INVESTASI BERKAH

Ustadz Menjawab
Selasa, 10 Oktober 2016
Ustadz Wido Supraha

INVESTASI BERKAH

Assalamu’alaikum Ustadz saya mau bertanya :
Bagaimana hukumnya apabila kita investasi uang kemudian setiap bulan kita akan mendapatkan keuntungan 10 persen dari uang yang kita investasikan?
Misalnya kita titipkan uang di si A 1 juta dan uang itu dikelola oleh si A tersebut, kemudian kita akan mendapatkan keuntungan 10 persen setiap bulan
dalam 1 tahun uang yang kita investasikan masih tetap 1 juta dan boleh diambil / diperpanjang,
yang saya tanyakan apakan uang yang kita dapat 10 persen / bulan itu halal Ustadz?

Mohon jawabannya,
jazakillah khoir.

Jawaban :
————

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Tergantung pada akad yang Ibu gunakan dalam kerjasama investasi di atas, namun dari konteks yang Ibu jelaskan, tidak terlihat perbedaan antara 10 persen dan IDR 100,000,- dari nilai investasi IDR 1.000.000,-, dengan demikian model di atas adalah model kerjasama yang hanya siap untung tapi tidak siap rugi.

Sebuah bentuk investasi dalam Islam dilakukan di atas kesadaran bahwa investasi berpotensi melahirkan keuntungan berlipat, dengan sadar sepenuhnya juga berpotensi melahirkan kerugian berlipat.

Bagi hasil dalam Islam bukanlah dihitung dari nilai investasi, tapi dari nilai keuntungan atau kerugian yang kemudian diproporsionalkan bersama berdasarkan nilai investasi masing-masing.

Saya menyarankan Ibu untuk meninggalkan muamalah tersebut dan menggantinya dengan muamalah yang adil dan menenangkan sesuai kaidah syariat Islam.

Wallahu a’lam.

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Wajibnya Kaum Muslimin Menjaga Kemuliaan Al Quran

Selasa, 9 Muharrom 1438H / 11 Oktober 2016

HADITS DAN FIQIH

Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan.S.S.

Wajibnya Kaum Muslimin Menjaga Kemuliaan Al Quran

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

أجمع المسلمون على وجوب تعظيم القرآن العزيز على الإطلاق وتنزيهه وصيانته وأجمعوا على أن من جحد منه حرفا مما أجمع عليه أو زاد حرفا لم يقرأ به أحد وهو عالم بذلك فهو كافر قال الإمام الحافظ أبو الفضل القاضي عياض رحمه الله اعلم أن من استخف بالقرآن أو المصحف أو بشئ منه أو سبهما أو جحد حرفا منه أو كذب بشئ مما صرح به فيه من حكم أو خبر أو أثبت ما نفاه أو نفى ما أثبته وهو عالم بذلك أو يشك في شئ من ذلك فهو كافر بإجماع المسلمين

Kaum muslimin telah ijma’ atas wajibnya menganggungkan Al Quran secara mutlak, juga dalam menjaga dan mengamankannya. Mereka juga ijma’ bahwa siapa pun yang mengingkari satu huruf saja yang telah di sepakati di dalamnya, atau menambah satu huruf saja yang tidak pernah dibaca oleh seorang berilmu pun, dan dia menyadari hal itu, maka dia kafir.

Imam Al Hafizh Abul Fadhl Al Qadhi ‘Iyad Rahimahullah berkata: “Ketahuilah, siapa pun yang meremehkan Al Quran atau mushaf, atau melecehkannya, atau mengingkari satu huruf saja darinya, atau mendustakan sedikit saja apa yang diterangkan di dalamnya baik berupa hukum, berita, atau dia menetapkan apa yang Al Quran ingkari, atau dia mengingkari apa yang Al Quran tetapkan, dan dia tahu menyadari perbuatannya, atau dia meragukan  sesuatu dari Al Quran, maka dia kafir menurut ijma’ kaum muslimin. (At Tibyan Fi Adab Halamah Al Quran,  Hal. 164)

Bagaimana hukuman mereka yang melecehkan Al Quran?
Imam Muhammad bin Abi Zaid Rahimahullah berkata:

وأما من لعن المصحف فإنه يقتل هذا

Ada pun jika ada yang  mengutuk mushaf maka dia wajib dibunuh. (Ibid)

Wallahu A’lam

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

WANITA HAID MEMEGANG QUR’AN

Ustadz Menjawab
Senin, 10 Oktober 2016
Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S

WANITA HAID MEMEGANG QUR’AN

Assalamu’alaykum. Mbak, boleh nanya,
Klu wanita yang lagi haid/nifas boleh gak ke Mesjid utk mendengarkan kajian Islam atau halaqah quran?
Trus boleh megang Alquran dan boleh menambah hafalan Alquran??

Mhon jawabannya

Jawaban:
————
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Dalam pertanyaan diatas, perlu diketahui berhadats besar yaitu hadats yang disucikannya dengan ghusl (mandi), atau istilah lainnya di negeri kita adalah mandi junub, mandi wajib, dan mandi besar. Yang termasuk ini adalah wanita haid, nifas, dan orang junub (baik karena jima’ atau mimpi basah yang dibarengi syahwat).

Pada bagian ini terjadi khilaf (perselisihan) pendapat di antara ulama Islam, antara yang mengharamkan dan membolehkan.

Para Ulama Yang Mengharamkan dan Alasannya Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa dalil berikut:Hadits dari Ali bin Abi ThalibRadhiallahu ‘Anhu, katanya:

أنه لا يحجزه شيء عن القرأءة إلا الجنابة            
“Bahwasanya tidak ada suatu pun yang menghalanginya dari membaca Al Quran kecuali junub.”
(HR. Ibnu Majah No. 594)

Hadits lain dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاتقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن        

“Janganlah wanita haid dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al Quran.” (HR. At Tirmidzi No. 131, Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1375, katanya: laisa bi qawwi – hadits ini tidak kuat. Ad Daruquthni,  Bab Fin Nahyi Lil Junub wal Haa-id ‘An Qira’atil Quran,No. 1)

Para Ulama Yang Membolehkan dan Alasannya Menurut ulama lain, sama sekali tidak ada larangan yang qath’i (pasti) dalam Al Quran dan As Sunnah bagi orang yang berhadats besar untuk membaca Al Quran. Ada pun dalil-dalil yang dikemukakan di atas bukanlah larangan membaca Al Quran, tetapi larangan menyentuh Al Quran. Tentunya, membaca dan menyentuh adalah dua aktifitas yang berbeda. Inilah pendapat yang lebih kuat, dan memang begitulah adanya, menurut mereka bahwa nash-nash yang dibawakan oleh kelompok yang melarang tidaklah relevan. Wallahu A’lamTetapi, ada yang merinci: wanita  HAID dan  NIFAS adalah  BOLEH, sedangkan  JUNUB adalah TIDAK BOLEH.Syaikh Abdul Aziz bin BazRahimahullah mengatakan –dan ini adalah jawaban beliau yang memuaskan dan sangat bagus:

لا حرج أن تقرأ الحائض والنفساء الأدعية المكتوبة في مناسك الحج ولا بأس أن تقرأ القرآن على الصحيح أيضاً لأنه لم يرد نص صحيح صريح يمنع الحائض والنفساء من قراءة القرآن إنما ورد في الجنب خاصة بأن لا يقرأ القرآن وهو جنب لحديث على رضي الله عنه وأرضاه أما الحائض والنفساء فورد فيهما حديث ابن عمر { لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئاً من القرآن } ولكنه ضعيف لأن الحديث من رواية اسماعيل بن عياش عن الحجازيين وهو ضعيف في روايته عنهم ، ولكنها تقرأ بدون مس المصحف عن ظهر قلب أما الجنب فلا يجوز له أن يقرأ القرآن لا عن ظهر قلب ولا من المصحف حتى يغتسل والفرق بينهما أن الجنب وقته يسير وفي إمكانه أن يغتسل في الحال من حين يفرغ من اتيانه أهله فمدته لا تطول والأمر في يده متى شاء اغتسل وإن عجز عن الماء تيمم وصلى وقرأ أما الحائض والنفساء فليس بيدهما وإنما هو بيد الله عز وجل ، فمتى طهرت من حيضها أو نفاسها اغتسلت ، والحيض يحتاج إلى أيام والنفاس كذلك ، ولهذا أبيح لهما قراءة القرآن لئلا تنسيانه ولئلا يفوتهما فضل القرأءة وتعلم الأحكام الشرعية من كتاب الله فمن باب أولى أن تقرأ الكتب التي فيها الأدعية المخلوطة من الأحاديث والآيات إلى غير ذلك هذا هو الصواب وهو أصح قولى العلماء رحمهم الله في ذلك .

“Tidak mengapa bagi wanita haid dan nifas membaca doa-doa manasik haji, begitu pula dibolehkan membaca Al Quran menurut pendapat yang benar. Lantaran tidak adanya nash yang shahih dan jelas yang melarang wanita haid dan nifas membaca Al Quran, yang ada hanyalah larangan secara khusus bagi orang yang junub sebagaimana hadits dari Ali – semoga Allah meridhainya dan dia  ridha padaNya. Sedangkan untuk haid dan nifas, terdapat hadits dari Ibnu Umar: “Janganlah wanita haid dan orang junub membaca apa pun dari Al Quran,” tetapi  hadits ini dhaif (lemah), lantaran hadits yang diriwayatkan oleh Ismail bin ‘Iyash dari penduduk Hijaz adalah tergolong hadits  dhaif. Tetapi membacanya dengan tidak menyentuh mushaf bagian isinya. Ada pun orang junub, tidaklah boleh membaca Al Quran, baik dari isinya atau dari mushaf, sampai dia mandi.  Perbedaan antara keduanya adalah, karena sesungguhnya junub itu waktunya sedikit, dia mampu untuk  mandi sejak selesai berhubungan dengan isterinya dan waktunya tidaklah lama, dan urusan ini ada di bawah kendalinya kapan pun dia mau mandi. Jika dia lemah kena air dia bisa tayamum, lalu shalat dan membaca Al Quran. Sedangkan haid dan nifas,  dia tidak bisa mengendalikan waktunya karena keduanya adalah kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla, ketika sudah suci dari haid dan nifasnya maka  dia baru mandi. Haid membutuhkan waktu berhari-hari begitu pula nifas, oleh karena itu dibolehkan bagi keduanya untuk membaca Al Quran agar dia tidak lupa terhadapnya, dan tidak luput darinya keutamaan membacanya, dan mengkaji hukum-hukum syariat dari kitabullah. Maka, diantara permasalahan yang lebih utama dia baca adalah buku-buku yang didalamnya terdapat doa-doa dari hadits dan ayat-ayat, dan selainnya. Inilah pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama –rahimahumullah-tentang hal ini. (Fatawa Islamiyah,  4/27. Disusun oleh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid)

Berkata Syaikh Al Albani Rahimahullah:

فسقط الاستدلال بالحديث على التحريم ووجب الرجوع إلى الأصل وهو الإباحة وهو مذهب داود وأصحابه واحتج له ابن حزم ( 1 / 77 – 80 ) ورواه عن ابن عباس وسعيد بن المسيب وسعيد بن جبير وإسناده عن هذا جيد رواه عنه حماد بن أبي سليمان قال : سألت سعيد بن جبير عن الجنب يقرأ ؟ فلم يربه بأسا وقال : أليس في جوفه القرآن ؟

“Maka gugurlah pendalilan dengan hadits tersebut tentang keharamannya, dan wajib kembali kepada hukum asal, yakni boleh. Inilah madzhab Daud dan sahabat-sahabatnya, Ibnu Hazm berhujah dengannya (1/77-80). Ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Said bin Al Musayyib, Said bin Jubeir, dan sanadnya tentang ini jayyid (baik). Telah diriwayatkan dari Hammad bin Abi Sulaiman, dia berkata: “Aku bertanya kepada Said bin Jubeir tentang orang junub yang membaca Al Quran, dia memandangnya tidak apa-apa, dan berkata; “Bukankah Al Quran juga berada di rongga  hatinya?” (Tamamul Minnah, Hal. 117)

Begitu pula Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah, dia berkata:

يجوز للحائض أن تقرأ القرآن للحاجة، مثل أن تكون معلمة، فتقرأ القرآن للتعليم، أو تكون طالبة فتقرأ القرآن للتعلم، أو تكون تعلم أولادها الصغار أو الكبار، فترد عليهم وتقرأ الآية قبلهم. المهم إذا دعت الحاجة إلى قراءة القرآن للمرأة الحائض، فإنه يجوز ولا حرج عليها، وكذلك لو كانت تخشى أن تنساه فصارت تقرؤه تذكراً، فإنه لا حرج عليها ولو كانت حائضاً، على أن بعض أهل العلم قال: إنه يجوز للمرأة الحائض أن تقرأ القرآن مطلقاً بلا حاجة.وقال آخرون: إنه يحرم عليها أن تقرأ القرآن ولو كان لحاجة.فالأقوال ثلاثة والذي ينبغي أن يقال هو: أنه إذا احتاجت إلى قراءة القرآن لتعليمه أو تعلمه أو خوف نسيانه، فإنه لا حرج عليها.

“Dibolehkan bagi wanita haid untuk membaca Al Quran jika ada keperluan, misal jika dia seorang guru, dia membaca Al Quran untuk pengajaran, atau dia seorang pelajar dia membacanya untuk belajar, atau untuk mengajar anak-anaknya yang masih kecil atau besar, dia menyampaikan dan membacakan ayat di depan mereka. Yang penting adalah jika ada kebutuhan bagi wanita untuk  membaca Al Quran, maka itu boleh dan tidak mengapa. Begitu pula jika dia khawatir lupa maka membacanya merupakan upaya untuk mengingatkan, maka itu tidak mengapa walau pun dia haid. Sebagian ulama mengatakan: sesungguhnya boleh bagi wanita haid membaca Al Quran secara mutlak walau tanpa kebutuhan.              

Jadi, tentang “Orang Berhadats Besar Membaca Al Quran” bisa kita simpulkan:

Haram secara mutlak, baik itu Haid, Nifas, dan Junub. Inilah pandangan mayoritas ulama, sejak zaman sahabat seperti Umar, Ali, Jabir,  hingga tabi’in seperti Az Zuhri, Al Hasan, An Nakha’i , Qatadah, dan generasi berikutnya, seperti Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad bin Hambal, Asy Syafi’i, dan Ishaq.

Haid dan Nifas adalah boleh, sedangkan junub tidak boleh. Ini pendapat Al Qadhi ‘Iyadh dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.

Boleh jika ada kebutuhan seperti untuk mengajar, belajar, atau untuk menjaga hapalan. Ini pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin.

Boleh secara mutlak, baik untuk Haid, Nifas, dan Junub.  Ini pendapat Ibnu Abbas, Said bin Al Musayyib, Said bin Jubeir, Bukhari, Thabarani, Daud,  Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir, Asy Syaukani, dan lainnya. Selesai.

Wallahu a’lam.

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Puasa Sunah Asyura (Bag. 3)

Senin, 9 Muharrom 1438H / 10 Oktober 2016

*HADITS DAN FIQIH*

Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.S.S.*

*Puasa Sunah Asyura (Bag. 3)*

 *Kapankah Pelaksanaannya?*

  Terjadi perselisihan pendapat para ulama.

1.  *Pihak   yang mengatakan 9 Muharam (Ini diistilahkan oleh sebagian ulama hari tasu’a).*

Dari Al Hakam bin Al A’raj, dia berkata kepada Ibnu Abbas:

أَخْبِرْنِي عَنْ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَيُّ يَوْمٍ هُوَ أَصُومُهُ قَالَ إِذَا رَأَيْتَ هِلَالَ الْمُحَرَّمِ فَاعْدُدْ ثُمَّ أَصْبِحْ مِنْ التَّاسِعِ صَائِمًا قَالَ فَقُلْتُ أَهَكَذَا كَانَ يَصُومُهُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ

  “Kabarkan kepada aku tentang puasa ‘Asyura.” Ibnu Abbas berkata: “Jika kau melihat hilal muharam hitunglah dan jadikan hari ke-9 adalah berpuasa.” Aku berkata; “Demikiankah puasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?”  Ibnu Abbas menjawab: “Ya.” (HR. Muslim No. 1133, Ahmad No. 2135)

   Juga  dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

 حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan dia memerintahkan manusia untuk berpuasa pada hari itu, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani ….,” Maka dia bersabda: “Jika datang tahun yang akan datang – Insya Allah- kita akan berpuasa pada hari ke-9.” Ibnu Abbas berkata: “Sebelum datangnya tahun yang akan datang, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah wafat.” (HR. Muslim No. 1134 dan Abu Daud No. 2445)

  Sementara dalam lafaz lainnya:

لئن سلمت إلى قابل لأصومن اليوم التاسع

  “Jika saya benar-benar masih sehat sampai tahun depan, maka saya akan berpuasa pada hari ke-9.” (HR. Muslim No. 1134. Ibnu Majah No. 1736. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 8185. Ahmad No. 1971)

  Dalam Shahih Muslim disebutkan tentang puasa hari ke-9:

وفي رواية أبي بكر: قال: يعني يوم عاشوراء

  “Dalam riwayat Abu Bakar, dia berkata: yakni hari ‘Asyura.” (HR. Muslim No. 1134)

  Dari Ibnu Abbas secara marfu’:

لئن عشت إلي قابل لأصومن التاسع يعني يوم عاشوراء

  “Jika saya masih hidup sampai tahun depan, saya akan berpuasa pada hari ke -9, yakni ‘Asyura.” (HR. Ahmad No. 2106, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya qawwi. Musnad Ibnu Al Ja’d No. 2827)

2.  *Pihak   yang mengatakan 10 Muharam, dan ini pendapat mayoritas ulama. Puasa ‘Asyura, sesuai asal katanya – al ‘asyr – yang berarti sepuluh.*

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

واختلف أهل الشرع في تعيينه فقال الأكثر هو اليوم العاشر ، قال القرطبي عاشوراء معدول عن عاشرة للمبالغة والتعظيم ، وهو في الأصل صفة لليلة العاشرة لأنه مأخوذ من العشر

“Telah berselisih pendapat para ahli syariat tentang waktu spesifiknya, kebanyakan mengatakan adalah hari ke sepuluh. Berkata Al Qurthubi ‘Asyura disetarakan dengan kesepuluh untuk menguatkan dan mengagungkannya. Pada asalnya dia adalah sifat bagi malam yang ke sepuluh, karena dia ambil dari kata al ‘asyr (sepuluh).” (Fathul Bari, 6/280)

Lalu beliau melanjutkan:

وعلى هذا فيوم عاشوراء هو العاشر وهذا قول الخليل وغيره : وقال الزين ابن المنير : الأكثر على أن عاشوراء هو اليوم العاشر من شهر الله المحرم

  “Oleh karena itu, hari ‘Asyura adalah ke sepuluh, inilah pendapat Al Khalil dan lainnya. Berkata Az Zain bin Al Munir, “ mayoritas mengatakan bahwa ‘Asyura adalah hari ke 10 dari bulan Allah, Al Muharram. (Ibid)

Pendapat   ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بصيام عاشوراء يوم العاشر

  “Kami diperintahkan puasa ‘Asyura oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hari ke sepuluh.” (HR. At Tirmidzi No. 755, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 755)  

  Lalu, bagaimana dengan dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak yang mengatakan ‘Asyura adalah tanggal 9 Muharam?

Al Hafizh Ibnu Hajar memberikan penjelasan: “Zahirnya hadits ini menunjukkan hari ‘Asyura adalah hari ke-9, tetapi berkata Az Zain bin Al Munir: “Sabdanya jika datang hari ke sembilan” maka jadikanlah  ke sepuluh, dengan maksud yang ke sepuluh karena janganlah seseorang berpuasa pada hari ke-9 kecuali setelah berniat pada malam yang akan datang yaitu malam ke sepuluh.”  Lalu beliau mengatakan:

  قلت : ويقوي هذا الاحتمال ما رواه مسلم أيضا من وجه آخر عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم قال ” لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبل ذلك ” فإنه ظاهر في أنه صلى الله عليه وسلم كان يصوم العاشر وهم بصوم التاسع فمات قبل ذلك ، ثم ما هم به من صوم التاسع يحتمل معناه أنه لا يقتصر عليه بل يضيفه إلى اليوم العاشر إما احتياطا له وإما مخالفة لليهود والنصارى وهو الأرجح

  “Aku berkata: yang menguatkan tafsiran ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim juga dari jalan lain, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:  “jika saya masih ada sampai tahun depan saya akan berpuasa pada hari ke-9, dan dia wafat sebelum itu.” Pada zahir hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari ke-10, dan   meraka diperintah  melakukannya pada hari ke-9 dan dia wafat sebelum itu. Kemudian apa yang mereka lakukan berupa puasa hari ke-9, tidaklah bermakna membatasi, bahkan menambahkan hingga hari ke -10, baik karena kehati-hatian, atau demi untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani. Inilah pendapat yang lebih kuat.” (Ibid)

  Sebenarnya kelompok ini tidaklah mengingkari puasa hari ke-9. Beliau mengutip dari para ulama:

وقال بعض أهل العلم : قوله صلى الله عليه وسلم في صحيح مسلم ” لئن عشت إلى قابل لأصومن التاسع ” يحتمل أمرين ، أحدهما أنه أراد نقل العاشر إلى التاسع ، والثاني أراد أن يضيفه إليه في الصوم ، فلما توفي صلى الله عليه وسلم قبل بيان ذلك كان الاحتياط صوم اليومين

  “Berkata sebagian ulama: Sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Shahih Muslim: Jika aku masih hidup sampai tahun depan maka aku akan berpuasa pada hari ke -9” bermakna dua hal; Pertama, yaitu perubahan dari hari ke-10 menjadi ke-9. Kedua, yaitu puasanya ditambahkan, ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam keburu meninggal sebelum menjelaskan hal itu, maka demi kehati-hatian puasa tersebut ada dua hari.” (Ibid)

  Berkata Ibnu Abbas secara mauquf:

صوموا التاسع والعاشر وخالفوا اليهود

  “Berpuasalah pada hari ke 9 dan 10 dan berselisihlah dengan Yahudi.” (HR. Ahmad No. 3213, sanadnya shahih mauquf/sampai Ibnu Abbas saja)

3.  *Pihak yang mengatakan puasa ‘Asyura itu adalah 9, 10, dan 11 Muharam.*

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menulis dalam kitab Fiqhus Sunnah sebuah sub bab berjudul :

صيام محرم، وتأكيد صوم عاشوراء ويوما قبلها، ويوما بعدها

  “Puasa Muharam dan ditekankan puasa ‘Asyura, dan Puasa sehari sebelumnya, serta sehari sesudahnya.” (Fiqhus Sunnah, 1/450. Darul Kitab ‘Arabi)

  Sama dengan kelompok kedua, hal ini demi kehati-hatian agar tidak menyerupai puasa Yahudi yang mereka lakukan pada hari ke-10, sebagai perayaan mereka atas bebasnya Nabi Musa ‘Alaihissalam dan bani Israel dari kejaran musuhnya.

  Dalilnya adalah dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Ahuma secara marfu’:

صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود ، صوموا يوما قبله أو يوما بعده

“Puasalah pada hari ‘Asyura dan berselisihlah dengan Yahudi, dan berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.” (HR. Ahmad No. 2154, namun Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan sanadnya dhaif)

  Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah –setelah merangkum semua dalil yang ada:

وعلى هذا فصيام عاشوراء على ثلاث مراتب : أدناها أن يصام وحده ، وفوقه أن يصام التاسع معه ، وفوقه أن يصام التاسع والحادي عشر والله أعلم .

“Oleh karena itu, puasa ‘Asyura terdiri atas tiga tingkatan: 1. Paling rendah yakni berpuasa sehari saja (tanggal 10). 2. Puasa hari ke-9 dan ke-10. 3.  Paling tinggi   puasa hari ke-9, 10, dan ke-11. Wallahu A’lam” (Ibid. lihat juga Fiqhus Sunnah, 1/450)

  Wallahu A’lam

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Agar Terhindar Dari Tipuan Dalam Jual Beli

Ahad, 08 Muharram 1438H / 09 Oktober 2016

MUAMALAH

Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Agar Terhindar Dari Tipuan Dalam Jual Beli

A. Hadits Nabi:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوعِ فَقَالَ إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَةَ (رواه مسلم)

Dari Abdullah bin Umar ra, ‘Ada seorang laki-laki mengadu kepada Nabi saw, karena dia sering ditipu dalam jual beli.

Maka beliau bersabda: “Jika engkau melakukan jual-beli, maka katakanlah, ‘Jangan ada tipu-menipu.” (HR. Bukhari)

B. Hikmah Hadits:

1. Bahwa dalam transaksi jual beli, ada potensi terjadinya tipu menipu.

Karena umumnya motivasi pedagang dalam jual beli adalah mencari keuntungan, yang terkadang motif mencari keuntungan membuat sebagian pedagang melanggar aturan halal haram dan melakukan praktik yang diharamkan, yaitu praktik tipu menipu.

2. Hal ini dialami juga oleh salah seorang sahabat Nabi Saw, dimana ia mengadu kepada Nabi Saw bahwa dirinya tertipu dalam jual beli.

Maka Nabi Saw memberikan saran agar ia tidak lagi tertipu dalam jual beli, yaitu hendaknya ia mengatakan ketika transaksi, ‘Jangan ada tipu menipu.’

Ungkapan ini insya Allah akan dapat meredam niatan jahat orang yang berniat melakukan tipu menipu.

3. Jual beli menurut syariat sebenarnya dapat mendatangkan pahala dan keberkahan, apabila dilakukan dengan jujur, transparan dan memenuhi rukun dan syarat jual beli, sebagaimana hadits Nabi Saw,
“Maka jika keduanya (penjual dan pembeli) jujur dan transparan, maka Allah berikan keberkahan diantara keduanya.’ (HR. Bukhari)

Wallahu A’lam

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Ustadz Menjawab
Ahad, 09 Oktober 2016
Ustadz Noorahmat

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Assalamuaalaikum.mba admin bs minta bahan materi/ kepemimpinan dalam islam dan dalilnya?

Jawaban
——-

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Kepemimpinan dalam Islam menempati posisi yang sangat penting yang mempengaruhi seluruh jenjang kehidupan.

Di dalam Al Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat terkait kepemimpinan. Silahkan dibuka Al Qur’an-nya…

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [QS Al Baqarah 2 : 30]

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa manusia ditaqdirkan oleh Allah Azza wa Jalla menjadi khalifah, pemimpin di muka bumi menggantikan kepemimpinan makhluk ciptaan Allah Ta’ala sebelumnya yang dipersaksikan oleh para malaikat sebagai pembuat kerusakan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
[QS An Nisa 4:59]

Terdapat penggunakan istilah yang berbeda untuk menunjukkan makna dari pemimpin di ayat ini, yaitu ulil amri, pemangku kebijakan atas segala urusan yang diamanahkan oleh pemberi amanah. Dalam hal ini pemberi amanah tidak hanya sekedar manusia yang dipimpinnya, namun amanah itu juga merupakan ujian dari Allah Azza wa Jalla. Karena itulah maka ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) haruslah berada dalam kerangka ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Ulil Amri ini merupakan mereka yang ‘Alim nan luas wawasannya, tinggi keta’atannya kepada Allah Azza wa Jalla dan jauh dari penyakit Wahn.

Lalu apakah sebenarnya tugas seorang Ulil Amri?

Dalam Kitab Lulu wal Marjan, terdapat hadits terkait kepemimpinan yang cukup populer.

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” Aku menduga Ibnu ‘Umar menyebutkan: “Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”

Bila ditakhrij dari kitab asalnya (kitab induk) maka hadits tersebut diatas terdapat dalam Shahih Bukhari (Bab Shalat Jum’at, Bab Membebaskan Budak), Shahih Muslim (bab Kepemimpinan), Sunan Abu Dawud (Bab Pajak, Kepemimpinan dan Fa’i) dan Musnad Imam Ahmad (Musnad Abdullah Ibnu Umar ra)

Hadits diatas secara tegas menyatakan bahwa dalam Islam, setiap muslim merupakan pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya atas yang dipimpinnya. Hal ini sejalan dengan peran dan fungsi manusia di muka bumi yang Allah Ta’ala gambarkan dari QS Al Baqarah 2:30.

Dalam konteks keluarga, maka Suami sebagai kepala keluarga bertanggung-jawab atas istri dan anak-anaknya, Istri bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya. Sedangkan dalam konteks kemasyarakatan maka seorang pemimpin lingkungan formal, mulai dari pimpinan RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Walikota/Bupati, Gubernur, Presiden/Perdana Menteri, mereka semua kelak akan dimintai pertanggung-jawaban atas segala hal yang menjadi lingkup naungan kepemimpinannya. Hal ini juga berlaku dalam kepemimpinan kelembagaan di semua tingkatan.

Maka secara umum Allah Azza wa Jalla menjabarkan tugas utama kepemimpinan melalui ayat-ayat yang berbeda dalam Al Qur’an.

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ۖ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” [QS Al Anbiya 21:73]

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
[QS As Sajdah 32:24]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
[QS An Nisa 4:135]

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS An Nisa 4:58]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS Al Ma’idah 5:8]

Dari ayat-ayat tersebut diatas, dapat kita tarik benang merah bahwa tugas utama Ummat Islam dalam hal kepemimpinan itu adalah untuk mewujudkan prinsip-prinsip keadilan di muka bumi dengat mendasarkan pada nilai-nilai Ilahiyyah yang teah ditetapkan Allah Ta’ala dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Karena masalah kepemimpinan ini adalah masalah yang cukup penting, maka Allah Azza wa Jalla secara langsung menyampaikan firman-firman-Nya dalam Al Qur’an perihal memilih pemimpin.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
[QS Mumtahanah 60:1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [QS At Taubah 9:23]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” [QS An Nisa 4:144]

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).” [QS Ali Imran 3:28]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” [QS Al Maidah 5 : 57]

dan termasuk pula ayat yang saat ini sedang mendapat perhatian khusus di DKI Jakarta dalam kaitannya dengan pernyataan Gubernur, yaitu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
[QS Al Maidah 5 : 51]

Dari sini saja, kalau kita simak dan pelajari Al Qur’an secara seksama, tuntunan yang diberikan Allah Azza wa Jalla terkait memilih pemimpin tidak hanya terdapat pada satu ayat, namun terdapat pada banyak ayat yang diantaranya sudah disampaikan diatas.

Lalu bagaimana bila Ummat Manusia khususnya manusia yang mengucapkan dua kalimat syahadat (muslim) namun mengesampingkan tuntunan Allah Al Aziz dalam ayat-ayat tersebut diatas? Kita simak ayat-ayat berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ. بَلِ اللَّهُ مَوْلَاكُمْ ۖ وَهُوَ خَيْرُ النَّاصِرِين

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan Dialah sebaik-baik Penolong.”
[QS Al Imran 3 : 149-150]

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا. الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” [QS An Nisa 4 : 138-139]

تَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ. وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”
[QS Al Ma’idah 5 : 80-81]

Sebagai penutup, dalam rangka menghadirkan kepemimpinan yang Adil dan Amanah sesuai dengan tuntunan Ilahiyyah, maka seorang pemimpin haruslah seorang yang professional dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas sebagai perbekalan dirinya dalam menuntaskan amanah. Terkait dengan ini, terdapat hadits yang merupakan pernyataan Rasulullah SAW dan direkam oleh Abu Hurairah r.a.

ذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”
(HR Bukhari)

Semoga jawaban sederhana ini bisa membuka cakrawala berfikir kita untuk mengkaji lebih dalam hal-hal terkait Prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam.

Wallahu a’lam.

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Tafsir Surat Al-Kautsar

Sabtu, ٧ Muharam ١٤٣٨ H  / 08 Oktober 2016

📒 Al-Qur’an

📝 Ustadz Noorahmat

📖 Tafsir Surat Al-Kautsar
============================

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Adik-adik…..pagi ini kita bertemu kembali dengan bagian akhir dari Tafsir Surat Al-Kautsar….

Bagaimana khabar semuanya? Semoga kita terjaga dalam komitmen untuk menjalankan amaliah penghuni syurga tanpa kenal lelah ya…. Agar kelak bisa istirahat di sebaik-baiknya tempat….. Syurga Firdaus, dan bercengkerama bersama Rasulullah SAW menikmati buah dari kerja keras kita di dunia menjaga Syahadat dan mengawal kemuliaan serta keutamaan nilai-nilai ke-Islam-an dalam kehidupan kita

Nah….kita langsung saja ya…

Firman Allah SWT :

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ

“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 3)

Dalam kaitannya dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menegaskan bahwa sesungguhnya orang yang membenci Rasulullah SAW, dan benci kepada petunjuk, kebenaran, bukti yang jelas, dan cahaya terang yang beliau sampaikan, maka orang-orang itulah yang terputus lagi terhina, direndahkan dan terputus sebutannya. Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, dan Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il.

Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ruman yang mengatakan bahwa dahulu Al-As ibnu Wa-il apabila disebutkan nama Rasulullah SAW, ia mengatakan, “Biarkanlah dia, karena sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang terputus, tidak mempunyai keturunan. Apabila dia mati, maka terputuslah sebutannya.” Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini.

Syamir ibnu Atiyyah mengatakan bahwa surat ini diturunkan berkenaan dengan Uqbah ibnu Abu Mu’it. Ibnu Abbas mengatakan pula, dan juga ikrimah, bahwa surat ini diturunkan berkenaan dengan Ka’b ibnul Asyraf dan sejumlah orang-orang kafir Quraisy.

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Ka’b ibnul Asyraf datang ke Mekah, maka orang-orang Quraisy berkata kepadanya, “Engkau adalah pemimpin mereka. Tidakkah engkau melihat kepada lelaki yang terusir lagi terputus dari kaumnya itu (maksudnya Nabi SAW)? Dia mengira bahwa dirinya lebih baik daripada kami, padahal kami adalah ahli (pelayan) jemaah haji, ahli sadanah (pelayan Ka’bah) dan ahli Siqayah (pelayan minuman air zamzam),” Maka Ka’b Ibnul Asyraf berkata, “Kalian lebih baik daripadanya.” Maka turunlah firman Allah Azza wa Jalla ini, “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 3)”

Adik-adik sekalian, Dari Al Bazzar disampaikan bahwa ternyata surat ini juga diturunkan berkenaan dengan Abu Lahab. Demikian itu terjadi ketika putra Rasulullah SAW. meninggal dunia, maka Abu Lahab pergi menemui orang-orang musyrik dan berkata kepada mereka, “Tadi malam Muhammad terputus (keturunannya).” Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya sehubungan dengan peristiwa tersebut: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 3)

Ibnu Abbas r.a. juga menyampaikan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Jahal. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa makna: sesungguhnya orang-orang yang membencimu. (Al-Kautsar: 3) Yakni musuhmu.

Nah, pendapat Ibnu Abbas yang terakhir ini lebih mencakup dan meliputi semua orang yang bersifat dan berkarakter demikian, baik dari kalangan mereka yang telah disebutkan di atas maupun yang lainnya.

Ikrimah r.a. mengatakan bahwa al-abtar artinya sebatang kara. As-Saddi mengatakan bahwa dahulu mereka apabila meninggal dunia keturunannya laki-laki mereka, maka mereka mengatakannya abtar (terputus keturunannya). Dan ketika putra-putra Nabi SAW semuanya meninggal dunia, maka mereka mengatakan, “Muhammad telah terputus.” Maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar: 3)

Pendapat ini senada dengan apa yang telah disebutkan di atas yang mengatakan bahwa abtar ialah orang yang tidak mempunyai keturunan laki-laki. Maka, orang-orang kafir Quraisy itu mengira bahwa seseorang itu apabila anak-anak lelakinya mati, maka terputuslah sebutannya.

Padahal, tidaklah demikian kenyataannya, bahkan sebenarnya Allah mengekalkan sebutan Nabi SAW di hadapan para saksi dan mewajibkan syariat yang dibawanya di atas pundak hamba-hamba-Nya, yang akan terus berlangsung selamanya sampai hari mereka dihimpunkan untuk mendapat pembalasan. Semoga shalawat dan salam-Nya terlimpah-kan kepadanya selama-lamanya sampai hari kiamat. Aamiin.

Demikianlah bagian akhir dari pembahasan tafsir surat Al-Kautsar, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya. Semoga kita semua semakin semangat mengejar amaliah syurga sembari mengokohkan pondasi dan bangunan keimanan dalam setiap jejak langkah kehidupan kita. Wallahu A’lam.

Adik-adik MFT yang dirahmati Allah Ar-Rahman…
InsyaAllah kita akan bertemu kembali pekan depan untuk Tafsir tematik menarik lainnya…
Tetap saling mendo’akan untuk kebaikan Ummat Manusia sedunia…

Wassalamu’alaikum wr wb.

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Tahun Baru Hijriyah Tahun Baru Umat Islam

Ustadz Menjawab
Sabtu, 08 Oktober 2016
Ustadz Farid Nu’man

🍃🌻Tahun Baru Hijriyah Tahun Baru Umat Islam

Assalamulalaykum ustadz/ah..
mohon bantuannya utk menjelaskan bagaimana sikap kita menghadapi fenomena ritual menyambut tahun baru islam yg memang tdk pernah dilakukan oleh Rasulullah.
tetapi tetap dg sikap bijak. dan apakah kaidah Islam dalam hal ini.

jazaakumullah khayran

🐾🐾Jawaban

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
📌 Setiap umat ada sejarah dan peradabannya masing-masing

📌 Termasuk keberadaan hari-hari istimewa yang menjadi kesepakatan masing masing peradaban tersebut

📌 Nabi kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyampaikan dalam beberapa hadits shahih bahwa hari raya kita adalah Idul Fitri, Idul Adha, Hari Arafah, hari tasyriq, .. bahkan hari Jumat yang paling utama

📌 Tapi, sahabat yang mulia, Umar Al Faruq Radhiallahu ‘Anhu, menggagas bahwa peristiwa hijrah nabi dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah adalah titik tolak penanggalan awal tahun Islam, sehingga sering disebut tahun Hijriyah

📌 Ini bukan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dengan tahun-tahun dan penanggalan yang mereka miliki, tapi justru  pembeda dengan mereka

📌 Ini juga bukan bid’ah, para sahabat menyepakatinya, lalu oleh generasi selanjutnya dari masa ke masa

📌 Ini penting dan besar, sebab kalau tidak, buat apa sampai dijadikan sebagai titik awal penanggalan kaum muslimin …

📌 Namun, walau demikian tidak ada “fadhilah ‘ubudiyah” apa pun pada saat tahun baru Hijriyah

📌 Tugas kita adalah tidak melupakan sejarahnya, sebab pada umat terdahulu ada pelajaran, apalagi pada generasi yang terbaik  umat ini .. kata Nabi tentang kisah Bani Israel: hadditsuu ‘anhum walaa haraj – kisahkanlah dari mereka, tidak apa-apa .., maka apalagi kisah-kisah nabi dan sahabatnya

📌 maka, ambil pelajaran hijrah mereka … , jika mereka hijrah maknai (perpindahan tempat),
al intiqal min biladil kufri ila biladit tauhid- pindah dari negeri kufur ke negeri tauhid .. maka kita hari ini hijrah ma’nawi (hijrah mentalitas dan moralitas), al intiqal minal ma’shiyah ilat tha’ah .. minasy syirki ilat tauhid – perpindahan dari maksiat menuju taat … dari syirik menuju tauhid .. dst

📌 Inilah pelajaran yg seharusnya tiap tahun kita petik ..

📌 Tapi, sayang … tiap kali datang tahun baru hijriyah, saat itu pula kaum muslimin banyak yang melupakan sejarahnya

📌 Tiap kali datang tahun baru, .. datang lagi perdebatan tentang doa akhir dan awal tahun, boleh atau tidak .. diulang lagi diulang lagi … sementara esensi hijrahnya tidak tersentuh

📌 Sehingga patut jika ada yang menyindir, tidak ada peristiwa-peristiwa besar pada umat Islam  melainkan pasti disikapi dengan perselisihan; seperti masuk dan berakhirnya Ramadhan, masuknya 10 zulhijah (Idul Adha), …

📌 Tidak apa berbeda pendapat, tapi tahan lisan dan tulisan dari mentabdi’ saudaranya .. atau sebelah sana menyerang balik yang sebelah situ ..

📌 Akhirnya, musuh asyik bertepuk tangan melihat umat Islam bangga bercakar-cakaran  … kata mereka kepada umat Islam: Syukran jaziiilan!! Terima kasih banyak!! Setengah tugas kami sudan selesai oleh prilaku kalian sendiri, wahai Umat Islam!!

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Kisah Ummu Kultsum binti Uqbah

📝 Pemateri: Ustadzah Eko Yuliarti Siroj, S.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayarkan kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS Al Mumtahanah:10)

🌟Ketika cahaya Islam bersinar di jazirah Arab, keyakinan kepada Allah merasuki relung hatinya. Ia beriman kepada Allah dan RasulNya dan kehidupannya disinari petunjuk dan ketakwaaan.

📚 Ayahnya seorang yang sangat memusuhi Islam. Ummu Kultsum menyembunyikan keislamannya. Dan ketika Rasulullah bersama para sahabat hijrah ke Madinah, ia merindukan kehadiran kaum muslimin dan majlis-majlis iman. Maka ia bertekad untuk hijrah ke Madinah dan dengan sembunyi-sembunyi ia mempersiapkan perjalanan menuju Madinah.

🌸 Ummu Kultsum menceritakan perjalanan hijrahnya: sesungguhnya ia mulai meninggalkan kampung dan tinggal 3 atau 4 malam di pinggiran Tan’im. Hingga ia benar2 membukatkan tekad untuk berhijrah. Di perjalanan ia bertemu dengan seseorang dari Bani Khuza’ah yang bertanya:”Hendak pergi kemana wahai hamba Allah?” Ketika ia tahu bahwa yg bertanya adalah seorang Khuza’qh dan Khuza’ah terikat pernanjian dengan Rasulullah Saw, ia menjawab: “Aku seorang perempuan Quraisy yang ingin menyusul Rasulullah ke Madinah.” Lelaki Khuza’ah itu kemudian membawakan seekor unta, didudukan dihadapannya dan mempersilakannya untuk naik. Lelaki itu bersumpah untuk tidak berbicara kepadanya hingga sampai di Madinah. Sesampainya di Madinah ia menemui Ummul Mu’minin Ummu Salamah yang bertanya kepadanya :”Apakah engkau berhijrah untuk Allah dan RasulNya.” Ummu Kultsum menjawab:”Ya, akan tetapi aku takut Rasulullah Saw mengembalikan aku kepada orang2 Quraisy sebagaimana beliau mengembalikan Abu Jandal dan Abu Bashir.”

📚 Ketika memasuki rumah Rasulullah Saw, beliau menyambutnya.  Ummu Kultsum berkata:”Sesungguhnya aku lari menujumu untuk menyelamatkan agamaku. Maka lindungilah aku dan jangan kau kembalikan aku kepada mereka. Mereka akan menyiksaku dan aku bukan  orang yang sabar menghadapinya. Sesungguhnya aku  seorang  perempuan yang lemah.”
Maka Allah menurunkan surat Al-mumtahanah ayat 10.

🌷Al Walid dan Ammaroh dua saudara kandung Ummu Kultsum, kemudian menyusul ke Madinah untuk bertemu Rasulullah Saw.  Mereka berkata:”Ya Muhammad, apakah engkau melanggar perjanjian antara engkau dan kami?” Rasulullah menjawab:” Allah telah membatalkan perjanjian  itu dengan apa yang telah Ia ajarkan kepada kita tentang perempuan.” Dan kedua saudara Ummu Kultsum itu pun pergi meninggalkannya di Madinah.

💍Hari berlalu….dan Zubair bin Awwam, Zaid bjn Haritsah, Abdurrahman bin Auf, Amr bin Ash hadir untuk melamar Ummu Kultsum. Ia bingung, siapa yang harus ia pilih diantara sahabat2 mulia ini? Ia pun menemui saudara seibunya yaitu Utsman bin Affan untuk bermusyawarah. Utsman menyarankan agar ia bertanya kepada Rasululloh Saw dan memilihkan baginya. Maka Nabi Saw menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah dan lahirlah dari pernikahan itu Zaid bin Zaid dan Ruqoyyah. Keduanya wafat saat masih anak2. Kemudian Zaid menceraikannya dan ia menikah dengan Zubair bin Awwam. Dari pernikahan ini lahirlah seorang anak yaitu Zainab. Zubair bin Awwam saat itu dikenal sangat keras terhadap perempuan. Ummu Kultsum tidak menyukai perangainya dan meminta talak akan tetapi Zubair menolak. Suatu hari ia merajuk kepadanya dibulan terakhir kandungannya. Maka Zubair mentalaknya dan iapun melahirkan. Zubair sempat mengadu kepada Rasulullah dan menginginkan untuk tidak menceraikannya. Dan Rasulullah menjelaskan ia harus memulainya dari awal dengan kembali melamarnya. Akan tetapi Ummu Kultsum tidak menghendaki untuk kembali kepadanya. Kemudian Abdurrahman bin Auf menikahinya dan ia hidup bahagia bersamanya. Dari pernikahan ini lahir Ibrahim dan Humaidan. Hingga Abdurrahman bin Auf wafat, ia kemudian dinikahi oleh Amr bin Ash dan terus hidup bersamanya sampai akhir hayatnya.

✍🏻Ummu Kultsum meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw :”Bukanlah pendusta ia yang memperbaiki hubungan antara sesama dengan mengatakan yang baik2 saja.” Ibrahim dan Humaidan kedua putranya meriwayatkan hadits ini.

🌸Diriwayatkan bahwa para muslimah menemuinya dan meminta nasehat darinya. Maka Ummu Kultsum binti Uqbah mengatakan :”Sesungguhnya hubungan antaramu dengan suamimu harus berdasarkan cinta dan kasih sayang yang dengannya hati kalian berdua bersatu. Dengannya ruh kalian berpadu. Hingga masing2 kalian menjadi tempat menyimpan rahasia pasangannya dan menjadi penguat dalam kesulitan dan berbagai masalah.”

Wallahu a’lam bish showab

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

PEMIMPIN NON MUSLIM

Ustadz Menjawab
Jum’at, 07 Oktober 2016
Ustadz Farid Nu’man Hasan

🌿🍁🌺 PEMIMPIN NON MUSLIM

Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah
“Kafir itu zolim, mari tolak pemimpin zolim.”
Tapi mengapa partai Islam yg harusnya sangat paham tentang ini malah mengusung calon pemimpin dr non-Islam?? Mohon penjelasanya Ustadz.  🅰2⃣8⃣

Jawaban
===============

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah wal Hamdulillah …
Sebenarnya pertanyaan ini lebih pas diajukan kepada partai tersebut, apa alasan syar’i-nya mereka mendukung calon non muslim.

Jika konteksnya adalah konstalasi yang terjadi di DKI Jakarta, pendukung cagub non muslim tak satu pun yang partai Islam.

Saya berbaik sangka, mungkin jika ada partai Islam atau berbasis massa Islam mendukung cagub  non muslim, ada beberepa pertimbangan mereka.

📗 Sebagian ulama membolehkan menyerahkan jabatan kepada kafir dzimmi, dalam lingkup eksekutif, bukan legislatif dan yudikatif. Nah pemimpin daerah adalah eksekutif, mereka hanya tinggal menjalankan UU saja, bukan membuat. Ini pendapat Imam Abul Hasan Al Mawardi.

📙 Bisa jadi, mereka memahami larangan menjadi orang kafir sebagai “wali” adalah teman dekat, bukan pemimpin. Itu maka wali bagi mereka.

Ini baik sangka kita …

Tapi, yang aman dan selamat adalah tetap jangan mendukung mereka ..

Sebab:

📌 Allah Ta’ala Menyebut Munafiq kepada Orang yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dan mengenyampingkan orang beriman

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138  (الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139(

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi waliy dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
(QS. An Nisa: 138-139)

📌 Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut sebagai pengkhianat

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 «مَنِ اسْتَعْمَلَ عَامِلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّ فِيهِمْ أَوْلَى بِذَلِكَ مِنْهُ وَأَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَجَمِيعَ الْمُسْلِمِينَ»

“Barang siapa yang memilih seseorang untuk mengurus urusan kaum muslimin padahal dia tahu ada orang lain yang lebih pantas darinya, lebih paham Kitabullah dan Sunnah Rasulnya, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan semua Kaum Muslimin.”

(HR.  Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20861,  Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 11053 , Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 7023)

📌 Para sahabat nabi pun marah jika ada yang mengangkat non muslim sebagai pemimpin

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah memberikan keterangan dengan sebuah kisah Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu yang mengangkat seorang sekretaris dari Syam yang beragama Nashrani, lalu Umar Radhiallahu ‘anhu merasa heran dan mencegah pengangkatan itu, lalu Umar Radhiallahu ‘Anhu mengutip ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(QS. Al Maidah: 51)
(lihat Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 3/123)

Sikap herannya Umar Radhiallahu ‘anhu ini hanya Abu Musa menjadikan Nasrani sebagai  sekretaris, apalagi dia menjadikannya sebagai pemimpin.
Wallahu A’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

📲Sebarkan!Raih pahala…

=================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram : https://is.gd/3RJdM0
🖥 Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
📮 Twitter : https://twitter.com/grupmanis
📸 Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
🕹 Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
📱 Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c