MENGHIDUPKAN RASULULLAH SHALALLAHU โ€˜ALAIHI WASSALAM DALAM JIWA ANAK-ANAK KITA (Bag.1)

๐Ÿ“† Sabtu, 11 Syawal 1437H / 16 Juli 2016

๐Ÿ“š *KELUARGA & TARBIYATUL AULAD*

๐Ÿ“ Pemateri: *Ustadzah Dra. Indra Asih*

๐Ÿ“  *MENGHIDUPKAN RASULULLAH SHALALLAHU โ€˜ALAIHI WASSALAM DALAM JIWA ANAK-ANAK KITA (Bag.1)*

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ ๐ŸŒท

Menyebutkan Rasul shalallahu โ€˜alaihi wassalam merupakan hal rutin dilakukan dalam keseharian kaum muslimin. Minimal ketika kita rutin menjalankan sholat dalam keseharian kita. Alhamdulillah. Masalahnya, menyebutkan atau bershalawat untuk Rasul shalallahu โ€˜alaihi wassalam tidak otomatis langsung menguatkan kecintaan anak-anak pada sosok beliau. Tidak otomatis anak-anak langsung bersemangat meneladani beliau dalam dalam kehidupan mereka.

_Meneladani beliau shalallahu โ€˜alaihi wassalam dalam kehidupan, butuh pengenalan yang mendalam tentang sosok mulia ini, baik untuk kita sebagai orang tua maupun anak-anak._

Ada beberapa cara sederhana yang bisa kita lakukan di rumah untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak pada Rasul shalallahu โ€˜alaihi wassalam.

Sederhana, tapi mudah-mudahan bisa menginspirasi contoh-contoh sederhana yang bisa  langsung kita aplikasikan di rumah dalam kehidupan sehari-hari.
Lakukan semua kegiatan tersebut dengan mendiskusikannya dengan anak-anak, kegiatan yang cocok dengan target yang diinginkan.

1โƒฃ  *Melakukan Perjalanan Bersama Rasul shalallahu โ€˜alaihi wassalam.*

Gunakan peta jazirah Arab, lalu mintalah anak-anak dengan bantuan orang tua mengikuti jalur perjalanan dari Mekah ke Madinah. Tunjukkan tempat-tempat yang berbeda yang akan dilalui. Persilahkan salah satu anak, atau semuanya, yang siap yang mempresentasikan kepada seluruh anggota keluarga tentang rute perjalanan tersebut.

2โƒฃ *Bangunlah Bersama Rasul Shalallahu โ€˜alaihi wassalam.*

Rasul shalallahu โ€˜alaihi wassalam bangun setiap hari jauh sebelum fajar. Sebelum sholat Subuh, beliau akan akan beribadah pada Allah subhanahu wa taโ€™ala dengan shalat, doa, zikir. Sambil melihat langit, beliau akan membaca ayat-ayat terakhir surat โ€˜Ali โ€˜Imron (QS ‘Ali ‘Imran :190 – dst) , sambil merenung tentang alam semesta dan Penciptanya.
Hal ini merupakan cara yang luar biasa untuk menjadi lebih dekat dengan Allah, di waktu ketika konsentrasi ada pada puncaknya, pikiran bersih dari segala urusan dan keruwetan dunia dan berdasarkan hadits bahwa itulah saat Allah SWT sangat dekat dengan hamba-hamba Nya.
_โ€œAllah SWT turun ke langit dunia ketika sepertiga malam yang pertama telah berlalu. Dia berkata, โ€˜Akulah raja, Akulah raja, siapa yang berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku Aku beri, siapa yang meminta ampun Aku ampuni.โ€™ Dia terus berkata demikian sampai sinar fajar merekah.โ€ (HR. Muslim)_

_Rasulullah saw bersabda, โ€œAllah tabaaraka wataโ€™aala turun setiap malam ke langit bumi, ketika malam tersisa sepertiga terakhir. Ia berkata, โ€˜Adakah yang memohon kepada-Ku agar Aku kabulkan, adakah yang meminta kepada-Ku agar Aku berikan, adakah yang memohon ampun agar Aku ampuni.โ€™โ€ (HR. Bukhari-Muslim)_
Di banyak ayat dalam Al Qurโ€™an, Allah SWT sering menganjurkan kaum Muslimin untuk ber-Qiyamul Lail. Allah Taโ€™ala berfirman,

_โ€œSesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka, sesungguhnya mereka sebelumnya di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (QS. Adz-Dzariyaat:15-17)_

 Pada awal kemunculan dakwah, Allah SWT menyuruh Rasulullah saw dan para sahabat agar mendirikan Qiyamul Lail, sebagaimana firman-Nya,

_โ€œHai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu dan bacalah Al Qurโ€™an dengan tartil (perlahan-lahan).โ€ (Al Muzzammil:1-4)_

 Terkait dengan keutamaan Qiyamul Lail, Rasulullah saw bersabda,
_โ€œHendaklah kalian mengerjakan qiyamul lail, karena qiyamul lail itu kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, sebab qiyamul lail mendekatkan diri kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh.โ€ (HR. At Tirmidzi dan Al Hakim)_

Bahkan ketika ditanya, amalan apa yang paling utama, Rasulullah saw bersabda,
_โ€œShalat paling utama setelah shalat wajib ialah qiyamul lail.โ€ (HR. Muslim)_

Bangunkan seluruh keluarga untuk menunaikan sholat istimewa ini pada hari libur mereka. Motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik dan tetap bangun untuk bermunajat dan beribadah pada Allah SWT seperti yang dilakukan Rasul SAW.

๐Ÿ”ธBersambung๐Ÿ”ธ

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

Kita Segera Buktikan

๐Ÿ“† Jumat, 10 Syawal 1437H / 15 Juli 2016

๐Ÿ“š *MOTIVASI*

๐Ÿ“ Ustadzah Rochma Yulika

๐Ÿ“ *Kita Segera Buktikan*

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

๐ŸŒผKalau bukan karena keharusan untuk bekerja  keras, maka Abdurahman ibn โ€˜Auf tak usah repot melangkahkan kakinya membersamai Rasulullah ke Madinah dan tak secuil pun harta yang ia bawa.

๐ŸŒบDan ketika sampai di Madinah ia menyusuri lorong-lorong pasar dengan keyakinan penuh dan matanya yang setajam pisau tuk membedah peluang dinar dan dirham dihadapannya. Padahal ia masih sangat belia. Hingga akhirnya mampu mengubah papa-nya menjadi harta berlimpah.

๐ŸŒผIa pun menikahi gadis Madinah, membeli rumah dan perabotannya serta Rasulullah tersungging senyaum padanya.

๐ŸŒบApakah Abdurahman ibn โ€˜Auf orang miskin?
Bukan karena tak punya harta. Karena bagi Abdurahman ibn โ€˜Auf tak sulit untuk hanya sekedar memborong kuda terbaik untuk mengantarkannya ke Madinah. Bukan.

๐ŸŒผTapi lantaran Allah dan RasulNya merindukan kerja kerasnya. Ia menjadi mulia karenanya.

๐ŸŒบKalau bukan karena keharusan untuk bekerja keras, maka Christopher Colombus tak usah repot-repot mengarungi samudra dan melawan menerjang dahsyatnya badai untuk menemukan benua Amerika.

๐ŸŒผDengan keyakinan yang penuh akhirnya puluhan bahkan ribuan orang kini mengenang jasanya.

๐ŸŒบApakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman? Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s. at-Taubah : 16).

๐ŸŒผAkan nampak di mata kita siapa yang sekiranya mau bersungguh-sungguh atau yang bermalas-malasan. Rasulullah pernah bersabda tentang nilai utama kerja cepat dan bahaya kerja lambat dalam sabdanya: โ€œBarang siapa yang suka melambat-lambatkan pekerjaannya maka tidak akan dipercepat hartanya.โ€ (HR. Muslim).

๐ŸŒบKita tunjukkan komitmen kita di jalan dakwah ini dengan bekerja keras, bekerja cerdas, bekerja tuntas, bekerja mawas, bekerja ikhlas dan bekerja penuh produktivitas.

๐ŸŒผSupaya Allah ridla memberikan kepada kita di kehidupan yang tiada berbatas dengan kemuliaan yang tiada kita mampu membalas.

Wallahul musta’an

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

KEGAGALAN

๏“† Jum’at, 10 Syawal 1437 H/ 15 Juli 2016
๏“™Pengembangan Diri dan Motivasi
๏“ TIM Psikologi
๏“– *KEGAGALAN*
========================
๏ƒ๏ƒ๏Œธ๏ƒ๏ƒ๏Œธ๏ƒ๏ƒ๏Œธ
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Apa kabar bro and sist???
Semoga selalu dalam perlindungan-Nya dan Allah berkehendak memberikan hidayah kepada kita semua supaya kita tetap dalam naungan Islam. Aamiin
Kali ini materi hari Jumat bertemakan *KEGAGALAN*
Sudah pernah merasa gagal? 
Gimana rasanya Gagal?
Enak?atau Malu?
Setiap manusia pasti merasakan kegagalan. Bahkan bayi yang baru lahir saja sering merasa gagal…liat aja kalau punya ponakan,adik atau ada bayi yang baru belajar jalan,sudah dipastikan jatuh bangun dalam proses bisa jalan sendiri. Bayi tersebut akan tersenyum senang ketika bisa berjalan dengan sempurna. 
Proses menjadi _*”Bisa”*_ terkadang membutuhkan trial and error. Seberapa lama proses tersebut,tergantung bagaimana setiap orang menyikapi tentang kegagalan. Belakangan berita tentang bunuh diri Akibat kegagalan sering bermunculan.  Pelajar yang bunuh diri karna nilainya jelek,mahasiswa bunuh diri karena skripsinya di tolak,seorang yang bunuh diri karena ditolak cintanya dan lainnya. 
Perlukah sampai melakukan hal itu?
Gagal bukanlah suatu hal yang memalukan. Gagal adalah proses dari belajar untuk menjadi Mampu. Pengelolaan gagal dengan efektif akan menghasilkan kemampuan baru. 
Bagaimana cara mengelola kegagalan?
Yuukkk…disimak 
1. Perlunya bermuhasabah diri jika terjadi kegagalan. Sudahkah apa-apa yang dilakukan sesuai dengan ajaran-Nya?. Sudahkah sebelum melakukan hal apapun selalu berkompromi dengan Allah? Tanya pada hati yang paling dalam dan jujur dengan diri sendiri. 
2. Evaluasi diri. Mana yang buruk dalam diri sendiri dan mana yang baik dalam diri sendiri. Terkadang perlu membuka telinga dan kelapangan hati untuk mendengar kritikan orang lain. Tetapi tidak perlu mengikuti semua omongan atau harapan orang lain. Perlu di pilah-pilih dengan cermat. 
3. Jika peristiwa dan masalah lalu terulang lagi,lakukan dengan cara yang berbeda. 
4. Hal yang buruk dalam diri tidak mudah untuk dihilangkan sepenuhnya. Apalagi sudah menjadi kebiasaan. Syaraf otak yang begitu rumit di dalam kepala tersambung kuat jika satu perilaku dilakukan setiap hari. Bagaimana bila ada banyak perilaku buruk?dan itu dilakukan setiap hari? Syaraf otak terjalin kuat dan membutuhkan waktu yang lama untuk melepas. Itulah salah satu sebab menuju perilaku baik membutuhkan proses yang cukup panjang. Istiqomah adalah solusinya. 
5. Tak perlu menanyakan sampai kapan diri ini berubah dan sudahkah ada perubahan. Do it!! And Di it!!! Suatu saat hasil perubahan itu akan terasa. Bisa jadi tahu dari komentar orang lain atau ada sesuatu lain dalam diri sendiri
6. Mulai dari diri sendiri,mulai dari yang terkecil dan mulai dari sekarang(Aa Gym).
7. Bersyukurlah kepada Allah karena setiap perubahan yang terjadi tak lepas dari Kuasa-Nya. 
Silahkan dibuka Al-Qur’annya dan cari surat Al-An’am ayat 54. Ayat tersebut menjelaskan Bahwa luasnya ampunan dari Allah. Tapi..eitss…Maha Pengampun Allah jangan disalah gunakan lho ya…Dengan seribu alasan yang berujung ucapan “khan Allah Maha Tahu dan Pengampun” kemudian tak ingin berubah diri… buka lagi lembaran Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 10. Azab Allah itu pedih Bro and Sist…
*TERUSLAH BERUSAHA BERUBAH MENUJU KEBAIKAN KARENA KEBAIKAN PERLU DIUSAHAKAN*
*TERUSLAH BELAJAR KARENA PERUBAHAN AKAN SELALU ADA*
 ๏ƒ๏ƒ๏Œธ๏ƒ๏ƒ๏Œธ๏ƒ๏ƒ๏Œธ
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
๏“ฒSebarkan! Raih pahala…

MENJADI ANAK YANG BERSYUKUR

๏“†Kamis, 9 Syawal 1437H/ 14 Juli 2016
๏“š AKHLAQ
๏“Pemateri:
Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S
๏’Œ MENJADI ANAK
YANG BERSYUKUR
๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ
โ“ โ€œBu,โ€ kata Hamzah. โ€œAku ingin deh punya HP Android kayak temen-temen. Habis HPku udah ketinggalan zaman, gak bisa buat FB, Twitter, WA โ€ฆ, nanti kalau dibelikan saya rajin belajar deh. โ€
  โ€œHamzah โ€ฆ,โ€ kata Ibu. โ€œKamu yakin kalau dibelikan HP bagus maka kamu jadi rajin belajar?, justru Ibu takut kalau kamu punya HP seperti itu, waktu kamu habis buat ngurusin HP kamu saja, buka FB atau twitter. Coba kamu lihat temen-temen kamu yang tidak punya HP sama sekali, bahkan tidak punya apa-apa. Mereka tidak ada uang untuk sekolah, beli baju, sepatu, bahkan makan sehari-hari. Ibu bukannya pelit, tapi lihatlah apa yang sudah kamu punya, bukankah dahulu juga pernah berjanji akan giat belajar. Nah, ketika ada HP model baru kamu tergoda lagi, lalu buat janji lagi, kapan selesainya? Keinginan manusia kalau diikuti memang gak ada habis-habisnya Hamzah โ€ฆ  โ€
๏˜ทHamzah terdiam.
  Sementara itu, โ€˜Azizah yang berbadan gemuk dan kulit kecoklatan ikut-ikutan dalam pembicaraan.
  โ€œBu, tadi di sekolah pas saya masuk kelas โ€ฆ. temen-temen mengolok-olok saya. Mereka ngatain saya: โ€œmesin giling lewat โ€ฆ mesin giling lewat โ€ฆ!โ€ Awalnya sih saya gak  marah karena mereka cuma becanda, tapi  itu terjadi setiap hari bu โ€ฆ.., saya โ€˜kan lama-lama marah juga.โ€ Kemudian โ€˜Azizah terdiam.
          โ€œLalu?โ€ ibu bertanya
   โ€œKenapa sih saya dilahirkan dengan badan gemuk begini? Udah gitu item lagi! Bu โ€ฆ, kalau saya boleh memilih takdir, pengen deh badan saya tinggi, langsing, dan berkulit putih .. , cantik lagi!โ€
  โ€œAzizah yang shalihah,โ€ ibu mulai bicara. โ€œMencela sesama manusia adalah akhlak yang jelek, apalagi yang dicela adalah fisik seseorang yang merupakan ciptaan Allah yang Maha Sempurna.  Kenapa kamu tidak berpikir positif terhadap dirimu sendiri? Masih banyak kelebihan yang kamu miliki yang tidak dimiliki orang lain, seperti akhlak yang baik, tutur kata yang sopan, dan menyanyangi sesama.
  Kamu mesti bersyukur dengan keadaan tubuh kamu yang seperti ini โ€ฆโ€
  โ€œLho koq bersyukur?โ€ โ€˜Azizah memotong.
  โ€œYa kamu mesti bersyukur, sebab jika tubuh kamu langsing, tinggi, dan berkulit putih seperti mereka, bisa jadi kamulah yang juga ikut-ikutan mencela orang lain yang bertubuh gemuk dan hitam, sehingga apa bedanya kamu dengan mereka yang suka mencela ..?โ€
  โ€˜Azizah pun terdiam.
๏’– Adik-adik yang dirahmati Allah โ€ฆโ€ฆ..
  Manusia umumnya memang tidak mampu bersyukur terhadap apa yang telah dimilikinya. Dia selalu memandang miliknya dengan rendah, sedangkan apa yang ada pada orang lain selalu dilihat dengan pandangan tinggi. Lalu, dia pun ingin memilikinya dan membuang apa yang sudah ada.
  Jelas sekali, itu bukanlah sifat hamba Allah Taโ€™ala yang mulia. Hamba-hamba Allah, adalah mereka yang mampu mensyukuri apa yang Allah Taโ€™ala berikan kepadanya, sekali pun โ€˜jatahโ€™ yang Allah berikan kepadanya tidak sebanyak yang Allah Taโ€™ala berikan kepada orang lain, dia akan berpikir positif: โ€˜mungkin saya belum pantas memilikinya โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ Allah Maha Tahu yang terbaik buat hambaNya โ€ฆโ€ฆ.. Orang yang diberi kelebihan tanggung jawabnya juga berat โ€ฆ. Dan seterusnya.
  Kalau kita mau sedikit merenungkan apa yang ada dalam diri kita, maka kita akan katakan: saya adalah kaya!  Mata yang kita miliki, yang dengannya kita dapat melihat keindahan dunia dan peristiwa menakjubkan, maukah kedua mata itu ditukar dengan uang walau triliunan? Sebab buat apa punya uang triliunan, kalau mata kita tidak bisa melihat uang tersebut. Itu baru mata, apalagi jika ditotal dengan harga yang lainnya. Tak ada yang mau anggota tubuhnya yang masih normal dan sehat ditukar dengan uang mahal, setelah itu  membuat dirinya cacat, tidak dapat berbuat apa-apa.
๏’– Adik-adik yang shalih dan shalihat …
  Coba deh lihat di luar sana, masih banyak anak-anak seusia kalian yang mengorbankan waktu bermainnya untuk mencari uang, mereka mengamen, bahkan menjadi pengemis .. jangankan hisa sekolah seperti kalian, untuk makan saja sulit ..
  Coba lihat lagi, anak-anak yang sudah ditinggalkan orang tuanya sejak kecil, mereka tidak mendapatkan kasih sayang orang tua. Menjadi yatim piatu, hanya ditemani oleh kakek nenek, atau orang-orang terdekat yang masih menyayangi mereka .. tetapi tetap tanpa ibu dan bapak!
  Maka bersyukurlah, sebab Allah Taโ€™ala akan menambahkan โ€ฆ.
    Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim (14): 7)
  Bersyukur bukan hanya kepada Allah Taโ€™ala, tetapi juga kepada manusia. Maksudnya berterima kasih atas kebaikan yang kita terima dari mereka. Baik berupa bantuan nasihat, tenaga, atau uang. Bahkan bersyukur kepada manusia merupakan syarat bersyukur kepada Allah Taโ€™ala.
Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah. (HR. At Tirmidzi, dan ia menilainya hasan shahih)
Maknanya adalah: Allรขh Taโ€™ala tidak menerima syukur seorang hamba kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan, tatkala dia tidak pandai berterima kasih atas kebaikan manusia kepadanya. Yang demikian karena (kuatnya) hubungan kedua hal tersebut satu dengan yang lain. (Imam Ibnu Katsir)
Wallahu Aโ€™lam
๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ๏’ฆ๏Œธ
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
โœ…Sebarkan! Raih pahala..  ๏’–

Penaklukan Militer dan Penaklukan Hati

๐Ÿ“† Kamis, 9 Syawal 1437H / 14 Juli 2016

๐Ÿ“š SIROH DAN TARIKH

๐Ÿ“ Pemateri: Ust. AGUNG WASPODO, SE MPP

๐Ÿ“ Penaklukan Militer dan Penaklukan Hati

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

Pertempuran ‘Ayn at-Tamr (Mata Air Kebun Kurma)
Akhir Musim Semi 633

Pertempuran ini terjadi di front Irak pada era Khalifah ‘Umar ibn al-Khaththab (ra) antara pasukan Muslimin melawan Sassania Persia bersama pasukan pendukung dari suku Arab Nasrani. ‘Ayn at-Tamr terletak sebelah barat kota Anbar yang dahulu merupakan pos-pantau terdepan bagi Sassania untuk memantau pergerakan suku-suku Arab di perbatasan.

Lesson #1 pantaulah lawan, jangan malah terpantau lawan; dalam bahasa sekarang jangan semua info pribadimu diumbar di medsos.

Pasukan muslimin yang dipimpin oleh panglima Khฤlid ibn al-Walฤซd (ra) mengalahkan dengan telak pasukan Sassania beserta pasukan pendukungnya dari kalangan suku Arab Nasrani yg sebelumnya melanggar perjanjian netralitas. Menurut sumber sejarawan non-muslim, Khฤlid ibn al-Walฤซd (ra) dikabarkan meringkus sendiri komandan lawan yg bernama Aqqa ibn Qays ibn Basyir dari kalangan suku Arab Nasrani.

Lesson #2 hukumlah pengkhianat jika tidak ingin marak pengkhianatan selanjutnya

Setelah pertempuran usai, banyak petinggi Sassania yang mengira bahwa pasukan Khฤlid ibn al-Walฤซd (ra) akan balik ke pedalaman padang pasir sebagaimana tradisi perang al-Karr wal-Farr mereka. Namun mereka salah duga, karena Khฤlid ibn al-Walฤซd (ra) terus menyerang posisi pasukan Sassania yg terdesak mundur, hingga ke pertempuran di Daumat al-Jandal.

Lesson #3 lakukan apa yang tidak diprediksi lawan agar selalu tak terkira; dalam bahasa sekarang tidak harus punya rutinitas yang terbaca orang

Ketika pasukan kaum muslimin membebaskan kota ‘Ayn at-Tamr, mereka menjumpai ada 1 orang pemuka agama Nasrani di gerejanya dan 1 orang pandai besi. Kedua orang ini terkesan dengan perilaku pemimpin dan pasukan muslimin sehingga keduanya masuk Islam.

Lesson #4 akhlaqmu adalah cerminan aqidahmu

Sang rahib itu bernama Nusayr yg kelak memiliki anak yg bernama Mลซsa, anak ini akan menjadi panglima sekaligus Gubernur Ifriqiyya yg bernama Mลซsa ibn Nusayr. Ialah yg mengutus komandan Tariq ibn Ziyad dalam penaklukan Visigothic Iberia menjadi Andaluisa.

Sang pandai besi itu bernama Sirin yg kelak memiliki anak yg bernama Muhammad, anak ini kemudian menjadi ‘ulama ahli hadits dan sirah-nabawiyah yg dengan karya yg terkenal “Ta’bir ar-Ru’ya” bernama (Abu Bakr) Muhammad ibn Sirin atau Ibnu Sirin saja. Beliau lahir di Basra 2 tahun sebelum akhir era Khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan (ra) dan belajar kepada sahabat Rasul SAW yg bernama Anas ibn Malik (ra).

Lesson #5 jangan tinggalkan generasi penerus kecuali sudah dipersiapkan untuk dekat kepada Allah SWT dan siap konsisten berkorban di jalanNya

Agung Waspodo, mencatat bahwa penaklukan militer tidak bisa berhasil kecuali diikuti dengan penaklukan jiwa melakui akhlaq yg karimah. Penaklukan Khฤlid (ra) terhadap ‘Ayn at-Tamr ini menjadi penting karena juga membawa dua orang masuk ke dalam Islam dan melahirkan generasi penerus yg membawa harum Ummat ini.

Depok, 8 Agustus 2015, maaf telat posting hampir setahun

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

Hukum Silaturahim ke Mertua

Ustadz Menjawab Kamis, 14 Juli 2016

๐Ÿ’ปUstadzah Menjawab
โœUstadzah Dra. Indra Asih

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ๐ŸŒป๐Ÿ€๐Ÿ„๐ŸŒธ

Assalamu’alaikum ustadz/ah..
Bagaimana hukumnya bila seorang menantu tidak mau silahturahim kepada ibu mertua nya, jika pihak ibu mertua dan keluarganya yg pernah membuat keluarga menjadi sangat kecewa,  dan itu sangat membekas buat sang istri ,dan anak2 ,nampaknya istri ini belum bisa Menerima dengan kejadian ini semua. ๐Ÿ…ฐ2โƒฃ5โƒฃ

๐ŸŒด๐ŸŒด๐ŸŒด๐ŸŒด๐ŸŒด๐ŸŒด
Jawaban__

ูˆ ุนู„ูŠูƒู…  ุงู„ุณู„ุงู…  ูˆ  ุฑุญู…ุฉ  ุงู„ู„ู‡  ูˆ  ุจุฑูƒุงุชู‡ ุŒ
Ketika seorang wanita telah sah untuk bersanding dengan seorang laki-laki, maka statusnya berubah menjadi seorang istri. Dan kewajiban sebagai seorang istri ialah mentaati suaminya. Termasuk untuk tinggal dan mengikuti segala aturannya, selama itu masih berada dalam tuntunan syariat Islam. Bukan hanya berlaku baik terhadap suami, sang istri pun harus berperilaku baik pula pada keluarga suami, termasuk kedua orang tuanya, yang menjadi mertua bagi istri.

Seorang istri wajib menaati suami dalam perkara-perkara yang tidak mengandung maksiat kepada Allah. Syariat telah memberikan dorongan yang kuat kepada istri untuk menaati suami, serta memperingatkannya dari tidak mentaatinya dalam perkara-perkara yang ia bisa taat kepadanya.

Dalam Al-Musnad dan Shahih Ibnu Hibban disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, โ€œJika seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa satu bulan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, โ€˜Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu-pintu surga mana saja yang kamu kehendakiโ€™.โ€

Dalam Al-Musnad, Shahih Ibnu Hibban dan Al-Mustadrak disebutkan bahwa Nabi bersabda, โ€œSeandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain (selain Allah), sungguh aku akan memerintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.โ€

Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, โ€œMaukah kalian aku kabarkan tentang dosa yang paling besar? Yaitu, menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.โ€ Kemudian beliau duduk setelah sebelumnya bersandar dan bersabda, โ€œKetahuilah, juga perkataan sia-sia.โ€ Beliau terus menerus mengulanginya hingga kami bergumam, โ€œSekiranya beliau berhenti.โ€

Di antara sempurnanya ketaatan istri kepada suami ialah hendaknya ia berbuat baik kepada kedua orang tua suami, berbakti kepada keduanya, tidak berlaku buruk pada keduanya, serta bersabar terhadap apa yang muncul dari keduanya. Semua itu dilakukan demi meraih ridha suami agar dengan itu ia memperoleh pahala dari Allah.

Pahala memaafkan
Hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh Allah taโ€™ala bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya,

ูˆูŽุฌูŽุฒูŽุงุกู ุณูŽูŠู‘ูุฆูŽุฉู ุณูŽูŠู‘ูุฆูŽุฉูŒ ู…ูุซู’ู„ูู‡ูŽุง ููŽู…ูŽู†ู’ ุนูŽููŽุง ูˆูŽุฃูŽุตู’ู„ูŽุญูŽ ููŽุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽุง ูŠูุญูุจู‘ู ุงู„ุธู‘ูŽุงู„ูู…ููŠู†ูŽ

โ€œDan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.โ€
(QS. Asy Syuura: 40).

Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu :
[1] Golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas.
[2] Golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya.
[3] Golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meninggalkan haknya untuk membalas.
 Allah taโ€™ala menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).

(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,

ุฃูŽู„ุงูŽ ู„ููŠูŽู‚ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูˆูŽุฌูŽุจูŽ ุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู

โ€œPerhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh Allah!โ€

(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).

Apabila hal ini diiringi  dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan setiap pihak yang telah menzaliminya termasuk mertua

ูˆูŽุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูŠูุญูุจู‘ู ุงู„ู’ู…ูุญู’ุณูู†ููŠู†ูŽ

โ€œAllah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.โ€
(QS. Ali Imran: 134).

(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai Allah. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia Allah yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.

ูˆูŽู…ูŽุง ุฒูŽุงุฏูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽุจู’ุฏู‹ุง ุจูุนูŽูู’ูˆู ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุนูุฒู‘ู‹ุง

โ€œKemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.โ€

(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin.
(Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.

Wallahu a’lam

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ๐Ÿ„๐ŸŒธ๐ŸŒป๐ŸŒท๐ŸŒน

Dipersembahkam oleh:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผSebarkan! Raih Bahagia…

Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal (Syarah Bulughul Maram, Hadits No. 681)

๐Ÿ“† Rabu, 1 Syawal 1437 H / 6 Juli 2016 M

๐Ÿ“š Fiqih dan Hadits

๐Ÿ“ Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS.

๐Ÿ“‹  *Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal   (Syarah Bulughul Maram, Hadits No. 681)*

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

  Puasa Syawal merupakan salah satu puasa sunah yang masyhur. Berikut ini kami paparkan penjabarannya. Semoga bermanfaat!

๐Ÿ“Œ *Dalilnya:*

  Dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ู…ูŽู†ู’ ุตูŽุงู…ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุซูู…ู‘ูŽ ุฃูŽุชู’ุจูŽุนูŽู‡ู ุณูุชู‘ู‹ุง ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ูƒูŽุงู†ูŽ ูƒูŽุตููŠูŽุงู…ู ุงู„ุฏู‘ูŽู‡ู’ุฑู

โ€œBarang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.โ€

Hadits ini SHAHIH dikeluarkan oleh:

–  Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1164
–  Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 759
–  Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 2433
–  Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 1716
–  Imam An Nasaโ€™i dalam As Sunan Al Kubra No. 2866
–  Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8214, dan As Sunan As Shaghir No. 1119
–  Imam Ath Thabarani dalam Al Muโ€™jam Al Kabir No. 3908, 3909, 3914, 3915
–  Imam Abdu bin Humaid dalam Musnadnya No. 228
–  Imam Abu Jaโ€™far Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar No. 1945
–  Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 1780

๐Ÿ“Œ *Hukumnya*

  Hukumnya diperselisihkan para ulama, antara yang menyunahkan dan memakruhkan. Imam An Nawawi Rahimahullah menerangkan:

ููŠู‡ ุฏู„ุงู„ุฉ ุตุฑูŠุญุฉ ู„ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ุดุงูุนู‰ ูˆุฃุญู…ุฏ ูˆุฏุงูˆุฏ ูˆู…ูˆุงูู‚ูŠู‡ู… ููŠ ุงุณุชุญุจุงุจ ุตูˆู… ู‡ุฐู‡ ุงู„ุณุชุฉ ูˆู‚ุงู„ ู…ุงู„ูƒ ูˆุฃุจูˆ ุญู†ูŠูุฉ ูŠูƒุฑู‡ ุฐู„ูƒ

  Dalam hadits ini terdapat petunjuk yang jelas bagi  pendapat Asy Syafiโ€™i, Ahmad, Daud, dan yang menyepakati mereka tentang sunahnya berpuasa enam hari tersebut. Berkata Malik dan Abu hanifah: Hal itu dimakruhkan. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/56)
 
Namun menurut pendapat mayoritas ulama adalah sunah. Disebutkan dalam Al Mausuโ€™ah:

ุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุฌูู…ู’ู‡ููˆุฑู ุงู„ู’ููู‚ูŽู‡ูŽุงุกู – ุงู„ู’ู…ูŽุงู„ููƒููŠู‘ูŽุฉู ุŒ ูˆูŽุงู„ุดู‘ูŽุงููุนููŠู‘ูŽุฉู ุŒ ูˆูŽุงู„ู’ุญูŽู†ูŽุงุจูู„ูŽุฉู ูˆูŽู…ูุชูŽุฃูŽุฎู‘ูุฑููˆ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽูููŠู‘ูŽุฉู – ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ูŠูุณูŽู†ู‘ู ุตูŽูˆู’ู…ู ุณูุชู‘ูŽุฉู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ุตูŽูˆู’ู…ู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ

  Mayoritas fuqaha โ€“Malikiyah, Syafiโ€™iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah mutaโ€™akhirin (generasi kemudian)- berpendapat bahwa disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan. (Al Mausuโ€™ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 28/92)

Berkata Imam At Tirmidzi dalam Sunannya:

ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุงุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ูŽ ู‚ูŽูˆู’ู…ูŒ ุตููŠูŽุงู…ูŽ ุณูุชู‘ูŽุฉู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ุจูู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุจูŽุงุฑูŽูƒู ู‡ููˆูŽ ุญูŽุณูŽู†ูŒ ู‡ููˆูŽ ู…ูุซู’ู„ู ุตููŠูŽุงู…ู ุซูŽู„ูŽุงุซูŽุฉู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูู†ู’ ูƒูู„ู‘ู ุดูŽู‡ู’ุฑู

  Sekelompok ulama menyunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal berdasarkan hadits ini. Ibnul Mubarak mengatakan: โ€œIni bagus, semisal dengan berpuasa tiga hari di setiap bulan.โ€ (Lihat Sunan At Tirmidzi pada komentar hadits No. 759)

  Sementara pemakruhan Imam Malik Radhiallahu โ€˜Anhu,  dengan alasan  ditakutkan orang awam   menganggap puasa tersebut masih satu paket dengan puasa Ramadhan, jika tidak demikian,  tidak apa-apa.

  Disebutkan dalam kitab Mawahib Al Jalil โ€“ karya Imam Al Hathab  Al Maliki:

ูƒูŽุฑูู‡ูŽ ู…ูŽุงู„ููƒูŒ – ุฑูŽุญูู…ูŽู‡ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ – ุฐูŽู„ููƒูŽ ู…ูŽุฎูŽุงููŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู„ู’ุญูŽู‚ูŽ ุจูุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ู…ูŽุง ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู ู…ูู†ู’ ุฃูŽู‡ู’ู„ ุงู„ู’ุฌูŽู‡ูŽุงู„ูŽุฉู ูˆูŽุงู„ู’ุฌูŽููŽุงุกู ุŒ ูˆูŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ ูููŠ ุฎูŽุงุตู‘ูŽุฉู ู†ูŽูู’ุณูู‡ู ููŽู„ุงูŽ ูŠููƒู’ุฑูŽู‡ู ู„ูŽู‡ู ุตููŠูŽุงู…ูู‡ูŽุง .
 
Imam Malik Rahimahullah Taโ€™ala memakruhkan hal itu, ditakutkan hal tersebut merupakan memasukan kepada Ramadhan dengan sesuatu yang bukan berasal darinya yang dilakukan oleh orang bodoh dan ekstrim. Ada pun seseorang yang mengkhususkannya secara tersendiri, maka  puasa tersebut tidak makruh. (Imam Al Hathab, Mawahib Al Jalil Li Syarhi Mukhtashar Al Khalil,  3/329)

Disebutkan dalam Al Istidzkar:

ูˆุฐูƒุฑ ู…ุงู„ูƒ ููŠ ุตูŠุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ุจุนุฏ ุงู„ูุทุฑ ุฃู†ู‡ ู„ู… ูŠุฑ ุฃุญุฏุง ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู… ูˆุงู„ูู‚ู‡ ูŠุตูˆู…ู‡ุง

  Imam Malik menyebutkan tentang puasa enam hari Syawal, bahwa Beliau belum pernah melihat seorang pun dari kalangan ulama dan ahli fiqih yang melakukan puasa itu. (Imam Ibnu Abdil Bar, Al Istidzkar Al Jaamiโ€™ Li Madzaahib Fuqahaa Al Amshaar, 3/379)

Maksudnya adalah selama di Madinah, Imam Malik belum pernah melihat shaum syawal dilakukan oleh ulama dan ahli fiqih di sana. Sebab, sepanjang hayatnya Beliau tidak pernah keluar Madinah kecuali saat haji.

Imam Al Kasani Rahimahullah menceritakan:

ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุง ุฑููˆููŠูŽ ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ : ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู‡ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูุชู’ุจูŽุนูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุจูุณูุชู‘ู ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ุŒ ูˆูŽู…ูŽุง ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชู ุฃูŽุญูŽุฏู‹ุง ู…ูู†ู’ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ููู‚ู’ู‡ู ุŒ ูˆูŽุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู ูŠูŽุตููˆู…ูู‡ูŽุง ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุจู’ู„ูุบู’ู†ูŽุง ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุญูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุงู„ุณู‘ูŽู„ูŽูู ุŒ ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ูŽ ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู ูŠูŽูƒู’ุฑูŽู‡ููˆู†ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ูˆูŽูŠูŽุฎูŽุงูููˆู†ูŽ ุจูุฏู’ุนูŽุชูŽู‡ู ุŒ ูˆูŽุฃูŽู†ู’ ูŠูู„ู’ุญูู‚ูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุฌูŽููŽุงุกู ุจูุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ู…ูŽุง ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู

  Demikian juga diriwayatkan dari Imam Malik bahwa Beliau berkata: โ€œAku membenci puasa Ramadhan disusul dengan puasa Syawal, dan aku belum pernah melihat seorang pun dari ahli fiqih dan ulama yang berpuasa itu, dan belum sampai kepada kami seorang pun dari salaf, sesungguhnya para ulama memakruhkan hal itu karena mereka khawatir dengan kebidโ€™ahannya, dan khawatir orang ekstrim akan mengkaitkan  puasa Ramadhan dengan hal yang bukan berasal darinya.โ€  (Imam Al Kasani, Al Badaโ€™i Shanaโ€™i, 4/149. Mawqiโ€™ Al Islam)

   Aroma kemakruhan berpuasa enam hari di bulan Syawal, juga nampak dalam  pandangan Madzhab Hanafi generasi awal. Berikut ini keterangannya:

 ูˆูŽู…ูู†ู’ู‡ู ุฃูŽูŠู’ุถู‹ุง ุตูŽูˆู’ู…ู ุณูุชู‘ูŽุฉู ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุฃูŽุจููŠ ุญูŽู†ููŠููŽุฉูŽ ู…ูุชูŽููŽุฑู‘ูู‚ู‹ุง ูƒูŽุงู†ูŽ ุฃูŽูˆู’ ู…ูุชูŽุชูŽุงุจูุนู‹ุง ูˆูŽุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ูŠููˆุณูููŽ ูƒูŽุฑูŽุงู‡ูŽุชูู‡ู ู…ูุชูŽุชูŽุงุจูุนู‹ุง ู„ูŽุง ู…ูุชูŽููŽุฑู‘ูู‚ู‹ุง ู„ูŽูƒูู†ู‘ูŽ ุนูŽุงู…ู‘ูŽุฉูŽ ุงู„ู’ู…ูุชูŽุฃูŽุฎู‘ูุฑููŠู†ูŽ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฑูŽูˆู’ุง ุจูู‡ู ุจูŽุฃู’ุณู‹ุง

  Di antaranya juga (yang makruh)   berpuasa enam hari Syawal  menurut Abu Hanifah, baik dilakukan  terpisah atau  berturut-turut. Dari Imam Abu Yusuf: makruh jika  berturut-turut, dan jika dipisah tidak apa-apa. Tetapi mayoritas Hanafiyah generasi berikutnya berpendapat tidak apa-apa. (Imam Ibnu Nujaim Al Mashri, Bahrur Raiq, 6/133. Mawqiโ€™ Al islam)

  Imam Ibnu โ€˜Abidin Al Hanafi Rahimahullah berkata:

ู‚ูŽุงู„ูŽ ุตูŽุงุญูุจู ุงู„ู’ู‡ูุฏูŽุงูŠูŽุฉู ูููŠ ูƒูุชูŽุงุจูู‡ู ุงู„ุชู‘ูŽุฌู’ู†ููŠุณู : ุฅู†ู‘ูŽ ุตูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ุณู‘ูุชู‘ูŽุฉู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ู…ูุชูŽุชูŽุงุจูุนูŽุฉู‹ ู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูƒูŽุฑูู‡ูŽู‡ู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุฎู’ุชูŽุงุฑู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽุง ุจูŽุฃู’ุณูŽ ุจูู‡ู ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ูƒูŽุฑูŽุงู‡ูŽุฉูŽ ุฅู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ูŽุง ูŠูุคู’ู…ูŽู†ู ู…ูู†ู’ ุฃูŽู†ู’ ูŠูุนูŽุฏู‘ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู…ูู†ู’ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ููŽูŠูŽูƒููˆู†ูŽ ุชูŽุดูŽุจู‘ูู‡ู‹ุง ุจูุงู„ู†ู‘ูŽุตูŽุงุฑูŽู‰ ูˆูŽุงู„ู’ุขู†ูŽ ุฒูŽุงู„ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุนู’ู†ูŽู‰

  Berkata pengarang Al Hidayah dalam kitabnya At Tajnis: โ€œSesungguhnya berpuasa enam hari setelah hari raya secara berturut di antara mereka ada yang memakruhkan. Dan, pendapat yang  menjadi  pilihan adalah tidak apa-apa, sebab kemakruhannya itu adalah jika hal tersebut tidak aman dari anggapan hal itu masuk ke dalam Ramadhan, maka itu menjadi menyerupai  Nasrani. Namun sekarang makna itu sudah berubah. (Imam Ibnu โ€˜Abidin, Raddul Muhtar, 8/35)

  Imam Abu Yusuf Rahimahullah โ€“murid dan kawan Imam Abu Hanifah- berkata:

ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽูƒู’ุฑูŽู‡ููˆู†ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูุชู’ุจูุนููˆุง ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุตูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุฎูŽูˆู’ูู‹ุง ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู„ู’ุญูŽู‚ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุจูุงู„ู’ููŽุฑู’ุถููŠู‘ูŽุฉู

  Mereka memakruhkan menyusul puasa Ramadhan dengan berpuasa, khawatir hal itu dikaitkan dengan kewajiban. (Imam Al Kisani, Al Badaโ€™i Shanaโ€™i, 4/149. Mawqiโ€™ Al Islam)

   Sementara Imam Al Kasani Rahimahullah memberikan tafsiran sebagai berikut:

ูˆูŽุงู„ู’ุฅูุชู’ุจูŽุงุนู ุงู„ู’ู…ูŽูƒู’ุฑููˆู‡ู ู‡ููˆูŽ : ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุตููˆู…ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ุŒ ูˆูŽูŠูŽุตููˆู…ูŽ ุจูŽุนู’ุฏูŽู‡ู ุฎูŽู…ู’ุณูŽุฉูŽ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู .ููŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุฅุฐูŽุง ุฃูŽูู’ุทูŽุฑูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏู ุซูู…ู‘ูŽ ุตูŽุงู…ูŽ ุจูŽุนู’ุฏูŽู‡ู ุณูุชู‘ูŽุฉูŽ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู : ููŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุจูู…ูŽูƒู’ุฑููˆู‡ู ุจูŽู„ู’ ู‡ููˆูŽ ู…ูุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ูŒ ูˆูŽุณูู†ู‘ูŽุฉูŒ .

Yang dimaksud โ€œmenyusulโ€ yang dimakruhkan adalah berpuasa pada hari raya, lalu diikuti dengan lima hari setelahnya di bulan Syawal. Ada pun jika berbuka pada hari raya, kemudian berpuasa setelahnya enam hari, maka tidak  makruh, bahkan itu justru mustahab (disukai/sunah). (Ibid)

  Dari uraian ini bisa kita simpulkan:

–  Puasa enam hari bulan Syawal adalah sunah menurut jumhur (mayoritas) ulama.

–  Ada yang memakruhkan, yaitu Imam Malik dengan alasan ditakutkan hal itu dianggap bagian dari puasa Ramadhan dan  Beliau belum pernah melihat satu pun ulama yang melakukannya.

–  Imam Abu Hanifah memakruhkan pula, baik dilakukan secara berturut-turut enam hari atau dipisah-pisah. Muridnya, Imam Abu Yusuf, memakruhkan jika berturut-turut, dan tidak apa-apa jika dipisah.

–  Pengikut Imam Abu Hanifah setelah generasi awal membolehkan baik berturut-turut atau tidak, dan itu adalah pendapat pilihan, bahkan mereka mengatakan mustahab jika dilakukan setelah hari raya.

Pendapat yang kuat โ€“Insya Allah- adalah pandangan mayoritas ulama, yakni sunah. Alasannya adalah:

–  Zahir hadits menyebutkan bahwa โ€œmenyusulโ€ puasa Ramadhan dengan puasa enam hari Syawal memiliki keutamaan, maka makna ini tetap demikian dan sama sekali tidak ada dalil yang merubahnya.

–  Kekhawatiran Imam Malik  bahwa hal itu akan dianggap menjadi bagian dari puasa Ramadhan oleh sebagian orang awam, bodoh, dan ekstrim,  perlu didiskusikan lagi, sebab hal itu terjadi secara kasuistis dan personal, alias tergantung pelakunya. Hal ini sama halnya dengan sunahnya terawih, dia tetaplah sunah  walau Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam meninggalkannya karena khawatir dianggap wajib oleh sebagian manusia.

Imam Ash Shanโ€™ani Rahimahullah menyanggah  alasan-alasan Imam Malik ini, katanya:

ูˆ ุงู„ุฌูˆุงุจ ุฃู†ู‡ ุจุนุฏ ุซุจูˆุช ุงู„ู†ุต ุจุฐู„ูƒ ู„ุง ุญูƒู… ู„ู‡ุฐู‡ ุงู„ุชุนู„ูŠู„ุงุช ูˆู…ุง ุฃุญุณู† ู…ุง ู‚ุงู„ู‡ ุงุจู† ุนุจุฏ ุงู„ุจุฑ: ุฅู†ู‡ ู„ู… ูŠุจู„ุบ ู…ุงู„ูƒุง ู‡ุฐุง ุงู„ุญุฏูŠุซ ูŠุนู†ูŠ ุญุฏูŠุซ ู…ุณู„ู…

Jawabannya adalah: bahwasanya setelah pastinya sebuah nash (dalil) maka tidak ada hukum bagi alasan-alasan ini.  Dan komentar terbaik adalah  apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar: โ€œSesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Imam Malik, yakni hadits riwayat Muslim.โ€ (Subulus Salam, 2/167)

–  Jika ada orang shalih, ulama, dan ahli fiqih meninggalkan sebuah amalan atau tidak pernah melakukannya, bukan berarti hal itu tidak ada dan tidak masyruโ€™ (disyariatkan).

Sebab, At Tarku (meninggalkan) bukanlah termasuk mashaadirul ahkam (sumber-sumber hukum), apalagi  yang โ€œmeninggalkanโ€ berasal dari selain Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam.

–  Kesunahannya adalah sama saja apakah dilakukan secara berturut-turut atau tidak, karena nash tidak merincinya.

Selanjutnya, apakah kesunahan puasa ini juga berlaku bagi orang yang sedang tidak berpuasa Ramadhan pada beberapa waktu? Misal wanita haid, nifas, hamil, menyusui, orang sakit, musafir, dan golongan lainnya yang mengalami udzur untuk tidak berpuasa. Ataukah  kesunahannya ini hanya berlaku bagi mereka yang  puasa Ramadhannya bisa full?

Tertulis dalam Al Mausuโ€™ah:

ูˆูŽู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุงู„ุดู‘ูŽุงููุนููŠู‘ูŽุฉู : ุงุณู’ุชูุญู’ุจูŽุงุจู ุตูŽูˆู’ู…ูู‡ูŽุง ู„ููƒูู„ ุฃูŽุญูŽุฏู ุŒ ุณูŽูˆูŽุงุกูŒ ุฃูŽุตูŽุงู…ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุฃูŽู…ู’ ู„ุงูŽ

  Pendapat Syafiโ€™iyah: disunahkan puasa ini bagi setiap orang, sama saja apakah dia puasa Ramadhan atau tidak. (Al Mausuโ€™ah, 28/93)

Selanjutnya:

ูˆูŽุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽุงุจูู„ูŽุฉู : ู„ุงูŽ ูŠูุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ู ุตููŠูŽุงู…ูู‡ูŽุง ุฅูู„ุงู‘ูŽ ู„ูู…ูŽู†ู’ ุตูŽุงู…ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ .

Menurut Hanabilah (Hambaliyah): tidak disunahkan berpuasa enam hari Syawal kecuali bagi orang yang berpuasa Ramadhan. (Ibid)

Menurut nash secara manthuq (tekstual), maka  kesunahan berpuasa enam hari Syawal hanyalah bagi mereka yang sebelumnya berpuasa Ramadhan sebagaimana pendapat Hanabilah, secara tegas haditsnya berbunyi: โ€œBarang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.โ€ Jadi, keutamaan puasa setahun penuh baru didapatkan   jika berpuasa Ramadhan lalu dilanjutkan dengan puasa Syawal enam hari lamanya.
Lalu puasa Ramadhan yang bagaimana? yaitu yang melakukannya secara utuh. Sebab jika disebut โ€œWajib Puasa Ramadhanโ€ tentu maknanya wajib puasa secara full Ramadhan, bukan wajib pada sebagian hari saja.  Namun, bagi yang meninggalkannya beberapa hari karena memiliki udzur syarโ€™i, , mereka juga disunahkan, sebab mereka bisa menjadi โ€œfullโ€ Ramadhannya dengan diqadha pada hari lain. Kalau pun bagi mereka tidak sunah, mereka juga  dibolehkan untuk melakukan puasa tersebut. Sebab, tidak disunahkan bukan berarti tidak boleh.

 Ada pun bagi yang sudah tidak mampu lagi berpuasa tentu tidak termasuk dalam anjuran puasa Syawal, sebab yang wajib saja seperti Ramadhan mereka cuma bisa menggantinya dengan fidyah. Tentu yang sunah  lebih layak lagi untuk tidak ditekankan kepada mereka.

Tentang pembahasan mana yang lebih didahulukan puasa Syawal atau Qadha akan kami bahas terakhir.

๐Ÿ“Œ *Keutamaannya:*

  Sesuai yang tertera dalam nash hadits bahwa berpuasa enam hari di bulan Syawal seakan berpuasa setahun penuh.

  Bulan Ramadhan ada tiga puluh hari, puasa syawal enam hari, jadi total

puasa adalah 36 hari. Dan masing-masing kebaikan   senilai dengan sepuluh kebaikan sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, jadi ada 360 kebaikan. Maka,  seakan dia berpuasa setahun penuh.

  Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al โ€˜Abbad Al Badr Hafizhahullah Taโ€™ala:

ู„ุฃู† ุฑู…ุถุงู† ุจุซู„ุงุซูŠู† ูŠูˆู…ุงู‹ุŒ ููŠูƒูˆู† ุงู„ู…ุฌู…ูˆุน ู…ุน ุดูˆุงู„ ุณุชุฉ ูˆุซู„ุงุซูŠู† ูŠูˆู…ุงู‹ ูˆุงู„ุญุณู†ุฉ ุจุนุดุฑ ุฃู…ุซุงู„ู‡ุงุŒ ูุฅุฐุง ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุณุชุงู‹ ู…ู† ุดูˆุงู„ุŒ ูˆุตุงู… ุซู„ุงุซุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ูƒู„ ุดู‡ุฑ ูŠูƒูˆู† ุจุฐู„ูƒ ูƒุฃู†ู‡ ุตุงู… ุงู„ุฏู‡ุฑ ู…ุฑุชูŠู†

Karena Ramadhan ada 30 hari, maka jika dikumpulkan bersama puasa Syawal menjadi 36 hari, dan satu kebaikan dilipatkan nilainya dengan sepuluh kebaikan semisalnya, jika dia puasa Ramadhan, puasa enam hari Syawal, dan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan dia berpuasa  sepanjang tahun sebanyak  dua kali. (Syaikh Abdul Muhsin Al โ€˜Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 13/237)

  Apa yang dikatakan Syaikh Abdul Muhsin ini sesuai dengan hadits Qudsi:
ุงู„ุตู‘ููŠูŽุงู…ู ู„ููŠ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุฃูŽุฌู’ุฒููŠ ุจูู‡ู ูˆูŽุงู„ู’ุญูŽุณูŽู†ูŽุฉู ุจูุนูŽุดู’ุฑู ุฃูŽู…ู’ุซูŽุงู„ูู‡ูŽุง

  Puasa adalah untukKu, adan Akulah yang akan memberikan ganjarannya, dan satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan yang semisalnya. (HR. Bukhari No. 1894)

   Dari Umar Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwa Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ุซูŽู„ูŽุงุซูŒ ู…ูู†ู’ ูƒูู„ู‘ู ุดูŽู‡ู’ุฑู ูˆูŽุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุฅูู„ูŽู‰ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ู‡ูŽุฐูŽุง ุตููŠูŽุงู…ู ุงู„ุฏู‘ูŽู‡ู’ุฑู ูƒูู„ู‘ูู‡ู

  Tiga hari pada tiap bulannya, dan Ramadhan ke Ramadhan, itu semua adalah puasa setahun penuh. (HR. Muslim No. 1162, Abu Daud No. 2425, An Nasaโ€™i No. 2387, Al Baihaqi dalam Syuโ€™abul Iman No. 3844, dll)

  Jadi, jika kita berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan enam hari bulan Syawal, ditambah lagi melakukan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan puasa setahun penuh sebanyak dua kali.

๐Ÿ“Œ *Waktu dan Tata Caranya:*

  Puasa ini sah dilakukan baik  secara berturut-turut atau tidak. Hanya saja para ulama berbeda pendapat mana yang lebih utama.

   Sebagian  ulama mengutamakan dilakukan segera setelah hari raya. Ada pula yang mengutamakan berturut-turut dibanding terpisah, ada pula yang menganggap kedua cara sama saja.

Imam At Tirmidzi Rahimahullah menceritakan:

ูˆูŽุงุฎู’ุชูŽุงุฑูŽ ุงุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุจูŽุงุฑูŽูƒู ุฃูŽู†ู’ ุชูŽูƒููˆู†ูŽ ุณูุชู‘ูŽุฉูŽ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ูููŠ ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ู ุงู„ุดู‘ูŽู‡ู’ุฑู ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุฑููˆููŠูŽ ุนูŽู†ู’ ุงุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุจูŽุงุฑูŽูƒู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู’ ุตูŽุงู…ูŽ ุณูุชู‘ูŽุฉูŽ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูู†ู’ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ู…ูุชูŽููŽุฑู‘ูู‚ู‹ุง ููŽู‡ููˆูŽ ุฌูŽุงุฆูุฒูŒ

  Imam Ibnul Mubarak memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan. Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwa dia berkata: โ€œBerpuasa enam hari bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh saja.โ€ (Lihat Sunan At Tirmidzi komentar hadits No. 759)

  Syaikh Sayyid Sabiq -Rahimahullah rahmatan waasiโ€™ah- berkata:

ูˆุนู†ุฏ ุฃุญู…ุฏ: ุฃู†ู‡ุง ุชุคุฏู‰ ู…ุชุชุงุจุนุฉ ูˆุบูŠุฑ ู…ุชุชุงุจุนู‡ุŒ ูˆู„ุง ูุถู„ ู„ุงุญุฏู‡ู…ุง ุนู„ู‰ ุงู„ุงุฎุฑ. ูˆุนู†ุฏ ุงู„ุญู†ููŠุฉุŒ ูˆุงู„ุดุงูุนูŠุฉุŒ ุงู„ุงูุถู„ ุตูˆู…ู‡ุง ู…ุชุชุงุจุนุฉุŒ ุนู‚ุจ ุงู„ุนูŠุฏ.

  Menurut Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya. Menurut Hanafiyah dan Syafiโ€™iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)

  Tertulis dalam Al Mausuโ€™ah:

ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูููŽุฑู‘ูู‚ู ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽุงุจูู„ูŽุฉู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ุชู‘ูŽุชูŽุงุจูุนู ูˆูŽุงู„ุชู‘ูŽูู’ุฑููŠู‚ู ูููŠ ุงู„ุฃู’ูŽูู’ุถูŽู„ููŠู‘ูŽุฉู .ูˆูŽุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽูููŠู‘ูŽุฉู ุชูุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ู ุงู„ุณู‘ูุชู‘ูŽุฉู ู…ูุชูŽููŽุฑู‘ูู‚ูŽุฉู‹ ุŒ ูƒูู„ ุฃูุณู’ุจููˆุนู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุงู†ู .

  Kalangan Hanabilah tidak membedakan antara berturut-turut atau terpisah dalam hal keutamannya. Menurut Hanafiyah disunahkan enam hari itu secara terpisah-pisah, setiap pekan dua hari. (Al Mausuโ€™ah, 28/93)

  Imam An Nawawi mengatakan:

ู‚ุงู„ ุฃุตุญุงุจู†ุง ูˆุงู„ุฃูุถู„ ุฃู† ุชุตุงู… ุงู„ุณุชุฉ ู…ุชูˆุงู„ูŠุฉ ุนู‚ุจ ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ูุงู† ูุฑู‚ู‡ุง ุฃูˆ ุฃุฎุฑู‡ุง ุนู† ุฃูˆุงุฆู„ ุดูˆุงู„ ุฅู„ู‰ ุงูˆุงุฎุฑู‡ ุญุตู„ุช ูุถูŠู„ุฉ ุงู„ู…ุชุงุจุนุฉ ู„ุฃู†ู‡ ูŠุตุฏู‚ ุฃู†ู‡ ุฃุชุจุนู‡ ุณุชุง ู…ู† ุดูˆุงู„

  Berkata sahabat-sahabat kami (syafiโ€™iyah), yang lebih utama adalah berpuasa enam hari secara beruntun setelah hari raya, seandainya dipisah atau diakhirkan dari awal-awal Syawal sampai akhir-akhirnya tetap mendapatkan keutamaan โ€œmengikutiโ€ sebab dia telah membenarkan (sesuai) dengan โ€œmengikuti puasa enam hari pada bulan Syawal.โ€ (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/56)

  Syaikh โ€˜Athiyah Shaqr Rahimahullah mengatakan:

ูˆู‡ุฐุง ุงู„ูุถู„ ู„ู…ู† ูŠุตูˆู…ู‡ุง ูู‰ ุดูˆุงู„ ุŒ ุณูˆุงุก ุฃูƒุงู† ุงู„ุตูŠุงู… ูู‰ ุฃูˆู„ู‡ ุฃู… ูู‰ ูˆุณุทู‡ ุฃู… ูู‰ ุขุฎุฑู‡ ุŒ

ูˆุณูˆุงุก ุฃูƒุงู†ุช ุงู„ุฃูŠุงู… ู…ุชุตู„ุฉ ุฃู… ู…ุชูุฑู‚ุฉ ุŒ ูˆุฅู† ูƒุงู† ุงู„ุฃูุถู„ ุฃู† ุชูƒูˆู† ู…ู† ุฃูˆู„ ุงู„ุดู‡ุฑ ูˆุฃู† ุชูƒูˆู† ู…ุชุตู„ุฉ . ูˆู‡ู‰ ุชููˆุช ุจููˆุงุช ุดูˆุงู„ .

  Keutamaan ini adalah bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah diawalnya, di tengah, atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari yang berturut atau dipisah-pisah. Hanya saja lebih utama di awal bulan dan secara bersambung. Anjurannya berakhir  jika sudah selesai  bulan Syawal.  (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah, 9/261)

Demikianlah, sangat beragam ulama kita menjelaskan kapan waktu afdhalnya. Jelasnya adalah semua waktu dan  cara itu sah selama dilakukan dalam lingkup bulan Syawal.  Kita bisa melakukannya di awal, pertengahan, atau di akhir, yang penting berjumlah enam hari. Pilihlah waktu yang paling mudah dan lapang bagi kita untuk melakukannya, sebab setiap manusia punya kemampuan dan kelapangan yang tidak sama. Dan, Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam adalah teladan kita, bahwa Beliau akan memilih yang paling mudah jika dihadapkan dua pilihan, selama tidak mengandung dosa.

  Dari โ€˜Aisyah Radhiallahu โ€˜Anha, katanya:

 ู…ูŽุง ุฎููŠู‘ูุฑูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุฃูŽู…ู’ุฑูŽูŠู’ู†ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุฃูŽูŠู’ุณูŽุฑูŽู‡ูู…ูŽุง ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽูƒูู†ู’ ุฅูุซู’ู…ู‹ุง

  โ€œSesungguhnya tidaklah  Rasulullah   dihadapkan dua perkara, melainkan  dia akan memilih yang lebih ringan, selama tidak berdosa.โ€ (HR. Bukhari No. 3560, Muslim No. 2327)

๐Ÿ“Œ *Mana dulu; Puasa Syawal dahulu atau Puasa  Qadha?*

  Kalau bicara boleh atau tidak, boleh saja seseorang mendahulukan puasa Syawal dibanding Qadha Ramadhan, apalagi dengan pertimbangan mengqadha Ramadhan memiliki luang waktu yang luas sampai Ramadhan tahun depan, sedangkan puasa Syawal waktunya terbatas, sebagaimana dijelaskan sebagian ulama. Demikian ini jika bicara boleh atau tidaknya.

Tetapi, mana yang lebih utama di antara keduanya? secara logika mudahnya  tentu puasa Qadha lebih  utama ditunaikan, sebab dia hukumnya wajib, sedangkan puasa Syawal adalah sunah, tentunya yang wajib mesti didahulukan dibanding yang sunah. Lalu, jika wafat dalam keadaan belum menjalankan yang wajib tentu akan menjadi hutang. Sedangkan hal itu tidak terjadi pada ibadah sunah, yang jika ditinggalkan dia tidak berdosa, tidak berhutang, namun juga tidak mendapatkan pahala.

  Bahkan, jika berbicara fadhilah   puasa enam hari Syawal, sebagian ulama menyatakan tidak akan didapatkan kecuali bagi mereka yang telah sempurna menjalankan puasa Ramadhannya.

  Berkata Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah  ketika ditanya hal ini:

ูุงู„ุฌูˆุงุจ ู‡ูˆ ุฃู† ุงู„ุซูˆุงุจ ุงู„ู…ุชุฑุชุจ ุฅู†ู…ุง ูŠูƒูˆู† ู„ู…ู† ุตุงู… ุฌู…ูŠุน ุฑู…ุถุงู†ุŒ ูˆู…ู† ุจู‚ูŠ ุนู„ูŠู‡ ูŠูˆู… ู„ุง ูŠุนุฏ ุตุงุฆู…ุง ู„ู„ุฌู…ูŠุน ูƒู…ุง ู‡ูˆ ุธุงู‡ุฑ ุงู„ุญุฏูŠุซ:” ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุซู… ุฃุชุจุนู‡ ุณุชุง ู…ู† ุดูˆุงู„ ูƒุงู† ูƒุตูŠุงู… ุงู„ุฏู‡ุฑ” .[ ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…]. ูˆุนู„ู‰ ู‡ุฐุง ูุงุจุฏุฃ ุจู‚ุถุงุก ุงู„ูŠูˆู… ุซู… ุจุนุฏ ุฐู„ูƒ ุตู… ุงู„ุณุช… ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃุนู„ู…

Jawabnya adalah bahwa pahalanya sifatnya berurut, itu hanya terjadi bagi orang yang berpuasa semua hari Ramadhan, dan bagi yang menyisakan sehari dia tidak puasa, maka dia tidak dihitung puasa seluruhnya sebagaimana zahir hadits: โ€œBarang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.โ€ (HR. Muslim) Atas dasar ini, maka mulailah dengan mengqadha yang sehari itu, lalu setelah itu berpuasalah yang enam hari … Wallahu Aโ€™lam. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, No fatwa. 18)

  Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al โ€˜Utsaimin Rahimahullah dalam acara siaran radio Nur โ€˜Ala Ad Darb:

ูุฃู…ุง ุงู„ุชุทูˆุน ุงู„ุชุงุจุน ู„ุฑู…ุถุงู† ูƒุตูŠุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุดูˆุงู„ ูุฅู†ู‡ุง ู„ุง ุชู†ูุนู‡ ุญุชู‰ ูŠู†ุชู‡ูŠ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูƒู„ู‡ ุฃูŠ ู„ุง ูŠุญุตู„ ู„ู‡ ุตูŠุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ุดูˆุงู„ ุญุชู‰ ูŠุตูˆู… ุฑู…ุถุงู† ูƒู„ู‡ ู„ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู‚ุงู„ ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุซู… ุฃุชุจุนู‡ ุจุณุช ู…ู† ุดูˆุงู„ ูˆู…ุนู„ูˆู… ุฃู† ู…ู† ุนู„ูŠู‡ ู‚ุถุงุก ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู„ุง ูŠู‚ุงู„ ุนู†ู‡ ุฃู†ู‡ ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูู„ูˆ ุฃู† ุฃุญุฏุงู‹ ู…ู† ุงู„ู†ุงุณ ูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ ุนุดุฑุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู‚ุถุงุก ูู„ู…ุง ุฃูุทุฑ ุงู„ู†ุงุณ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ุดุฑุน ููŠ ุตูŠุงู… ุฃูŠุงู… ุงู„ุณุช ูุตุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุดูˆุงู„ ุซู… ู‚ุถู‰ ุงู„ุนุดุฑุฉ ุจุนุฏ ุฐู„ูƒ ูุฅู†ู†ุง ู†ู‚ูˆู„ ู„ู‡ ุฅู†ูƒ ู„ุง ุชู†ุงู„ ุซูˆุงุจ ุตูŠุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุดูˆุงู„ ุจู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃูŠุงู… ุงู„ุชูŠ ุตู…ุชู‡ุง ู„ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงุดุชุฑุท ููŠ ุตูŠุงู…ู‡ุง ุฃู† ูŠูƒูˆู† ุจุนุฏ ุตูŠุงู… ุฑู…ุถุงู† ุจู„ ู„ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงุดุชุฑุท ู„ู„ุซูˆุงุจ ุงู„ู…ุฑุชุจ ุนู„ู‰ ุตูŠุงู…ู‡ุง ุฃู† ูŠูƒูˆู† ุตูŠุงู…ู‡ุง ุจุนุฏ ุฑู…ุถุงู† ู„ุฃู†ู‡ ู‚ุงู„ ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุซู… ุฃุชุจุนู‡ ุณ

ุชุงู‹ ู…ู† ุดูˆุงู„ ูˆุจู†ุงุก ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ูุฅู†ู†ุง ู†ู‚ูˆู„ ู…ู† ุตุงู… ุณุชุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุดูˆุงู„ ู‚ุจู„ ุฃู† ูŠู‚ุถูŠ ู…ุง ุนู„ูŠู‡ ู…ู† ุตูŠุงู… ุฑู…ุถุงู† ูุฅู†ู‡ ู„ุง ูŠู†ุงู„ ุซูˆุงุจู‡ุง.

Ada pun puasa sunah yang menyusul puasa Ramadhan, seperti puasa enam hari Syawal,  tidaklah membawa manfaat bagi dirinya sampai dia menyempurnakan semua puasa Ramadhannya, yaitu tidaklah mendapatkan hasil puasa enam hari Syawalnya itu sampai dia melakukan puasa Ramadhan semuanya, karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:  โ€œBarang siapa yang berpuasa ramadhan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari.โ€ Telah diketahui bahwa siapa saja yang masih memiliki kewajiban qadha Ramadhan, tidaklah dikatakan bahwa dia telah berpuasa Ramadhan. Seandainya ada seorang manusia yang berhutang puasa Ramadhan 10 hari, lalu ketika sampai waktu hari raya,  disyariatkan untuk   berpuasa enam  hari Syawal, lalu   dia melakukan puasa enam hari Syawal, setelah itu melakukan Qadha Ramadhan yang 10 hari itu. Kami katakan, bahwa Anda dengan puasa yang seperti itu tidaklah akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal, karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam mensyaratkan puasa tersebut setelah puasa Ramadhan, bahkan Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam mensyaratkan untuk mendapatkan ganjarannya itu dengan ketentuan bahwa puasa Syawal itu dilakukan setelah puasa Ramadhan. Sebab Beliau bersabda: โ€œBarang siapa yang berpuasa ramadhan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari,โ€ atas dasar inilah kami katakan: โ€œSiapa saja yang melakukan puasa enam hari Syawal sebelum  menunaikan qadha puasa Ramadhan dia tidak akan mendapatkan ganjarannya.โ€  (Syaikh Muhammad bin Shalih Al โ€˜Utsaimin, Fatawa Nur โ€˜Alad Darb, Bab Az Zakah wash Shiyam, No. 191)
Pandangan ini juga disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz (Lihat Fatawa Islamiyah, 2/356), Syaikh Salim Al โ€˜Ajmi (Lihat Ash Shiyam Sual wa Jawab, Hal. 18), dan lain-lainnya.

  Jadi, tidak dianjurkan berpuasa Syawal bagi yang belum menyelesaikan puasa Ramadhannya, baik menyelesaikan secara adaโ€™an (tunai), atau qadhaโ€™an (membayar hutang puasa dihari lain). Tetapi, boleh saja dia melakukannya, sebab โ€“seperti yang kami katakan sebelumnya- tidak dianjurkan bukan berarti dilarang untuk melakukan, hanya saja dia akan kehilangan keutamaannya sebagaimana diterangkan para ulama.

 Sekian. Wallahu Aโ€™lam.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

Berhari Raya dan Berpuasa Bersama Pemerintah dan Mayoritas Manusia

๐Ÿ“† Selasa,  30 Ramadhan 1437 H / 5 Juli 2016 M

๐Ÿ“š Fiqih dan Hadits

๐Ÿ“ *Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS.*

๐Ÿ“‹  *Berhari Raya dan Berpuasa Bersama Pemerintah dan Mayoritas Manusia*

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ุงู„ุตู‘ูŽูˆู’ู…ู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุชูŽุตููˆู’ู…ููˆู’ู†ูŽ, ูˆูŽุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุชููู’ุทูุฑููˆู’ู†ูŽ, ูˆูŽุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุชูุถูŽุญู‘ููˆู’ู†ูŽ

โ€œPuasa itu adalah di hari kalian (umat Islam) berpuasa, hari raya adalah pada saat kalian berhari raya, dan berkurban/ Idul Adha di hari kalian berkurban.โ€ (HR. At Tirmidzi no. 697,  Ibnu Majah No. 1660, Ad Dailami No. 3819, Ad Daruquthni  2/164, Musnad Asy Syafiโ€™i No. 315, Imam At tirmidzi mengatakan: hasan gharib. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Ash Shahihah No. 224)

Hadits ini  menjelaskan bahwa hendaknya kita berpuasa, Idul Fitri, dan Idul Adha ketika manusia  melakukannya, jangan menyendiri.

๐Ÿ‘‰ Imam At Tirmidzi menjelaskan:

ูˆูŽููŽุณู‘ูŽุฑูŽ ุจูŽุนู’ุถู ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู ู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซูŽ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ู…ูŽุนู’ู†ูŽู‰ ู‡ูŽุฐูŽุง ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ุตู‘ูŽูˆู’ู…ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ููุทู’ุฑูŽ ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู’ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉู ูˆูŽุนูุธู’ู…ู ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู

โ€œDan sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini, mereka berkata : makna hadits ini adalah berpuasa dan berbuka adalah bersama jamaโ€™ah dan mayoritas orang (Ummat Islam).โ€ (Ibid)

๐Ÿ‘‰ Imam Al Munawi berkata:

ุฃูŠ ุงู„ุตูˆู… ูˆุงู„ูุทุฑ ู…ุน ุงู„ุฌู…ุงุนุฉ ูˆุฌู…ู‡ูˆุฑ ุงู„ู†ุงุณ

Yaitu berpuasa dan berbuka bersama jamaโ€™ah dan mayoritas manusia. (At Taisir bisyarhi Al jamiโ€™ Ash Shaghir, 2/208)

Imam Al Munawi mengutip dari Imam Ad Dailami dalam kitab Musnad Firdaus sebagai berikut:

ู‚ุงู„ ููŠ ุงู„ูุฑุฏูˆุณ : ูุณุฑู‡ ุจุนุถ ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู… ูู‚ุงู„ : ุงู„ุตูˆู… ูˆุงู„ูุทุฑ ูˆุงู„ุชุถุญูŠุฉ ู…ุน ุงู„ุฌู…ุงุนุฉ ูˆู…ุนุธู… ุงู„ู†ุงุณ.

Berkata di dalam Al Firdaus: sebagian ulama menafsirkan, katanya: โ€œPuasa, Idul fitri, dan Idul adha bersama jama’ah dan mayoritas manusia.โ€ (Faidhul Qadir, 4/320)

Fatwa ulama Arab Saudi sendiri pada lembaga fatwa Al Lajnah Ad Daimah, tentang sekelompok manusia yang berpuasa, beridul fitri, dan idul adhanya berbeda dengan orang-orang kebanyakan, lantaran tidak mengikuti ruโ€™yah di negerinya, justru Lajnah Daimah menganjurkan berhari raya bersama manusia di negerinya masing-masing.  Fatwa tersebut:

ูŠุฌุจ ุนู„ูŠู‡ู… ุฃู† ูŠุตูˆู…ูˆุง ู…ุน ุงู„ู†ุงุณ ูˆูŠูุทุฑูˆุง ู…ุน ุงู„ู†ุงุณ ูˆูŠุตู„ูˆุง ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ู…ุน ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ููŠ ุจู„ุงุฏู‡ู…โ€ฆ

Wajib atas mereka berpuasa bersama manusia, beridul fitri bersama manusia, dan shalat idain (Idul fitri dan Idul Adha) bersama kaum muslimin di negeri mereka. โ€ฆ (Al Khulashah fi Fiqhil Aqalliyat, 4/31)

๐Ÿ‘‰ Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al โ€˜Utsaimin Rahimahullah:

ุณุฆู„ ูุถูŠู„ุฉ ุงู„ุดูŠุฎ – ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ -: ุฅุฐุง ุงุฎุชู„ู ูŠูˆู… ุนุฑูุฉ ู†ุชูŠุฌุฉ ู„ุงุฎุชู„ุงู ุงู„ู…ู†ุงุทู‚ ุงู„ู…ุฎุชู„ูุฉ ููŠ ู…ุทุงู„ุน ุงู„ู‡ู„ุงู„ ูู‡ู„ ู†ุตูˆู… ุชุจุน ุฑุคูŠุฉ ุงู„ุจู„ุฏ ุงู„ุชูŠ ู†ุญู† ููŠู‡ุง ุฃู… ู†ุตูˆู… ุชุจุน ุฑุคูŠุฉ ุงู„ุญุฑู…ูŠู†ุŸ

ูุฃุฌุงุจ ูุถูŠู„ุชู‡ ุจู‚ูˆู„ู‡: ู‡ุฐุง ูŠุจู†ู‰ ุนู„ู‰ ุงุฎุชู„ุงู ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู…: ู‡ู„ ุงู„ู‡ู„ุงู„ ูˆุงุญุฏููŠ ุงู„ุฏู†ูŠุง ูƒู„ู‡ุง ุฃู… ู‡ูˆ ูŠุฎุชู„ู ุจุงุฎุชู„ุงู ุงู„ู…ุทุงู„ุนุŸ ูˆุงู„ุตูˆุงุจ ุฃู†ู‡ ูŠุฎุชู„ู ุจุงุฎุชู„ุงู ุงู„ู…ุทุงู„ุนุŒ ูู…ุซู„ุงู‹ ุฅุฐุง ูƒุงู† ุงู„ู‡ู„ุงู„ ู‚ุฏ ุฑุคูŠ ุจู…ูƒุฉุŒ ูˆูƒุงู† ู‡ุฐุง ุงู„ูŠูˆู… ู‡ูˆ ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุชุงุณุนุŒ ูˆุฑุคูŠ ููŠ ุจู„ุฏ ุขุฎุฑ ู‚ุจู„ ู…ูƒุฉ ุจูŠูˆู… ูˆูƒุงู† ูŠูˆู… ุนุฑูุฉ ุนู†ุฏู‡ู… ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุนุงุดุฑ ูุฅู†ู‡ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ู„ู‡ู… ุฃู† ูŠุตูˆู…ูˆุง ู‡ุฐุง ุงู„ูŠูˆู… ู„ุฃู†ู‡ ูŠูˆู… ุนูŠุฏุŒ ูˆูƒุฐู„ูƒ ู„ูˆ ู‚ุฏุฑ ุฃู†ู‡ ุชุฃุฎุฑุช ุงู„ุฑุคูŠุฉ ุนู† ู…ูƒุฉ ูˆูƒุงู† ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุชุงุณุน ููŠ ู…ูƒุฉ ู‡ูˆ ุงู„ุซุงู…ู† ุนู†ุฏู‡ู…ุŒ ูุฅู†ู‡ู… ูŠุตูˆู…ูˆู† ูŠูˆู… ุงู„ุชุงุณุน ุนู†ุฏู‡ู… ุงู„ู…ูˆุงูู‚ ู„ูŠูˆู… ุงู„ุนุงุดุฑ ููŠ ู…ูƒุฉุŒ ู‡ุฐุง ู‡ูˆ ุงู„ู‚ูˆู„ ุงู„ุฑุงุฌุญุŒ ู„ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠู‚ูˆู„: ยซุฅุฐุง ุฑุฃูŠุชู…ูˆู‡ ูุตูˆู…ูˆุง ูˆุฅุฐุง ุฑุฃูŠุชู…ูˆู‡ ูุฃูุทุฑูˆุงยป ูˆู‡ุคู„ุงุก ุงู„ุฐูŠู† ู„ู… ูŠูุฑ ููŠ ุฌู‡ุชู‡ู… ู„ู… ูŠูƒูˆู†ูˆุง ูŠุฑูˆู†ู‡ุŒ ูˆูƒู…ุง ุฃู† ุงู„ู†ุงุณ ุจุงู„ุฅุฌู…ุงุน ูŠุนุชุจุฑูˆู† ุทู„ูˆุน ุงู„ูุฌุฑ ูˆุบุฑูˆุจ ุงู„ุดู…ุณ ููŠ ูƒู„ ู…ู†ุทู‚ุฉ ุจุญุณุจู‡ุงุŒ ููƒุฐู„ูƒ ุงู„ุชูˆู‚ูŠุช ุงู„ุดู‡ุฑูŠ ูŠูƒูˆู† ูƒุงู„ุชูˆู‚ูŠุช ุงู„ูŠูˆู…ูŠ.

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: jika terjadi perbedaan hari Arafah disebabkan oleh perbedaan negara yang berbeda mathlaโ€™ hilalnya apakah kita berpuasa mengikuti ruโ€™yah negara tempat kita berada, ataukah mengikuti ruโ€™yah Haramain (Makkah dan Madinah)?

  Syaikh yang mulia menjawab:

Jawaban pertanyaan ini adalah berdasarkan perbedaan pendapat ulama, apakah ruโ€™yah hilal itu satu di seluruh dunia ataukah berbeda menurut perbedaan mathaliโ€™ (tempat terbitnya hilal)?

Yang benar adalah ruโ€™yah itu berbeda sesuai perbedaan mathaliโ€™. Misalnya jika hilal telah di ruโ€™yat di Makkah dan tanggal hari ini di Makkah adalah tanggal 9 Dzulhijjah, lalu di negeri lain hilal telah dilihat sehari sebelum ruโ€™yat Makkah, sehingga hari ini di tempat itu adalah tanggal 10 Dzulhijjah, maka penduduk negeri tersebut tidak boleh berpuasa hari ini karena bagi mereka ini adalah Idul Adha.

Begitu juga jika ditakdirkan hilal terlihat di negeri tersebut sehari setelah ruโ€™yah di Makkah, sehingga tanggal 9 di Makkah adalah tanggal 8 di negeri mereka, maka mereka tetap berpuasa esok hari (tanggal 9 di negeri mereka) bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Makkah. Inilah pendapat yang raajih (kuat). Karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda: โ€œJika kamu melihatnya (hilal), maka berpuasalah, dan jika kamu melihatnya maka berharirayalah). Mereka yang di negerinya hilal belum muncul tidak bisa melihatnya, sebagaimana manusia (kaum muslimin) sepakat bahwa mereka menggunakan terbit fajar dan terbenamnya matahari sendiri-sendiri sesuai lokasi negeri mereka, begitu pula dengan penetapan waktu bulanan ia seperti penetapan waktu harian. (Majmuโ€™ Fatawa wa Rasail No. 405. Darul Wathan โ€“ Dar Ats Tsarayya)

๐Ÿ‘‰ Imam Ash Shanโ€™ani mengatakan dengan tegas:

ููŠู‡ ุฏู„ูŠู„ ุนู„ู‰ ุฃู†ู‡ ูŠุนุชุจุฑ ููŠ ุซุจูˆุช ุงู„ุนูŠุฏ ุงู„ู…ูˆุงูู‚ุฉ ู„ู„ู†ุงุณ ูˆุฃู† ุงู„ู…ู†ูุฑุฏ ุจู…ุนุฑูุฉ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏ ุจุงู„ุฑุคูŠุฉ ูŠุฌุจ ุนู„ูŠู‡ ู…ูˆุงูู‚ุฉ ุบูŠุฑู‡ ูˆูŠู„ุฒู…ู‡ ุญูƒู…ู‡ู… ููŠ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุฅูุทุงุฑ ูˆุงู„ุฃุถุญูŠุฉ. ูˆู‚ุฏ ุฃุฎุฑุฌ ุงู„ุชุฑู…ุฐูŠ ู…ุซู„ ู‡ุฐุง ุงู„ุญุฏูŠุซ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ูˆู‚ุงู„: ุญุฏูŠุซ ุญุณู†. ูˆููŠ ู…ุนู†ุงู‡ ุญุฏูŠุซ ุงุจู† ุนุจุงุณ ูˆู‚ุฏ ู‚ุงู„ ู„ู‡ ูƒุฑูŠุจ: ุฅู†ู‡ ุตุงู… ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูˆู…ุนุงูˆูŠุฉ ุจุฑุคูŠุฉ ุงู„ู‡ู„ุงู„ ูŠูˆู… ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุจุงู„ุดุงู… ูˆู‚ุฏู… ุงู„ู…ุฏูŠู†ุฉ ุขุฎุฑ ุงู„ุดู‡ุฑ ูˆุฃุฎุจุฑ ุงุจู† ุนุจุงุณ ุจุฐู„ูƒ ูู‚ุงู„ ุงุจู† ุนุจุงุณ: ู„ูƒู†ุง ุฑุฃูŠู†ุงู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ุณุจุช ูู„ุง ู†ุฒุงู„ ู†ุตูˆู… ุญุชู‰ ู†ูƒู…ู„ ุซู„ุงุซูŠู† ุฃูˆ ู†ุฑุงู‡ ู‚ุงู„: ู‚ู„ุช: ุฃูˆู„ุง ุชูƒุชููŠ ุจุฑุคูŠุฉ ู…ุนุงูˆูŠุฉ ูˆุงู„ู†ุงุณุŸ ู‚ุงู„: ู„ุง ู‡ูƒุฐุง ุฃู…ุฑู†ุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตูŽู„ู‘ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ู….

โ€œPada hadits ini ada dalil bahwa yang diambil โ€˜ibrah dalam menetapkan hari raya adalah kebersamaan manusia. Dan bahwasanya seorang yang menyendiri dalam mengetahui masuknya hari raya dengan melihat hilal tetap wajib mengikuti kebanyakan manusia. Hukum ini harus dia ikuti, apakah dalam waktu shalat, berโ€™idul Fithri atau pun berkurban (Idul Adha). At Tirmidzi telah meriwayatkan yang serupa dengan ini dari Abu Hurairah, dan dia berkata: hadits hasan. Dan semakna dengan ini adalah hadits Ibnu Abbas, ketika Kuraib berkata kepadanya, bahwa penduduk Syam dan Muawiyah berpuasa berdasarkan melihat hilal pada hari Jumat di Syam. Beliau dating ke Madinah pada akhir bulan dan mengabarkan kepada Ibnu Abbas hal itu, maka Ibnu Abbas berkata kepadanya: โ€œtetapi kami melihatnya (hilal) pada  sabtu malam, maka kami tidak berpuasa sampai sempurna tiga puluh hari atau kami melihatnya.โ€ Aku berkata: โ€œTidakkah cukup ruโ€™yahnya Muโ€™awiyah dan Manusia?โ€ Ibnu Abbas menjawab: โ€œTidak, inilah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam kepada kami.โ€  (Subulus Salam, 2/63)

๐Ÿ‘‰ Imam Abul Hasan As Sindi menyebutkan dalam  Hasyiah As Sindi โ€˜Ala Ibni Majah:

ูˆูŽุงู„ุธู‘ูŽุงู‡ูุฑ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ู…ูŽุนู’ู†ูŽุงู‡ู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุงู„ู’ุฃูู…ููˆุฑ ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู„ูู„ู’ุขุญูŽุงุฏู ูููŠู‡ูŽุง ุฏูŽุฎู’ู„ ูˆูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู„ูŽู‡ูู…ู’ ุงู„ุชู‘ูŽููŽุฑู‘ูุฏ ูููŠู‡ูŽุง ุจูŽู„ู’ ุงู„ู’ุฃูŽู…ู’ุฑ ูููŠู‡ูŽุง ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุฅูู…ูŽุงู… ูˆูŽุงู„ู’ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉ ูˆูŽูŠูŽุฌูุจ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุขุญูŽุงุฏ ุงูุชู‘ูุจูŽุงุนู‡ู…ู’ ู„ูู„ู’ุฅูู…ูŽุงู…ู ูˆูŽุงู„ู’ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉ ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ ู‡ูŽุฐูŽุง ููŽุฅูุฐูŽุง ุฑูŽุฃูŽู‰ ุฃูŽุญูŽุฏ ุงู„ู’ู‡ูู„ูŽุงู„ ูˆูŽุฑูŽุฏู‘ูŽ ุงู„ู’ุฅูู…ูŽุงู… ุดูŽู‡ูŽุงุฏูŽุชู‡ ูŠูŽู†ู’ุจูŽุบููŠ ุฃูŽู†ู’ ู„ูŽุง ูŠูŽุซู’ุจูุช ูููŠ ุญูŽู‚ู‘ู‡ ุดูŽูŠู’ุก ู…ูู†ู’ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุงู„ู’ุฃูู…ููˆุฑ ูˆูŽูŠูŽุฌูุจ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุชู’ุจูŽุน ุงู„ู’ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉ ูููŠ ุฐูŽู„ููƒูŽ

โ€œJelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, pen) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada  pemimpin (imam) dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.โ€ (Hasyiah As Sindi โ€˜Ala Ibni Majah, 3/431)

Apa yang dikatakan oleh Imam Abul Hasan As Sindi, bahwa penentuan masuknya Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha merupakan domain dan wewenang pemerintah, tidak berarti mematikan potensi umat dan ormas. Mereka boleh saja memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah tetapi keputusan terakhir tetap di tangan pemerintah, dan hendaknya mereka legowo menerimanya, sebagai bukti bagusnya adab hidup berjamaah.

๐Ÿ‘‰ Syaikh Al Albani berkata โ€“ dan ini adalah komentar yang sangat bagus darinya:

ูˆ ู‡ุฐุง ู‡ูˆ ุงู„ู„ุงุฆู‚ ุจุงู„ุดุฑูŠุนุฉ ุงู„ุณู…ุญุฉ ุงู„ุชูŠ ู…ู† ุบุงูŠุงุชู‡ุง ุชุฌู…ูŠุน ุงู„ู†ุงุณ ูˆ ุชูˆุญูŠุฏ ุตููˆูู‡ู… ุŒ ูˆ ุฅุจุนุงุฏู‡ู… ุนู† ูƒู„ ู…ุง ูŠูุฑู‚ ุฌู…ุนู‡ู… ู…ู† ุงู„ุขุฑุงุก ุงู„ูุฑุฏูŠุฉ ุŒ ูู„ุง ุชุนุชุจุฑ ุงู„ุดุฑูŠุนุฉ ุฑุฃูŠ ุงู„ูุฑุฏ – ูˆ ู„ูˆ ูƒุงู† ุตูˆุงุจุง ููŠ ูˆุฌู‡ุฉ ู†ุธุฑู‡ – ููŠ ุนุจุงุฏุฉ ุฌู…ุงุนูŠุฉ ูƒุงู„ุตูˆู… ูˆ ุงู„ุชุนุจูŠุฏ ูˆ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุฌู…ุงุนุฉ ุŒ ุฃู„ุง ุชุฑู‰ ุฃู† ุงู„ุตุญุงุจุฉ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู… ูƒุงู† ูŠุตู„ูŠ ุจุนุถู‡ู… ูˆุฑุงุก ุจุนุถ ูˆ ููŠู‡ู… ู…ู† ูŠุฑู‰ ุฃู† ู…ุณ ุงู„ู…ุฑุฃุฉ ูˆ ุงู„ุนุถูˆ ูˆ ุฎุฑูˆุฌ ุงู„ุฏู… ู…ู† ู†ูˆุงู‚ุถ ุงู„ูˆุถูˆุก ุŒ ูˆ ู…ู†ู‡ู… ู…ู† ู„ุง ูŠุฑู‰ ุฐู„ูƒ ุŒ ูˆ ู…ู†ู‡ู… ู…ู† ูŠุชู… ููŠ ุงู„ุณูุฑ ุŒ ูˆ ู…ู†ู‡ู… ู…ู† ูŠู‚ุตุฑ ุŒ ูู„ู… ูŠูƒู† ุงุฎุชู„ุงูู‡ู… ู‡ุฐุง ูˆ ุบูŠุฑู‡ ู„ูŠู…ู†ุนู‡ู… ู…ู† ุงู„ุงุฌุชู…ุงุน ููŠ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุฑุงุก ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ูˆุงุญุฏ ุŒ ูˆ ุงู„ุงุนุชุฏุงุฏ ุจู‡ุง ุŒ ูˆ ุฐู„ูƒ ู„ุนู„ู…ู‡ู… ุจุฃู† ุงู„ุชูุฑู‚ ููŠ ุงู„ุฏูŠู† ุดุฑ ู…ู† ุงู„ุงุฎุชู„ุงู ููŠ ุจุนุถ ุงู„ุขุฑุงุก ุŒ ูˆ ู„ู‚ุฏ ุจู„ุบ

ุงู„ุฃู…ุฑ ุจุจุนุถู‡ู… ููŠ ุนุฏู… ุงู„ุฅุนุชุฏุงุฏ ุจุงู„ุฑุฃูŠ ุงู„ู…ุฎุงู„ู ู„ุฑุฃู‰ ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ุฃุนุธู… ููŠ ุงู„ู…ุฌุชู…ุน ุงู„ุฃูƒุจุฑ ูƒู…ู†ู‰ ุŒ ุฅู„ู‰ ุญุฏ ุชุฑูƒ ุงู„ุนู…ู„ ุจุฑุฃูŠู‡ ุฅุทู„ุงู‚ุง ููŠ ุฐู„ูƒ ุงู„ู…ุฌุชู…ุน ูุฑุงุฑุง ู…ู…ุง ู‚ุฏ ูŠู†ุชุฌ ู…ู† ุงู„ุดุฑ ุจุณุจุจ ุงู„ุนู…ู„ ุจุฑุฃูŠู‡ ุŒ ูุฑูˆู‰ ุฃุจูˆ ุฏุงูˆุฏ ( 1 / 307 ) ุฃู† ุนุซู…ุงู† ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุตู„ู‰ ุจู…ู†ู‰ ุฃุฑุจุนุง ุŒ ูู‚ุงู„ ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ู…ุณุนูˆุฏ ู…ู†ูƒุฑุง ุนู„ูŠู‡ : ุตู„ูŠุช ู…ุน ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡

ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฑูƒุนุชูŠู† ุŒ ูˆ ู…ุน ุฃุจูŠ ุจูƒุฑ ุฑูƒุนุชูŠู† ุŒ ูˆ ู…ุน ุนู…ุฑ ุฑูƒุนุชูŠู† ุŒ ูˆ ู…ุน ุนุซู…ุงู† ุตุฏุฑุง ู…ู† ุฅู…ุงุฑุชู‡ ุซู… ุฃุชู…ู‡ุง ุŒ ุซู… ุชูุฑู‚ุช ุจูƒู… ุงู„ุทุฑู‚ ูู„ูˆุฏุฏุช ุฃู† ู„ูŠ ู…ู† ุฃุฑุจุน ุฑูƒุนุงุช ุฑูƒุนุชูŠู† ู…ุชู‚ุจู„ุชูŠู† ุŒ ุซู… ุฅู† ุงุจู† ู…ุณุนูˆุฏ ุตู„ู‰ ุฃุฑุจุนุง ! ูู‚ูŠู„ ู„ู‡ : ุนุจุช ุนู„ู‰ ุนุซู…ุงู† ุซู… ุตู„ูŠุช ุฃุฑุจุนุง ุŸ ! ู‚ุงู„ : ุงู„ุฎู„ุงู ุดุฑ . ูˆ ุณู†ุฏู‡ ุตุญูŠุญ . ูˆ ุฑูˆู‰ ุฃุญู…ุฏ ( 5 / 155 ) ู†ุญูˆ ู‡ุฐุง ุนู†

ุฃุจูŠ ุฐุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู… ุฃุฌู…ุนูŠู† . ูู„ูŠุชุฃู…ู„ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุญุฏูŠุซ ูˆ ููŠ ุงู„ุฃุซุฑ ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑ ุฃูˆู„ุฆูƒ ุงู„ุฐูŠู† ู„ุง ูŠุฒุงู„ูˆู† ูŠุชูุฑู‚ูˆู† ููŠ

ุตู„ูˆุงุชู‡ู… ุŒ ูˆ ู„ุง ูŠู‚ุชุฏูˆู† ุจุจุนุถ ุฃุฆู…ุฉ ุงู„ู…ุณุงุฌุฏ ุŒ ูˆ ุฎุงุตุฉ ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูˆุชุฑ ููŠ ุฑู…ุถุงู† ุŒ ุจุญุฌุฉ ูƒูˆู†ู‡ู… ุนู„ู‰ ุฎู„ุงู ู…ุฐู‡ุจู‡ู… ! ูˆ ุจุนุถ ุฃูˆู„ุฆูƒ ุงู„ุฐูŠู† ูŠุฏุนูˆู† ุงู„ุนู„ู… ุจุงู„ูู„ูƒ ุŒ ู…ู…ู† ูŠุตูˆู… ูˆ ูŠูุทุฑ ูˆุญุฏู‡ ู…ุชู‚ุฏู…ุง ุฃูˆ ู…ุชุฃุฎุฑุง ุนู† ุฌู…ุงุนุฉ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ุŒ ู…ุนุชุฏุง ุจุฑุฃูŠู‡ ูˆ ุนู„ู…ู‡ ุŒ ุบูŠุฑ ู…ุจุงู„ ุจุงู„ุฎุฑูˆุฌ ุนู†ู‡ู… ุŒ ูู„ูŠุชุฃู…ู„ ู‡ุคู„ุงุก ุฌู…ูŠุนุง ููŠู…ุง ุฐูƒุฑู†ุงู‡ ู…ู† ุงู„ุนู„ู… ุŒ ู„ุนู„ู‡ู… ูŠุฌุฏูˆู† ุดูุงุก ู„ู…ุง ููŠ ู†ููˆุณู‡ู… ู…ู† ุฌู‡ู„ ูˆ ุบุฑูˆุฑ ุŒ ููŠูƒูˆู†ูˆุง ุตูุง ูˆุงุญุฏุง ู…ุน ุฅุฎูˆุงู†ู‡ู… ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ูุฅู† ูŠุฏ ุงู„ู„ู‡ ู…ุน ุงู„ุฌู…ุงุนุฉ .

โ€œInilah yang sesuai dengan syariat (Islam) yang toleran, yang diantara misinya adalah mempersatukan umat manusia, menyatukan barisan mereka serta menjauhkan mereka dari segala pendapat pribadi yang memicu perpecahan. Syariat ini tidak mengakui pendapat pribadi โ€“meski menurut yang bersangkutan benarโ€“ dalam ibadah yang bersifat kebersamaan seperti; shaum, Id, dan shalat berjamaah. Tidakkah engkau melihat bahwa sebagian shahabat Radhiallahu โ€˜Anhum shalat bermakmum di belakang shahabat lainnya, padahal sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita, menyentuh kemaluan, dan keluarnya darah dari tubuh termasuk pembatal wudhu, sementara yang lainnya tidak berpendapat demikian?! Sebagian mereka ada yang shalat secara sempurna dalam safar dan diantara mereka pula ada yang mengqasharnya. Namun perbedaan itu tidaklah menghalangi mereka untuk melakukan shalat berjamaah di belakang seorang imam dan tetap berkeyakinan bahwa shalat tersebut sah. Hal itu karena adanya pengetahuan mereka bahwa bercerai-berai dalam urusan agama lebih buruk daripada sekedar berbeda pendapat. Bahkan sebagian mereka mendahulukan pendapat penguasa daripada pendapat pribadinya pada saat berkumpulnya manusia seperti di Mina. Hal itu semata-mata untuk menghindari kesudahan buruk (terjadinya perpecahan) bila dia tetap mempertahankan pendapatnya. Sebagaimana diriwayatkan oleh  Imam Abu Dawud (1/307), bahwasanya Khalifah โ€˜Utsman bin โ€˜Affan Radhiallahu โ€˜Anhu shalat di Mina 4 rakaat. Maka shahabat Abdullah bin Masโ€™ud Radhiallahu โ€˜Anhu mengingkarinya seraya berkata: โ€œAku dulu shalat bersama Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, Abu Bakr, โ€˜Umar dan di awal pemerintahan โ€˜Utsman 2 rakaat, dan setelah itu โ€˜Utsman shalat 4 rakaat. Kemudian terjadilah perbedaan diantara kalian, dan harapanku dari 4 rakaat shalat itu yang diterima adalah yang 2 rakaat darinya.โ€

Namun ketika di Mina, shahabat Abdullah bin Masโ€™ud justru shalat 4 rakaat. Maka dikatakanlah kepada beliau: โ€œEngkau telah mengingkari โ€˜Utsman atas shalatnya yang 4 rakaat, kemudian engkau shalat 4 rakaat pula?!โ€ Abdullah bin Masโ€™ud berkata: โ€œPerselisihan itu jelek.โ€ Sanadnya shahih. Diriwayatkan pula oleh Al Imam Ahmad (5/155) seperti riwayat di atas dari shahabat Abu Dzar Radhiallahu โ€˜Anhum Ajmaโ€™in.

Hendaknya hadits dan atsar ini benar-benar dijadikan bahan renungan oleh orang-orang yang selalu berpecah-belah dalam urusan shalat mereka serta tidak mau bermakmum kepada sebagian imam masjid, khususnya shalat witir di bulan Ramadhan dengan dalih bahwa keadaan para imam itu beda dengan madzhab mereka! Demikian pula orang-orang yang bershaum dan berbuka sendiri, baik mendahului mayoritas kaum muslimin atau pun mengakhirkannya dengan dalih mengerti ilmu falaq, tanpa peduli harus berseberangan dengan kebanyakan kaum muslimin. Hendaknya mereka semua mau merenungkan ilmu yang telah kami sampaikan ini. Dan semoga ini bisa menjadi obat bagi kebodohan dan kesombongan yang ada pada diri mereka. Dengan harapan agar mereka selalu dalam satu barisan bersama saudara-saudara mereka kaum muslimin, karena tangan Allah Subhanahu wa Taโ€™ala bersama Al Jamaโ€™ah.โ€ (As Silsilah Ash Shahihah, 1/389)

Wallahu Aโ€™lam ..

๐Ÿข Kenapa Ikut Pemerintah?

Pembahasan ini ditujukan untuk yg masih mengakui pemerintahnya sebagai “pemerintah.”  Bagi yg sudah menganggapnya kafir, maka bagian ini tdk ada manfaatnya.

Ada beberapa alasan kenapa berhari raya sebagusnya mengikuti pemerintah (terlepas dr berbagai kekurangannya) :

1โƒฃ     Keumuman dalil surat An Nisa ayat 59: Athiโ€™ullaha wa athiโ€™ur rasul wa ulil amri minkum โ€ฆ.

Imam Al Baidhawi menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan ulil amri -โ€˜pemimpinโ€™ di sini adalah para pemimpin kaum muslimin sejak zaman Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam dan sesudahnya, seperti para khalifah, hakim, panglima perang, di mana manusia diperintah untuk mentaati mereka setelah diperintah untuk berbuat adil, wajib mentaati mereka selama mereka di atas kebenaran (maa daamuu โ€˜alal haqqi). (Anwarut Tanzil wa Asrarut Taโ€™wil, 1/466)

Sebagian muhaqqiq (peneliti) dari kalangan Syafiโ€™iyah menyatakan wajibnya mentaati pemimpin, baik perintah atau larangan, selama bukan perintah haram. (Imam Al Alusi, Ruhul Maโ€™ani, 4/106)

Dan masalah penentuan hari raya tak ada kaitan sama sekali dengan perintah โ€œkeharamanโ€.

2โƒฃ     Keumuman dalil hadits-hadits nabi untuk mentaati pemimpin selama bukan dalam perintah maksiat.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุทูŽุงุนูŽู†ููŠ ููŽู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุทูŽุงุนูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุนูŽุตูŽุงู†ููŠ ููŽู‚ูŽุฏู’ ุนูŽุตูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูุทูุนู’ ุงู„ู’ุฃูŽู…ููŠุฑูŽ ููŽู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุทูŽุงุนูŽู†ููŠ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุนู’ุตู ุงู„ู’ุฃูŽู…ููŠุฑูŽ ููŽู‚ูŽุฏู’ ุนูŽุตูŽุงู†ููŠ ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงู„ู’ุฅูู…ูŽุงู…ู ุฌูู†ู‘ูŽุฉูŒ ูŠูู‚ูŽุงุชูŽู„ู ู…ูู†ู’ ูˆูŽุฑูŽุงุฆูู‡ู ูˆูŽูŠูุชู‘ูŽู‚ูŽู‰ ุจูู‡ู ููŽุฅูู†ู’ ุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุจูุชูŽู‚ู’ูˆูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ูˆูŽุนูŽุฏูŽู„ูŽ ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ู„ูŽู‡ู ุจูุฐูŽู„ููƒูŽ ุฃูŽุฌู’ุฑู‹ุง ูˆูŽุฅูู†ู’ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุจูุบูŽูŠู’ุฑูู‡ู ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ู…ูู†ู’ู‡

โ€œBarangsiapa yang mentaatiku, maka dia telah taat kepada Allah. Barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka dia telah maksiat kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada pemimpin maka dia telah mentaatiku. Barangsiapa yang membangkang kepada pemimpin, maka dia telah bermaksiat kepadaku. Sesungguhnya pemimpin adalah perisai ketika rakyatnya diperangi dan yang memperkokohnya. Jika dia memerintah dengan ketaqwaan kepada Allah dan keadilan, maka baginya pahala. Jika dia mengatakan selain itu, maka dosanya adalah untuknya.โ€ (HR. Bukhari No. 2957, Muslim No. 1835, An Nasaโ€™i dalam As Sunan Al Kubra No. 7816, Ibnu Majah No. 2859.  Ahmad No. 7434)

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ู„ูŽุง ุทูŽุงุนูŽุฉูŽ ูููŠ ู…ูŽุนู’ุตููŠูŽุฉู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงู„ุทู‘ูŽุงุนูŽุฉู ูููŠ ุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุฑููˆูู

โ€œTidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada yang maโ€™ruf (dikenal baik).โ€ (HR. Bukhari No. 7257, Muslim No. 1840, Abu Daud No. 2625,   Ahmad No. 724, dll)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ุงู„ุณู‘ูŽู…ู’ุนู ูˆูŽุงู„ุทู‘ูŽุงุนูŽุฉู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ุกู ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ู ูููŠู…ูŽุง ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ูˆูŽูƒูŽุฑูู‡ูŽ ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ูŠูุคู’ู…ูŽุฑู’ ุจูู…ูŽุนู’ุตููŠูŽุฉู ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูู…ูุฑูŽ ุจูู…ูŽุนู’ุตููŠูŽุฉู ููŽู„ูŽุง ุณูŽู…ู’ุนูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ุทูŽุงุนูŽุฉูŽ

โ€œDengar dan taat atas seorang muslim adalah pada apa yang disukai dan dibencinya, selama tidak diperintah maksiat. Jika diperintah untuk maksiat, maka jangan didengar dan jangan ditaati.โ€ (HR. Bukhari No. 7144, Abu Daud No. 2626, At Tirmidzi No. 1707, Ahmad  No. 6278)

Hadits-hadits ini merupakan petunjuk dan panduan dalam hal ini, yang memperkuat ketetapan sebelumnya bahwa mentaati pemimpin adalah wajib selama bukan dalam maksiat, dan โ€“sekali lagi- penetapan Idul Adha dan Idul Fitri, tidak ada kaitan sama sekali dengan perintah berbuat  kemaksiatan.  

  3โƒฃ   Kaidah fiqih: Laa Inkara fi masaaโ€™il Ijtihadiyah (tiada pengingkaran dalam perkara ijtihad)

โœ”Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

ูˆูŽู…ูู…ู‘ูŽุง ูŠูŽุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู‚ ุจูุงู„ูุงุฌู’ุชูู‡ูŽุงุฏู ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽูƒูู†ู’ ู„ูู„ู’ุนูŽูˆูŽุงู…ู‘ู ู…ูŽุฏู’ุฎูŽู„ ูููŠู‡ู ุŒ ูˆูŽู„ูŽุง ู„ูŽู‡ูู…ู’ ุฅูู†ู’ูƒูŽุงุฑู‡ ุŒ ุจูŽู„ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู„ูู„ู’ุนูู„ูŽู…ูŽุงุกู . ุซูู…ู‘ูŽ ุงู„ู’ุนูู„ูŽู…ูŽุงุก ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูŠูู†ู’ูƒูุฑููˆู†ูŽ ู…ูŽุง ุฃูุฌู’ู…ูุนูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ู’ู…ูุฎู’ุชูŽู„ูŽู ูููŠู‡ู ููŽู„ูŽุง ุฅูู†ู’ูƒูŽุงุฑ ูููŠู‡ู ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽุญูŽุฏ ุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจูŽูŠู’ู†ู ูƒูู„ู‘ ู…ูุฌู’ุชูŽู‡ูุฏู ู…ูุตููŠุจูŒ . ูˆูŽู‡ูŽุฐูŽุง ู‡ููˆูŽ ุงู„ู’ู…ูุฎู’ุชูŽุงุฑ ุนูู†ู’ุฏ ูƒูŽุซููŠุฑููŠู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ู…ูุญูŽู‚ู‘ูู‚ููŠู†ูŽ ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽูƒู’ุซูŽุฑู‡ู…ู’ . ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจ ุงู„ู’ุขุฎูŽุฑ ุงู„ู’ู…ูุตููŠุจ ูˆูŽุงุญูุฏ ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุฎู’ุทูุฆ ุบูŽูŠู’ุฑ ู…ูุชูŽุนูŽูŠู‘ูŽู† ู„ูŽู†ูŽุง ุŒ ูˆูŽุงู„ู’ุฅูุซู’ู… ู…ูŽุฑู’ูููˆุน ุนูŽู†ู’ู‡ู

โ€œDan Adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam menceburkan diri ke dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi itu tugas ulama. Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara yang disepati para imam. Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti (muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu, dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.โ€ (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  1/131. Mawqiโ€™ Ruh Al Islam)

Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash qathโ€™i dan ijmaโ€™. Adapun zona ijtihadiyah, maka tidak boleh saling menganulir.

โœ”Imam Jalaluddin As Suyuthi Rahimahullah

Ketika membahas kaidah-kaidah syariat, Imam As Suyuthi berkata dalam kitab Al Asybah wa An Nazhair:        

ุงู„ู’ู‚ูŽุงุนูุฏูŽุฉู ุงู„ู’ุฎูŽุงู…ูุณูŽุฉู ูˆูŽุงู„ุซู‘ูŽู„ูŽุงุซููˆู†ูŽ โ€ ู„ูŽุง ูŠูู†ู’ูƒูŽุฑู ุงู„ู’ู…ูุฎู’ุชูŽู„ูŽูู ูููŠู‡ู ุŒ ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูŠูู†ู’ูƒูŽุฑู ุงู„ู’ู…ูุฌู’ู…ูŽุนู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู

Kaidah yang ke-35, โ€œTidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang bertentangan dengan ijmaโ€™ (kesepakatan) para ulama.โ€ (Imam As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Mawqiโ€™ Ruh Al Islam)

โœ”Juga dikatakan oleh Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah:

ูˆุฑุฃูŠ ุงู„ุฅู…ุงู… ูˆู†ุงุฆุจู‡ ููŠู…ุง ู„ุง ู†ุต ููŠู‡ ุŒ ูˆููŠู…ุง ูŠุญุชู…ู„ ูˆุฌูˆู‡ุง ุนุฏุฉ ูˆููŠ ุงู„ู…ุตุงู„ุญ ุงู„ู…ุฑุณู„ุฉ ู…ุนู…ูˆู„ ุจู‡ ู…ุง ู„ู… ูŠุตุทุฏู… ุจู‚ุงุนุฏุฉ ุดุฑุนูŠุฉ , ูˆู‚ุฏ ูŠุชุบูŠุฑ ุจุญุณุจ ุงู„ุธุฑูˆู ูˆุงู„ุนุฑู ูˆุงู„ุนุงุฏุงุช , ูˆ ุงู„ุฃุตู„ ููŠ ุงู„ุนุจุงุฏุงุช ุงู„ุชุนุจุฏ ุฏูˆู† ุงู„ุงู„ุชูุงุช ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุนุงู†ูŠ , ูˆููŠ ุงู„ุนุงุฏูŠุงุช ุงู„ุงู„ุชูุงุช ุฅู„ู‰ ุงู„ุฃุณุฑุงุฑ ูˆ ุงู„ุญูƒู… ูˆ ุงู„ู…ู‚ุงุตุฏ

โ€œPendapat seorang pemimpin dan wakilnya dalam perkara yang di dalamnya tidak dibahas oleh nash, dan dalam perkara yang multitafsir, dan dalam maslahat mursalah maka itu bisa diamalkan selama tidak bertabrakan dengan kaidah syaraโ€™, dan dapat berubah seiring perubahan keadaan, tradisi, dan adat. Hukum dasar dari ibadah adalah taโ€™abbud (ketundukan) tanpa mencari-cari kepada makna-maknanya, sedangkan dalam hal adat dibolehkan mencari rahasia, hikmah, dan maksud-maksudnya.โ€ (Ushul โ€˜Isyrin No. 5)

Oleh, karenanya taruhlah pendapat pemimpin salah, namun ketaatan tidaklah hilang hanya karena kekeliruan ijtihad mereka,  padahal Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam justru menyebutnya mendapatkan satu pahala jika ijtihad salah. Sebab hal ini bukanlah sesuatu yang pasti benar dan pasti salah, kecuali jika kita sedang tinggal di Arab Saudi, saat mereka wuquf hari senin (9 Zulhijjah), kita berhari raya rabu (11 Zulhijjah), jelas itu salah. Sedangkan di negeri lain yang menggunakan perhitungan dan ruโ€™yah sendiri, sangat mungkin terjadinya perbedaan. Sebenarnya, kalau pun ada yang shalat Id di hari tasyriq (11, 12, 13 Zulhijjah), maka sebagian ulama tetap membolehkan seperti Imam Ibnu Taimiyah, namun itu menurutnya mafdhul (tidak utama).

Di sisi lain, pemerintah pun tidak boleh mengingkari para ormas, dan memberikan kelapangan kepada rakyatnya dalam hal ini. Hanya saja sebagusnya para ormas ini memperhatikan ayat-ayat dan hadits-hadits ketaatan kepada pemimpin secara umum, selam

a bukan dalam hal haram, dan memperhatikan adab dan etika hidup berjamaah dan musyawarah.

4โƒฃ    Kaidah: jika hakim sudah memutuskan maka perselisihan harus dihilangkan (Idza Hakamal Hakim yarfaโ€™ul khilaf)

Kaidah ini didasarkan ayat An Nisa 59 di atas. Hendaknya perselisihan pendapat menjadi hilang ketika pemimpin sudah memutuskan perkaranya melalui lembaga yang ditunjuknya atau unsur pemerintah yang berwenang, terlepas dari apakah pemimpin kita ini termasuk zalim, fasiq atau tidak. Dan itu merupakan realisasi atas keimanan kita terhadap ayat tersebut,  betapa pun kita sangat tidak sependapat dengan pendapat pemimpin tersebut, bahkan kita menganggapnya itu pendapat yang keliru.

Dan kaidah ini  sangat bagus untuk meredam kemungkinan konflik di antara elemen umat Islam, baik sesama umat atau antara umat dengan pemimpinnya. Namun, hal ini sulit dilaksanakan oleh orang yang taโ€™ashub kelompok dan selalu memandang kebenaran melalui kaca mata kuda, tidak mau menerima masukan pihak lain.

โœImam Al Qarrafi Rahimahullah mengatakan:

ุงุนู’ู„ูŽู…ู’ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุญููƒู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุงูƒูู…ู ูููŠ ู…ูŽุณูŽุงุฆูู„ู ุงู„ูุงุฌู’ุชูู‡ูŽุงุฏู ูŠูŽุฑู’ููŽุนู ุงู„ู’ุฎูู„ูŽุงููŽ ูˆูŽูŠูŽุฑู’ุฌูุนู ุงู„ู’ู…ูุฎูŽุงู„ููู ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจูู‡ู ู„ูู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุงู„ู’ุญูŽุงูƒูู…ู ูˆูŽุชูŽุชูŽุบูŽูŠู‘ูŽุฑู ููุชู’ูŠูŽุงู‡ู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุญููƒู’ู…ู

Ketahuilah, bahwa keputusan hakim dalam masalah yang masih diijtihadkan adalah menghilangkan perselisihan, dan hendaknya orang menyelisihi ruju โ€˜ (kembali) dari pendapatnya kepada pendapat hakim dan dia mengubah fatwanya setelah keluarnya keputusan hakim. (Anwarul Buruq fi Anwaโ€™il Furuq, 3/334. Mawqiโ€™ Al Islam)

โœSyaikh Khalid bin Abdullah Muhammad Al Mushlih mengatakan:

ูุฅุฐุง ุญูƒู… ูˆู„ูŠ ุฃู…ุฑ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ุจุญูƒู… ุชุฑู‰ ุฃู†ุช ุฃู† ููŠู‡ ู…ุนุตูŠุฉุŒ ูˆุงู„ู…ุณุฃู„ุฉ ู…ู† ู…ุณุงุฆู„ ุงู„ุฎู„ุงู ููŠุฌุจ ุนู„ูŠูƒ ุทุงุนุชู‡ุŒ ูˆู„ุง ุฅุซู… ุนู„ูŠูƒุ› ู„ุฃู† ุญูƒู… ุงู„ุญุงูƒู… ูŠุฑูุน ุงู„ุฎู„ุงู

Jika pemimpin kaum muslimin sudah menetapkan sebuah ketentuan dengan keputusan hukum yang menurut Anda ada maksiat di dalamnya, padahal masalahnya adalah masalah yang masih diperselisihkan, maka wajib bagi Anda untuk tetap taat kepadanya, dan itu tidak berdosa bagi Anda, karena jika hakim sudah memutuskan sesuatu maka keputusan itu menghilangkan perselisihan. (Syarh Al โ€˜Aqidah Ath Thahawiyah, 16/5. Mawqiโ€™ Syabakah Al Islamiyah)

Selesai.
Wallahu Aโ€™lam wa Ilaihi Musytaka โ€ฆโ€ฆ.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

Beberapa Adab dan Sunah Berhari Raya (Bag. 3) selesai

๐Ÿ“† Senin,  29 Ramadhan 1437 H / 4 Juli 2016 M

๐Ÿ“š Fiqih dan Hadits

๐Ÿ“ Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS.

๐Ÿ“‹  *Beberapa Adab dan Sunah Berhari Raya (Bag. 3)* selesai.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

9โƒฃ  *Mengucapkan selamat hari raya: โ€œtaqabbalallahu minna wa minkaโ€*

Telah diriwayatkan dari Al Watsilah, bahwa beliau berjumpa Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam dan mengucakan:  Taqabballahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amal kami dan Anda). Namun sanad riwayat ini DHA’IF (lemah/tidak valid), sebagaimana yang dikatakan Al Imam Al Hazifh Ibnu Hajar Al โ€˜Asqalani dalam Fathul Bari.

 Namun, Imam Ibnu Hajar berkata:

ูˆูŽุฑูŽูˆูŽูŠู’ู†ูŽุง ูููŠ ” ุงู„ู’ู…ูŽุญุงู…ูู„ููŠู‘ูŽุงุชู ” ุจูุฅูุณู’ู†ูŽุงุฏู ุญูŽุณูŽู†ู ุนูŽู†ู’ ุฌูุจูŽูŠู’ุฑู ุจู’ู†ู ู†ูููŽูŠู’ุฑู ู‚ูŽุงู„ูŽ ” ูƒูŽุงู†ูŽ ุฃูŽุตู’ุญูŽุงุจู ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุงูู„ู’ุชูŽู‚ูŽูˆู’ุง ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏู ูŠูŽู‚ููˆู„ู ุจูŽุนู’ุถูู‡ูู…ู’ ู„ูุจูŽุนู’ุถู : ุชูŽู‚ูŽุจู‘ูŽู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูู†ู‘ูŽุง ูˆูŽู…ูู†ู’ูƒ “

โ€œKami meriwayatkan dalam kitab Al Mahalliyat, dengan sanad yang hasan (bagus), dari Jubeir bin Nufair, katanya: dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam jika mereka berjumpa pada hari raya, satu sama lain berkata: โ€œtaqabbalallahu minna wa minka.โ€ (Fathul Bari, 2/446. Darul Fikr)

Hal ini juga diriwayatkan oleh Muhammad bin Ziyad, bahwa beliau bersama Abu Umamah Al Bahili dan para sahabat nabi lainnya, bahwa mereka jika satu sama lain berjumpa sepulang shalat Id, mengucapkan: taqabballahu minna wa minka. Menurut Imam Ahmad bin Hambal sanadnya jayyid (bagus/baik). (Syaikh Al Albani, Tamamul Minnah, hal. 355-356)

Ucapan inilah yang lebih baik dan sunnah para sahabat nabi.

Adapun ucapan Minal ‘Aidin wal Faaizin merupakan potongan dari kalimat Ja’alanallahu wa iyyakum minal ‘aaidin wal faaizin, artinya semoga Allah jadikan kami dan anda termasuk orang kembali (suci) dan menang.

Atau, di sebagian negeri muslim ada yang mentradisi ucapan ‘iduka mubaarak – semoga hari rayamu diberkahi.

Ada pula kullu ‘aam wa antum bikhair – setiap tahun semoga anda dalam kebaikan

Semua ini tidaklah terlarang, sebagai sebuah kalimat baik dan doa yang baik, walau bukan dari Nabi dan sahabatnya.

 Sebagaimana perkataan Imam Asy Syafi’i bahwa perkataan itu dihukumi bagaimana isinya, jika baik maka itu baik, jika buruk maka itu buruk. Maka, sikap tergesa-gesa sebagian da’i yang membid’ah-bid’ahkan ini adalah sikap ghuluw yang tidak perlu terjadi.

๐Ÿ”Ÿ *Bersenang-senang dan bergembira dengan mengadakan pesta dan permainan yang halal*

Bersenang dan bergembira ketika hari raya adalah bagian dari ketentuan syariat, selama semua dilakukan sesuai syariat pula, tidak berlebihan, dan tidak membuat lupa dengan kewajiban.

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

ุงู„ู„ุนุจ ุงู„ู…ุจุงุญุŒ ูˆุงู„ู„ู‡ูˆ ุงู„ุจุฑุฆุŒ ูˆุงู„ุบู†ุงุก ุงู„ุญุณู†ุŒ ุฐู„ูƒ ู…ู† ุดุนุงุฆุฑ ุงู„ุฏูŠู† ุงู„ุชูŠ ุดุฑุนู‡ุง ุงู„ู„ู‡ ููŠ ูŠูˆู… ุงู„ุนูŠุฏุŒ ุฑูŠุงุถุฉ ู„ู„ุจุฏู† ูˆุชุฑูˆูŠุญุง ุนู† ุงู„ู†ูุณ

Melakukan permainan yang dibolehkan, gurauan yang baik, nyanyian yang baik, semua itu termasuk di antara syiar-syiar agama yang Allah tetapkan pada hari raya  , untuk menyehatkan   badan dan mengistirahatkan jiwa. (Fiqhus Sunnah, 1/323)

Dari Anas bin Malik Radhiallahu โ€˜Anhu, katanya:

ู‚ูŽุฏูู…ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุฏููŠู†ูŽุฉูŽ ูˆูŽู„ูŽู‡ูู…ู’ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุงู†ู ูŠูŽู„ู’ุนูŽุจููˆู†ูŽ ูููŠู‡ูู…ูŽุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูŽุง ู‡ูŽุฐูŽุงู†ู ุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุงู†ู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูƒูู†ู‘ูŽุง ู†ูŽู„ู’ุนูŽุจู ูููŠู‡ูู…ูŽุง ูููŠ ุงู„ู’ุฌูŽุงู‡ูู„ููŠู‘ูŽุฉู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุจู’ุฏูŽู„ูŽูƒูู…ู’ ุจูู‡ูู…ูŽุง ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู…ูู†ู’ู‡ูู…ูŽุง ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ูˆูŽูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู

Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, saat itu mereka memiliki dua hari untuk bermain-main. Lalu Beliau bersabda: โ€œDua hari apa ini?โ€ Mereka menjawab: โ€œDahulu, ketika kami masih jahiliyah kami bermain-main pada dua hari ini.โ€ Maka Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam menjawab: โ€œSesungguhnya Allah telah menggantikan buat kalian dua hari itu dengan yang lebih baik darinya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.โ€ (HR. Abu Daud No. 1134, Ahmad No. 12006, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 5918, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1091, Abu Yaโ€™la No. 3820)

โ€˜Aisyah Radhiallahu โ€˜Anha, bercerita:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุจูŽุดูŽุฉูŽ ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูŽู„ู’ุนูŽุจููˆู†ูŽ ุนูู†ู’ุฏูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠุฏูุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’: ููŽุงุทู‘ูŽู„ูŽุนู’ุชู ู…ูู†ู’ ููŽูˆู’ู‚ู ุนูŽุงุชูู‚ูู‡ู ุŒ ููŽุทูŽุฃู’ุทูŽุฃูŽ ู„ููŠ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูŽู†ู’ูƒูุจูŽูŠู’ู‡ูุŒ ููŽุฌูŽุนูŽู„ู’ุชู ุฃูŽู†ู’ุธูุฑู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ู…ูู†ู’ ููŽูˆู’ู‚ู ุนูŽุงุชูู‚ูู‡ู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุดูŽุจูุนู’ุชูุŒ ุซูู…ู‘ูŽ ุงู†ู’ุตูŽุฑูŽูู’ุชู

Orang-orang Habasyah (Etiopia) mengadakan permainan di hadapan Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam pada hari raya. Dia (โ€˜Aisyah) berkata: โ€œAku pun menonton di atas bahunya, dan Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam merendahkan bahunya untukku, sehingga aku bisa melihat mereka di atas bahunya sampai aku puas, kemudian aku berpaling.โ€ (HR. Ahmad No. 24296, An Nasaโ€™i dalam As Sunan Al Kubra No. 1798, dan Sunan An Nasaโ€™i No. 1594. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan An Nasaโ€™i No. 1594, juga Syaikh Syuโ€™aib Al Arnauth. Lihat Taโ€™liq Musnad Ahmad No. 24296)

โ€˜Aisyah Radhiallahu โ€˜Anha juga cerita:

ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุฃูŽุจููˆ ุจูŽูƒู’ุฑู ูˆูŽุนูู†ู’ุฏููŠ ุฌูŽุงุฑููŠูŽุชูŽุงู†ู ู…ูู†ู’ ุฌูŽูˆูŽุงุฑููŠ ุงู„ู’ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑู ุชูุบูŽู†ู‘ููŠูŽุงู†ู ุจูู…ูŽุง ุชูŽู‚ูŽุงูˆูŽู„ูŽุชู’ ุงู„ู’ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุจูุนูŽุงุซูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูˆูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽุชูŽุง ุจูู…ูุบูŽู†ู‘ููŠูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุจููˆ ุจูŽูƒู’ุฑู ุฃูŽู…ูŽุฒูŽุงู…ููŠุฑู ุงู„ุดู‘ูŽูŠู’ุทูŽุงู†ู ูููŠ ุจูŽูŠู’ุชู ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽุฐูŽู„ููƒูŽ ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠุฏู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽุง ุฃูŽุจูŽุง ุจูŽูƒู’ุฑู ุฅูู†ู‘ูŽ ู„ููƒูู„ู‘ู ู‚ูŽูˆู’ู…ู ุนููŠุฏู‹ุง ูˆูŽู‡ูŽุฐูŽุง ุนููŠุฏูู†ูŽุง

โ€œAbu Bakar masuk ke rumah dan di hadapanku ada dua orang  jariyah (budak remaja wanita) dari Anshar, mereka berdua sedang bernyanyi dengan syair yang mengingatkan kaum Anshar terhadap hari perang Buโ€™ats.โ€  Dia (โ€˜Aisyah) berkata: โ€œMereka berdua bukanlah penyanyi.โ€ Lalu Abu Bakar berkata: โ€œApakah seruling-seruling syetan ada di rumah Rasulullah?โ€ Saat itu sedang hari raya. Maka Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda: โ€œWahai Abu Bakar, Setiap kaum ada hari rayanya, dan hari ini adalah hari raya kita.โ€ (HR. Bukhari No. 952, Muslim No. 892, Imam Muslim menambahkan bahwa dua jariyah ini memainkan duff /rebana)

Dalam riwayat lain ada tambahan:

ุฏุนู‡ู† ูŠุง ุฃุจุง ุจูƒุฑ ูุฅู†ู‡ุง ุฃูŠุงู… ุนูŠุฏ ูุชุนู„ู… ูŠู‡ูˆุฏ ุฃู† ูู‰ ุฏูŠู†ู†ุง ูุณุญุฉ ุฅู†ู‰ ุฃุฑุณู„ุช ุจุญู†ูŠููŠุฉ ุณู…ุญุฉ

Biarkan mereka wahai Abu Bakar, sesungguhnya ini adalah hari raya, agar orang Yahudi tahu bahwa pada agama kita ada kelapangan, dan aku diutus dengan membawa agama yang hanif lagi lapang. (HR. Ahmad No. 24855, Alauddin A

l Muttaqi Al Hindi, Kanzul โ€˜Ummal No. 40628. Syaikh Syuโ€™aib Al Arnauth mengatakan: hadits ini kuat, dan sanadnya hasan. Lihat Taโ€™liq Musnad Ahmad No. 24855)

1โƒฃ1โƒฃ *Bertakbir Pada Hari Raya*

Kita dianjurkan untuk bertakbir pada hari raya, selain ini menjadi syiar Islam yang  begitu kuat, ini juga diperintahkan dalam Al Quran dan dicontohkan dalam As Sunnah.

Ada dua pembahasan dalam hal ini, yaitu bertakbir pada IDUL FITHRI DAN IDUL ADHA.

โ–ถ๏ธโ—๏ธ Untuk bertakbir pada Idul Fitri

 Allah Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽู„ูุชููƒู’ู…ูู„ููˆุง ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉูŽ ูˆูŽู„ูุชููƒูŽุจู‘ูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ู‡ูŽุฏูŽุงูƒูู…ู’ ูˆูŽู„ูŽุนูŽู„ู‘ูŽูƒูู…ู’ ุชูŽุดู’ูƒูุฑููˆู†ูŽ

                           Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah (2): 185)

๐Ÿ“Œ Waktunya

Ayat  di atas dijadikan dalil oleh Imam Asy Syafiโ€™i dan yang menyepakatinya, bahwa bertakbir pada hari Idul Fitri adalah dimulai ketika berakhirnya Ramadhan pada saat tenggelamnya matahari. Istilah di negeri kita adalah malam takbiran. Pada ayat ini, diperintahkan untuk  mulai bertakbir ketika sudah sempurna bilangan puasanya, dan bilangan puasa telah cukup sempurna setelah mereka berbuka pada puasa terakhir Ramadhan di malam harinya.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ูˆู‚ุงู„ ู‚ูˆู… ุงู„ุชูƒุจูŠุฑ ู…ู† ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ูุทุฑ ุฅุฐุง ุฑุฃูˆุง ุงู„ู‡ู„ุงู„ ุญุชู‰ ูŠุบุฏูˆุง ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูˆุญุชู‰ ูŠุฎุฑุฌ ุงู„ุงู…ุงู…

Segolongan ulama mengatakan bahwa bertakbir dilakukan sejak malam hari raya Idul Fitri jika telah terlihat hilal, sampai pagi hari hari menuju lapangan dan sampai keluarnya imam ke tempat shalat. (Fiqhus Sunnah, 1/325)

Imam Asy Syafiโ€™i Radhiallahu โ€˜Anhu berkata dalam Al Umm ketika mengomentari ayat di atas:

ููŽุณูŽู…ูุนู’ุช ู…ู† ุฃูŽุฑู’ุถูŽู‰ ู…ู† ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู ุจูุงู„ู’ู‚ูุฑู’ุขู†ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู‚ููˆู„ูŽ ู„ูุชููƒู’ู…ูู„ููˆุง ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉูŽ ุนูุฏู‘ูŽุฉูŽ ุตูŽูˆู’ู…ู ุดูŽู‡ู’ุฑู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ูˆูŽุชููƒูŽุจู‘ูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุฅูƒู’ู…ูŽุงู„ูู‡ู ุนู„ู‰ ู…ุง ู‡ูŽุฏูŽุงูƒูู…ู’ ูˆูŽุฅููƒู’ู…ูŽุงู„ูู‡ู ู…ูŽุบููŠุจู ุงู„ุดู‘ูŽู…ู’ุณู ู…ู† ุขุฎูุฑู ูŠูŽูˆู’ู…ู ู…ู† ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุดูŽู‡ู’ุฑู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ

Aku mendengar dari orang-orang yang aku ridhai dari kalangan ulama yang mengerti Al Quran, yang mengatakan โ€œDan hendaklah kamu mencukupkan bilangannyaโ€ yaitu bilangan puasa di bulan Ramadhan, dan bertakbir ketika sempurna bilangannya โ€œatas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamuโ€ sempurnanya itu adalah ketika tenggelamnya matahari pada akhir hari di hari-hari bulan Ramadhan.

Lalu, Imam Asy Syafiโ€™i melanjutkan:

ูุฅุฐุง ุฑูŽุฃูŽูˆู’ุง ู‡ูู„ูŽุงู„ูŽ ุดูŽูˆู‘ูŽุงู„ู ุฃูŽุญู’ุจูŽุจู’ุชู ุฃูŽู†ู’ ูŠููƒูŽุจู‘ูุฑูŽ ุงู„ู†ุงุณ ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉู‹ ูˆูŽููุฑูŽุงุฏูŽู‰ ููŠ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽุณู’ูˆูŽุงู‚ู ูˆูŽุงู„ุทู‘ูุฑูู‚ู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽู†ูŽุงุฒูู„ู ูˆูŽู…ูุณูŽุงููุฑููŠู†ูŽ ูˆูŽู…ูู‚ููŠู…ููŠู†ูŽ ููŠ ูƒู„ ุญูŽุงู„ู ูˆูŽุฃูŽูŠู’ู†ูŽ ูƒูŽุงู†ููˆุง ูˆูŽุฃูŽู†ู’ ูŠูุธู’ู‡ูุฑููˆุง ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ูŠูŽุฒูŽุงู„ููˆู†ูŽ ูŠููƒูŽุจู‘ูุฑููˆู†ูŽ ุญุชู‰ ูŠูŽุบู’ุฏููˆูŽุง ุฅู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ูˆูŽุจูŽุนู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุบูุฏููˆู‘ู ุญุชู‰ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌูŽ ุงู„ู’ุฅูู…ูŽุงู…ู ู„ูู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูŽุฏูŽุนููˆุง ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑูŽ

                           Maka, jika sudah terlihat hilal bulan Syawal aku suka bila manusia bertakbir baik secara berjamaah atau sendiri di masjid, pasar, jalan-jalan, rumah-rumah, para musafir, dan para mukimin pada setiap keadaan, di mana saja mereka berada hendaknya menampakkan takbirnya, dan terus menerus takbir sampai datangnya pagi hingga menunju lapangan dan setelah itu sampai imam keluar untuk shalat, kemudian mereka sudahi takbir itu. (Al Umm, 1/231. Darul Maโ€™rifah)

Jadi, bertakbir bukan hanya di masjid tapi juga di rumah, dk jalan-jalan, pasar, dan lainnya. Tapi, sayangnya -khusus penduduk DKI JAKARTA-  ini dilarang oleh pemerintahnya. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Lalu .. jumhur ulama mengatakan, bahwa mulainya adalah sejak pagi hari menuju lapangan hingga khutbah Id.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:    

                                  ูˆุฌู…ู‡ูˆุฑ ุงู„ุนู„ู…ุงุก ุนู„ู‰ ุฃู† ุงู„ุชูƒุจูŠุฑ ููŠ ุนูŠุฏ ุงู„ูุทุฑ ู…ู† ูˆู‚ุช ุงู„ุฎุฑูˆุฌ ุฅู„ู‰ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุฅู„ู‰ ุงุจุชุฏุงุก ุงู„ุฎุทุจุฉ.ูˆู‚ุฏ ุฑูˆูŠ ููŠ ุฐู„ูƒ ุฃุญุงุฏูŠุซ ุถุนูŠูุฉ ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุงู„ุฑูˆุงูŠุฉ ุตุญุช ุจุฐู„ูƒ ุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ ูˆุบูŠุฑู‡ ู…ู† ุงู„ุตุญุงุจุฉ. ู‚ุงู„ ุงู„ุญุงูƒู…: ู‡ุฐู‡ ุณู†ุฉ ุชุฏุงูˆู„ู‡ุง ุฃู‡ู„ ุงู„ุญุฏูŠุซ.ูˆุจู‡ ู‚ุงู„ ู…ุงู„ูƒ ูˆุฃุญู…ุฏ ูˆุฅุณุญู‚ ูˆุฃุจูˆ ุซูˆุฑ.

                          Mayoritas ulama berpendapat bahwa bertakbir pada Idul Fitri dimulai sejak keluar menuju shalat Id, sampai mulainya khutbah. Hal itu telah diriwayatkan dalam hadits-hadits dhaif, walau ada yang shahih hal itu dari Ibnu Umar dan selainnya dari kalangan sahabat nabi. Berkata

Al Hakim: ini adalah sunah yang tersebar dikalangan ahli hadits. Dan inilah pendapat Malik, Ahmad, ishaq, dan Abu Tsaur.  (Fiqhus Sunnah, 1/325)                                                                        
๐Ÿ“Œ Shighat Takbir (Kalimat Takbir)

 Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah merinci sebagai berikut:

–  Bacaan takbir menurut kalangan Hanafiyah dan Hanabilah

Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha Illallah wallahu Akbar Allahu Akbar (dibaca 2 kali), lalu walillahil hamd.

Bacaan ini berdasarkan riwayat dari Jabir, dari Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, dan juga yang dibaca dua khalifah, dan juga Ibnu Masโ€™ud.

–  Menurut Malikiyah dan Syafiโ€™iyah dalam pendapat barunya (Qaul Jadid)

(Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar) dan ini adalah yang terbaik menurut Malikiyah, jika mau menambahkan (Laa Ilaha Ilallah wallahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahil Hamd), maka ini bagus, amalan ini berdasarkan riwayat dari Jabir dan Ibnu Abbas Radhiallahu โ€˜Anhuma, disunahkan menurut Syafiโ€™iyah setelah membaca takbir yang ketiga: (Allahu Akbar Kabira wal Hamdulillah Katsira wa Subhanallahu Bukrataw wa Ashila), sebagaimana yang nabi ucapkan di bukti Shafa.

 Disunahkan pula setelah itu dengan menambahkan:

ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆู„ุง ู†ุนุจุฏ ุฅู„ุง ุฅูŠุงู‡ุŒ ู…ุฎู„ุตูŠู† ู„ู‡ ุงู„ุฏูŠู† ุŒ ูˆู„ูˆ ูƒุฑู‡ ุงู„ูƒุงูุฑูˆู†ุŒ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุญุฏู‡ุŒ ุตุฏู‚ ูˆุนุฏู‡ุŒ ูˆู†ุตุฑ ุนุจุฏู‡ุŒ ูˆู‡ุฒู… ุงู„ุฃุญุฒุงุจ ูˆุญุฏู‡ุŒ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃูƒุจุฑ

Tambahan ini dilakukan jika mau saja menurut Hanafiyah, lalu ditutup dengan membaca:

ุงู„ู„ู‡ู… ุตู„ู‘ู ุนู„ู‰ ู…ุญู…ุฏ ูˆุนู„ู‰ ุขู„ ู…ุญู…ุฏุŒ ูˆุนู„ู‰ ุฃุตุญุงุจ ู…ุญู…ุฏุŒ ูˆุนู„ู‰ ุฃุฒูˆุงุฌ ู…ุญู…ุฏุŒ ูˆุณู„ู… ุชุณู„ูŠู…ุงู‹ ูƒุซูŠุฑุงู‹
  Demikian. (Lihat semua dalam: Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 2/532)              

  Imam Ath Thabarani meriwayatkan tentang takbirnya Abdullah bin Masโ€™ud Radhiallahu โ€˜Anhu:

ุฃู†ู‡ ูƒุงู† ูŠูƒุจุฑ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุบุฏุงุฉ ู…ู† ูŠูˆู… ุนุฑูุฉ ูˆูŠู‚ุทุน ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนุตุฑ ู…ู† ูŠูˆู… ุงู„ู†ุญุฑ ูŠูƒุจุฑ ุฅุฐุง ุตู„ู‰ ุงู„ุนุตุฑ ู‚ุงู„ : ูˆูƒุงู† ูŠูƒุจุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฃูƒุจุฑุงู„ู„ู‡ ุฃูƒุจุฑ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃูƒุจุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฃูƒุจุฑ ูˆู„ู„ู‡ ุงู„ุญู…ุฏ

Bahwasanya Abdullah bin Masโ€™ud bertakbir pada shalat subuh pada hari โ€˜Arafah (9 Dzulhijjah), dan memutuskannya pada shalat โ€˜ashar hari nahr (penyembelihan), Beliau bertakbir jika shalat โ€˜ashar: โ€œAllahu Akbar, Allahu Akbar, laa Ilaha Illallah wallahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.โ€ (Al Muโ€™jam Al Kabir No. 9538. Lihat juga  Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 5679, )

 Serupa dengan ini  juga dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. (Kanzul โ€˜Ummal No. 12754)

 Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir sejak shalat subuh pada hari โ€˜Arafah, hingga hari-hari tasyriq, tidak bertakbir pada maghribnya. Kalimat takbir Ibnu Abbas:

ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูƒูŽุจููŠุฑู‹ุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูƒูŽุจููŠุฑู‹ุง ุŒ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽุฃูŽุฌูŽู„ู‘ู ุŒ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽู„ูู„ู‘ูŽู‡ู ุงู„ู’ุญูŽู…ู’ุฏู.

Allahu Akbar Kabira (2X), Allahu Akbar wa Ajall, Allahu Akbar wa lillahil Hamd. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 5692)

Mana saja dari kalimat ini yang kita pakai, maka semuanya adalah baik. Ini adalah masalah yang lapang dan luwes.

๐Ÿ“Œ Dianjurkan Mengeraskan Suara

Tertulis di dalam Al Mausuโ€™ah:

  ุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ููŽูŠูŽุฑูŽู‰ ุฌูู…ู’ู‡ููˆุฑู ุงู„ู’ููู‚ูŽู‡ูŽุงุกู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ูŠููƒูŽุจู‘ูŽุฑู ูููŠู‡ู ุฌูŽู‡ู’ุฑู‹ุง ูˆูŽุงุญู’ุชูŽุฌู‘ููˆุง ุจูู‚ูŽูˆู’ู„ูู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ : { ูˆูŽู„ูุชููƒูŽุจู‘ูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ู‡ูŽุฏูŽุงูƒูู…ู’ }   ู‚ูŽุงู„ ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู‘ูŽุงุณู : ู‡ูŽุฐูŽุง ูˆูŽุฑูŽุฏูŽ ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ุจูุฏูŽู„ููŠู„ ุนูŽุทู’ููู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽูˆู’ู„ู‡ ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ : { ูˆูŽู„ูุชููƒู’ู…ูู„ููˆุง ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉูŽ }  ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุฑูŽุงุฏู ุจูุฅููƒู’ู…ูŽุงู„ ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉู ุจูุฅููƒู’ู…ูŽุงู„ ุตูŽูˆู’ู…ู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ

Ada pun pada Idul Fitri jumhur (mayoritas) fuqaha memandang bahwa bertakbir dilakukan dengan suara dikeraskan. Mereka berdalil dengan firman Allah Taโ€™ala:   โ€œhendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,โ€ berkata Ibnu Abbas: ayat ini berbicara tentang Idul Fitri karena kaitannya dengan firmanNya: โ€œDan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya,โ€ maksudnya dengan menyempurnakan jumlahnya, dengan menggenapkan puasa Ramadhan.  (Al Mausuโ€™ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/213)

Ada pun kalangan Hanafiyah mereka menganjurkan bertakbir secara disirr-kan, pada hari raya Idul Fitri. Berikut ini keterangannya:

ูˆูŽุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุฃูŽุจููˆ ุญูŽู†ููŠููŽุฉูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุนูŽุฏูŽู…ู ุงู„ู’ุฌูŽู‡ู’ุฑู ุจูุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ู„ุฃูู†ู‘ูŽ ุงู„ุฃู’ุตู’ู„ ูููŠ ุงู„ุซู‘ูŽู†ูŽุงุกู ุงู„ุฅู’ุฎู’ููŽุงุกู ู„ูู‚ูŽูˆ

ู’ู„ูู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ {ูˆูŽุงุฐู’ูƒูุฑู’ ุฑูŽุจู‘ูŽูƒูŽ ูููŠ ู†ูŽูู’ุณููƒูŽ ุชูŽุถูŽุฑู‘ูุนู‹ุง ูˆูŽุฎููŠููŽุฉู‹ ูˆูŽุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ุฌูŽู‡ู’ุฑู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู„ }  ูˆูŽู‚ูŽูˆู’ู„ูู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฎูŽูŠู’ุฑู ุงู„ุฐู‘ููƒู’ุฑู ุงู„ู’ุฎูŽูููŠู‘ู. ูˆูŽู„ุฃูู†ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽู‚ู’ุฑูŽุจู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฃู’ุฏูŽุจู ูˆูŽุงู„ู’ุฎูุดููˆุนู ุŒ ูˆูŽุฃูŽุจู’ุนูŽุฏู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ููŠูŽุงุกู

Pendapat Abu Hanifah adalah takbir tidak dikeraskan saat Idul Fitri, karena pada asalnya pujian itu mesti disembunyikan, karena Allah Taโ€™ala berfirman:  โ€œdan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,โ€ dan sabda Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam: โ€œSebaik-baiknya dzikir adalah yang tersembunyi.โ€    Karena hal itu lebih dekat dengan adab, khusyuโ€™, dan lebih jauh dari riyaโ€™. (Al Mausuโ€™ah, 13/214)

๐Ÿ“Œ Takbir Pada Idhul Adha                                          
  Allah Taโ€™ala berfirman:

ูˆูŽุงุฐู’ูƒูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูููŠ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูŽุนู’ุฏููˆุฏูŽุงุชู
  Dan berdzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah ditentukan. (QS. Al Baqarah (2): 203)

Maksud  โ€œhari-hari yang telah ditentukanโ€ adalah hari-hari tasyriq, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas. (Al Baihaqi dalam Maโ€™rifatus Sunan wal Atsar No. 3354)

๐Ÿ“Œ  Waktunya

  Bertakbir pada Idul Adha, sudah dimulai sejak pagi hari 9 Dzulhijah hingga akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah)  sebelum maghrib. Sebenarnya tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, oleh karena itu mereka berbeda dalam kapankah mulainya? Dan kapan berakhirnya?  Ada pun sebagian sahabat melakukannya sejak subuh hari Arafah hingga ashar 13 Dzulhijjah, itulah yang dilakukan oleh para sahabat seperti Ali dan Ibnu Masโ€™ud sebagaimana keterangan sebelumnya.

Al Hafizh Ibnu Hajar menceritakan:

ูˆูŽู„ูู„ู’ุนูู„ูŽู…ูŽุงุกู ุงูุฎู’ุชูู„ูŽุงููŒ ุฃูŽูŠู’ุถู‹ุง ูููŠ ุงูุจู’ุชูุฏูŽุงุฆูู‡ู ูˆูŽุงู†ู’ุชูู‡ูŽุงุฆูู‡ู ููŽู‚ููŠู„ูŽ : ู…ูู†ู’ ุตูุจู’ุญู ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนูŽุฑูŽููŽุฉูŽ ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ู…ูู†ู’ ุธูู‡ู’ุฑูู‡ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ู…ูู†ู’ ุนูŽุตู’ุฑูู‡ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ู…ูู†ู’ ุตูุจู’ุญู ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ู†ู‘ูŽุญู’ุฑู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ู…ูู†ู’ ุธูู‡ู’ุฑูู‡ู . ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ูููŠ ุงู„ูุงู†ู’ุชูู‡ูŽุงุกู ุฅูู„ูŽู‰ ุธูู‡ู’ุฑู ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ู†ู‘ูŽุญู’ุฑู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุนูŽุตู’ุฑูู‡ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุธูู‡ู’ุฑู ุซูŽุงู†ููŠู‡ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุตูุจู’ุญู ุขุฎูุฑู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุงู„ุชู‘ูŽุดู’ุฑููŠู‚ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุธูู‡ู’ุฑูู‡ู ุŒ ูˆูŽู‚ููŠู„ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุนูŽุตู’ุฑูู‡ู . ุญูŽูƒูŽู‰ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุงู„ู’ุฃูŽู‚ู’ูˆูŽุงู„ูŽ ูƒูู„ู‘ูŽู‡ูŽุง ุงู„ู†ู‘ูŽูˆูŽูˆููŠู‘ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ุงู„ุซู‘ูŽุงู†ููŠูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ูุงู†ู’ุชูู‡ูŽุงุกู . ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุฑูŽูˆูŽุงู‡ู ุงู„ู’ุจูŽูŠู’ู‡ูŽู‚ููŠู‘ู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุตู’ุญูŽุงุจู ุงูุจู’ู†ู ู…ูŽุณู’ุนููˆุฏู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุซู’ุจูุชู’ ูููŠ ุดูŽูŠู’ุกู ู…ูู†ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุนูŽู†ู’ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุญูŽุฏููŠุซูŒ ุŒ ูˆูŽุฃูŽุตูŽุญู‘ู ู…ูŽุง ูˆูŽุฑูŽุฏูŽ ูููŠู‡ู ุนูŽู†ู’ ุงู„ุตู‘ูŽุญูŽุงุจูŽุฉู ู‚ูŽูˆู’ู„ู ุนูŽู„ููŠู‘ู ูˆูŽุงุจู’ู†ู ู…ูŽุณู’ุนููˆุฏู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุตูุจู’ุญู ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนูŽุฑูŽููŽุฉูŽ ุขุฎูุฑู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ู…ูู†ู‹ู‰ ุฃูŽุฎู’ุฑูŽุฌูŽู‡ู ุงูุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุฐูุฑู ูˆูŽุบูŽูŠู’ุฑูู‡ู ูˆูŽุงูŽู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ู      

  Para ulama berbeda pendapat juga tentang mulai dan berakhirnya. Ada yang bilang: sejak subuh hari โ€˜Arafah, ada pula yang bilang sejak zhuhur, ada yang sejak ashar, ada yang bilang sejak subuh hari nahr (penyembelihan โ€“ 10 Dzulhijah, pen), ada yang bilang sejak zhuhur hari nahr. Ada yang mengatakan berakhirnya sampai zhuhur hari nahr, ada yang bilang sampai ashar, ada yang bilang sampai zhuhur hari tasyriq kedua, ada yang bilang sampai subuh pada akhir hari tasyriq, ada yang bilang sampai zuhurnya, dan ada yang sampai asharnya.   Semua pendapat ini diceritakan oleh An Nawawi kecuali pendapat  berakhirnya takbir sampai zhuhur hari kedua tasyriq. Dan, Al Baihaqi telah meriwayatkan dari para sahabat, dari Ibnu Masโ€™ud.  Tidak ada yang pasti sedikit pun  hadits Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam tentang hal ini, yang shahih adalah apa yang diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Masโ€™ud bahwa mereka melakukannya sejak subuh hari Arafah hingga akhir hari-hari di Mina โ€“hari tasyriq. (Fathul Bari, 2/462)                          

  Syaikh Sayyid Sabiq menambahkan:

ูˆูˆู‚ุชู‡ ููŠ ุนูŠุฏ ุงู„ุงุถุญู‰ ู…ู† ุตุญูŠุญ ูŠูˆู… ุนุฑูุฉ ุฅู„ู‰ ุนุตุฑ ุฃูŠุงู… ุงู„ุชุดุฑูŠู‚ ูˆู‡ูŠ ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุญุงุฏูŠ ุนุดุฑุŒ ูˆุงู„ุซุงู†ูŠ ุนุดุฑุŒ ูˆุงู„ุซุงู„ุซ ุนุดุฑ ู…ู† ุฐูŠ ุงู„ุญุฌุฉ.

Waktu bertakbir bagi Idul Adha yang shahih adalah sejak hari โ€˜Arafah sampai ashar hari-hari tasyriq, yaitu 11,12,13, dari Dzulhijjah. (Fiqhus Sunnah, 1/325)

  Sebenarnya, dalam hadits shahih ada isyarat bahwa mulainya bertakbir bagi Idul Adha adalah sejak hari โ€˜Arafah (9 Dzulhijjah), yaitu beberapa riwayat berikut:

Dari โ€˜Uqbah bin โ€˜Amir Radhiallahu โ€˜Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam bersabda:

ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนูŽุฑูŽููŽุฉูŽ ูˆูŽูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ู†ู‘ูŽุญู’ุฑู ูˆูŽุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุงู„ุชู‘ูŽุดู’ุฑููŠู‚ู ุนููŠุฏูู†ูŽุง ุฃูŽู‡ู’ู„ูŽ ุงู„ู’ุฅูุณู’ู„ูŽุงู…ู ูˆูŽู‡ููŠูŽ ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุฃูŽูƒู’ู„ู ูˆูŽุดูุฑู’ุจู

Hari โ€˜Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk islam, itu adalah hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya: hasan shahih, Ad Darimi No. 1764, Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: โ€œShahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.โ€ )

Dari Nubaisyah Al Hudzalli, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu โ€˜
Majelis Ilmu Farid Nu’man:
Alaihi wa Sallam bersabda:

ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุงู„ุชู‘ูŽุดู’ุฑููŠู‚ู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุฃูŽูƒู’ู„ู ูˆูŽุดูุฑู’ุจู

Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No. 1141) ), dan dalam riwayat Abu Al Malih ada tambahan: โ€œdan hari berdzikir kepada Allah.โ€ (HR. Muslim No. 1141)

Maka jika dipadukan semua hadits ini kita simpulkan, hari   berdzikir (bertakbir) sudah dimulai sejak hari โ€˜Arafah hingga hari tasyriq.  Dan, yang dilakukan para sahabat adalah sejak subuh hari โ€˜Arafah hingga ashar 13 Dzulhijjah.

Pada hari-hari tersebut (9,10,11,12,13 Dzulhijjah) kita bisa melakukan takbir kapan pun, sejak subuh tanggal 9 hingga ashar tanggal 13. Kita bisa melakukannya di masjid, setelah shalat wajib, di pasar, di rumah, dan di mana pun tempat yang layak untuk berdzikir.

Khadimus Sunnah, Asy Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah rahmatan waasiโ€™ah berkata:

ูˆุงู„ุชูƒุจูŠุฑ ููŠ ุฃูŠุงู… ุงู„ุชุดุฑูŠู‚ ู„ุง ูŠุฎุชุต ุงุณุชุญุจุงุจู‡ ุจูˆู‚ุช ุฏูˆู† ูˆู‚ุชุŒ ุจู„ ู‡ูˆ ู…ุณุชุญุจ ููŠ ูƒู„ ูˆู‚ุช ู…ู† ุชู„ูƒ ุงู„ุงูŠุงู….
ู‚ุงู„ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ: ูˆูƒุงู† ุนู…ุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ูŠูƒุจุฑ ููŠ ู‚ุจุชู‡ ุจู…ู†ู‰ ููŠุณู…ุนู‡ ุฃู‡ู„ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ููŠูƒุจุฑูˆู† ูˆูŠูƒุจุฑ ุฃู‡ู„ ุงู„ุณูˆู‚ ุญุชู‰ ูŠุฑุชุฌ ู…ู†ู‰ ุชูƒุจูŠุฑุง. ูˆูƒุงู† ุงุจู† ุนู…ุฑ ูŠูƒุจุฑ ุจู…ู†ู‰ ุชู„ูƒ ุงู„ุงูŠุงู… ูˆุฎู„ู ุงู„ุตู„ูˆุงุช ูˆุนู„ู‰ ูุฑุงุดู‡ ูˆููŠ ูุณุทุงุทู‡ ูˆู…ุฌู„ุณู‡ ูˆู…ู…ุดุงู‡ ุชู„ูƒ ุงู„ุงูŠุงู… ุฌู…ูŠุนุงุŒ ูˆูƒุงู†ุช ู…ูŠู…ูˆู†ุฉ ุชูƒุจุฑ ูŠูˆู… ุงู„ู†ุญุฑุŒ ูˆูƒุงู† ุงู„ู†ุณุงุก ูŠูƒุจุฑู† ุฎู„ู ุฃุจุงู† ุจู† ุนุซู…ุงู† ูˆุนู…ุฑ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ุนุฒูŠุฒ ู„ูŠุงู„ูŠ ุงู„ุชุดุฑูŠู‚ ู…ุน ุงู„ุฑุฌุงู„ ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏ

Bertakbir pada hari-hari tasyriq tidak dikhususkan kesunahannya itu pada satu waktu tidak pada waktu lainnya, tetapi disunahkan pada tiap kesempatan di hari-hari itu. Imam Al Bukhari berkata: โ€œUmar Radhiallahu โ€˜Anhu bertakbir di Kubah di kota Mina, hal itu didengar oleh orang di masjid maka mereka ikut bertakbir, dan bertakbir pula orang yang ada di pasar, sehingga kota Mina riuh dengan takbir. Ibnu Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu, baik setelah shalat, di atas tempat tidur, ketika duduk, atau ketika berjalan, pada hari itu semuanya. Maimunah bertakbir pada hari nahr (10 Dzulhijah), kaum wanita bertakbir bersama kaum laki-laki di masjid pada malam-malam tasyriq, di belakang Abban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz. (Fiqhus Sunnah, 1/326)

Namun, sebagian ulama  ada yang merinci waktunya dan tata caranya. Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menceritakan sedikit perbedaan waktu-waktu takbir tersebut, sebagai berikut:

ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุงูุดู’ุชูŽู…ูŽู„ูŽุชู’ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุงู„ู’ุขุซูŽุงุฑู ุนูŽู„ูŽู‰ ูˆูุฌููˆุฏู ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ูููŠ ุชูู„ู’ูƒูŽ ุงู„ู’ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ู ุนูŽู‚ูุจูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽูˆูŽุงุชู ูˆูŽุบูŽูŠู’ุฑู ุฐูŽู„ููƒูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ุฃูŽุญู’ูˆูŽุงู„ู . ูˆูŽูููŠู‡ู ุงูุฎู’ุชูู„ูŽุงููŒ ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุนูู„ูŽู…ูŽุงุกู ูููŠ ู…ูŽูˆูŽุงุถูุนูŽ : ููŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‚ูŽุตูŽุฑูŽ ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽุนู’ู‚ูŽุงุจู ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽูˆูŽุงุชู ุŒ ูˆูŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ุฎูŽุตู‘ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุจูุงู„ู’ู…ูŽูƒู’ุชููˆุจูŽุงุชู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽูˆูŽุงููู„ู ุŒ ูˆูŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ุฎูŽุตู‘ูŽู‡ู ุจูุงู„ุฑู‘ูุฌูŽุงู„ู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกู ุŒ ูˆูŽุจูุงู„ู’ุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ููŽุฑูุฏู ุŒ ูˆูŽุจูุงู„ู’ู…ูุคูŽุฏู‘ูŽุงุฉู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽู‚ู’ุถููŠู‘ูŽุฉู ุŒ ูˆูŽุจูุงู„ู’ู…ูู‚ููŠู…ู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูุณูŽุงููุฑู ุŒ ูˆูŽุจูุณูŽุงูƒูู†ู ุงู„ู’ู…ูุตู’ุฑู ุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽุฑู’ูŠูŽุฉู . ูˆูŽุธูŽุงู‡ูุฑู ุงูุฎู’ุชููŠูŽุงุฑู ุงู„ู’ุจูุฎูŽุงุฑููŠู‘ู ุดูู…ููˆู„ู ุฐูŽู„ููƒูŽ ู„ูู„ู’ุฌูŽู…ููŠุนู ุŒ ูˆูŽุงู„ู’ุขุซูŽุงุฑู ุงู„ู‘ูŽุชููŠ ุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ูŽุง ุชูุณูŽุงุนูุฏูู‡ู

Semua atsar ini memuat bahwa adanya takbir itu adalah dilakukan pada hari-hari  itu, setelah shalat, dan dilakukan pula pada berbagai keadaan lain. Para ulama berbeda pendapat dalam berbagai hal: diantara mereka ada yang mempersempit bahwa takbir itu hanya setelah shalat, ada pula yang mengkhususkan lagi hanya pada shalat wajib bukan sunah, ada yang mengkhsuskan itu hanya buat laki-laki bukan wanita, pada shalat berjamaah bukan shalat sendiri, pada shalat yang dilakukan pada waktunya bukan shalat qadha, bagi orang yang mukim bukan musafir, dan pada kota-kota besar bukan pedesaan. Pendapat yang benar, yang dipilih oleh Imam Al Bukhari adalah bertakbir bisa dilakukan pada semua waktu dan keadaan tersebut, dan atsar-atsar yang telah disebutkan mendukung pendapatnya itu. (Fathul Bari, 2/462)

Apa yang dipilih oleh Imam Al Bukhari nampaknya  lebih baik,  karena tidak ada petunjuk yang mengkhususkannya, apalagi petunjuk dari para sahabat menunjukkan bahwa bertakbir bisa dilakukan kapan saja, pada hari-hari tersebut. Wallahu Aโ€™lam

๐Ÿ“ŒDianjurkan dikeraskan

 Dalam hal ini, tidak ada beda pendapat para fuqaha, bahwa sunahnya mengeraskan takbir Idul Adha. Berbeda dengan Idul fitri yang masih terjadi perselisihan.

Tertulis dalam Al Mausuโ€™ah:

ู„ุงูŽ ุฎูู„ุงูŽููŽ ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู’ููู‚ูŽู‡ูŽุงุกู ูููŠ ุฌูŽูˆูŽุงุฒู ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ุฌูŽู‡ู’ุฑู‹ุง ูููŠ ุทูŽุฑููŠู‚ู ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ุฃู’ุถู’ุญูŽู‰

Tidak ada perbedaan pendapat di antara fuqaha tentang kebolehan bertakbir dengan dikeraskan di jalan menuju lapangan saat Idul Adha. (Al Mausuโ€™ah, 13/213)
Tentang bentuk kalimat takbirnya, sama dengan takbir pada Idul Fitri.

Selesai. Wallahu Aโ€™lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…

Beberapa Adab dan Sunah Berhari Raya (Bag. 2)

๐Ÿ“† Ahad,  28 Ramadhan 1437 H / 3 Juli 2016 M

๐Ÿ“š Fiqih dan Hadits

๐Ÿ“ Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS.

๐Ÿ“‹  *Beberapa Adab dan Sunah Berhari Raya (Bag. 2)*

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ

4โƒฃ *Pergi menuju lapangan untuk shalat Id*

Shalat hari raya di lapangan adalah sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, karena Beliau tidak pernah shalat Id, kecuali di lapangan (mushalla). Namun, jika ada halangan seperti hujan, lapangan yang berlumpur atau becek, tidak mengapa dilakukan di dalam masjid. Dikecualikan bagi penduduk Mekkah, shalat Id di Masjidil Haram adalah lebih utama.

  Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ูŠุฌูˆุฒ ุฃู† ุชุคุฏู‰ ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏุŒ ูˆู„ูƒู† ุฃุฏุงุกู‡ุง ููŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ุฎุงุฑุฌ ุงู„ุจู„ุฏ ุฃูุถู„  ู…ุง ู„ู… ูŠูƒู† ู‡ู†ุงูƒ ุนุฐุฑ ูƒู…ุทุฑ ูˆู†ุญูˆู‡ ู„ุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ูŠุตู„ูŠ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ููŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰  ูˆู„ู… ูŠุตู„ ุงู„ุนูŠุฏ ุจู…ุณุฌุฏู‡ ุฅู„ุง ู…ุฑุฉ ู„ุนุฐุฑ ุงู„ู…ุทุฑ.

  Shalat Id boleh dilakukan di dalam masjid, tetapi melakukannya di mushalla (lapangan) yang berada di luar adalah lebih utama, hal ini selama tidak ada โ€˜udzur seperti hujan dan semisalnya, karena Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam shalat dua hari raya di lapangan, tidak pernah Beliau shalat di masjidnya kecuali sekali karena adanya hujan. (Fiqhus Sunnah, 1/318)

  Maksud dari โ€œmushallaโ€ adalah:

ู…ูˆุถุน ุจุจุงุจ ุงู„ู…ุฏูŠู†ุฉ ุงู„ุดุฑู‚ูŠ

   Lapangan di pintu Madinah sebelah timur. (Ibid, cat kaki. No. 2)

Imam An Nawawi menjelaskan:

ุฃู…ุง ุงู„ุงุญูƒุงู… ูู‚ุงู„ ุงุตุญุงุจู†ุง ุชุฌูˆุฒ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ููŠ ุงู„ุตุญุฑุงุก ูˆุชุฌูˆุฒ ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ูุงู† ูƒุงู† ุจู…ูƒุฉ ูุงู„ู…ุณุฌุฏ ุงู„ุญุฑุงู… ุฃูุถู„ ุจู„ุง ุฎู„ุงู

  Ada pun masalah hukum-hukumnya, sahabat-sahabat kami (Syafiโ€™iyah) mengatakan bolehnya shalat  โ€˜Id di lapangan dan bolehnya di masjid.  Jika di Mekkah, maka Masjidil Haram adalah lebih utama, tanpa diperdebatkan lagi. (Al Majmuโ€™ Syarh Al Muhadzdzab, 5/5)

  Dari Abu Hurairah Radhiallahu โ€˜Anhu, katanya:

ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽุตูŽุงุจูŽู‡ูู…ู’ ู…ูŽุทูŽุฑูŒ ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠุฏู ููŽุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุจูู‡ูู…ู’ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุตูŽู„ูŽุงุฉูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏู ูููŠ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู

  Bahwasanya mereka ditimpa hujan pada hari raya, maka Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam shalat Id bersama mereka di masjid. (HR. Abu Daud No. 1160, Ibnu Majah No. 1313, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1094, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6051, juga As Sunan Ash Shughra No. 732)

  Adapun kalangan Syafiโ€™iyah, lebih mengutamakan di masjid jika masjid itu mampu menampung semua jamaah satu daerah, jika tidak, maka di lapangan lebih baik.

  Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah menuliskan:

ูˆุฅู† ูƒุงู† ุงู„ู…ุณุฌุฏ ูˆุงุณุนุง ูุงู„ู…ุณุฌุฏ ุฃูุถู„ ู…ู† ุงู„ู…ุตู„ู‰ ู„ุงู† ุงู„ุฃุฆู…ุฉ ู„ู… ูŠุฒุงู„ูˆุง ูŠุตู„ูˆู† ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ุจู…ูƒุฉ ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ูˆู„ุงู† ุงู„ู…ุณุฌุฏ ุฃุดุฑู ูˆุฃู†ุธู ู‚ุงู„ ุงู„ุดุงูุนูŠ ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ูุฅู† ูƒุงู† ุงู„ู…ุณุฌุฏ ูˆุงุณุนุง ูุตู„ู‰ ููŠ ุงู„ุตุญุฑุงุก ูู„ุง ุจุฃุณ ูˆุฅู† ูƒุงู† ุถูŠู‚ุง ูุตู„ู‰ ููŠู‡ ูˆู„ู… ูŠุฎุฑุฌ ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูƒุฑู‡ุช ู„ุงู†ู‡ ุฅุฐุง ุชุฑูƒ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ูˆุตู„ู‰ ููŠ ุงู„ุตุญุฑุงุก ู„ู… ูŠูƒู† ุนู„ูŠู‡ู… ุถุฑุฑ ูˆุฅุฐุง ุชุฑูƒ ุงู„ุตุญุฑุงุก ูˆุตู„ู‰ ููŠ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ุงู„ุถูŠู‚ ุชุฃุฐูˆุง ุจุงู„ุฒุญุงู… ูˆุฑุจู…ุง ูุงุช ุจุนุถู‡ู… ุงู„ุตู„ุงุฉ ููƒุฑู‡

  Jika masjid itu luas, maka shalat di dalamnya lebih utama dibanding di lapangan. Karena para imam senantiasa melakukan shalatnya di Mekkah di dalam masjid, juga karena masjid itu  lebih mulia dan lebih bersih. Imam Asy Syafiโ€™i berkata: โ€œJika masjid itu luas maka shalat di lapangan tidak apa-apa, jika masjidnya sempit maka shalatlah di lapangan.  Jika ada yang tidak keluar menuju lapangan maka itu dibenci (makruh), karena jika mereka meninggalkan  masjid dan shalat di lapangan, tidak akan terjadi dharar (kerusakan). Jika mereka meninggalkan lapangan, dan shalat di masjid yang sempit, maka hal itu akan mengganggu mereka dengan berdesak-desakan, bisa jadi di antara mereka ada yang luput shalatnya, dan hal itu menjadi makruh. (Al Muhadzdzab, 1/118)

  Dalam Syarah terhadap kitab Al Muhazdzab-nya Imam Abu Ishaq,   Imam An Nawawi memberikan rincian sebagai berikut:

–  Shalat Id di Masjidil Aqsha, menurut Al Bandaniji dan Ash Shaidalani, lebih utama dibanding di lapangan. Jumhur tidak ada yang menolaknya, namun yang benar adalah bahwa mereka menyamakan secara mutlak bahwa Al Aqsha sama dengan masjid  lainnya.

–  Jika di negeri selain itu, maka jika mereka memiliki halangan untuk keluar ke lapangan, maka tidak ada perbedaan pendapat bahwa mereka diperintahkan shalat Id di masjid.  Udzur tersebut seperti hujan, dingin, rasa takut, dan semisalnya.

–  Jika tidak ada udzur, dan masjidnya sempit, maka tidak ada perbedaan pendapat bahwa di lapangan lebih afdhal.

–  Jika masjid luas, tapi tidak ada udzur, maka ada dua pendapat:

Pertama, yang shahih adalah yang tertera dalam Al Umm, dan merupakan pendapat Al Mushannif (maksudnya Imam Abu Ishaq Asy Syirazi), mayoritas ulama Iraq, Al Baghawi, dan selain mereka, bahwa shalat di masjid lebih afdhal.

Kedua, yang shahih menurut komunitas ulama khurasan bahwa shalat di lapangan lebih afdhal, karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam selalu melakukannya di lapangan.
Golongan yang pertama memberikan jawaban, bahwa dahulu shalat di lapangan lantaran masjid  berukuran  sempit sedangkan manusia yang keluar sangat banyak, maka yang lebih benar adalah di masjid. Demikian uraian Imam An Nawawi. (Lihat semua dalam Al Majmuโ€™ Syarh Al Muhadzdzab, 5/5)

  Jadi, jika dilihat perbedaan ini, nampak bahwa  yang terpenting adalah tertampungnya jamaah shalat Id dalam tempat shalat. Itulah esensinya, kalangan Syafiโ€™iyah bukan menolak shalat Id di lapangan sebagaimana penjelasan tokoh-tokoh mereka,  sebagaimana memang itu yang dicontohkan nabi, tetapi mereka melihat pada maksudnya, yaitu karena manusia begitu banyak sedangkan kapasitas masjid tidak cukup. Nah, untuk zaman ini rasio umat Islam dan jumlah masjidnya tidak seimbang,  umumnya memang masjid tidak mampu menampung membludaknya jamaah โ€“dan ini yang biasa terjadi- maka, saat itu di lapangan lebih afdhal.

5โƒฃ *Dianjurkan kaum wanita dan anak-anak keluar ke lapangan*

Mereka dianjurkan untuk keluar karena memang ini adalah hari raya yang mesti disambut dengan suka cita oleh siapa saja.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ูŠุดุฑุน ุฎุฑูˆุฌ ุงู„ุตุจูŠุงู† ูˆุงู„ู†ุณุงุก ููŠ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ู„ู„ู…ุตู„ู‰ ู…ู† ุบูŠุฑ ูุฑู‚ ุจูŠู† ุงู„ุจูƒุฑ ูˆุงู„ุซูŠุจ ูˆุงู„ุดุงุจุฉ ูˆุงู„ุนุฌูˆุฒ ูˆุงู„ุญุงุฆุถ

Dianjurkan keluarnya anak-anak dan kaum wanita pada dua hari raya menuju lapangan, tanpa ada perbedaan, baik itu gadis, dewasa, pemudi, tua renta, dan juga wanita haid. (Fiqhus Sunnah, 1/318)

Ummu โ€˜Athiyah Radhiallahu โ€˜Anha berkata:

ุฃูŽู…ูŽุฑูŽู†ูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽู†ู’ ู†ูุฎู’ุฑูุฌูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ูููŠ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ุงู„ู’ุนูŽูˆูŽุงุชูู‚ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ุญููŠู‘ูŽุถูŽ ูˆูŽุฐูŽูˆูŽุงุชู ุงู„ู’ุฎูุฏููˆุฑู ููŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ู’ุญููŠู‘ูŽุถู ููŽูŠูŽุนู’ุชูŽุฒูู„ู’ู†ูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉูŽ ูˆูŽูŠูŽุดู’ู‡ูŽุฏู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุฑูŽ ูˆูŽุฏูŽุนู’ูˆูŽุฉูŽ ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ููŠู†ูŽ ู‚ูู„ู’ุชู ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูุญู’ุฏูŽุงู†ูŽุง ู„ูŽุง ูŠูŽูƒููˆู†ู ู„ูŽู‡ูŽุง ุฌูู„ู’ุจูŽุงุจูŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูุชูู„ู’ุจูุณู’ู‡ูŽุง ุฃูุฎู’ุชูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุฌูู„ู’ุจูŽุงุจูู‡ูŽุง

  Kami diperintahkan Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam untuk mengeluarkan anak-anak gadis, wanita haid, wanita yang dipingit, pada hari Idul Fitri dan idul Adha. Ada pun wanita haid, mereka terpisah dari tempat shalat. Agar mereka bisa menghadiri kebaikan dan doa kaum muslimin. Aku berkata: โ€œWahai Rasulullah, salah seorang kami tidak memiliki jilbab.โ€ Beliau menjawab: โ€œHendaknya saudarinya memakaikan jilbabnya untuknya.โ€ (HR. Bukhari No. 324, dan Muslim No. 890, dan ini lafaznya Imam Muslim)

  Hikmahnya adalah โ€“selain agar mereka bisa mendapatkan kebaikan dan doa kaum muslimin- juga sebagai momen bagi kaum wanita dan anak-anak untuk mendapatkan pelajaran dan nasihat agama. Hal ini ditegaskan dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiallahu โ€˜Anhuma, ketika dahulu masih kecil, katanya:

ุฎูŽุฑูŽุฌู’ุชู ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ููุทู’ุฑู ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ููŽุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุซูู…ู‘ูŽ ุฎูŽุทูŽุจูŽ ุซูู…ู‘ูŽ ุฃูŽุชูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกูŽ ููŽูˆูŽุนูŽุธูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ูˆูŽุฐูŽูƒู‘ูŽุฑูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ูˆูŽุฃูŽู…ูŽุฑูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ุจูุงู„ุตู‘ูŽุฏูŽู‚ูŽุฉู

  Saya keluar bersama Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam pada hari Idul Fitri atau Idul Adha, Beliau shalat, kemudian berkhutbah, lalu mendatangi kaum wanita dan memberikan nasihat kepada mereka, memberikan peringatakan dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. (HR. Bukhari No. 975)

  Namun, hendaknya keluarnya kaum wanita tetap menjaga akhlak dan adab berpakaian yang dibenarkan syariat, tidak berpakaian dan berhias seperti orang kafir, tidak menampakkan lekuk tubuh, menutup aurat secara sempurna, tidak mencolok, dan menjauhi wangi-wangian.

Tertulis di dalam Al Mausuโ€™ah:

  ุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ููŽูŠูŽุฑูŽู‰ ุฌูู…ู’ู‡ููˆุฑู ุงู„ู’ููู‚ูŽู‡ูŽุงุกู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ูŠููƒูŽุจู‘ูŽุฑู ูููŠู‡ู ุฌูŽู‡ู’ุฑู‹ุง ูˆูŽุงุญู’ุชูŽุฌู‘ููˆุง ุจูู‚ูŽูˆู’ู„ูู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ : { ูˆูŽู„ูุชููƒูŽุจู‘ูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ู‡ูŽุฏูŽุงูƒูู…ู’ }   ู‚ูŽุงู„ ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู‘ูŽุงุณู : ู‡ูŽุฐูŽุง ูˆูŽุฑูŽุฏูŽ ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ุจูุฏูŽู„ููŠู„ ุนูŽุทู’ููู‡ู ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽูˆู’ู„ู‡ ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ : { ูˆูŽู„ูุชููƒู’ู…ูู„ููˆุง ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉูŽ }  ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุฑูŽุงุฏู ุจูุฅููƒู’ู…ูŽุงู„ ุงู„ู’ุนูุฏู‘ูŽุฉู ุจูุฅููƒู’ู…ูŽุงู„ ุตูŽูˆู’ู…ู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ

 Ada pun pada Idul Fitri jumhur (mayoritas) fuqaha memandang bahwa bertakbir dilakukan dengan suara dikeraskan. Mereka berdalil dengan firman Allah Taโ€™ala:   โ€œhendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,โ€ berkata Ibnu Abbas: ayat ini berbicara tentang Idul Fitri karena kaitannya dengan firmanNya: โ€œDan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya,โ€ maksudnya dengan menyempurnakan jumlahnya, dengan menggenapkan puasa Ramadhan.  (Al Mausuโ€™ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/213)

Ada pun kalangan Hanafiyah mereka menganjurkan bertakbir secara disirr-kan, pada hari raya Idul Fitri. Berikut ini keterangannya:

ูˆูŽุฐูŽู‡ูŽุจูŽ ุฃูŽุจููˆ ุญูŽู†ููŠููŽุฉูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุนูŽุฏูŽู…ู ุงู„ู’ุฌูŽู‡ู’ุฑู ุจูุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠุฑู ูููŠ ุนููŠุฏู ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ู„ุฃูู†ู‘ูŽ ุงู„ุฃู’ุตู’ู„ ูููŠ ุงู„ุซู‘ูŽู†ูŽุงุกู ุงู„ุฅู’ุฎู’ููŽุงุกู ู„ูู‚ูŽูˆู’ู„ูู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰ {ูˆูŽุงุฐู’ูƒูุฑู’ ุฑูŽุจู‘ูŽูƒูŽ ูููŠ ู†ูŽูู’ุณููƒูŽ ุชูŽุถูŽุฑู‘ูุนู‹ุง ูˆูŽุฎููŠููŽุฉู‹ ูˆูŽุฏููˆู†ูŽ ุงู„ู’ุฌูŽู‡ู’ุฑู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู„ }  ูˆูŽู‚ูŽูˆู’ู„ูู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฎูŽูŠู’ุฑู ุงู„ุฐู‘ููƒู’ุฑู ุงู„ู’ุฎูŽูููŠู‘ู. ูˆูŽู„ุฃูู†ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽู‚ู’ุฑูŽุจู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฃู’ุฏูŽุจู ูˆูŽุงู„ู’ุฎูุดููˆุนู ุŒ ูˆูŽุฃูŽุจู’ุนูŽุฏู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ููŠูŽุงุกู

Pendapat Abu Hanifah adalah takbir tidak dikeraskan saat Idul Fitri, karena pada asalnya pujian itu mesti disembunyikan, karena Allah Taโ€™ala berfirman:  โ€œdan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,โ€ dan sabda Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam: โ€œSebaik-baiknya dzikir adalah yang tersembunyi.โ€    Karena hal itu lebih dekat dengan adab, khusyuโ€™, dan lebih jauh dari riyaโ€™. (Al Mausuโ€™ah, 13/214)

6โƒฃ  Shalat Hari Raya

Dalam hal ini Allah Taโ€™ala berfirman:
ููŽุตูŽู„ู‘ู ู„ูุฑูŽุจู‘ููƒูŽ ูˆูŽุงู†ู’ุญูŽุฑู’

โ€œMaka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.โ€ (QS. Al Kautsar: 2)

๐Ÿ“Œ Shalat Idul Adha (juga Idhul Fitri) adalah sunah muakadah.

 Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

ุดุฑุนุช ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ููŠ ุงู„ุณู†ุฉ ุงู„ุงูˆู„ู‰ ู…ู† ุงู„ู‡ุฌุฑุฉุŒ ูˆู‡ูŠ ุณู†ุฉ ู…ุคูƒุฏุฉ ูˆุงุธุจ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุนู„ูŠู‡ุง ูˆุฃู…ุฑ ุงู„ุฑุฌุงู„ ูˆุงู„ู†ุณุงุก ุฃู† ูŠุฎุฑุฌูˆุง ู„ู‡ุง.

Disyariatkannya shalat โ€˜Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)

Ada pun kalangan Hanafiyah berpendapat wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di antara sunah dan fardhu.

Disebutkan dalam Al Mausuโ€™ah:

ุตูŽู„ุงูŽุฉู ุงู„ู’ุนููŠุฏูŽูŠู’ู†ู ูˆูŽุงุฌูุจูŽุฉูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู„ ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ุงู„ู’ู…ููู’ุชูŽู‰ ุจูู‡ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽูููŠู‘ูŽุฉู – ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุฑูŽุงุฏู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ูˆูŽุงุฌูุจู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู’ุญูŽู†ูŽูููŠู‘ูŽุฉู : ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ุฒูู„ูŽุฉูŒ ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู’ููŽุฑู’ุถู ูˆูŽุงู„ุณู‘ูู†ู‘ูŽุฉู – ูˆูŽุฏูŽู„ููŠู„ ุฐูŽู„ููƒูŽ : ู…ููˆูŽุงุธูŽุจูŽุฉู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุฏููˆู†ู ุชูŽุฑู’ูƒูู‡ูŽุง ูˆูŽู„ูŽูˆู’ ู…ูŽุฑู‘ูŽุฉู‹

Shalat โ€˜Idain (dua hari raya)  adalah wajib menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah โ€“maksud wajib menurut madzhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausuโ€™ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)

Sedangkan Syafiโ€™iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu, Nabi menyebutkan shalat yang lima.

 Lalu Arab Badui itu bertanya:

 ู‡ูŽู„ ุนูŽู„ูŽูŠู‘ูŽ ุบูŽูŠู’ุฑูู‡ูู†ู‘ูŽ ุŸ ู‚ูŽุงู„ ู„ุงูŽ ุŒ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ุชูŽุทูŽูˆู‘ูŽุนูŽ

 Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: โ€œTidak ada, kecuali yang sunah.โ€ (HR. Bukhari No. 46)

Bukti lain bahwa shalat โ€˜Idain itu sunah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah sebagaimana shalat wajib lainnya. Shalat tersebut sama halnya dengan shalat sunah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa shalat โ€˜Idain adalah sunah.

Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Taโ€™ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah:  โ€œMaka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.โ€ (QS. Al Kautsar: 2). Juga karena Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240)

7โƒฃ *Mendengarkan Khutbah Hari Raya*

Berkhutbah hari raya adalah sunah menurut jumhur ulama, mendengarkannya juga sunah.

Syaikh Sayyid Sabiq menerangkan:

ุงู„ุฎุทุจุฉ ุจุนุฏ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ุณู†ุฉ ูˆุงู„ุงุณุชู…ุงุน ุฅู„ูŠู‡ุง ูƒุฐู„ูƒ

Khutbah setelah shalat  โ€˜Id adalah sunah, mendengarkannya juga begitu. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah menjelaskan:

ุชุณู† ุนู†ุฏ ุงู„ุฌู…ู‡ูˆุฑ ูˆุชู†ุฏุจ ุนู†ุฏ ุงู„ู…ุงู„ูƒูŠุฉ ุฎุทุจุชุงู† ู„ู„ุนูŠุฏ ูƒุฎุทุจุชูŠ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ููŠ ุงู„ุฃุฑูƒุงู† ูˆุงู„ุดุฑูˆุท ูˆุงู„ุณู†ู† ูˆุงู„ู…ูƒุฑูˆู‡ุงุชุŒ ุจุนุฏ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุนูŠุฏ ุฎู„ุงูุงู‹ ู„ู„ุฌู…ุนุฉุŒ ุจู„ุง ุฎู„ุงู ุจูŠู† ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู†

Disunahkan menurut mayoritas ulama, dan dianjurkan menurut Malikiyah dua khutbah pada saat hari raya, sebagaimana khutbah Jumat dalam hal rukun, syarat, sunah, dan makruhnya, dilakukan setelah shalat Id, berbeda cara dengan shalat Jumat, tidak ada perselihan pendapat di antara kaum muslimin dalam hal ini. (Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 2/528)

Maka, di sisi khatib,  sangat dianjurkan agar khatib memberikan khutbah semenarik mungkin agar jamaah tidak pulang. Sebab, di sisi lain mereka berhak untuk itu, karena memang itu sunah, dan mereka pun sudah shalat โ€˜Id. Berbeda dengan shalat Jumat, mereka tidak mungkin pulang ketika mendengarkan khutbah, karena shalatnya belum dilaksanakan. Di sisi jamaah, hendaknya mereka mau bersabar dan menyimak khutbah saat itu, yang dengan itu mudah-mudahan Allah Taโ€™ala memberikan manfaat melalui lisan sang khathib.

Dari Abdullah bin As Saaโ€™ib Radhiallahu โ€˜Anhu, katanya:

ุดูŽู‡ูุฏู’ุชู ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏูŽ ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ู‚ูŽุถูŽู‰ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ู‘ูŽุง ู†ูŽุฎู’ุทูุจู ููŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ู„ูู„ู’ุฎูุทู’ุจูŽุฉู ููŽู„ู’ูŠูŽุฌู’ู„ูุณู’ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจูŽ ููŽู„ู’ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจู’

โ€œSaya menghadiri shalat โ€˜Id bersama Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, ketika shalat sudah selesai, beliau bersabda: โ€œKami  akan berkhutbah, jadi siapa saja yang mau duduk mendengarkan khutbah maka duduklah, dan yang ingin pergi, pergilah!โ€ (HR. Abu Daud No. 1155, Ad Daruquthni, 2/50, Alaudin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul โ€˜Ummal No.  24097 , Ath Thahawi, Musykilul Aatsar No. 3160. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat Shahihul Jamiโ€™ No. 2289)

Hadits ini menunjukkan dengan tegas bahwa mendengarkan khutbah bukan kewajiban, tetapi sunah. Namun, muslim yang baik, yang mengakui cinta Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam tidak pantas meninggalkan sunah nabi, pada saat dia mampu menjalankannya.

Syaikh Abdul Muhsin Al โ€˜Abbad berkata:

ูˆุนู„ู‰ ู‡ุฐุง ูุงู„ุญุถูˆุฑ ู„ู„ุฎุทุจุฉ ู„ูŠุณ ุจู„ุงุฒู…ุŒ ูู…ู† ุฃุฑุงุฏ ุฃู† ูŠุญุถุฑ ุญุถุฑุŒ ูˆู…ู† ุฃุฑุงุฏ ุฃู† ูŠู†ุตุฑู ุจุนุฏ ุฃู† ูŠุตู„ูŠ ูู„ู‡ ุฃู† ูŠู†ุตุฑูุŒ ูˆุงู„ู…ู‡ู… ู‡ูˆ ุงู„ุตู„ุงุฉุŒ ูˆุจุนุถ ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู… ุงุณุชุฏู„ ุจู‡ุฐุง ุนู„ู‰ ุฃู† ุงู„ุฎุทุจุฉ ููŠ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ู„ูŠุณุช ุจูˆุงุฌุจุฉุŒ ูˆุฅู†ู…ุง ู‡ูŠ ู…ุณุชุญุจุฉ

Atas dasar ini, maka hadir untuk mendengarkan khubah bukanlah yang mesti, jadi barang siapa yang ingin menghadirinya maka hadirilah, dan siapa yang ingin berpaling setelah shalat maka hendaknya dia pergi, yang penting adalah shalatnya. Sebagiannulama berdalil dengan hadits ini bahwa khutbah pada dua hari raya bukanlah wajib, itu hanyalah sunah. (Syarh Sunan Abi Daud, 6/464)

8โƒฃ *Berangkat dan Pulang melewati jalan yang berbeda*

Sunah ini diterangkan dalam berbagai riwayat. Di antaranya:
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu โ€˜Anhuma, katanya:

ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠุฏู ุฎูŽุงู„ูŽููŽ ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ูŽ

  Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam jika keluar pada hari Id akan menempuh jalan yang berbeda. (HR. Bukhari No. 986)

  Dari Abu Hurairah Radhiallahu โ€˜Anhu, katanya:

ูƒุงู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ูƒุงู† ุฅุฐุง ุฎุฑุฌ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนูŠุฏูŠู† ุฑุฌุน ููŠ ุบูŠุฑ ุงู„ุทุฑูŠู‚ ุงู„ุฐูŠ ุฎุฑุฌ ููŠู‡

  Dahulu Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam jika keluar menuju shalat dua hari raya, pulangnya menempuh jalan yang berbeda dengan keluarnya. (HR. Ahmad No. 8454, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1099, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shughra No. 727,  Ibnu Khuzaimah No. 1468)

  Imam At Tirmidzi juga meriwayatkan dengan lafaz:

ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏู ูููŠ ุทูŽุฑููŠู‚ู ุฑูŽุฌูŽุนูŽ ูููŠ ุบูŽูŠู’ุฑูู‡ู

  Dahulu Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam jika keluar pada hari raya menempuh sebuah jalan, pulangnya dia melewati jalan yang lain. (HR. At Tirmidzi No. 541, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam  Shahihul Jamiโ€™ No. 4710)

  Imam At Tirmidzi mengomentari hadits ini:

ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุงุณู’ุชูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุจูŽุนู’ุถู ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ุนูู„ู’ู…ู ู„ูู„ู’ุฅูู…ูŽุงู…ู ุฅูุฐูŽุง ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ูููŠ ุทูŽุฑููŠู‚ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฑู’ุฌูุนูŽ ูููŠ ุบูŽูŠู’ุฑูู‡ู ุงุชู‘ูุจูŽุงุนู‹ุง ู„ูู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ู‚ูŽูˆู’ู„ู ุงู„ุดู‘ูŽุงููุนููŠู‘ู

  Sebagian ulama menyunahkan bagi imam jika keluar melewati sebuah jalan, hendaknya pulang melalui jalan lain, untuk mengikuti hadits ini. Ini adalah pendapat Asy Syafiโ€™i. (Sunan At Tirmidzi No. 541)

  Namun, secara zahir hadits ini tidak menunjukkan kekhususan untuk imam. Oleh karenanya, mesti dipahami bahwa kesunahan ini berlaku secara umum, bagi imam, juga selain imam.

  Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri menjelaskan:

ู‚ุงู„ ุฃุจูˆ ุงู„ุทูŠุจ ุงู„ุณู†ุฏูŠ ุงู„ุธุงู‡ุฑ ุฃู†ู‡ ุชุดุฑูŠุน ุนุงู… ููŠูƒูˆู† ู…ุณุชุญุจุง ู„ูƒู„ ุฃุญุฏ ูˆู„ุง ุชุฎุตูŠุต ุจุงู„ุฅู…ุงู… ุฅู„ุง ุฅุฐุง ุธู‡ุฑ ุฃู†ู‡ ู„ู…ุตู„ุญุฉ ู…ุฎุตูˆุตุฉ ุจุงู„ุฃุฆู…ุฉ ูู‚ุท

  Berkata Abu Thayyib As Sindi: yang benar adalah bahwa pensyariatannya adalah umum, maka hal ini menjadi sunah bagi setiap orang tidak dikhususkan bagi imam saja, kecuali jika ada  kejelasan adanya maslahat khusus terkait dengan para imam saja. (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/78)

  Al Hafizh Ibnu Hajar mengoreksi informasi apa yang ditulis Imam At Tirmidzi tentang pendapat Imam Asy Syafiโ€™i yang katanya sunah bagi imam saja, kata Al Hafizh:

ูˆุงู„ุฐูŠ ููŠ ุงู„ุฃู… ุฃู†ู‡ ูŠุณุชุญุจ ู„ู„ุฅู…ุงู… ูˆุงู„ู…ุฃู…ูˆู… ูˆุจู‡ ู‚ุงู„ ุฃูƒุซุฑ ุงู„ุดุงูุนูŠุฉ

  Dan, yang ada di dalam Al Umm, bahwa Beliau (Asy Syafiโ€™i) menyunahkan bagi imam dan maโ€™mum sekaligus, dan ini merupakan pendapat mayoritas Syafiโ€™iyah. (Fathul Bari, 2/472)

  Syaikh Al Mubarkafuri menambahkan:

ูˆุจุงู„ุชุนู…ูŠู… ู‚ุงู„ ุฃูƒุซุฑ ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู… ุงู†ุชู‡ู‰ ู‚ู„ุช ูˆุจุงู„ุชุนู…ูŠู… ู‚ุงู„ ุงู„ุญู†ููŠุฉ ุฃูŠุถุง

  Dan, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal ini berlaku umum. Aku berkata: โ€œuntuk umumโ€ juga pendapat Hanafiyah. (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/79)

๐Ÿ“ŒApa hikmahnya disunahkan menempuh jalan berbeda?

  Tidak ada keterangan dalam As Sunah tentang alasan kenapa Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam melakukan hal ini. Oleh karenanya, terjadi beragam tafsir dari para ulama tentang maksudnya, sampai lebih dari 20 pendapat.

  Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:

ูˆู‚ุฏ ุงุฎุชู„ู ููŠ ู…ุนู†ู‰ ุฐู„ูƒ ุนู„ู‰ ุฃู‚ูˆุงู„ ูƒุซูŠุฑุฉ ุงุฌุชู…ุน ู„ูŠ ู…ู†ู‡ุง ุฃูƒุซุฑ ู…ู† ุนุดุฑูŠู†

  Telah terjadi perselisihan tentang makna hal ini dengan perselisihan yang banyak, saya telah mengumpulkan pendapat-pendapat itu,  di antaranya lebih dari 20 pendapat. (Fathul Bari, 2/473)

  Di antara mereka ada yang mengatakan; untuk saling mengunjungi satu sama lain, untuk berbagi keberkahan di antara mereka, agar mereka menyebarkan   wangi-wangian yang memang disunahkan untuk memakainya saat itu dan bisa dicium oleh orang lain,  untuk membuat jengkel Yahudi dan kaum munafik, menunjukkan syiar, untuk mesyiarkan dzikrullah, dan sebagainya.

๐Ÿ“ŒBoleh menempuh jalan yang sama

  Tidak terlarang jika pada akhirnya ketika pulang dari shalat โ€˜Id memilih jalan yang sama dengan berangkatnya.  Hal ini berdasarkan riwayat berikut:

  Dari Bakr bin MubaMajelis Ilmu Farid Nu’man:
sysyir Al Anshari, katanya:

ูƒูู†ู’ุชู ุฃูŽุบู’ุฏููˆ ู…ูŽุนูŽ ุฃูŽุตู’ุญูŽุงุจู ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ููŽู†ูŽุณู’ู„ููƒู ุจูŽุทู’ู†ูŽ ุจูŽุทู’ุญูŽุงู†ูŽ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ู†ูŽุฃู’ุชููŠูŽ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ููŽู†ูุตูŽู„ู‘ููŠูŽ ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุซูู…ู‘ูŽ ู†ูŽุฑู’ุฌูุนูŽ ู…ูู†ู’ ุจูŽุทู’ู†ู ุจูŽุทู’ุญูŽุงู†ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุจููŠููˆุชูู†ูŽุง

  Saya berangkat pagi-pagi bersama para sahabat Rasulullah Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam menuju lapangan pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, kami menempuh lembah Bath-han sampai kami datang ke lapangan lalu kami shalat bersama Nabi Shallallahu โ€˜Alaihi wa Sallam, kemudian kami pulang melewati lembah Bath-han ke rumah-rumah kami. (HR. Abu Daud No. 1158, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1100, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6048, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul โ€˜Ummal No. 24520, katanya: Ibnu Sikkin berkata isnadnya shaalih (baik). Abu Nuโ€™aim dalam Maโ€™rifatush Shahabah No. 1156)

  Sebagian ulama mendhaifkan hadits, namun demikian hal ini tidak mengubah hakikat masalah ini, yakni menempuh jalan berbeda antara pergi dan pulang adalah sunah, bukan wajib.

  Syaikh Abdul Muhsin Al โ€˜Abbad Al Badr Hafizhahullah menjelaskan:

ูˆู„ูƒู† ูŠุฏู„ ุนู„ู‰ ุฃู† ุงู„ุฅู†ุณุงู† ู„ู‡ ุฃู† ูŠุฐู‡ุจ ู…ู† ุทุฑูŠู‚ ูˆูŠุฑุฌุน ู…ู† ู†ูุณ ุทุฑูŠู‚ู‡ ุฏูˆู† ุฃู† ูŠุฎุงู„ู ุงู„ุทุฑูŠู‚ุŒ ู„ูƒู† ุงู„ุญุฏูŠุซ ุบูŠุฑ ุซุงุจุชุ› ู„ุฃู† ููŠู‡ ู…ู† ู‡ูˆ ุถุนูŠู ูˆู…ู† ู‡ูˆ ู…ุฌู‡ูˆู„ุŒ ูˆุงู„ุซุงุจุช ู‡ูˆ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฃู†ู‡ ูŠุฎุงู„ู ุงู„ุทุฑูŠู‚ุŒ ูˆุฃู†ู‡ ูŠุฐู‡ุจ ู…ู† ุทุฑูŠู‚ ูˆูŠุฑุฌุน ู…ู† ุทุฑูŠู‚ุŒ ูˆู‡ุฐุง ุณู†ุฉุŒ ูˆู„ูˆ ุฃู† ุงู„ุฅู†ุณุงู† ุฐู‡ุจ ู…ู† ุทุฑูŠู‚ู‡ ูˆุฑุฌุน ู…ู† ุทุฑูŠู‚ู‡ ูู„ุง ุจุฃุณ ุจุฐู„ูƒุŒ ูุงู„ุฐู‡ุงุจ ู…ู† ุทุฑูŠู‚ ูˆุงู„ุฑุฌูˆุน ู…ู† ุทุฑูŠู‚ ุฃุฎุฑู‰ ู„ูŠุณ ุจูˆุงุฌุจ ูˆุฅู†ู…ุง ู‡ูˆ ู…ุณุชุญุจุŒ ุฅู† ูุนู„ู‡ ุงู„ุฅู†ุณุงู† ุฃุซูŠุจ ูˆุฅู† ู„ู… ูŠูุนู„ู‡ ูู„ุง ุดูŠุก ุนู„ูŠู‡

  Tetapi hadits ini menunjukkan bahwa manusia dapat pergi dan pulang melalui jalan yang sama tanpa menempuh jalan yang berbeda, tetapi hadits ini tidak tsaabit (kuat), karena di dalamnya terdapat perawi yang lemah dan majhuul, yang shahih adalah hadits yang telah lalu bahwa nabi menempuh jalan yang berbeda, Beliau pergi melalui sebuah jalan dan kembali melalui jalan yang lain, dan ini adalah sunah. Seandainya manusia pergi melalui sebuah jalan lalu pulang lewat jalan itu lagi, hal itu tidak apa-apa. Jadi, pergi menempuh suatu jalan dan pulangnya menempuh jalan lain adalah bukan hal yang wajib, itu hanya mustahab (disukai), jika manusia melakukannya maka dia mendapatkan pahala, jika tidak, maka tidak apa-apa. (Syarh Sunan Abi Daud,  6/470)

๐Ÿ”นBersambung ..๐Ÿ”น

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐Ÿ๐ŸŒน

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผ Sebarkan! Raih pahala…