Setiap Prestasi ada Bebannya, Setiap Gelar ada Amanahnya

📆 Kamis, 20 Dzulhijjah 1437H / 22 September 2016
📚 *SIROH DAN TARIKH*

📝 Pemateri: *Ustadz AGUNG WASPODO, SE MPP*
📝 *Setiap Prestasi ada Bebannya, Setiap Gelar ada Amanahnya*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
⏰ İstanbul, 23 hari setelah pembebasan
Konstantinopel dibebaskan oleh balatentara Turki Utsmani dibawah pimpinan Sultan Mehmet II tanggal 29 Mei 1453. Melalui perjuangan lintas enam generasi kepemimpinan, cita-cita mulia yang panjang itu diperkenankan oleh Allah Rabb semesta alam. Nubuwwat Nabi SAW terwujud sudah. Lalu apa setelah itu?
✳ *Lesson #1* barangsiapa yang tidak mampu menghargai para pendahulunya, tidak akan dikenang oleh para penerusnya.
Sejarawan Tursun Beğ mencatat dalam Kitab Tevarih Ebülfeth hanya dibutuhkan satu hari untuk memastikan terhentinya seluruh pertikaian. Konflik terbatas masih berlangsung di beberapa perkampungan Yunani yang terus melawan di pelosok Konstantinopel. Mereka mungkin tidak mengetahui kabar penyerahan kekaisaran. Kaisar Constantine XI Palaiologos pun belum ditemukan jasadnya.
✳ *Lesson #2* perjuangan itu panjang dan hampir tidak ada jedanya, hanya manusia terkadang merasa butuh rehat padahal satu kakinya pun belum menginjak surga Allah SWT.
Sepanjang 23 hari setelah saat bersejarah itu kekhawatiran sultan muda adalah ditegakkannya keadilan bagi semua. Keahlian bagi penduduk Byzantium maupun pasukannya. Walau semua penduduk berstatus tawanan, namun tetap memiliki hak untuk diperlakukan secara adil. Seluruh pasukan berhak atas ghanimah dan itu tidak boleh dikurangi sedikitpun
✳ *Lesson #3* kemenangan kadang membutakan dengan segala perayaan dan kemegahannya; seringlah menyusuri lorong dekil lagi berdebu agar kenyataan itu engkau lihat bukan engkau dengar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian khusus adalah membentuk kesatuan mitigasi yang dikepalai oleh Süleyman Beğ. Kesatuan ini membuka tenda untuk menerima segala pengaduan kesewenangan yg diderita penduduk Yunani. Beberapa penindakan atas prajurit pelakunya tercatat dalam sejarah. Apakah keseluruhan balatentara Turki Utsmani itu manusia sempurna, tentu saja tidak. Namun, tingkat keterkendalian mereka sangat mencengangkan.
✳ *Lesson #4* keadilan harus ditegakkan walau yang engkau bela adalah musuh bebuyutan sekalipun.
Hal lain yang mendapat perhatian ekstra dari Sultan Mehmet II adalah memastikan seluruh bagian dari benteng kota yang rusak diperbaiki segera. Tenaga kasar untuk itu dikerahkan dari penduduk laki-laki berusia 17-40 tahun. Mereka semua berstatus tawanan. Namun, yang jarang dicatat adalah bahwa mereka semua diupah untuk pekerjaan itu. Sejarawan kontemporer, mendiang Halil İnalcık, menyebutkan angka 6 Asper per hari. Angka yang luar biasa! Karena itu sejumlah yang diterima oleh setiap pasukan khusus Janissary. Banyak diantara mereka yang menembus kemerdekaannya dengan akumulasi upah tersebut.
✳ *Lesson #5* dalam ketertawanan pun penduduk Yunani mendapatkan haknya untuk merasakan keadilan dari risalah ini.
Hal yang juga telah lama direncanakan oleh sultan adalah memindahkan penduduk Turki Utsmani ke kota tersebut. Prioritas utama diberikan kepada para pedagang, industriawan, dan pemilik profesi lainnya. Mereka yang bersedia pindah secara sukarela dengan biaya sendiri ke Istanbul diberikan kebebasan untuk memilih area serta rumahnya. Mereka yang pindah melalui program relokasi harus menerima dimanapun ditempatkan. Status seluruh properti di dalam Konstantinopel setelah pembebasan adalah milik sultan sampai diserahkan kepada penduduk yang berhak. Sebagian tawanan berhasil menebus kembali tempat tinggalnya dan hak itu ditegakkan.
✳ *Lesson #6* keadilan sosial ditegakkan seiring dengan kebijakan menghidupkan kembali geliat kota baru İstanbul di atas reruntuhan Konstantinopel yg sirna.
Setelah semua urusan penunjang lainnya diamanahkan kepada orang kepercayaan, barulah sultan kembali ke ibukota di Edirne pada tanggal 21 Juni 1453. Para ulama bermusyawarah dan memutuskan bahwa gelar Fatih ditambahkan sekitar awal tahun 1454. Gelar “sang pembebas” adalah sebuah amanah yang diemban Mehmet II. Para ‘ulama baru sepakat dengan gelar itu setelah mengevaluasinya selama lebih dari 7 bulan. Secara status İstanbul baru resmi menjadi ibukota pada tahun 1459 atau 6 tahun kemudian.
✳ *Lesson #7* setiap gelar dunia yang kita sandang akan diminta pertanggung-jawabannya di Hari Akhir.
❓ *Lalu apa gelar kita bagi ummat ini?*
Jakarta, mendung di Jalan Pramuka Raya
8 September 2016
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹
Dipersembahkan oleh:
website: http://www.iman-islam.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Facebook  : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼 Sebarkan! Raih pahala…

Prioritas Sang Istri

*Ustadz Menjawab*
_Kamis, 22 September 2016_
Ustadz Farid Nu’man
📩*Prioritas Sang Istri*
Assalamu’alaikum ustadz/ah..
Jika sang istri adalah pengemban dakwah yang harus membuat dirinya sering keluar rumah,sehingga kondisi rumah  kadang meberantakan,dan tak pelak suamilah yang memegang peranan jadi seorang istri,nah yg akan di tanyakan adalah apakah harus mengurangi jadwal dakwah agar bisa beberes di rumah atau tetep berdakwa dengan kondisi rumah seperti itu?
Mohon pencerahannya.
Syukron
✍�Jawaban :
—————
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Da’wah itu wajib bagi muslim dan muslimah .., tapi kewajiban da’wah akan terus berjalan baik ada atau tidak ada kita.. , sebab masih banyak orang yg dapat melaksanakannya .. ini kewajiban yg bisa terwakili ..
Sedangkan rumah tangga akan pincang jika wanita sebagai rabbatul bait, sebagai madrasatul ula, jarang di rumah .. ini kewajiban tidak terwakili..
Maka, utamakan tanggungjawab rumah namun jgn lupakan da’wah ..
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Mari Lembutkan Hati Dengan Ingat Mati…

📆 Rabu, 19 Dzulhijjah 1437H / 21 September 2016
📚 TAZKIYATUN NAFS

📝 Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir Lc.
📋  Mari Lembutkan Hati Dengan Ingat Mati…..
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Maha Benar Allah:
وما تدري نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس بأي أرض تموت
“Tidak ada seorang pun yang tahu, apa yang dia lakukan besok, tidak ada seorang pun yang tahu, di negeri mana dia mati (QS Luqman: 34)
Mati adalah kepastian,
Kita tak tahu kapan dan dimana dia datang..
Hanya ada satu pilihan, sertakan iman Islam selalu dalam seluruh sisi kehidupan.
Cara terbaik agar mati membawa iman dan Islam, adalah hidup membawa iman dan Islam….
Kita sering mengangankan mati di jalan Allah, tapi lupa, bahwa kematian di jalan Allah, hanya dapat diraih dengan hidup di jalan Allah.
Hiduplah di jalan Allah, kau akan mati di jalanNya.
Umumnya kita enggan berbicara tentang kematian, padahal sering mengingat kematian, akan mengingatkan kita dengan hakikat kehidupan…
Mengingat kematian tidak memperpendek usia, sebagaimana melupakan kematian tidak memperpanjang usia.
Tapi keduanya dapat mempengaruhi dalam keadaan bagaimana kita mati…
Manusia ada yg mengingkari Allah.
Tapi kematian, siapakah yg berani mengingkari?
Alquran sebut kematian dg istilah “yaqin” (QS AlHijr: 99)
Jika kita tahu, besok jadwal kematian kita, apa kira-kira sikap kita?
Seperti itulah semestinya sikap yang slalu menyertai hidup kita…
Sabda Nabi saw:
اكثروا ذكر هاذم اللذات
“Hendaklah kalian banyak mengingat penghancur segala kenikmatan (kematian).”
(HR Tirmizi, dll)
*_Ingat kematian bukan untuk halangi kita kejar prestasi dunia, tapi justru memotivasi prestasi agar serasi dengan ajaran ilahi, bermanfaat di dunia dan setelah mati.._*
Sebab, betapapun prestasi yang diraih, dia hanya sementara. Dan apalah makna prestasi dunia, sehebat apapun, kalau setelah kematian kita justru sengsara….
Terngiang-ngiang bait-bait yang sering disenandungkan saat di pesantren dahulu…
يا من بدنياه اشتغل
قد غره طول الأمل
أولم يزل في غفلة
حتى دنى منه الأجل
Duhai yg sibuk dengan dunianya..
Dia terpedaya oleh panjang angan-angan. .
Masihkah dia dlm kelalaiannya?
Hingga ajal mendekatinya…
Semua orang pasti akan kembali kepada Allah setelah kematiannya…
Yang berbahagia adalah yang telah kembali kepada Allah sebelum kematiannya..
Wallaahu a’lam.
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
http://www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Larangan Rasulullah Tentang Istinja

Mani, Madzi dan Wadzi

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustadz/ah, ada yg ingin sy tanyakan ttg perbedaan mani, madzi dan wadzi, termasuk terdapat pada siapa sj (laki2/pr) dan bagaimana cara bersucinya, syukron atas jawabannya,ย  # A 40

โœ๐Ÿป *Jawaban….*

Oleh: Ustadzah Yani

ูˆ ุนู„ูŠูƒู…ย  ุงู„ุณู„ุงู…ย  ูˆย  ุฑุญู…ุฉย  ุงู„ู„ู‡ย  ูˆย  ุจุฑูƒุงุชู‡ ุŒ

Ada tiga cairan yang keluar ketika syahwat seseorang saat memuncak baik itu laki laki maupun perempuan :

1.ย  Madzi :

Cairan bening, tidak terlalu kental, tidak berbau, keluarnya tidak memancar, setelah keluar tidak lemas, biasanya keluar sebelum mani keluar. Cairan ini termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), namun jika keluar, tidak menyebabkan wajib mandi dan tidak membatalkan puasa.

2.ย  Mani :

Cairan yang keluar ketika syahwat mencapai puncak, memiliki bau khas, disertai pancaran, setelah keluar menimbulkan lemas. Hukum cairan ini tidak najis, menurut pendapat yang kuat, namun jika keluar bisa menyebabkan hadats besar, sehingga bisa membatalkan puasa dan wajib mandi.

3.ย  Wadi :

Cairan bening, agak kental, keluar ketika kencing. Dari ketiga cairan di atas, yang paling mudah dibedakan adalah wadi, karena cairan ini hanya keluar ketika kencing, baik bersamaan dengan keluarnya air kencing atau setelahnya. (Lihatย Al-Wajiz fi Fiqh Sunnah, hlm. 24โ€“25)

Sementara itu, yang agak sulit dibedakan adalahย madziย dan mani. Untuk memudahkan pembahasan terkait dua cairan ini, masalah ini bisa dirinci pada dua keadaan:
ketika sadar dan ketika tidur.

Pertama, ketika sadar

Cairan yang keluar dalam kondisi sadar, bisa digolongkan termasuk jika memenuhi tiga syarat:

1. Keluarnya memancar, disertai syahwat memuncak, sebagaimana yang Allah sebutkan di surat Ath-Thariq, ayat 5โ€“6.

2. Ada bau khas air mani

3. Terjadiย futurย (badan lemas) setelah cairan tersebut keluar. (Asy-Syarhul Mumtiโ€™, 1:167)
Jika cairan keluar ketika kondisi sadar dan tidak disertai tiga sifat di atas maka cairan itu adalahย madzi, sehingga tidak wajib mandi. Misalnya, cairan tersebut keluar ketika sakit, ketika kelelahan, atau cuaca yang sangat dingin.

Kedua, ketika tidur

Orang yang bangun tidur, kemudian ada bagian yang basah di pakaiannya, tidak lepas dari tiga keadaan:

1.ย Dia yakin bahwa itu adalah mani, baik dia ingat mimpi ataukah tidak. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk mandi, berdasarkan kesepakatan ulama. (Lihatย Al-Mughni, 1:269)

2.ย Dia yakin bahwa itu bukan mani, karena yang menempel hanya tetesan cairan atau cairan berbau pesing, misalnya. Dalam kondisi ini, dia tidak wajib mandi. Namun, dia wajib mencuci bagian yang basah karena cairan ini dihukumi sebagaimana air kencing.

3.ย Dia ragu, apakah itu mani ataukah madzi. Dalam kondisi semacam ini, dia mengacu pada keadaan sebelum tidur atau ketika tidur. Jika dia ingat bahwa ketika tidur dia bermimpi, maka cairan itu dihukumi sebagai mani.

Namun, jika dia tidak mengingatnya, dan sebelum tidur dia sempat membayangkanย jimaโ€™ย maka cairan itu dihukumi sebagaiย madziย karena cairan ini keluar ketika dia membayangkanย jimaโ€™, sementara dia tidak merasakan keluarnya suatu cairan. (Asy-Syarhul Mumtiโ€™, 1:168)

Adapun jika dia tidak ingat mimpi dan tidak memikirkan sesuatu sebelum tidur, ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Ada yang berpendapat wajib mandi, sebagai bentuk kehati-hatian, dan ada yang berpendapat tidak wajib mandi. Insya Allah, pendapat yang lebih kuat adalah wajib mandi, berdasarkan hadis dari Aisyahย radhiallahu โ€˜anha, bahwa Nabiย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย ditanya tentang laki-laki yang tidak ingat mimpi, namun tempat tidurnya basah. Nabiย shallallahu โ€˜alaihi wa sallamย bersabda, โ€œDia wajib mandi.โ€ (H.R. Abu Daud; dinilaiย hasanย oleh Al-Albani)

Sedangkan perbedaan hukumnya:

1. Keluarnya mani mewajibkan mandi besar, namun tidak mewajibkan wudhu, dan mani dihukumi sebagai benda yang suci.

Keluarnya mani mewajibkan mandi besar besar jika ditemui salah satu dari 3 tanda berikut ini:

A. Terasa enak saat keluar, karena keluarnya saat syahwat telah memuncak.

B. Keluarnya memancar, maksudnya keluar sedikit demi sedikit.

C. Ketika masih basah baunya seperti adonan roti atau mayang kurma, sedangkan jika sudah kering baunya seperti putih telur.

Jadi warna putih dan lemasnya badan saat keluar bukanlah ciri-ciri utama mani, namun kebanyakan memang warnanya putih dan terasa lemas saat keluar.

2. Hukum madzi dan wadi sebagaimana hukumnya air kencing, keduanya membatalkan wudhu dan dihukumi najis.

Kewajiban mandi besar bagi orang yang mengeluarkan mani didasarkan pada beberapa hadits diantaranya hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah radhiyallahu โ€˜anha, beliau mengisahkan;

ุฌูŽุงุกูŽุชู’ ุฃูŽู…ู‘ู ุณูู„ูŽูŠู’ู…ู ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’: ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ูุŒ ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู„ูŽุง ูŠูŽุณู’ุชูŽุญู’ูŠููŠ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุญูŽู‚ู‘ูุŒ ููŽู‡ูŽู„ู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ุฃูŽุฉู ู…ูู†ู’ ุบูุณู’ู„ู ุฅูุฐูŽุง ุงุญู’ุชูŽู„ูŽู…ูŽุชู’ุŸ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ยซู†ูŽุนูŽู…ู’ุŒ ุฅูุฐูŽุง ุฑูŽุฃูŽุชู ุงู„ู’ู…ูŽุงุกูŽยป

โ€œUmmu Sulaim dating kepada Nabi shallallahu โ€˜alaihi wasallam, lalu ia berkata; โ€œYa Rasulullah, sesungguhnya Allah tak pernah โ€œmaluโ€ dalam hal kebenaran, apakah wanita diharuskan mandi apabila ia mimpi basah?โ€ Rasulullah shalllallahu โ€˜alaihi wasallam menjawab; โ€œYa, (wanita tersebut wajib mandi), jika ia melihat ada air (keluar maninya),โ€ย (Shahih Bukhari, no.282 dan Shahih Muslim, no.313)

Sedangkan dalil tidak diwajibkannya wudhu ketika seseorang mengeluarkan madzi berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ali karromallahu wajhah, beliau menceritakan;

ูƒูู†ู’ุชู ุฑูŽุฌูู„ู‹ุง ู…ูŽุฐู‘ูŽุงุกู‹ ูˆูŽูƒูู†ู’ุชู ุฃูŽุณู’ุชูŽุญู’ูŠููŠ ุฃูŽู†ู’ ุฃูŽุณู’ุฃูŽู„ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู„ูู…ูŽูƒูŽุงู†ู ุงุจู’ู†ูŽุชูู‡ู ููŽุฃูŽู…ูŽุฑู’ุชู ุงู„ู’ู…ูู‚ู’ุฏูŽุงุฏูŽ ุจู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฃูŽุณู’ูˆูŽุฏู ููŽุณูŽุฃูŽู„ูŽู‡ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ยซูŠูŽุบู’ุณูู„ู ุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ู ูˆูŽูŠูŽุชูŽูˆูŽุถู‘ูŽุฃูยป

“Aku adalah lelaki yang sering keluar madzi, tetapi aku malu untuk bertanya Nabi Shallallahu’alaihiwasallam karena puteri beliau adalah istriku sendiri. Maka kusuruh al-Miqdad bin al-Aswad supaya bertanya beliau, lalu beliau bersabda, “Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan berwudhu.”ย (Shahih Bukhari, no.209 dan Shahih Muslim, no. 303)

Imam Nawawi menjelaskan, bahwa hadits ini merupakan dalil bahwa madzi tidak mewajibkan mandi, namun mewajibkan wudhu.

Adapun mengenai alasan tidak wajibnya mandi bagi orang yang mengeluarkan wadi adalah sebabย  tidak adanya dalil yang mewajibkan mandi ketika mengeluarkan wadi, karena kewajiban sesuatu harus ada dalilnya, selain itu jika madzi tidak mewajibkan mandi, padahal madzi mendekati sifat-sifat mani, tentunya wadi juga tidak mewajibkan mandi, karena sifat-sifat wadi lebih dekat dengan sifat-sifat air kencing.

Diriwayatkan dari Zur’ah Abu Abdurrohaman, beliau berkata;

ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุงุจู’ู†ูŽ ุนูŽุจู‘ูŽุงุณู ูŠูŽู‚ููˆู„ู: ุงู„ู’ู…ูŽู†ููŠู‘ู ูˆูŽุงู„ู’ูˆูŽุฏู’ูŠู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ูŠูุŒ ุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽู†ููŠู‘ู: ููŽู‡ููˆูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ู…ูู†ู’ู‡ู ุงู„ู’ุบูุณู’ู„ูุŒ ูˆูŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ู’ูˆูŽุฏู’ูŠู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ูŠู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ุงุบู’ุณูู„ู’ ุฐูŽูƒูŽุฑูŽูƒูŽ ุฃูŽูˆู’ ู…ูŽุฐูŽุงูƒููŠุฑูŽูƒูŽ ูˆูŽุชูŽูˆูŽุถู‘ูŽุฃู’ ูˆูุถููˆุกูŽูƒูŽ ู„ูู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู

“Aku mendengar Ibnu Abbas menjelaskan mengenai mani, madzi dan wadi, beliau berkata; “(Keluarnya) Mani mewajibkan mandi”, sedangkan mengenai (keluarnya) wadi dan madzi beliau berkata; “Basuhlah dzakar (kemaluan)mu, dan wudhulah sebagaimana engkau wudhu ketika hendak sholat.”ย (Sunan Baihaqi, no.800).

Wallahu a’lam.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ„๐Ÿ€๐ŸŒท๐ŸŒน๐ŸŒป


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

๐Ÿ“ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

๐Ÿ’ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Ilmu Itu Menyelamatkan .. Kebodohan Itu Mencelakakan

📆 Selasa, 18 Dzulhijjah 1437H / 20 September 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*
📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋  *Ilmu Itu Menyelamatkan .. Kebodohan Itu Mencelakakan*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
“Seorang laki-laki tertimpa batu di bagian kepalanya. Kemudian orang itu bermimpi (basah), dan bertanya kepada para sahabatnya. “Apakah ada keringanan bagi saya untuk bertayamum?” Mereka menjawab: “Tidak ada keringanan bagimu, karena kamu masih mampu menggunakan air.”   Kemudian laki-laki itu pun mandi dan akhirnya meninggal dunia. Setelah kami menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kami pun menceritakan hal itu kepadanya, lalu Beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa mereka tidak bertanya kalau memang tidak tahu? Obat dari kebodohan adalah bertanya. Sebenarnya cukup bagi dia bertayamum dan mengeringkan lukanya, atau membalut lukanya, dan membasuh bagian atasnya, lalu membasuh tubuhnya yang lain.”
(HR. Abu Daud No. 336, 337, Ibnu Majah No. 572, Ahmad No. 3056, Ad Darimi No. 779, Ad Daruquthni No. 729, Al Hakim No. 630,631, Abu Ya’la No. 2420, dll. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Ta’liq Musnad Ahmad No. 3056),   Dishahihkan oleh Syaikh Husein Salim Asad (Musnad Abi Ya’la No. 2420), Imam Adz Dzahabi menyatakan shahih, sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim)
🐾🐾🐾🐾🐾🐾
📚 Pelajaran dari kisah ini:
1⃣ Larangan berfatwa tanpa ilmu, sebab itu lebih besar peluang bahaya dibanding manfaatnya
2⃣  Anjuran bertanya lagi kepada yang ahlinya jika ada permasalahan disodorkan kepada kita  dan kita belum ketahui jawabannya
3⃣  Dibolehkan bertayamum bagi yang sulit berwudhu karena sakit atau luka, yang jika berwudhu akan memperparah penyakitnya
4⃣ Kalau pun ingin berwudhu, cukup baginya membasuh bagian balutan saja, bukan mengguyurnya
Hal ini sesuai ayat:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
📌“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ini juga sesuai kaidah yang berbunyi:
المشقة تجلب التيسير
📌  Al Masyaqqah tajlibut taisir – Keadaan yang sulit akan mendatangkan kemudahan.
Dan   Kaidah yang seperti ini:
إذا ضاق الأمر اتسع
📌  Idza dhaaqal amru ittasa’a – Jika urusan menjadi sempit maka menjadi lapang
  (Imam Tajjuddin As Subki, Al Asybah wan Nazhair,  1/49)
Wallahu A’lam
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Tentang Air (bersuci)

*Ustadz Menjawab*
_Selasa, 20 September 2016_
Ustadzah Rochma Yulikha
🌿🍁 * AIR*
Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah
Dalam buku fiqih bab tentang air, ada pembahasan air yg jumlahnya mencapai dua kullah. Apakah ini hanya digunakan untuk menentukan status air tsb jika tercampur dgn benda najis? Jadi jika berwudhu menggunakan air yg jumlahnya kurang dari 2 kullah, mk tidak mengapa.
Syukran wa jazakillah khayran😊🙏
# A 41
Jawaban
———-
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
*Ada Dua Macam Air*
Perlu diketahui bahwa air itu ada dua macam yaitu air muthlaq dan air najis.
_Pertama: Air Muthlaq_
Air muthlaq ini biasa disebut pula air thohur (suci dan mensucikan). Maksudnya, air muthlaq adalah air yang tetap seperti kondisi asalnya. Air ini adalah setiap air yang keluar dari dalam bumi maupun turun dari langit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al Furqon: 48)
Yang juga termasuk air muthlaq adalah air sungai, air salju, embun, dan air sumur kecuali jika air-air tersebut berubah karena begitu lama dibiarkan atau karena bercampur dengan benda yang suci sehingga air tersebut tidak disebut lagi air muthlaq.
Begitu pula yang termasuk air muthlaq adalah air laut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanyakan mengenai air laut, beliau pun menjawab,
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut tersebut thohur (suci lagi mensucikan), bahkan bangkainya pun halal.” [1] Air-air inilah yang boleh digunakan untuk berwudhu dan mandi tanpa ada perselisihan pendapat antara para ulama.
Bagaimana jika air muthlaq tercampur benda lain yang suci?
Di sini ada dua rincian, yaitu:
1. Jika air tersebut tercampur dengan benda suci dan jumlahnya sedikit, sehingga air tersebut tidak berubah apa-apa dan masih tetap disebut air (air muthlaq), maka ia boleh digunakan untuk berwudhu. Misalnya, air dalam bak yang berukuran 300 liter kemasukan sabun yang hanya seukuran 2 mm, maka tentu saja air tersebut tidak berubah dan boleh digunakan untuk berwudhu.
2. Jika air tersebut tercampur dengan benda suci sehingga air tersebut tidak lagi disebut air (air muthlaq), namun ada “embel-embel” (seperti jika tercampur sabun, disebut air sabun atau tercampur teh, disebut air teh), maka air seperti ini tidak disebut dengan air muthlaq sehingga tidak boleh digunakan untuk bersuci (berwudhu atau mandi).
_Kedua: Air Najis_
Air najis adalah air yang tercampur najis dan berubah salah satu dari tiga sifat yaitu bau, rasa atau warnanya. Air bisa berubah dari hukum asal (yaitu suci) apabila berubah salah satu dari tiga sifat yaitu berubah warna, rasa atau baunya.
Dari Abu Umamah Al Bahiliy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَاءَ لاَ يُنَجِّسُهُ شَىْءٌ إِلاَّ مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ
“Sesungguhnya air tidaklah dinajiskan oleh sesuatu pun selain yang mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya.”
Tambahan “selain yang mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya” adalah tambahan yang dho’if. Namun, An Nawawi mengatakan, “Para ulama telah sepakat untuk berhukum dengan tambahan ini.” Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa air yang sedikit maupun banyak jika terkena najis dan berubah rasa, warna dan baunya, maka itu adalah air yang najis.” Ibnul Mulaqqin mengatakan, “Tiga pengecualian dalam hadits Abu Umamah di atas tambahan yang dho’if (lemah). Yang menjadi hujah (argumen) pada saat ini adalah ijma’ (kesepakatan kaum muslimin) sebagaimana dikatakan oleh Asy Syafi’i, Al Baihaqi, dll.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesuatu yang telah disepakati oleh kaum muslimin, maka itu pasti terdapat nashnya (dalil tegasnya). Kami tidak mengetahui terdapat satu masalah yang telah mereka sepakati, namun tidak ada nashnya.”[2] Intinya, air jenis kedua ini (air najis) tidak boleh digunakan untuk berwudhu.[3] Bolehkah Air Musta’mal Digunakan untuk Bersuci?
Yang dimaksud air musta’mal adalah air yang jatuh dari anggota wudhu orang yang berwudhu. Atau gampangnya kita sebut air musta’mal dengan air bekas wudhu.
Para ulama berselisih pendapat apakah air ini masih disebut air yang bisa mensucikan (muthohhir) ataukah tidak.
Namun pendapat yang lebih kuat, air musta’mal termasuk air muthohhir (mensucikan, berarti bisa digunakan untuk berwudhu dan mandi) selama ia tidak keluar dari nama air muthlaq atau tidak menjadi najis disebabkan tercampur dengan sesuatu yang najis sehingga merubah bau, rasa atau warnanya. Inilah pendapat yang dianut oleh ‘Ali bin Abi Tholib, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, sekelompok ulama salaf, pendapat yang masyhur dari Malikiyah, merupakan salah satu pendapat dari Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad, pendapat Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[4] Dalil-dalil yang menguatkan pendapat bahwa air musta’mal masih termasuk air yang suci:
Pertama: Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh, lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap.”[5] Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengatakan, “Hadits ini bisa dipahami bahwa air bekas wudhu tadi adalah air yang mengalir dari anggota wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ini adalah dalil yang sangat-sangat jelas bahwa air musta’mal adalah air yang suci.”[6] Kedua: Dari Miswar, ia mengatakan,
وَإِذَا تَوَضَّأَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka (para sahabat) hampir-hampir saling membunuh (karena memperebutkan) bekas wudhu beliau.”[7] Air yang diceritakan dalam hadits-hadits di atas digunakan kembali untuk bertabaruk (diambil berkahnya). Jika air musta’mal itu najis, lantas kenapa digunakan? Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits-hadits ini adalah bantahan kepada orang-orang yang menganggap bahwa air musta’mal itu najis. Bagaimana mungkin air najis digunakan untuk diambil berkahnya?”[8] Ketiga: Dari Ar Rubayyi’, ia mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَ بِرَأْسِهِ مِنْ فَضْلِ مَاءٍ كَانَ فِى يَدِهِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengusap kepalanya dengan bekas air wudhu yang berada di tangannya.”[9] Keempat: Dari Jabir, beliau mengatakan,
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُنِى ، وَأَنَا مَرِيضٌ لاَ أَعْقِلُ ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَىَّ مِنْ وَضُوئِهِ ، فَعَقَلْتُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjengukku ketika aku sakit dan tidak sadarkan diri. Beliau kemudian berwudhu dan bekas wudhunya beliau usap padaku. Kemudian aku pun tersadar.”[10] Kelima: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau mengatakan,
كَانَ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَتَوَضَّئُونَ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – جَمِيعًا
“Dulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam laki-laki dan perempuan, mereka semua pernah menggunakan bekas wudhu mereka satu sama lain.”[11] Keenam: Dari Ibnu ‘Abbas, ia menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dari bekas mandinya Maimunah.”[12] Ibnul Mundzir mengatakan, “Berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, air yang tersisa pada anggota  badan orang yang berwudhu dan orang yang mandi atau yang melekat pada bajunya adalah air yang suci. Oleh karenanya, hal ini menunjukkan bahwa air musta’mal adalah air yang suci. Jika air tersebut adalah air yang suci, maka tidak ada alasan untuk melarang menggunakan air tersebut untuk berwudhu tanpa ada alasan yang menyelisihinya.”[13] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Begitu pula air musta’mal yang digunakan untuk mensucikan hadats tetap dianggap suci.”[14] Sedangkan sebagian ulama semacam Imam Asy Syafi’i dalam salah satu pendapatnya, Imam Malik, Al Auza’i dan Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya berpendapat tidak bolehnya berwudhu dengan air musta’mal.[15] Namun pendapat yang mereka gunakan kurang tepat karena bertentangan dengan dalil-dalil yang cukup tegas sebagaimana yang kami kemukakan di atas.
Wallahu a’lam
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Polisi Tidur di Jalan

*Ustadz Menjawab*
_Senin, 19 September 2016_
Ustadzah Dwi Hastuti R.S.Psi
๏Œท๏Œท๏Œท *Polisi Tidur*
Assalamu’alaikum wrwb Ust/ustazah, Bagaimana dgn adanya bnyk polisi tidur, yg hrsnya jalan lancar jd sering terhenti…syukron. Member Manis ๏…ฐ2โƒฃ8โƒฃ
Jawaban
————–
ูˆ ุนู„ูŠูƒู…  ุงู„ุณู„ุงู…  ูˆ  ุฑุญู…ุฉ  ุงู„ู„ู‡  ูˆ  ุจุฑูƒุงุชู‡ ุŒ
Mengenai adanya polisi tidur yang cukup banyak di beberapa jalan memiliki sisi positif,yaitu bisa menekan tingginya  pengguna jalan yang suka  kebut-kebutan. Terutama kawula muda yang saat ini marak dengan geng motornya. Setidaknya dengan adanya polisi tidur kebut-kebutan bisa diminimalisir.
Sekiranya apa-apa yang bermanfaat di sekitar kita sebaiknya dihargai dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wallahu a’lam.
๏Œฟ๏Œบ๏„๏€๏Œท๏Œน๏Œป
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
๏’ผSebarkan! Raih Bahagia….

Akhlak Kepada Hewan

📆 Senin, 17 Dzulhijjah 1437H / 19 September 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*

📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋 *Akhlak Kepada Hewan*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
📚 *Larangan Menjadikan Hewan Sebagai Sasaran Tembak Tanpa Sebab Yang Benar*
Said bin Jubeir Radhiallahu ‘Anhu menceritakan:
كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ فَمَرُّوا بِفِتْيَةٍ أَوْ بِنَفَرٍ نَصَبُوا دَجَاجَةً يَرْمُونَهَا فَلَمَّا رَأَوْا ابْنَ عُمَرَ تَفَرَّقُوا عَنْهَا وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ مَنْ فَعَلَ هَذَا إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ مَنْ فَعَلَ هَذَا
📌Saya sedang bersama Ibnu Umar, lalu lewatlah para pemuda atau sekelompok orang yang menyakiti seekor ayam betina, mereka melemparinya. Ketika hal itu dilihat Ibnu Umar mereka berhamburan. Dan Ibnu Umar berkata: “Siapa yang melakukan ini? Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat orang yang melakukan ini.” (HR. Bukhari No. 5515, Muslim No. 1958, Ahmad No. 5018, Ibnu Hibban No. 5617, dan ini menurut lafaz Bukhari)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَتَّخِذُوا شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا
📌Janganlah kalian menjadikan sesuatu yang memiliki ruh sebagai sasaran. (HR. Muslim No. 1957, Ibnu Majah No. 3178, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 4532, Ahmad No. 2532, 2586, 2705, 3155, 3215, 3216, Ibnu Al Ju’di dalam Musnadnya No. 481, Ath Thayalisi dalam Musnadnya No. 2738, Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 7759, 7760, 7761)
📚 *Larangan Mencincang Hewan Hidup-Hidup*
Dalam riwayat yang sama, dari Ibnu Umar pula:
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَثَّلَ بِالْحَيَوَانِ
📌Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat orang yang mencincang/membuat cacat hewan. (HR. Bukhari No. 5515)
Yaitu mencincang dan membuat cacat hewan ketika masih hidup. Lalu, apa makna laknat dalam hadits ini? Yaitu diharamkan. Al Hafizh Al Imam Ibnu Hajar mengatakan:
واللعن من دلائل التحريم
📌Dan ‘laknat’ merupakan  di antara petunjuk keharamannya.” (Fathul Bari, 9/644)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ مَثَّلَ بِذِي رُوحٍ، ثُمَّ لَمْ يَتُبْ مَثَّلَ اللهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
📌Barang siapa yang mencincang sesuatu yang punya ruh, lalu dia tidak bertobat, maka dengannya Allah akan mencincangnya pada hari kiamat. (HR. Ahmad No. 5661)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Shahih, isnadnya dhaif karena kedhaifan Syarik, dan perawi lainnya adalah terpercaya dan merupakan perawi shahih.” (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 5661). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: rijaaluhu tsiqaat (para perawinya terpercaya). (Lihat Fathul Bari, 9/644).
Imam Al Haitsami mengatakan: “diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath Thabarani dalam Al Awsath, dari jalan Ibnu Umar dan tanpa ragu, dan para perawi Ahmad adalah perawi yang terpercaya.” (Lihat Majma’ Az Zawaid,  6/249-250). Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini diberbagai kitabnya. (Seperti As Silsilah Adh Dhaifah No. 5089, Dhaif At Targhib wat Tarhib No.683 )
📚 *Larangan Melalaikan Hewan Yang ada Dalam Pemeliharaan Kita*
Bukan hanya menyiksa hewan, memelihara hewan namun tidak memberikannya makan dengan baik, hingga membuatnya kurus juga hal yang dilarang syariat.
Sahl bin Al Hanzhaliyah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعِيرٍ قَدْ لَحِقَ ظَهْرُهُ بِبَطْنِهِ فَقَالَ اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ الْمُعْجَمَةِ فَارْكَبُوهَا صَالِحَةً وَكُلُوهَا صَالِحَةً
📌Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati unta yang antara punggung dan perutnya telah bertemu (maksudnya kurus, pen), Beliau bersabda: “Takutlah kalian kepada Allah  terhadap hewan-hewan yang tidak bisa bicara ini, tunggangilah dengan baik, dan berikan makan dengan baik pula.” (HR. Abu Daud No. 2548, Ahmad No. 17662, Ibnu Khuzaimah No. 2545. Hadits ini shahih. Lihat Raudhatul Muhadditsin No. 3352)
📚 *Larangan Membebani Hewan Dengan Pekerjaan Yang Berat*
Selain itu hendaknya tidak membebani hewan dengan hal yang menyulitkannya dan sangat berat.
Dari Abdullah bin Ja’far meriwayatkan (dalam redaksi hadits yang panjang), “… (Suatu saat) Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki sebuah kebun milik salah satu seorang sahabat Anshar. Tiba-tiba beliau melihat seekor unta. (Ketika beliau mellihatnya, maka beliau mendatanginya dan mengelus bagian pusat sampai punuknya serta kedua tulang belakang telinganya. Kemudian unta itu tenang kembali). Beliau berkata: ‘Siapa pemilik unta ini? Milik siapa ini?’ Kemudian datanglah seorang pemuda dari golongan Anshar, lalu berkata ‘Wahai Rasul, unta ini milik saya’. Lalu beliau bersabda:
أَمَا تَتَّقِي اللهَ فِي هَذِهِ الْبَهِيمَةِ الَّتِي مَلَّكَكَهَا اللهُ، إِنَّهُ شَكَا إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُهُ
📌‘Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini yang telah diberikan Allah kepadamu? Dia memberitahu kepadaku bahwa engkau telah membiarkannya lapar dan membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat’” (HR. Muslim No. 342, 2429. Abu Daud No. 2549, Ahmad No. 1745, Ad Darimi No. 663, 775)
📚 *Larangan Membuat Cap Dari Benda-Benda Panas*

               Selain itu, juga dilarang memberi cap atau tanda kepada hewan dengan benda-benda yang menyakitkan seperti di-ceplak dengan besi panas, cairan panas, dan semisalnya.
Berkata Jabir bin Abdullah Radhlallahu ‘Anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَيْهِ حِمَارٌ قَدْ وُسِمَ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ لَعَنَ اللَّهُ الَّذِي وَسَمَهُ
📌“ Bahwasanya lewat dihadapan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seekor Keledai yang diwajahnya diberikan cap (tanda). Maka beliau bersabda: Allah melaknati orang yang membuat  cap padanya. (HR. Muslim No. 2117, Abu Daud No. 2569, Ibnu Hibban No. 5627, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 13037, Abu Ya’la No. 651, 2099)
 
Demikianlah di antara larangan bersikap buruk terhadap hewan, sebagai implementasi sikap  ihsan terhadap hewan yang hidup di sekeliling kita, baik hewan ternak atau hewan yang bebas  di alam dan tidak membahayakan.  Maka, jika terhadap hewan saja Islam mengajarkan seperti ini, maka apalagi terhadap manusia?
📚 *Ada Pengecualian*
Sedangkan terhadap hewan yang membahayakan, mengganggu, dan mengancam kehidupan manusia, baik hewan itu kecil atau besar, maka syariat membolehkan untuk membunuhnya. Secara umum, Islam melarang membunuh binatang. Namun Islam membolehkan membunuh binatang-binatang yang mengganggu dan membahayakan keselamatan manusia, sebab keselamatan manusia lebih beharga,  hewan tersebut seperti; serigala, ular berbisa, kalajengking, tikus, hama, dan sebagainya yang membahayakan dan mengganggu. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
📌“Ada lima binatang yang semuanya adalah  membahayakan, boleh dibunuh di tanah Haram, seperti:  tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak,  anjing buas.” (HR. Bukhari No. 3136, 1732,  Muslim No. 1198, Abu Daud No. 1846, An Nasa’i  No. 2830, Ibnu Majah No. 3087, ada tambahan disebutkan: burung gagak belang hitam putih. Juga No. 3088, Ad Darimi No. 1816, Ibnu Hibban No. 5632 )
Ada  riwayat lain yang shahih (HR. Muttafaq ‘alaih)   yakni anjuran membunuh cicak.  Dalam hadits-hadits ini hanyalah contoh, namun hakikatnya berlaku secara umum bahwa hewan apa saja yang membahayakan kehidupan manusia boleh dibunuh.
Sebaliknya, ada binatang-binatang tertentu yang secara khusus ditekankan dilarang untuk dibunuh, di antaranya sebagaimana hadits berikut. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ.
📌   “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  melarang membunuh shurad, kodok, semut, dan hud-hud.” (HR. Ibnu Majah No. 3223. Imam Ibnu Katsir mengatakan: shahih. Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/188. Syaikh Al Albani juga mengatakan: shahih. Lihat  Shahihul Jami’ No. 6970)
Dalam riwayat lain juga kalelawar. Dalam sebuah riwayat  mawquf (perkataan sahabat) yang shahih, dari Abdullah bin Amru Radhiallahu ‘Anhuma, beliau berkata:
لاَ تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ فَإِنَّ نَقِيقَهَا تَسْبِيحٌ وَلاَ تَقْتُلُوا الْخَفَّاشَ فَإِنَّهُ لَمَّا خَرِبَ بَيْتُ الْمَقْدِسِ قَالَ : يَا رَبُّ سَلِّطْنِى عَلَى ا
لْبَحْرِ حَتَّى أُغْرِقَهُمْ.
📌“Janganlah kalian membunuh Katak karena dia senantiasa bertasbih, dan jangan membunuh Kelelawar, karena ketika Baitul Maqdis runtuh, dia berkata: “Wahai Tuhan-nya pemimpinku yang menguasai lautan,” mereka berdoa sampai mereka membelah lautan.” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 19166, katanya: shahih)
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: “jika isnad riwayat ini shahih, maka Abdullah bin Amru telah mengambil kisah Israiliyat.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 4/380. Cet. 1, 1989M-1409H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Demikian. Wallahu A’lam
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Jodoh dan Takdir Bisa Berubah Tidak?

*Ustadz Menjawab*
_Ahad, 18 September 2016_
Ustadzah Dwi Hastuti R.S.Psi
๏Œท๏Œท๏Œท *Jodoh, Takdir Bisa Berubah/Tidak ?*
Assalaamu alaikum wr wb. Saya mau tanya ustadzh. Apakah jodoh itu termasuk takdir yang bs di rubah atau tidak ya. Syukron ustdzh
-A39-
Jawaban
—————
ูˆ ุนู„ูŠูƒู…  ุงู„ุณู„ุงู…  ูˆ  ุฑุญู…ุฉ  ุงู„ู„ู‡  ูˆ  ุจุฑูƒุงุชู‡ ุŒ
Pada hakikatnya,manusia memang diciptakan Allah untuk berinteraksi dengan sesama nya. Ia tidak akan bisa hidup di dunia seorang diri. Selain itu,Allah menciptakan hamba-hamba-Nya dengan berpasang-pasangan,agar tercipta keharmonisan. Oleh sebab itu ada laki-laki dan perempuan,serta ada jantan dan betina. Mereka dijodohkan satu sama lain untuk bisa melestarikan kehidupan.
Allah memberikan kisi-kisi dalam menjemput jodoh yang tertuang dalam Al-Qur’an di beberapa surat. Antara lain
Surat Ar-Rum : 21
Surat Al-Baqarah : 221
Surat Al-Maidah : 5
Surat An-Nur : 3
Rasulullah bersabda
_”wanita dinikahi karena empat perkara,karena hartanya,keturunannya,kecantikannya,dan karena agamanya. Beruntung lah bagi yang memilih jodoh karena agamanya. (Karena kalau tidak),engkau akan sengsara”_
(HR.Bukhari dan Muslim)
Dari dalil-dalil di atas,tampaklah bahwa jodoh adalah pilihan manusia dan kehendak Allah. Al-Qur’an memberikan kisi-kisi kepada hambanya untuk mendapatkan jodoh yang baik.
Ketika sudah menikah,sepatutnya yakin bahwa pasangan ini adalah jodoh yang terbaik.
Wallahu a’lam biswab
Dipersembahkan oleh :
Website: www.iman-manis.com
Telegram:https://is.gd/3RJdM0
Fans Page: https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter: https//Twitter.com/groupmanis
Instagram:https//www.instagram.com/majeliamanis/
Play store:https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis

Berikan Hak Pengguna Jalan

๏“† Ahad, 16 Dzulhijjah 1437H / 18 September 2016
๏“š MUAMALAH

๏“ Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

๏“‹  Berikan Hak Pengguna Jalan
๏Œฟ๏Œบ๏‚๏€๏Œผ๏„๏Œท๏
A. Hadits :
ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ุณูŽุนููŠุฏู ุงู„ู’ุฎูุฏู’ุฑููŠู‘ู ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅููŠู‘ูŽุงูƒูู…ู’ ูˆูŽุงู„ู’ุฌูู„ููˆุณูŽ ุจูุงู„ุทู‘ูุฑูู‚ูŽุงุชู ููŽู‚ูŽุงู„ููˆุง ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู…ูŽุง ู„ูŽู†ูŽุง ู…ูู†ู’ ู…ูŽุฌูŽุงู„ูุณูู†ูŽุง ุจูุฏู‘ูŒ ู†ูŽุชูŽุญูŽุฏู‘ูŽุซู ูููŠู‡ูŽุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูุฐู’ ุฃูŽุจูŽูŠู’ุชูู…ู’ ุฅูู„ู‘ูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ููŽุฃูŽุนู’ุทููˆุง ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ูŽ ุญูŽู‚ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ููˆุง ูˆูŽู…ูŽุง ุญูŽู‚ู‘ู ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู‚ู ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุบูŽุถู‘ู ุงู„ู’ุจูŽุตูŽุฑู ูˆูŽูƒูŽูู‘ู ุงู„ู’ุฃูŽุฐูŽู‰ ูˆูŽุฑูŽุฏู‘ู ุงู„ุณู‘ูŽู„ูŽุงู…ู ูˆูŽุงู„ู’ุฃูŽู…ู’ุฑู ุจูุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุฑููˆูู ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽู‡ู’ูŠู ุนูŽู†ู’ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ูƒูŽุฑู (ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ)
Dari Abu Sa’id Al Khudri radliallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan.”
Para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami untuk bercakap-cakap.”
Beliau bersabda: “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu (duduk-duduk di jalan), maka tunaikanlah hak (pengguna) jalan.”
Sahabat bertanya: “Apa saja hak jalan?”
Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menyingkirkan halangan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.”
(HR. Bukhari)
B. Hikmah Hadits:
1. Anjuran untuk tidak duduk-duduk (baca : nongkrong) di pinggir jalan. Karena duduk-duduk di pinggir jalan bukanlah merupakan perbuatan yang terpuji, karena tentunya dapat menggaggu kenyamanan pengguna jalan. Bahkan bisa jadi orang lain tidak jadi melalui jalan tersebut, karena ada orang2 yang duduk-duduk di sana, lantatan khawatir keburukan mereka.
2. Kalaupun tetap duduk-duduk di pinggir jalan, maka  kewajiban bagi yg duduk-duduk di jalan untuk memberikan hak pada pengguna jalan. Dan hak-hak pengguna jalan adalah sbb :
a. Menundukkan pandangan, khususnya terhadap orang lewat di jalanan, terlebih apabila yang lewat di jalan adalah lawan jenis kita. Bukan malah menggoda atau mengganggunya.
b. Menyingkirkan halangan, seperti tidak memakai badan jalanan untuk duduk, atau menyingkarkan duri, batu dan sejenisnya yang dapat mengalangi pengguna jalan serta melancarkan para pengguna jalan.
c. Menjawab salam, khususnya dari pengguna jalan, apabila menyapa dan mengucapkan salam kepada mereka.
d. Amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, bukan malah membuat kemungkaran di pinggir jalan, seperti mengganggu pengguna jalan, dsb.
Wallahu A’lam
๏Œฟ๏Œบ๏‚๏€๏Œผ๏„๏Œท๏
Dipersembahkan oleh:
http://www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
๏—ณSebarkan dan raihlah pahala …