logo manis4

Hukum Transaksi Over Kredit Rumah

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz.. izin bertanya,
Ada tetangga rumah yang mau menjual rumahnya. Tetapi rumah ini masih dalam masa mencicil/mengangsur di bank konvensional.
Di menawarkan 2 opsi:
1. Pembeli membayar kontan dengan nominal yang dia tawarkan, nanti selanjutnya rumah akan di lunasi oleh penjual.

2. Over kredit , hanya memberi DP yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak dan untuk cicilannya di lanjutkan oleh pihak pembeli.

Perlu di ketahui sebenarnya pembeli ingin mengambil opsi pertama (1) membeli dengan cash/kontan tetapi tidak memiliki uang kontan tersebut. Opsi ke 2 lah yang lebih memungkinkan.

Pertanyaannya :
Bagiamana hukum nya jika mengambil opsi ke 2 dengan alasan seperti di atas.

Terima kasih Ustadz..

I-9

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni, MA

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Salah satu solusinya adalah take over, tetapi calon pembeli mensyaratkan kepada calon penjual (nasabah bank konvensional) untuk men take over, tetapi dengan syarat melibatkan bank syariah, sehingga selanjutnya pembeli akan mengangsur rumahnya tidak lagi ke bank konvensional, tetapi ke bank syariah.

Jadi kesimpulannya oper kredit tidak diperbolehkan, karena dengan oper kredit berarti akan mengansur rumah tersebut ke bank konvensional. Jadi take over dengan syarat melibatkan bank syariah dan pembeli. Selanjutnya setelah take over, kemudian mengansur rumah tersebut ke bank syariah.

Untuk lebih detailnya bisa dilihat tulisan terkait di link berikut:

Take over dari konvensional ke syariah

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Ketika Suatu Usaha Mengalami Kerugian

📝 Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَفْلَسَ الرَّجُلُ فَوَجَدَ الرَّجُلُ عِنْدَهُ سِلْعَتَهُ بِعَيْنِهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, Jika seorang (pedagang) bangkrut, kemudian orang lain (pemilik modal) mendapati barangnya masih ada pada dia, maka dirinya (pemilik modal) lebih berhak atas barang tersebut.” (HR. Muslim, hadits no. 2916)

®️ Hikmah Hadits :

1. Bahwa sisi muamalah merupakan bagian terbesar dalam kehidupan manusia. Oleh karena itulah, Islam memberikan perhatian yang besar pada sisi muamalah, dengan memberikan batasan dan aturan sehingga terwujud keharmonian dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan tidak saling mengambil hak orang lain secara bathil. Dan salah satu aturan dalam muamalah adalah terkait dengan status kepemilikan modal ketika terjadi kerugian dalam sebuah usaha.

2. Yaitu bahwa shahibul maal (pemilik modal) adalah pihak yang harus didahulukan untuk diselesaikan (dibayarkan hak-haknya), apabila suatu usaha mengalami kerugian. Maka pihak yang mengelola usaha (mudharib) tidak boleh mendahulukan kepentingan dirinya (mengambil hak-haknya), sebelum menunaikan kewajibannya terhadap pemilik modal.

Dengan syarat bahwa modal tersebut masih ada atau masih tersisa. Dan apabila kewajiban terhadap pemilik modal telah tertunaikan, barulah ia dapat mengambil hak-haknya.

3. Ketentuan seperti ini berlaku untuk semua jenis usaha, termasuk di dalamnya perdagangan, properti, jasa, dsb. Karena pada dasarnya konsep dalam usaha seperti mudharabah adalah usaha kerjasama dimana pemilik modal (shahibul maal) berkontribusi dengan menginvestasikan dananya dalam suatu usaha, sementara pengusaha (mudharib) berkontribusi dengan mengerahkan keahliannya (waktu, usaha, tenaga & fikirannya) dalam usaha tersebut.

Keuntungan yang didapatkan, dibagi berdasarkan nisbah (prosentase dari hasil, bukan dari modal) yang disepakati (misal 50% : 50%), sementara apabila terjadi kerugian, maka akan ditanggung berdasarkan porsinya masing-masing.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

BAHASA CINTA LELAKI

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Cara lelaki mencintai wanita berbeda-beda. Ada yang pendiam jarang bicara tapi rutin menulis kalimat “I Love U” yang disusun dari uang pecahan seratus ribuan di kamar dibingkai barisan logam mulia.

Ada pula yang berusaha kirim puisi meski tak paham maknanya. Begitu tahu puisi itu karya Chairil Anwar, langsung kirim aja. Si wanita yang menerimanya kaget begitu pembuka puisi dimulai dengan kata “Karawang-Bekasi”. Hmmm ini pujangga atau supir antarkota? Niat romantis malah bikin meringis.

Bahkan ada pula yang mencintai dengan cara yang tak biasa. Duduk bersebelahan satu selimut. Kemudian si lelaki memberi isyarat ingin bersin. Tentu saja si wanita menghindar dengan menutup keseluruhan badan dalam selimut. Si lelaki langsung buang gas beracun di balik selimut dengan bunyi menggelegar, “Broootthh”. Sontak si wanita mual cium aromanya. Sambil mukul dan berteriak histeris. Sang lelaki pun tertawa di atas derita wanita. Ini pun juga bentuk cinta.

Begitulah cara lelaki mencintai. Tak serupa. Sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda cara tapi satu jua. Ekspresikan cinta dengan cara yang tak biasa.

Tapi mereka punya satu sikap yang sama. Dan ini puncak dari cinta. Saat jalan berdua, ia akan berusaha lindungi sang wanita. Bagaimanapun caranya. Tak akan ia biarkan ada pihak manapun yang mengganggu si wanita. Jika ada yang macam-macam, si lelaki siap korbankan jiwa.

Setelahnya, saat kembali ke rumah. Ia kembali ke kebiasaan awal. Mencintai dengan cara yang tak biasa. Sampai si wanita serius bertanya, “betulkah kamu sayang sama aku?”. Si lelaki kemudian memandang tajam ke wanita kemudian dengan lembut mengambil jemari si wanita dan menggenggamnya. Lalu salah satu jari diarahkan ke lubang hidung si lelaki untuk ngupil. Duaaarr! Teriakan si wanita kembali membahana.

Dan lelaki pun merasa bahagia. Ah dasar lelaki!

Wallahu a’lam bish showab

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Belajar Berpikir Kontributif dari Nabi Ibrahim (QS Ibrahim:37)

📝 *Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A*

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Allah SWT berfirman dalam al-Quran:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Surah Ibrahim ayat 37)

Nabi Ibrahim alaihissalâm merupakan salah satu Nabi Allah yang disebut dengan ulul ‘azmi. Beliau menjadi teladan bagi umat ini dalam berdakwah, berjuang menyampaikan risalah Allah. Teladan dalam berkorban dan beramar makruf.

Di antara pelajaran utama yang patut untuk ditiru dari Nabi Ibrahim adalah cara berpikir kontributif dalam bermasyarakat. Terutama yang Allah abadikan dalam Surah Ibrahim ayat 37.

1. Beliau (hanya) mengeluhkan keadaannya kepada Allah. Menandakan kuatnya interaksi dan keyakinannya kepada Allah. Hamba Sang Maha Kuat akan kuat, Hamba Sang Maha Kaya akan merasa mampu berkontribusi dan mampu melampaui rintangan hidup. Orang yang berkeluh kesah kepada Allah, berpeluang meminimalisir mengeluh kepada selain Allah.

2. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar keluarga dijadikan orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat. Orang yang mampu mendirikan shalat akan mampu menunaikan zakat dan bersedekah. Orang yang mendirikan shalat adalah pribadi yang mengagungkan Allah. Karena gerakan-gerakan shalat adalah takbir dan ikrar pengagungan terhadap Allah.

3. Nabi Ibrahim berdoa agar hati-hati manusia condong kepada keluarganya. Bukan berarti beliau meminta belas kasihan. Namun, sebaliknya, beliau memohon kepada Allah agar menjadikan keluarganya sebagai trendsetter kebaikan, inspirasi kebaikan yang selalu menjadi magnet ketertarikan orang-orang untuk melakukan berbagai kebaikan.

4. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar mereka diberikan rizki berupa buah-buahan yang menghasilkan. Baik yang yang tumbuh dari bumi, ataupun dimaknai secara umum, apa saja yang membuahkan hasil “tsamarât”. Dan supaya mereka senantiasa bersyukur, dengan senantiasa berpikir kontributif.

Nabi Ibrahim mengajarkan keluarganya dan kita semua untuk berusaha mengekalkan nama baik kita di bibir orang-orang shalih, agar nama kita terus ada dalam doa-doa mereka, sepanjang masa. Itulah permohonan dan doa Nabi Ibrahim yang diabadikan Allah dalam surah Asy-Syu’ara ayat 84. Menjadi tutur kata yang baik bagi generasi setelahnya.

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa beliau mewakafkan anak-anaknya menjadi juru dakwah yang tersebar di Semenanjung Arabia, di Syam dan di Afrika.

Orang-orang yang berpikir kontributif akan diberdayakan dan dimampukan Allah. Ia senantiasa berpikir untuk berbagi, memberi, melayani dan terlibat dalam berbagai kegiatan dan proyek-proyek kebaikan. Sekalipun ia dalam keadaan sulit atau terperangkap ketidakberdayaan, ia akan berupaya untuk melompatinya dengan sepenuh keyakinan kepada Allah.

Sedangkan orang yang memiliki pola pikir eksplotatif akan berpikir untuk selalu mendapatkan, mengumpulkan, memonopoli, mengambil, memanfaatkan untuk diri sendiri. Akibatnya ia akan kurang mampu bersyukur dan selalu merasa kurang meskipun terlihat berkecukupan secara materi. Ia berpotensi menajdi rakus dan tamak

WalLâhu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Anak Hasil Zina

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, saya adalah puteri ke-3 dari 4 bersaudara (3 saudara perempuan dan 1 adik laki-laki).
Saat hamil besar anak ke-3 kemarin. Saya sangat terpukul dan baru mengetahui kalau orang tua menikah sebab dari hasil zina. Saat lahir-an sampai saat ini pun, saya masih terbebani dengan kondisi yang saat ini saya jalani.

Pertanyaannya;

1. Kakak pertama adalah perempuan dan menikah langsung dengan wali dari orang tua (bapak biologis), tanpa wali nikah.

Bagaimana hukumnya, jika yang hanya mengetahui hal ini cuma saya saja dari semua anak. Padahal ilmu tentang waris pun akan berbeda. Jika kedepannya membuat perpecahan dalam keluarga (saudara), saya harus berbuat apa?

2. Bagaimana nasib pernikahan dan nasab dari saya dan keturunan saya, jika tidak ada pernikahan ulang setelah kakak pertama lahir?

3. Apakah jika ada pertaubatan keduanya sebelum menikah. Apakah harus menjalani sholat taubat, atau cukup dari hati dan perbuatan saja?..

Alhamdulillah, 3 saudara perempuan (kami) selalu terjaga oleh Allah dari hubungan/sentuhan laki-laki. Dan kini telah menjadi keluarga besar, apa yang harus saya lakukan?..

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Anak zina, ada dua model:

1. Dia tidak bisa dinasabkan ke ayahnya tapi ke ibunya. Seperti Isa bin Maryam (bukan berarti Nabi Isa anak zina ya ..). Karena Nabi Isa ‘Alaihissalam lahir tanpa ayah, melalui kehendak Allah atas Maryam. Inilah pendapat mayoritas ulama, Malikiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah, dan sebagian Hanafiyah.

Hal Ini terjadi jika:

– si ayah tidak bertanggungjawab, dia kabur

– si ayah bertanggungjawab, tapi menikahinya setelah kehamilan 4 bulan .. shgga usia pernikahan sebelum 6 bulan anak sdh lahir ..

Dampaknya si ayah tidak boleh menjadi wali .., walinya wali hakim.

Ada pun Imam Abu Hanifah tetap mengatakan ayahnya yg bertanggung jawab SAH menjadi nasab dan wali kapan pun nikahnya selama dinikahi sebelum anaknya lahir:

لا أرى بأسا إذا زنى الرجل بالمرأة فحملت منه أن يتزوجها مع حملها, ويستر عليها, والولد ولد له

Seorang lelaki yang berzina dengan perempuan lalu dia hamil, maka boleh menikahi perempuan itu saat hamil. Sedangkan status anak adalah anaknya. (Al Mughni, 9/122)

2. Dia bisa dinasabkan ke ayahnya, JIKA ayahnya akhirnya menikahi ibunya dan dinikahi sebelum hamil 4 bulan .. shgga anaknya lahir setelah 6 bulan pernikahan.

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy berkata:

يحل بالاتفاق للزاني أن يتزوج بالزانية التي زنى بها، فإن جاءت بولد بعد مضي ستة أشهر من وقت العقد عليها، ثبت نسبه منه، وإن جاءت به لأقل من ستة أشهر من وقت العقد لا يثبت نسبه منه، إلا إذا قال: إن الولد منه، ولم يصرح بأنه من الزنا. إن هذا الإقرار بالولد يثبت به نسبه منه

Ulama sepakat halalnya pria pezina menikahi wanita yang dizinahi. Apabila melahirkan anak setelah enam bulan akad nikah maka nasabnya ke pria itu. Apabila kurang dari 6 bulan dari waktu akad nikah maka tidak dinasabkan padanya kecuali apabila si pria membuat ikrar dengan mengatakan bahwa anak itu darinya dan tidak menjelaskan bahwa ia berasal dari zina. Maka dengan ikrar ini nasab anak tersebut tetap pada ayah biologisnya. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 10/148)

Dampaknya, si ayah boleh jadi wali ..

Demikian. Wallahu a’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Sudah Terlanjur Tua, Bisakah Menghafal Qur’an?

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Meskipun menghafal al-Qur’an merupakan sesuatu yang penting, sekaligus merupakan amalan yang memiliki banyak keutamaan dan kesitimewaan, tetapi pada kenyataannya memang tidak semua umat Islam sadar bahwa ia benar-benar penting, juga tidak semua mereka mengetahui berbagai keistimewaan dan keutamaannya. Tak jarang pula kesadaran dan pengetahuan tersebut baru mereka peroleh tatkala usia mereka sudah senja. Sehingga ketika mereka punya keinginan untuk turut memperoleh keutamaan dan keistimewaan tersebut dengan menghafalkannya, maka saat itulah biasanya muncul rasa ragu, apakah masih bisa menghafal sementara usia sudah tua?

Apakah masih bisa menghafal al-Qur’an sementara daya ingat sudah tidak seperti dulu saat masih muda?
Apakah masih bisa menghafal aI-Qur’an sementara apa yang harus dipikirkan semakin banyak?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian banyak mempengaruhi pikiran mereka. Hingga akhirnya, belum juga mereka mencoba menghafalkannya, tetapi mereka sudah mengambil kesimpulan sendiri, bahwa menghafal al-Qur’an untuk orang yang sudah terlanjur tua itu merupakan sesuatu yang sulit diwujudkan.

Memang benar bahwa daya ingat orang yang sudah tua itu biasanya semakin menurun, berbeda dengan daya ingat ketika masih muda. Tetapi, bukan berarti mereka sama sekali tidak punya kesempatan untuk bisa hafal al-Qur’an. Pada kenyataannya banyak pula orang yang memulai menghafal al-Qur’an di waktu senja dan tetap berhasil hingga menyelesaikan hafalannya dengan sempurna. Memang benar pula bahwa yang tua itu biasanya semakin banyak sesuatu yang dipikirkannya, termasuk di antaranya memikirkan harta, bagaimana memperolehnya, bagaimana ia bisa menyejahterakan anak keturunannya nanti, dan lain sebagainya. Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda:

“Semakin tua anak Adam (manusia), maka semakin besar pula dua perkara yang mengiringinya; yaitu kecintaan terhadap harta dan panjangnya umur.” (HR. al-Bukhari)

Namun, pada kenyataannya tak sedikit pula mereka yang berhasil menghafal al-Qur’an meskipun umurnya sudah tua, kesibukannya semakin padat dan pikiran semakin bercabang-cabang. Pada intinya, apa yang diragukan itu sebenarnya tidak selamanya menjadi penghambat seseorang untuk dapat menghafal al-Qur’an, semua kembali kepada tekad dan kesungguhannya masing-masing dan mengusahakannya.

Jadi, faktor yang paling utama dalam hal ini adalah tekad dan kesungguhan. Berhasil atau tidaknya menghafal al-Qur’an di usia senja sebenarnya tidak perlu dijadikan fokus tujuan. Yang penting adalah ketika kita tetap istiqamah menghafal al-Qur’an, istiqamah mengisi masa-masa senja kita dengan al-Qur’an, agar benar-benar mendapatkan husnul khatimah. Tetapi jika Allah mengizinkan kita untuk menyelesaikan hafalan al-Qur’an tersebut, maka itu adalah anugerah yang luar biasa.

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa menghafal al-Qur’an merupakan salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengisi masa-masa senja. Ada sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seseorang: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia terbaik?” Beliau menjawab:

“Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” Seseorang tersebut kembali bertanya: “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab:

“Orang yang panjang umurnya tetapi buruk amalnya.” (HR. Ahmad)

Maka, dengan menghafal al Qur’an berarti kita sedang mengusahakan diri untuk menjadi sebaik-baik manusia (khairun nas), yaitu yang panjang umurnya serta baik amalannya, dan menghafal al Qur’an bukan hanya menjadi amalan yang baik, tetapi juga mulia, tiada lain karena kemuliaan al-Qur’an itu sendiri.

Terakhir, ingatlah pula bahwa Rasulullah saw. dan para sahabatnya pun baru mulai menghafal al-Qur’an di waktu usia mereka yang sudah tidak muda lagi. Wallahu a’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Kewajiban Sholat Jum’at Untuk Anak-Anak

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustad.. Saya punya anak laki-laki 10 tahunnya harus ya belajar sholat jumat? Anak saya tipe pendiam jadi jarang main sama teman” sebaya. Jadi kalo mau jumatan ya nunggu ayahnya libur kerja Hari jumat.. Kalo ayahnya kerja ya cuma sholat duhur aja.. Apakah kami ortunya berdosa atau tidak ya tidak mengajarkan anak untuk jum’atan kalo di suruh sendiri ga mau.. Mauya dianter ibu sementara masjid jauh dari rumah.. Apalagi kondisi pandemi gini kami ortu ya juga was” jadi hanya sholat duhur saja.. Kalo pun mau jumatan kami main ke rumah adik sy beda kecamatan. Yang masjidnya deket rumah jadi sy ibunya jg bisa jln kaki nganter anak jum’atan

A/07

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Slamet Setiawan S.HI

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi orang tua untuk mendidik dan membiasakan anak-anaknya dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh sebab itu orangtua harus mengupayakan semaksimal mungkin dalam hal tersebut. Termasuk membiasakan shalat Jumat untuk putranya.

Namun secara fiqih, seorang anak yang belum baligh termasuk salah satu golongan yang tidak diwajibkan shalat Jumat. Jika kondisinya memungkinkan, maka orang tua harus memanfaatkan momen tersebut.

Siapa saja yang tidak diwajibkan mengikuti shalat Jumat?

1. Perempuan

Sebagaimana diketahui umum, perempuan tidak dikenai kewajiban shalat Jumat berjamaah, sebagai gantinya, mereka melaksanakan shalat Zuhur di kediaman masing-masing.

2. Hamba Sahaya

Hamba sahaya atau budak juga tidak dikenai kewajiban shalat Jumat berjamaah. Ketentuan ini bersandar dari sabda Nabi Muhammad SAW: “Jumat adalah kewajiban bagi setiap muslim kecuali empat orang. Hamba sahaya, perempuan, anak kecil [belum baligh], dan orang sakit,” (H.R. Abu Daud).

3. Anak Belum Baligh

Anak yang belum baligh tidak dikenakan kewajiban shalat Jumat. Namun orang tua dapat mengajak anak untuk berangkat ke masjid, selagi tidak mengganggu jamaah lainnya untuk membiasakan anak melakukan ibadah.

Kendati belum dikenakan kewajiban ibadah, anak yang belum baligh tetap akan memperoleh pahala dari ibadah yang dikerjakannya. Hal ini disimpulkan dari hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas RA:

“Seorang ibu mengangkat anaknya. Lalu ia berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ia sudah dikatakan berhaji?” Beliau bersabda, “Iya dan bagimu pahala,” (H.R. Muslim).

4. Orang Sakit

Masih dari hadis di atas, orang yang tidak dikenai kewajiban shalat Jumat adalah orang yang menderita sakit.

Dalam hal wabah Covid-19, orang yang terkena penyakit penular ini juga tidak berkewajiban shalat Jumat. Pada Maret lalu, MUI juga mengeluarkan fatwa mengenai ketentuan ibadah saat wabah Covid-19.

Menurut fatwa itu, shalat Jumat digantikan salat Zuhur demi mencegah penyebaran Covid-19 bagi orang-orang sehat.

5. Musafir

Karena kewajiban shalat Jumat jatuh pada orang mukim, maka bagi musafir, shalat Jumat boleh diganti dengan shalat Zuhur.
Namun, syarat safar atau perjalanan yang membolehkan tiadanya shalat Jumat mestilah perjalanan mubah atau dengan tujuan ibadah. Adapun perjalanan dengan tujuan maksiat seperti merampok, berzina, menipu, tidak termasuk keringanan (rukhsah) yang menggugurkan shalat Jumat.

6. Orang dengan Gangguan Mental [Hilang Kesadaran] dan Orang Mabuk

Orang yang terkena gangguan mental hingga hilang kesadaran tidak dikenai kewajiban shalat Jumat. Hal ini didasarkan pada hadis Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Diangkatlah pena [dosa] dari tiga golongan: (1) orang yang tidur hingga ia bangun; (2) anak kecil hingga dia baligh; (3) dan orang gila hingga dia berakal [sembuh],” (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Selain orang dengan gangguan mental hingga hilang kesadarannya, orang mabuk juga tidak dikenakan kewajiban shalat Jumat, namun tetap dengan dosa yang ia tanggung jika mabuknya disebabkan karena minuman keras. Tiadanya kewajiban shalat Jumat bagi orang mabuk tertera dalam firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 43)

Wallahu a’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Jangan Berputus-asa Dari Rahmat dan Ampunan Allah

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya,

1. Mana yang benar menurut Islam, menikah calon pasangan suami istri di depan penghulu atau calon suami di depan penghulu dan istri di tempat lain (di kamarnya)? Terima kasih

2. Mohon pencerahannya, seorang muslim bujang suka beribadah, suka juga berbuat maksiat/zina ke wanita psk, dan ingin slalu tobat, tp terjerumus kembali lg ke zina, dan mengulangi taubat kembali. Dan sangat ingin melupakan hal maksiat dan hal tercela lain.

Mohon bimbingan dan pencerahannya 🙏

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim….

1. Lebih utama penganten wanita jangan disandingkan dulu, sebab saat itu mereka belum halal sampai selesainya akad. Biarlah penganten wanita menanti di kamarnya. Ini yg lebih baik.

Yg bersama penganten pria adalah wali si wanita, sebab walinya yg menikahkannya.

2. Jangan berputus-asa dari rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Teruslah bermujahadah bertobat dgn meninggalkan perbuatan maksiat tersebut. Hilangkan keinginan utk bermain2 dgn tobat. Hilangkan semua “sebab” kembalinya maksiat. Perkuat muraqabatullah (merasa Allah mengawasi kita), bergaullah dgn orang2 shalih, shalat berjamaah di masjid, rutinkan zikir pagi dan petang, dan semua kebaikan lainnya agar sibuk dgn kebaikan dan terlupakannya keinginan maksiat.

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Dahulukan Nafkah Istri dan Anak atau Orang Tua?

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, ada salah satu ustadz yang mengatakan kalau untuk nafkah yang harus diutamakan anak laki-laki adalah orang tua baru setelah itu istri dan anaknya, ustadz tersebut mengambil dalil surat Al-Baqarah ayat 215 …قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ… Bagaimana menurut ustadz Farid terkait hal tersebut? Apakah benar urutannya seperti itu?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Suami wajib menafkahi istri dan anaknya (QS. An Nisa: 34), menurut Al Qurthubi karena itulah laki-laki disebut qawwam, tanpanya tidak layak disebut qawwam. (Al Qurthubi, 5/169)

Di sisi lain, laki-laki masih wajib ngurusin orang tuanya, bahkan dirinya dan hartanya adalah milik orang tuanya. Sebagaimana hadits Abu Daud dan Ahmad. Tapi, itu bukan berarti orang tua bebas mengeruk harta anaknya sampai anak menjadi miskin.

Intinya, jangan durhaka kepada orang tua, dan wajib nafkah kepada istri dan anak. Jika kedua sisi sudah mendapatkan haknya dengan baik, Insya Allah tidak ada benturan.

Istri harus paham bahwa suaminya masih berkewajiban ngurus orang tuanya dan itu jihad bagi si anak.

Orang tua juga harus maklum bahwa anaknya sudah ada tanggungan yang tidak mungkin ditinggalkan, dan itu juga jihad bagi dia.

Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Dallas bersabda:

إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Jika ia keluar bekerja untuk nafkah anak-anaknya yang masih kecil, tentu dia berada di fisabillah. Jika ia keluar bekerja untuk menafkahi dua ibu-bapaknya yang sudah tua, tentu ia berada fisabillah. (HR. Ath Thabarani, dalam Al Kabir. Shahih. Lihat Shahihul Jami’ no. 1428)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

KENAPA BACAAN AL-QUR’AN ADA YANG BERBEDA-BEDA?

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Al-Qur’anul Karim adalah mu’jizat yang abadi, yang diturunkan kepada Rasulullah SAW sebagai petunjuk. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam Bahasa Arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan keindahan balaghahnya.

Bahasa Arab dahulu mempunyai barbagai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, dan lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang lain, antara lain, karena orang Quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi pengabdi urusan haji, membangun Masjidil Haram, dan tempat persinggahan dalam perniagaan. Oleh karena itu, wajarlah apabila al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy kepada seorang rasul yang Quraisy pula, agar dapat menjinakkan orang-orang Arab dan mewujudkan kemu’jizatan al-Qur’an yang tidak bisa mereka tandingi.

Oleh karena itu perbedaan dialek bangsa Arab tersebut, maka al-Qur’an yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW akan menjadi sempurna kemu’jizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca al-Qur’an sehingga memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.

DALIL DITURUNKANNYA AL-QUR’AN DALAM TUJUH HURUF

1) Hadits dari Ibnu Abbas RA, ia berkata :

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أقرأنى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستزيده و يزيدنى حتى انتهى على سبعة أحرف (رواه البجارى و مسلم و غيره)

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril telah membacakan al-Qur’an kepadaku dalam satu huruf. Aku berulang-ulang membacanya. Selanjutnya aku selalu meminta kepadanya agar ditambah, sehingga ia menambahnya sampai tujuh huruf. (HR Bukhari, Muslim, dan lainnya)

2) Hadits dari Umar bin Khattab RA, ia berkata :

سمعت هشام بن حكيم يقرأ سورة الفرقان فى حياة رسول الله صلى الله عليه و سلم ، فاستمعت لقراءته ، فإذا هو يقرؤها على حروف كثيرة لم يقرئنيها رسول الله صلى الله عليه و سلم ، فكدت أساوره فى الصلاة ، فانتظرته حتى سلم ، ثم لببته بردائه قلت : من أقرأك هذه السورة ، قال : أقرأ نيها رسول الله صلى الله عليه و سلم ، قلت له : كذبت ، فو الله ، إن رسول الله صلى الله عليه و سلم أقرأنى هذه السورة التى سمعتك تقرؤها ، فانطلقت أقوده إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقلت : يا رسول الله ، إنى سمعت هذا يقرأ سورة الفرقان على حروف لم تقرئنيها ، و أنت أقرأتنى سورة الفرقان ، فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أرسله يا عمر ، اقرأ يا هشام ، فقرأ هذه القراءة التى سمعته يقرأها ، قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : هكذا أنزلت ، ثم قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ” إن هذا القرآن انزل على سبعة أحرف فاقرأوا ما تيسرمنه ” (رواه البخارى و مسلم و ابو داود و النسائى و الترمذى و احمد و ابن جرير)

Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidup Rasulullah SAW. Lalu aku sengaja mendengarkan bacaannya. Tiba-tiba dia membaca dengan bacaan yang bermacam-macam yang belum pernah dibacakan Nabi kepadaku. Hampir saja aku serang dia dalam shalat, namun aku berusaha menunggu dengan sabar sampai dia salam. Begitu dia salam aku tarik leher bajunya, seraya aku bertanya, “Siapa yang mengajari bacaan surat ini?” Hisyam menjawab, “yang mengajarkannya adalah Rasulullah sendiri”.  Aku gertak dia, “kau bohong, demi Allah, Rasulullah telah membacakan kepadaku surat yang kau baca tadi (tetapi tidak seperti bacaanmu). Maka kuajak dia menghadap Rasulullah dan kuceritakan peristiwanya. Lalu Rasulullah menyuruh Hisyam membaca surat Al-Furqan sebagaimana yang dibaca tadi. Kemudian Rasulullah berkomentar, “Demikianlah bacaan surat itu diturunkan”. Lalu Rasulullah berkata lagi, “Sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf”, maka bacalah mana yang kalian anggap mudah. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasai, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir)

PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG ARTI TUJUH HURUF

1. Sebagian berpendapat tujuh bahasa dari kalangan orang Arab. Yang dimaksud dengan tujuh bahasa tersebut adalah : Quraisy, Tsaqif, Hawazan, Kinanah, Tamim, dan Yaman.

2. Sebagian lainnya mengatakan tujuh bahasa dari orang Arab yang menjadi tempat Al-Qur’an diturunkan. Kebanyakan yang dipakai adalah bahasa Quraisy, ada pula yang merupakan bahasa Hudzail, Tsaqif, Kinanah, Tamim, dan Yaman. Sebagian ulama membenarkan pendapat ini karena didukung oleh Baihaqi dan dipilih oleh Bukhari serta Pengarang kitab Kamus.

3. Tujuh huruf maksudnya tujuh macam (bagian) di dalam Al-Qur’an. Di antara mereka ada yang mengatakan : amr, nahi, halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan amtsal. Ulama lainnya mengatakan : wa’du, wa’id, halal, haram, mawaid, amtsal, dan ihtijaj. Pendapat lainnya lagi mengatakan : muhkam, mutasyabih, nasikh, mansukh, khusus, umum, dan qasas.

4. Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah beberapa segi lafal yang berbeda, dalam satu kalimat dan satu arti seperti lafal : halumma, aqbil, ta’al, ajjil, isra’, qasdi, dan nahwi.Lafal yang tujuh memiliki satu pengertian, yaitu perintah untuk menghadap. Pendapat ini dikemukakan oleh kebanyakan ahli fikih dan ahli hadis, antara lain Ibnu Jarir, At-Tabari, dan At-Tahawi.

5. Yang dimaksud tujuh huruf adalah mengenai perbedaan dalam tujuh hal :

a. Perbedaan bentuk isim (mufrad, mutsana, jama’, mudzakar, dan muanats).

وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِاَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ (المؤمنون : 8)

Dari bentuk jama’ diatas bisa dibaca dalam bentuk mufrad

لِاَمَانَتِهِمْ

b. Perbedaan bentuk fi’il (madhi, mudhari’ amr)

رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ اَسْفَارِنَا (سبأ : 19)

رَبَّنَا بَاعَدَ

Bentuk fi’il amr diatas bisa dibaca dalam bentuk fi’il madhi

رَبُّنَا بَعَّدَ

c. Perbedaan ibdal (penggantian) berupa huruf

وَ انْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْسِزُهَا (البقرة : 259) >> نُنْشِرُهَا

وَ طَلْحٍ مَنْضُوْدٍ (الواقعة : 29) >> طَلْعٍ

وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِالْمَنْفُوْشِ (القارعة : 5) >> كَالصُّوْفِ

Bisa dibaca dengan menggantikan huruf

d. Perbedaan taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan)

وَ جَاءَتْ سَكَرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ >> وَ جَاءَتْ سَكَرَةُ الْحَقِّ بِالْمَوْتِ(ق : 19)

فَيَقْتَلُوْنَ وَ يَقْتُلُوْنَ >> فَيَقْتُلُوْنَ وَ يُقْتَلُوْنَ

e. Perbedaan bentuk i’rab (rafa’, nasab, jarr, jazam)

وَ اَرْجُلَكُمْ >> وَ اَرْجُلِكُمْ / مَا هذَا بَشَرًا >> مَا هذَا بَشَرٌ (يوسف : 31) / ذُو الْعَرْشِ الْجِيْدِ >> ذُو الْعَرْشِ الْجِيْدُ (البروج : 15)

f. Perbedaan ziyadah (penambahan) dan nuqshon (pengurangan)

وَ مَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَ الْاُنْثى (الليل : 3) / وَ قَلُوْا اتَّخَذَ

g. Perbedaan  lahjah tentang tafkhim, tarqiq, imalah, idzhar,dan idgham

Bacaan imalah

Hal ataaka hadiitsu muusaa

هَلْ اَتَاكَ حَدِيْثُ مُوْسى

Hal ateeka hadiitsu muusee

KESHAHIHAN QIRAAT DAN IMAM-IMAM QIRAAT

Para sahabat Nabi terdiri dari beberapa golongan, tiap golongan mempunyai dialek yang berbeda-beda. Memaksa mereka untuk membunyikan dengan dialek yang tidak biasa mereka ucapkan dapat mempersulit mereka. Untuk memudahkan mereka, Allah yang Maha Bijaksana kemudian menurunkan al-Qur’an dengan berbagai macam dialek mulai dari dialek Quraisy dan dialek lain di tanah Arab hingga tujuh macam dialek.

Qiraat al-Qur’an baru dianggap sah bila memenuhi 3 kriteria :

1. Sanadnya mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang dipercaya, tidak ada cacat, sanadnya bersambung kepada Rasulullah SAW.

2. Sesuai dengan Mushaf Utsmani.

3. Sesuai kaidah Bahasa Arab.

Dari segi sanad derajat / level qiraat terbagi menjadi 6 yaitu :

1. Mutawatir, yaitu Qiraat yang diriwayatkan oleh banyak orang pada setiap generasi dari awal sampai akhir bersambung hingga Rasulullah SAW.

2. Masyhur, yaitu Qiraat yang mempunyai sanad shahih, tetapi jumlah perawinya tidak sebanyak yang mutawatir.

3. Ahad, yaitu Qiraat yang mempunyai Sanad yang shahih, tetapi tidak cocok dengan Mushaf Usmani dan kaidah Bahasa Arab.

4. Syadz (janggal/ganjil), yaitu qiraat yang tidak memenuhi tiga syarat sah untuk diterimanya Qiraat.

5. Mudraj, yaitu Qiraat yang sisipkan ke dalam ayat Al-Qur’an.

6. Maudhu’ (palsu), yaitu Qiraat buatan, disandarkan kepada seseorang tanpa dasar, tidak memiliki sanad & rawi.

Dari level Qiraat diatas, Qiraat yang sah diamalkan adalah qiraat yang Mutawatir dan Masyhur.

Qiraat yang Mutawatir disebut dengan qiraat sab’ah, dengan imamnya sebagai berikut:
1. Nafi’
2. Ibnu Katsir
3. Abu Amr
4. Ibnu Amir
5. ‘Ashim
6. Hamzah
7. Al-Kisai

Ketujuh macam qiraat di atas yang diriwayatkan oleh tujuh imam qiraat di atas merupakan Qiraat Mutawatir, sedangkan selain di atas, ada 3 lagi qiraat dengan derajad Masyhur dengan 3 imam qiraat (Qiraat Sepuluh), yaitu:
1. Abu Ja’far
2. Ya’qub
3. Khalaf

PENUTUP

Al-Qur’an merupakan Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab. Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh orang Arab dengan maksud untuk mempermudah mereka dalam memahaminya dan sebagai kemu’jizatan serta sebagai ajakan bertanding kepada orang-orang yang pandai bicara agar mendatangkan satu surat atau satu ayat. Di samping itu, untuk mempermudah bacaan, pemahaman dan hafalan al-Qur’an kepada mereka karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”

Dengan diturunkannya al-Qur’an dengan beragam bacaan mengandung beberapa hikmah. Hikmah diturunkannya al-Qur’an dalam Tujuh Huruf antara lain :

1. Mempermudah umat Islam, khususnya bangsa Arab yang menjadi tempat diturunkannya al-Qur’an, sedangkan mereka memiliki beberapa lahjah (dialek) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat kearabannya. Rasulullah SAW bersabda : “Agar mempermudah umatku”. Dan sesungguhnya umatku tidak mampu melaksanakannya.” Dan lain-lain.

2. Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazari berkata, “Adapun sebabnya al-Qur’an didatangkan dalam tujuh huruf adalah: memberikan keringanan kepada umat, serta memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasaan, rahmat, dan spesialisasi yang diberikan kepada umat utama di samping untuk memenuhi tujuan nabinya sebagai makhluk yang paling utama dan kekasih Allah telah memerintahkan umatnya untuk membacakan al-Qur’an dengan satu huruf”. Kemudian Nabi SAW menjawab, “Aku meminta maghfirah kepada Allah karena umatku tidak mampu melakukannya”. Beliau terus mengulang-ulang pernyataannya sampai dengan tujuh huruf.

3. Imam Jazari mengatakan: Al-Qur’an diturunkan dari tujuh pintu dengan tujuh huruf, sedangkan kitab-kitab terdahulu diturunkan dari satu pintu dengan satu huruf. Hal itu karena Nabi-nabi terdahulu diutus untuk bangsa tertentu, sedangkan Nabi SAW diutus untuk semua umat manusia dan bagi bangsa Arab sendiri. Bagi bangsa Arab sendiri walaupun al-Qur’an diturunkan dalam bahasanya sendiri tetap sangat sulit untuk membaca al-Qur’an dalam satu huruf meskipun telah belajar dan berusaha keras karena memiliki dialek yang berbeda-beda.

4. Menyatukan umat Islam dalam satu bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan di kalangan suku-suku bangsa Arab.

Al-Qur’an berkembang menjadi suatu ilmu tersendiri yang perlu dikembangkan oleh umat Islam. Menurut bahasa, qiraat artinya bacaan, maka ilmu qiraat berarti ilmu bacaan. Menurut istilah Ilmu Qiraat berarti :

علم يعرف به كيفية النطق فى الكلمات القرآنية و طريق ادائها اتفاقا واختلاقا مع عزو كل وجه لناقله

Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata al-Qur’an berikut cara penyampaian, baik yang disepakati (ulama ahli al-Qur’an) maupun yang terjadi perbedaan pendapat, dengan menisbatkan setiap wajah bacaan kepada seorang imam qiraat.

Pertama kali Ilmu Qiraat disusun oleh para imam qiraat. Sebagian ulama mengatakan yang pertama kali menyusun ilmu qiraat adalah Abu Umar Hafsh bin Umar Ad-Duri. Sedangkan yang pertama kali membukukannya adalah Ubaid Al-Qasim bin Salam.

Hukum mempelajari ilmu qiraat para ulama berpendapat hukumnya fardhu kifayah. Komisi Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya 2 Maret 1983 memutuskan bahwa :

1. Qiraat Sab’ah (Qiraat 7) adalah sebagian dari Ulumul Qur’an yang wajib diperkembangkan dan dipertahankan.

2. Pembacaan Qiraat Tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah (yang belajar dari ahli Qiraat).

Majam’ul Buhus (Lembaga Riset) Al-Azhar Cairo dalam muktamarnya tanggal 20-27 April 1971 telah memutuskan bahwa Qiraat al-Qur’an itu bukanlah hasil ijtihad, melainkan sebagai taufiqi (ketentuan Tuhan) yang berpegang kepada riwayat-riwayat yang mutawatir. Muktamar mendorong dan menggalakan para pembaca al-Qur’an agar tidak hanya membaca dengan Qiraat Hafsh saja, demi untuk menjaga qiraat-qiraat yang lain yang telah diyakini kebenarannya agar jangan terlupakan dan musnah. Muktamar juga menghimbau seluruh negara-negara Islam agar menggalakkan mempelajari qiraat ini di lembaga-lembaga pendidikan khusus yang dikelola para pakar ilmu qiraat yang terpercaya keahliannya. Wallahu a’lam


Referensi

Ilmu al-Qur’an & Tafsir, Karya : Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Semarang, penerbit : PT Pustaka Rizki Putra, 2009.

Kaidah Qiraat Tujuh, Karya : Ahmad Fathoni, Lc, MA, Jakarta, Institut PTIQ & Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press Jakarta, 1991.

Studi Ilmu al-Qur’an, karya : Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Bandung, penerbit : Pustaka Setia, 1999.

Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, karya : KH. As’ad Humam, Yogyakarta, Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus “AMM” Yogyakarta, 2002.

Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’an Terjemah per kata, Bandung.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678