lebih dari 1 suami pada saat bersamaan. Maka yg terjadi adalah bercampurnya sperma, dan menjadi tidak jelas nasab. Kedua, bahwa tiada kebahagiaan secara fitrah dalam kejujuran kita seorang wanita dimiliki oleh dua suami dalam waktu bersamaan, karena seluruh sendi hidup kita tidaklah melulu seputar hubungan seksual, namun ada pekerjaan besar di atasnya yang ini hanya bisa dilakukan ketika manusia tetap bersama fitrah kebahagiaannya, dan Allah Swt adalah Dzat yg paling mengetahui fitrah manusia.

2. Anggapan Ibu adalah anggapan yang baik. Pertama, karena berprasangka baik adalah kewajiban. Kedua, karena keimanan manusia bahwa mereka yang sering ditimpa musibah dalam salah satu makna adalah mensucikan jiwanya, dan dikehendaki baginya kebaikan jika ia mampu mengolahnya agar berbuah kebaikan.

Nabi Saw. bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi)

Wallaahu a’lam,
supraha.com

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

08 Jurus Mendulang Pahala dari Gadget

Pemateri: Dr. Wido Supraha (wido@supraha.com)

Gadget adalah nama dari sebuah alat komunikasi yang selalu berada di genggaman tangan manusia, bisa handphone bisa juga tablet. Namun yang pasti, barang ini telah menjadi sahabat terdekat manusia modern, bahkan banyak yang merasa kehilangan separuh dirinya ketika barang tersebut rusak, apalagi hilang. Sedemikian pentingnya alat tersebut sehingga seluruh aktivitas sebagian manusia bersumber dan berakhir dari barang tersebut. Semakin kesini alih-alih semakin berkurang, justru peminatnya semakin meningkat, data grafik berikut ini menunjukkan tren demikian.

Jika intensitas manusia bersama gadget menjadi semakin tinggi, tentunya dalam perspektif seorang Muslim, seluruh aktivitasnya haruslah bernilai ibadah. Tanpa gadget, ibadah tetap bisa lahir, dan memang gadget merupakan produk teknologi terkini, sementara konsep ibadah sudah ada sejak 1400 tahun yang lalu. Tentunya akan sangat merugi jika bersama kehadiran teknologi gadget justru menjadikan kualitas ibadah menurun, apalagi menurun tajam dan drastis. Jika tanpa gadget seorang manusia mampu beramal dengan tingkatan tertentu, seyogyanya, bersama gadget akan terlahir amalan ibadah yang luar biasa. Bagaimana untuk mencapai hal tersebut? Marilah kita fikirkan bersama amalan yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan adanya teknologi gadget. Amalan yang menjadikan kualitas keimanan kita jauh melampaui kebiasaan kita.

1.Meningkatkan frekuensi membaca Al-Qur’an, Dzikir dan Shalawat

Membaca Al-Qur’an seyogyanya telah menjadi keseharian seorang Muslim. Tanpa adanya teknologi gadget pun, Muslim tetap bersemangat membaca Al-Qur’an, karena Nabi Saw. telah bersabda,

عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Apa keutamaan setelah memiliki gadget? Mudah-mudahan, frekuensinya semakin tinggi. Kalau dahulu sering ketinggalan Al-Qur’an, sekarang selalu di bawah kemanapun pergi. Kalau dahulu hanya bisa membaca di waktu-waktu tertentu, maka setelah memiliki gadget, membaca dan bahkan menghafal dan mentadabburinya menjadi jauh lebih mudah. Demikian pula halnya dengan aktivitas dzikir dan bershalawat.

2.Meningkatkan kualitas Cinta dan Silaturrahim

Makna silaturrahim akan sentiasa lekat dalam pribadi seorang Muslim, karena Nabi Saw. telah bersabda,

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ

“Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar-Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad)

Tentunya menyambung ikatan cinta di antara manusia terutama adalah cinta kepada orang tua dan pasangan hidup kita, dan kemudian dilanjutkan dengan kerabat terdekat, sahabat orang tua, dan orang-orang yang kita utamakan dalam hidup kita. Tanpa adanya gadget, tali cinta itu tetap telah sering kita sambung. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan, seiring hadirnya gadget, kualitas tali cinta itu semakin tinggi, kuat dan bernilai. Hal ini dimungkinkan karena dengan gadget, manusia tidak lagi sekedar dapat mendengarkan suara namun lebih dari itu, ia bisa melihat secara langsung wajahnya, sesuatu yang hanya bisa dilakukan dengan gadget, sesuatu yang mendekatkan fisik yang jauh, dan dapat tersambung dimanapun dan kapanpun ia berada.

3.Meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyebaran Dakwah

Dakwah adalah amalan unggulan manusia berimana untuk meraih amal jariyah dalam mencapai tujuannya dalam melahirkan perbaikan untuk dunia dan seisinya. Nabi Saw. telah bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya.” (HR. Muslim)

Tanpa memiliki gadget, dakwah dapat dengan mudah dilakukan dan telah dilakukan sejak generasi terbaik agama ini. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan, bersama gadget, jangkauan dakwah bisa meraih apa-apa yang tidak bisa diraih kecuali dengan adanya gadget. Begitupun variasi dan kualitas konten dakwah bisa lebih menarik lebih banyak manusia ke jalan agama yang ilmiah ini, dimanapun dan kapanpun ia berada, dengan biaya lebih murah namun lebih cepat tiba di target tujuan dakwah.

4.Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pertolongan sesama manusia

Menolong dan memberi manfaat bagi sesama manusia adalah sesuatu yang telah inheren. Sesuai tingkatan-tingkatanya, Nabi Saw telah menjelaskan,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani)

Tanpa gadget, manusia tetap dapat memberikan manfaat kepada manusia lainnya. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan bersama gadget, kecepatan dan ketepatan sasaran lebih maksimal, dan bahkan kuantitas manfaat bisa lebih tinggi nilainya. Di antara manusia yang terpisah jarak atau wilayah diharapkan tersambung dan saling menerima manfaat meski sebelumnya tidak dikenal dan belum saling mengenal.

5.Meningkatkan keterlibatan dalam pengembangan intelektual

Dunia intelektual adalah dunia ilmiah sebagaimana ciri Islam sebagai agama yang dibangun di atas dasar ilmu sebelum amal. Menuntut ilmu merupakan kewajiab setiap manusia, sebagaimana sabda Nabi Saw.,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Tanpa gadget, menuntut ilmu telah menjadi tradisi turun temurun dan bahkan pernah mengantarkan peradaban Islam ke puncak kepemimpinan dan peradaban dunia khususnya dalam rentang abad 6 – 13 M. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan, bersama gadget ilmu menjadi lebih mudah diakses, dengan biaya yang semakin terjangkau, dan dapat diakses kapan pun kemauan itu lahir, dengan metode penyampaian yang jauh lebih variatif sehingga diharapkan lebih mudah menghadirkan ilmu yang bermanfaat.

6.Pengingat Amal-amal Unggulan dan suksesnya Muamalah

Memiliki amal unggulan adalah cita-cita berikutnya dari setiap Muslim, dan sehari-hari Muslim melakukan muamalah bersama manusia. Selalu sibuk dengan amal demi amal adalah keseharian Muslim, demikian pula sibuk bermuamalah demi muamalah adalah keseharian Muslim, sebagaimana Nabi Saw. telah bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

”Wahai sekalian manusia, beramallah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit.”[HR. Muslim]

Amal dapat terus mengalir, dan muamalah dapat terus tercipta tanpa adanya gadget. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan bersama gadget, manusia lebih matang dalam merencanakan amal unggulannya masing-masing dan semakin terorganisir dan profesional dalam menjalakan roda muamalahnya. Ia bisa mengaktifkan fitur alarm untuk membangunkannya di waktu Subuh, sebagaimana jadwal hidupnya telah tersusun rapih berikut pesan pengingat yang selalu mengingatkan manusia. Jika manusia telah semakin bagus dalam perencanaan hidupnya bukankah itu awal dari kesuksesannya di akhirat?

7. Mengetahui kabar-kabar para ‘alim di dunia

Di antara yang mampu menjaga keteguhan manusia untuk sentiasa istiqomah di jalan Allah Swt adalah adanya keteladanan dari orang-orang yang dianggap terbaik dalam hidupnya. Dorongan motivasi dari para alim, kisah-kisah sukses, kiprah-kiprah dakwah, warisan demi warisan ilmu yang terlahir menjadi pelecut bagi seorang manusia untuk terus bersemangat dalam beramal. Mungkin ini rahasia mengapa sebagian Al-Qur’an pun berisi kisah-kisah keteladanan untuk menjadi motivasi terbaik

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ بَحِيرٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ النَّاسُ عَالِمٌ وَمُتَعَلِّمٌ وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ هَمَجٌ لَا خَيْرَ فِيهِ

Manusia (terbagi dua) yaitu alim (orang yg mengajar) dan pelajar, selain itu adalah orang hina yang tak memiliki kebaikan. [HR. Darimi No.325]

Jika tanpa gadget kita dapat mengetahui dan mengenal sosok-sosok para ‘alim di dunia, lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan, bersama gadget, kita dapat memantau perkembangan aktifitas para ‘alim tersebut, mengetahui kondisi kesehatannya, mendo’akan kemudahan dalam seluruh urusannya, bahkan mungkin dapat berkomunikasi dengannya dan mengambil manfaat darinya sehingga kualitas keteguhan itu dapat semakin menguat dan terawat.

8.Meningkatkan kualitas tadabbur ayat-ayat Kauniyah

Tadabbur ayat-ayat Kauniyah adalah memikirkan seluruh ciptaan Allah Swt, menikmatinya, dan menjadikannya sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Nabi Saw. telah bersabda,

تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ ، وَلا تَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ“

“Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah berfikir tentang Dzat Allah” (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).

Tentunya mentadabburi ayat-ayat Kauniyah amat sangat bisa dilakukan tanpa menggunakan gadget. Lalu apa manfaat gadget? Mudah-mudahan, ketika ada gadget, dan berkesempatan mengunjungi wilayah-wilayah tertentu, gadget dapat mengabadikan momen-momen yang mungkin tidak terulang dua kali tersebut. Keindahan alam yang tiada duanya dapat terus dinikmati selama kita memegang gadget. Akan mengalir ruh, motivasi, semangat untuk terus rindu bersama Allah Swt.

Demikianlah 8 (delapan) jurus mendulang pahala dari gadget yang dimiliki, semoga bermanfaat dan melahirkan ide-ide baru lainnya. Semoga Allah Swt melahirkan pahala yang banyak dari gadget kita masing-masing.

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

Adab Buang Hajat

Assalamualaykum Ustadz..
Mohon penjelasan tentang adab B.A.K (buang air kecil), terutama untuk para ikhwan berikut dalil2nya.

—————

JAWABAN:

Adab membuang hajat
1. Jangan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. Rosulullah saw bersabda “janganlah seseorang di anatara kamu menyentuh kemaluanya dengan tangan kanan saat kencing dan janganlah cebok (istinja) dengan tangan kanannya (HR. Bukhori dan muslim)

2. Jangan menghadap kiblat atau membelakangi kiblat saat buang air. Rosulullah saw bersabda ” dan janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya saat berak atau kencing, tetapi menghadaplah ketimur atau kebarat (HR. Tujuh ahli hadist)

3. Jangan berbicara saat buang air. Rosulullah saw bersabda ” apabila dua org buang air besar maka hendaklah tiap-tiap  seseorang dari mereka berlindung dari temanua dan janganlah mereka berbicara karena Allah murka kepada yang demikian itu. (HR. Muslim)

4. Janganlah buang air di jalan atau d tempat berteduh. Rosulullah saw bersabda “jauhilah perbuatan dua org yg menyebabkan laknat, yaitu buang air di jalan atau di perteduhan mereka (HR. Muslim)

Wallahu a’alam

Ustadzah Ida Faridah

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

Membuat Laporan Tidak Real?

Assalaamu’alaikum,
mau bertanya ustadzah. bagaimana hukumnya membuat laporan kerja secara perkiraan/ tidak real dan korupsi waktu kerja…

peratanyaan dari A 06.
                                         
JAWABAN.

Wa alaikumsalam wr wb.                    
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa man waalah wa ba’d.                                                                  
Pahamilah sesungguhnya Kejujuran merupakan nikmat Allah Ta’ala yang teragung setelah nikmat Islam, sekaligus penopang utama bagi kejayaan Islam.

Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jika menimpa seseorang.

Dusta merupakan dosa dan aib besar.

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur.
Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta .
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Salah satu pendorong terjadinya dusta adalah: usaha memutar balikkan fakta dengan berbagai motifnya; baik untuk melariskan barang dagangan, melipatgandakan keuntungan termasuk seperti yang ditanyakan agar seseorang mendapat penilaian kinerja baik.

Hendaknya bisa mengerti, kepercayaan perusahanaanya akan berkurang karena kebohongan-kebohongannya, bahkan bisa luntur sama sekali.

Beberapa ancaman keras tentang berdusta:

“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” (QS Adz Dzaariyaat:10)

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah:10)

“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa” (Al Jaatsiyah:7)

Nabi Muhammad SAW: “ Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta,bila berjanji tidak ditepati,dan bila diamanati dia berkhianat. “(HR. Muslim)

“Seorang mukmin mempunyai tabiat atas segala sifat aib kecuali khianat dan dusta. (HR. Al Bazzaar)

Orang yang membohongi temannya atau orang yang membaca laporan merupakan pengkhianat besar:

Suatu khianat besar bila kamu berbicara kepada kawanmu dan dia mempercayai kamu sepenuhnya padahal dalam pembicaraan itu kamu berbohong kepadanya. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon agar kita dijauhkan dari sifat tercela ini, sehingga kita termasuk golongan hamba-hambaNya yang selalu bersikap jujur dalam segala situasi dan kondisi. Aamiin.

Ustadzah Dra. Indra Asih

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

AYAH PENGEMBARA (bagian 1)

Pemateri: Ustadz BENDRI JAISYURRAHMAN @ajobendri

Awalnya saya ingin memberi judul tulisan berseri kali ini “Ayah Berkelana”. Tapi urung. Khawatir ada yang iseng nanya : Ayah berkelana panjang atau berkelana pendek? Huft..Itu bercelana wooy!
Lagipula khawatir jika judulnya “ayah berkelana” mengundang nostalgia bagi para fans nya bang haji roma. Ujung-ujungnya mereka bertanya kapan roma dan ani bersatu? Akankah ada sekuel kisah cinta mereka sebagaimana Rangga dan Cinta yang terpisah hingga berpuluh-puluh purnama? Jadi repot kan? Hehe.
Maka, biarkanlah saya ubah judul tulisan ini jadi “ayah pengembara” yang selalu riang serta gembira sebagaimana lagu tasya. Huft, plesetan lagi…Itu mah ayah penggembala.

Siapa yang dimaksud dengan ayah pengembara?

Ini adalah kisah ayah yang banyak menghabiskan waktunya di luar rumah karena tuntutan tugas. Ada yang berhari-hari di lautan, lepas pantai atau perbatasan negara. Atau dipindahtugaskan ke luar daerah hingga terpaksa harus terpisah dari keluarga hingga berbulan-bulan. Namun tak menghalangi keinginan untuk tetap mengurus anaknya meskipun dari kejauhan.
Jauh dari anak bukan menjadi penghalang bagi ayah untuk mendidik anak mereka. Sebab sejarah membuktikan bagaimana Ibrahim sosok ayah teladan sukses mendidik anaknya menjadi nabi yakni Ishaq dan Ismail. Padahal beliau pulang setahun sekali. Atau kisah seorang tabiín yang bernama Farukh. Meninggalkan anak dan istrinya hingga 30 tahun lamanya. Dan ternyata anaknya menjadi salah satu ulama besar yang bernama Rabi’ah Ar Ra’yi. Guru dari beberapa ulama semisal Imam Malik, Sufyan Tsauri dan yang lainnya.

Hal ini menandakan ayah masih bisa berkontribusi terhadap tumbuh kembang anak meskipun jauh terpisah hingga rentang waktu yang lama. Apalagi bagi ayah yang sekedar pekerja kantoran dengan label angkatan 59. Berangkat jam 5 pulang jam 9. Upaya mendidik anak berkualitas masih amat mungkin diupayakan.

Yang jelas disini, peran ayah mengasuh beda dengan cara ibu. Ayah mengasuh jangan diartikan ayah yang harus stay setiap saat di rumah. Sambil buka bisnis online atau jualan tup***are dan or***ame via dunia maya. Sesekali mention teman di jejaring sosial media, “hei Sis, cek IG aku yuk” Justru ini menimbulkan kecurigaan. Jangan-jangan ayah anggota ISIS. Kok sering banget nyebut “hey Sis”? Sekali lagi, bukan begitu cara ayah mengasuh. Ayah tetaplah sosok yang harus aktif di luar rumah. Untuk apa? Memberikan inspirasi anak agar siap menghadapi persaingan di luar dan berkompetisi yang sehat. Dengan demikian figur ayah menjadi inspirator tentang upaya pencapaian prestasi sekaligus keberanian dalam mengarungi kehidupan.

Tinggal masalahnya, apa yang harus ayah lakukan agar kesibukan di dunia luar tetap menjadi sosok yang mempesona batin anak? Maka, beberapa seri ke depan saya akan mengulas bagaimana menjadi sosok ayah pengembara yang bertanggungjawab terhadap urusan pengasuhan anak.

Dalam hal ini, saya coba urai dimensi pengasuhan ayah yang terbagi menjadi dua :
1.   Dimensi Persepsi
2.   Dimensi Stimulan

Persepsi yang dimaksud disini terkait dengan sosok ayah yang meskipun sibuk di luar tetap dipersepsikan sebagai ayah yang bertanggung jawab, peduli urusan keluarga dan siap berkorban bagi anak-anaknya. Jika persepsi anak rusak tentang ayahnya, menganggap ayah sosok yang jahat, menyeramkan, gak peduli hingga timbul kebencian dalam diri mereka, inilah awal penyimpangan perilaku mereka. Bagi anak lelaki berpeluang menjadi gay. Sebab kebencian terhadap ayah berujung kepada penolakan akan hakikat dirinya sebagai lelaki. Dan bagi anak anak perempuan, mereka pun berpeluang menjadi lesbi. Bahagia jika dunia ini tak ada lelaki. Lah? Trus yang benerin atap genteng kalau bocor siapa? Hehe…Semua bermula dari persepsi buruk akan ayah sebagai lelaki pertama yang dikenal dalam hidup mereka.

Sementara, yang dimaksud stimulan adalah kelelakian seorang ayah yang harus ditransfer dalam pribadi anak. Meliputi ketegasan, keberanian dan kemampuan mengambil keputusan. Anak-anak butuh stimulan ayah yang tak bisa digantikan oleh ibu. Dan meskipun jauh di sela kesibukan bertugas, ayah masih bisa menjalankan peran ini, insyaAllah.

Dua hal inilah yang harus diupayakan oleh ayah pengembara. Produktif di luar dan tetap memberikan kontribusi pengasuhan bagi anak mereka. Kelak ketika anak tumbuh dewasa, tanpa sungkan ia akan menyebut ayahnya sebagai pahlawan baginya. Melebihi figur spiderman, superman, salesman ataupun hanoman. Dua yang terakhir itu adalah superhero buatan indonesia, kayaknya. Yang dibutuhkan anak kita saat ini adalah pahlawan baru. Namanya fatherman. Lelaki yang mampu berperan jadi ayah dimanapun ia berada. Semoga Anda salah satunya

 (bersambung pekan depan, insyaa Allah)

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

Anakku…Bukan Dunia Tolok Ukur Kesuksesan (Bag-1)

Pemateri : Ustadzah Dra. INDRA ASIH

Suatu hari ‘Umar mendatangi rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau sedang tidur di atas dipan yang terbuat dari serat, sehingga terbentuklah bekas dipan tersebut di lambung beliau. Tatkala ‘Umar melihat hal itu, maka ia pun menangis.

Nabi yang melihat ‘Umar menangis kemudian bertanya, “Apa yang engkau tangisi wahai ‘Umar?”

‘Umar menjawab, “Sesungguhnya bangsa Persia dan Roma diberikan nikmat dengan nikmat dunia yang sangat banyak, sedangkan engkau dalam keadaan seperti ini?”

Nabi pun berkata, “Wahai ‘Umar, sesungguhnya mereka adalah kaum yang Allah segerakan kenikmatan di kehidupan dunia mereka.”

Di dalam hadits ini menunjukkan  bahwa orang-orang kafir disegerakan nikmatnya oleh Allah di dunia, dan boleh jadi itu adalah istidraj dari Allah. Namun apabila mereka mati kelak, sungguh adzab yang Allah berikan sangatlah pedih. Dan adzab itu semakin bertambah tatkala mereka terus berada di dalam kedurhakaan kepada Allah ta’ala.

Anakku…

Sungguh Allah telah memberikan kenikmatan yang banyak kepada kita, dan kebanyakan kita lupa akan hal itu, kenikmatan itu adalah kenikmatan Islam dan Iman. Keduanyalah yang membedakan kita semua dengan orang kafir. Sungguh kenikmatan di dunia, tidaklah bernilai secuil pun dibanding kenikmatan di akhirat.

Mari kita bandingkan antara dunia dan akhirat, menurut Teladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Demi Allah! Tidaklah dunia itu dibandingkan dengan akhirat, kecuali seperti salah seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya ke lautan. Maka perhatikanlah jari tersebut kembali membawa apa?” (HR. Muslim)

Anakku…

Al Qur’an membimbing kita agar memahami bahwa ukuran kebaikan seorang insan adalah dari iman dan amal shalihnya. Adapun merasa sudah dalam kebaikan atau berpatokan dengan karunia dunia yang Allah berikan padanya, atau dengan kedudukannya, semua ini merupakan sifatnya kaum yang menyimpang.

مَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُم بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَىٰ إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا

“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Saba: 37)

Allah Ta’ala juga berfirman:

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy Syu’ara: 88-89).

dan banyak lagi ayat yang menjadikan iman dan amal shalih sebagai ukuran kebaikan di hadapan Allah, dan menafikan harta dan perkara dunia sebagai ukuran kebaikan.

Anakku…

Al Qur’an juga memberikan hikmah yang berharga bahwasanya sikap gemar mengaku-ngaku bahwa kita sudah berada dalam kebaikan tanpa dibuktikan dengan praktek nyata dan sikap gemar menjadikan perkara dunia sebagai ukuran kebaikan adalah sikapnya orang-orang yang menyimpang.

فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

“maka ia (orang kafir) berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat“” (QS. Al Kahfi: 34).

Ia pun berkata:

وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا

“dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu”(QS. Al Kahfi: 36)

Allah Ta’ala berfirman, menceritakan kelakuan kaum Yahudi dan Nasrani:

وَقَالُوا لَن يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَن كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar“” (QS. Al Baqarah: 111).

Allah menjawab pengakuan mereka tersebut:

لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ ۗ مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah” (QS. An Nisa: 123).

Pengakuan tetapkan hanya pengakuan, Allah Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya.

Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada gunanya mengaku-ngaku dan merasa sudah baik, sudah shalih, sudah rajin beribadah, namun yang dilihat oleh Allah adalah amalan kita, bukan pengakuan kita.

Apakah amalan kita sudah sesuai dengan pengakuan?
Apakah amalan kita sudah shalih?
Ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan-Nya?
Inilah yang semestinya menjadi perhatian.

Anakku…

Jelaslah bahwa kesuksesan dunia itu sama sekali bukanlah patokan kebaikan seseorang…!

Orang yang mendapat kelebihan dalam perkara dunia, bukan berarti Allah merahmatinya. Dan orang yang diuji dengan kekurangan dalam perkara dunia, bukan berarti Allah memurkainya.

Allah Ta’ala berfirman:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ كَلَّا ۖ

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. Sama sekali bukanlah demikian!” (QS. Al Fajr: 15-17).

Anakku…

Pendapat orang-orang sholih tentang dunia, antara lain:

– Umar bin Al-Khaththab berkata,
“Kalaulah aku tidak takut kebaikanku berkurang, aku akan mengikuti pola hidup kalian yang enak. Namun aku telah mendengar Allah menjelaskan tentang suatu kaum:

أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا

“Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu(saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya” (Al-Ahqaaf : 20).

– Sebagian orang sholih berkata,
“Jika engkau melihat seseorang yang mengajakmu berlomba untuk dunia, maka ajaklah ia berlomba dalam urusan agama”.

– Al-Hasan Al-Bashri berkata,
“Yang kuketahui, bahwa sebagian dari orang-orang sholih itu berusaha keras agar Allah tidak melihatnya tertawa, sampai ia mendapatkan kepastian antara dua tempat kembalinya, di surga ataukah di neraka”.

(bersambung pekan depan, Insyaa Allah)

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

Hukum Menggunakan Media Sosial

Bagimana hukumnya yang sibuk dengan Fesbook-an, bbm-an dan WA-an? Pada media tersebut sepertinya mengandung perkataan yang sia-sia.
Mohon jawaban Ustadz.

Sriyatini manis A05

Jazakumullah

————-

JAWABAN:

 Wa alaikumussalam.., Bismillah wal Hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Semua itu, WA, Telegram, FB, BBM, dan medsos lainnya, adalah wasilah teknologi. Sebagaimana wasilah/sarana lain dia juga bagaikan pisau bermata dua. Bisa positif dan berpahala,  bisa negatif dan berdosa.

Sehingga para ahli ushul membuat kaidah: hukmul wasiilah kahukmil ghaayah – hukum sarana mengikuti hukum tujuan. Jika sarana itu dimanfaatkan untuk tujuan baik maka sarana itu juga dinilai baik, dan sebaliknya.

Kita lihat, ada orang yang menyebarkan kebaikan, da’wah, dan faidah lainnya melalui media sosial tentu ini menjadi amal shalih yang baik. Seperti grup-grup WA juga FB,  yang diisi para asatidzah dan ulama dalam memberikan faidah ilmiyah.

Tapi, juga ada yang berisi keburukan, bukan hanya kesia-siaan. Maka ini adalah buruk.

Jadi, menilai ini, baik dan buruknya, disesuaikan dengan pemanfaatannya. Ada baiknya jika kita ikut grup yang penuh kesia-siaan, kita bisa alihkan dengan menshare ilmu2 bermanfaat, lalu bersabarlah, semoga itu bisa mengubah mereka.
Jika tidak bisa berubah, maka keluar di sana lebih baik agar tidak dianggap diam dan setuju terhadap kesia-siaan dan  kemungkaran.

Wallahu A’lam

Ustadz Farid Nu’man

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

Hukum Percaya Pada Dukun

Afwan ustadz, apakah bs di share materi ttg “hukum Percaya pd dukun, paranormal, org pintar dan atau sejenisnya ? i02

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Terdapat beberapa hadits yang menyatakan larangan mendatangi peramal dan semisalnya, dengan larangan yang amat keras.

1. Pertama. Dari Shafiyah Radhiallahu ‘Anha, dari sebagian istri nabi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu dia menanyainya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim No. 2230, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16287, Al Baghawi dalamSyarhus Sunnah, 12/182)

Menurut Imam An Nawawi maksud “shalatnya tidak diterima” adalah shalatnya tidak mengandung pahala. Begitulah yang dikatakan mayoritas Syafi’iyah. Para ulama sepakat bahwa orang tersebut tidak wajib mengulangi shalatnya yang empat puluh malam tersebut, tetapi wajib baginya taubat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/227)

 2. Kedua. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كقر بما أنزل على محمد [ صلى الله عليه و سلم ]

Barang siapa yang mendatangi (baca: berjima’ dengan) istrinya yang sedang haid, atau dari duburnya, atau mendatangi peramal (dukun) maka dia telah kafir terhadap apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ . (HR. At Tirmidzi No. 135. Ibnu Majah No. 639, An Nasa’i dalam Al Kubra No. 8968, dll. Imam Al Hakim mengatakan: shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. Lihat Al Mustadrak, 1/8. Dishahihkan pula oleh para imam seperti Imam Al Munawi, At Taysir, 2/746, Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 4/71, dll)

Maksud “mendatangi peramal” adalah dengan membenarkan apa yang dikatakan peramal tersebut. Imam Al Munawi mengatakan: “Yaitu jika bertanya kepadanya lalu meyakininya dan membenarkannya, jika bertanya tetapi untuk mendustakannya maka tidak termasuk ancaman dalam hadits ini.” (At Taysir, 2/746)

Maksud  “Kafir” di sini bukan murtad, tetapi dalam rangka memperberat dan memperkeras maknanya. Seperti yang dikatakan Imam At Tirmidzi dalam Sunannya dari para ulama terdahulu. Tetapi jika dia mendatangi peramal itu karena dia menghalalkan dan membenarkan perbuatan tersebut maka itu kufur secara zahirnya. Jika dia tidak menghalalkan dan tidak membenarkan, maka itu bermakna kufur nikmat. (Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 1/355)

Imam Ali Al Qari, mengutip dari Ibnu Al Malak, katanya: “Ini diartikan jika dia menghalalkan perbuatan tersebut dan meyakininya, jika tidak maka itu adalah fasiq. Disebut “kafir” saat itu maksudnya adalah  kafir terhadap nikmat Allah ﷻ, atau secara mutlak itu perbuatan kufur yang biasa dilakukan kaum yang ingkar kepada Allah ﷻ.” (Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 2/489)

Banyak sekali hadits-hadits serupa yang juga menggunakan kata “faqad kafara” atau “kufrun”, tapi tidak bermakna murtad tetapi untuk memperkuat dan memperberat kedudukan kesalahan perbuatan tersebut.

Jadi, jika dia mendatanginya, lalu meyakininya dan membenarkannya serta dibarengi keyakinan bahwa adalah halal percaya terhadap peramal maka itu adalah kafir. Sedangkan jika tanpa ada keyakinan-keyakinan seperti ini, maka itu adalah fasiq, kufur nikmat, dan kafir ‘amali (perbuatan), bukan kafir i’tiqadi (keyakinannya).

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com