logo manis4

Wanita Haid Apakah Boleh Membaca Al-Quran

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, apakah wanita haid boleh membaca Al-Quran?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Faisal Kunhi MA.

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Berikut saya kutip perkataan Syaikh Bin Baz tentang boleh tidaknya wanita haidh membaca Al Quran

اختلف العلماء رحمة الله عليهم في هذا، فمن أهل العلم من قال: إنها لا تقرأ كالجنب، واحتجوا بحديث ضعيف رواه أبو داود من حديث ابن عمر رضي الله تعالى عنهما عن النبي ﷺ أنه قال: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئًا من القرآن وهذا الحديث ضعيف عند أهل العلم؛ لأنه من رواية إسماعيل بن
عياش عن الحجازيين وروايته عنهم ضعيفة.

Terjadi perbedaan di kalangan ulama terkait tentang hal ini; diantara mereka berkata, “Wanita haid tidak boleh membaca Al Quran sebagaimana orang yang sedang junub. Mereka berdalil dengan hadist yang lemah dimana di riwayatkan oleh Abu Daud, Nabi SAW bersabda, ‘Wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh membaca Al Quran sedikitpun.’ Hadist ini menurut para pakar lemah karena dia dari riwayat Ismail dari Iyash bin al Hijazin dan riwayatnya lemah.”

وبعض أهل العلم قاسها على الجنب قال: كما أن الجنب لا يقرأ
فهي كذلك؛ لأن عليها حدثًا أكبر يوجب الغسل فهي مثل الجنب

Sebagian pakar menganalogikan  pelarangan membaca Al Quran bagi wanita haid dengan orang yang junub . Dikarenakan junub juga hadast besar yang diwajibnya mandi sebagaimana haid.

والجواب عن هذا: أن هذا قياس غير صحيح؛ لأن حالة الحائض والنفساء غير حالة الجنب، الحائض والنفساء مدتهما تطول وربما شق عليهما ذلك وربما نسيتا الكثير من حفظهما للقرآن الكريم.

Maka jawabannya : ini adalah analogi yang tidak benar karena keadaan orang yang haidh dan nifas berbeda dengan orang yang junub; wanita yang nifas dan haid memiliki waktu hadast yang lama sedangkan orang yang junub bisa langsung bersih selesai ia mandi; dan jika selama haid dan nifas tidak dibolehkan membaca Al Quran maka bagi mereka yang hafal Al Quran ini bisa membuat mereka lupa.

ولا حرج أن تقرأ الحائض والنفساء آية الكرسي عند النوم، ولا حرج أن تقرأ ما تيسر من القرآن في جميع الأوقات عن ظهر قلب، هذا هو الصواب، وهذا هو الأصل، ولهذا أمر النبي ﷺ عائشة لما حاضت في حجة الوداع قال لها: افعلي ما يفعل الحاج غير ألا تطوفي بالبيت حتى تطهري ولم ينهها عن قراءة القرآن.

Maka tidak berdosa wanita yang sedang haid dan nifas membaca ayat kursi ketika ia mau tidur dan membaca ayat lain yang mudah baginya di waktu lain di luar kepala dan inilah pendapat yang benar, karenanya Nabi SAW memerintahkan Aisyah ketika ia haid pada saat haji wada, “Lakukanlah apa yang harus dilakukan oleh orang yang sedang haji kecuali shalat sampai engkau bersih.” Dan nabi tidak menyebut pelarangan membaca Al Quran.

Di dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan bahwa haram menyentuh Al Quran bagi wanita haidh, hal ini berdasarkan firman Allah, “Al Quran itu tidak disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci.” (QS. Al Waqiah : 79)

Dan Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seseorang menyentuh Al Quran kecuali dalam keadaan bersih.” (HR. Darut Qutni)

Daud dan Ibnu Hazm membolehkan wanita haidh menyentuh dan membawa Al Quran, mereka berdalilkan bahwa Rasulullah pernah mengirim tulisan yang berisikan ayat Al Quran kepada Hirqil yang bertuliskan, “Bismillahirahmanirahim” sampai QS Ali Imran : 62,
dan mereka mengetahui bahwa tulisan itu akan disentuh oleh orang ahlul kitab.

Mayoritas ulama menjawab hujjah ini bahwa tidak mengapa menyentuh buku yang di dalamnya terdapat ayat Al Quran seperti buku tafsir dan fiqh.

Kesimpulan hukum :

Wanita haid boleh membaca Al Quran  adapun menyentuhnya maka hendaknya bisa menggunakan alas atau sampul atau bisa membaca Al Quran yang ada terjemahannya karena terjemahan Al Quran bukan Al Quran.

Atau bisa juga membaca melalui aplikasi Al Quran yang terdapat di smartphone karena itu tidak menyentuhnya secara langsung dan sudah bercampur dengan aplikasi lain.

Wanita yang haid dan nifas tidak shalat dan puasa dalam waktu yang lama; jika mereka tidak dibolehkan membaca Al Quran maka jiwa dan hati mereka akan semakin kering dari cahaya ilahi dan Al Quran.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Prosedur Aqiqah Dimasa Pandemi

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Mohon izin bertanya ke ustadz.. Bagaimana prosedur aqiqah dan 4 bulanan bagi ibu hamil dimasa pandemi apalagi kondisi sekarang sedang sangat tidak baik. Apa sah aqiqahnya hanya dibagikan saja makanannya tapi tidak mengundang bapak-bapak atau tetangga?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim..

Aqiqah itu prinsipnya memotong kambing dan memakannya baik buat dirinya dan org lain. Itu sdh cukup.

Al Khalil bin Ahmad al Farahidi Rahimahullah (w. 170 H) mengatakan:

وَالْعَقِيقَةُ: الشَّعْرُ الَّذِي يُولَدُ الْوَلَدْ بِهِ. وَتُسَمَّى الشَّاةُ الَّتِي تُذْبَحُ لِذَلِكَ عَقِيقَة

_“Aqiqah adalah rambut yang ada pada bayi ketika lahirnya, dan dinamakan pula kambing yang disembelih untuk itu dengan sebutan aqiqah.”_ (Al ‘Ain, jilid. 1, hal. 62)

Syaikh Zainuddin ar Razi Rahimahullah (w. 666 H) mengatakan tentang aqiqah:

الشَّعْرُ الَّذِي يُولَدُ عَلَيْهِ كُلُّ مَوْلُودٍ مِنْ النَّاسِ وَالْبَهَائِمِ. وَمِنْهُ سُمِّيَتْ الشَّاةُ الَّتِي تُذْبَحُ عَنْ الْمَوْلُودِ يَوْمَ أُسْبُوعِهِ عَقِيقَةً

“Rambut yang tumbuh pada setiap bayi manusia dan hewan. Diantaranya adalah kambing yang disembelih saat hari ketujuh setelah kelahiran adalah aqiqah.” (Mukhtar ash Shihah, hal. 214)

Jadi, jika penyembelihan (kambing) sudah terlaksana, maka itu sudah dikatakan terlaksananya aqiqah.

Ada pun mengundang org lain ke rumah, itu tradisi saja dan boleh.

Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad Hafizhahullah berkata tentang hukum berkumpul dalam acara undangan taushiah aqiqah:

وأما التزام إحضار المشايخ والمحاضرين في هذه المناسبات فليس بوارد، لكن لو فُعل في بعض الأحيان انتهازاً لفرصة معينة للتذكير أو للتنبيه على بعض الأمور بمناسبة الاجتماع فلا بأس بذلك.”

“Ada pun menghadirkan seorang syaikh dan para undangan dalam acara ini maka tidak ada dalilnya, tetapi seandainya dilakukan untuk memanfaatkan keluangan pada waktu tertentu, dalam rangka memberikan peringatan dan nasihat atas sebagian permasalahan yang terkait dengan berkumpulnya mereka, maka hal itu tidak mengapa.”

(Syarh Sunan Abi Daud, no. 086)

Dalam kondisi seperti ini yg sulit ngumpul-ngumpul jika tidak dijalankan mengundang-undang tetangga juga tdk masalah, yg penting aktivitas pokoknya sdh dilakukan.
Demikian. Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

KEHARUSAN BERSYUKUR DAN BERSABAR BAGI SUAMI ISTRI

📝 Pemateri: Ustadzah DR. Aan Rohanah, Lc , M.Ag

🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷

Suami dan istri akan bisa mempertahankan ikatan pernikahan dalam keluarga yang harmonis jika dalam kesaharian mereka bisa banyak bersyukur dan bersabar.

Bersyukur dengan segala nikmat yang besar, maupun nikmat yang kecil serta bersabar dengan segala ujian dan cobaan yang berat maupun yang ringan.

Dengan demikian, maka dalam segala situasi suami istri bisa bersikap selalu positif dan menyenangkan bagi pasangannya.

Namun sikap syukur dan sabar tidak bisa dipilih salah satunya. Keduanya harus melekat dalam jiwa suami istri. Jika terlepas salah satunya maka seakan telah terlepas semuanya. Sebab syukur menuntut kesabaran, sedangkan sabar menuntut adanya syukur.

Dengan syukur maka suami istri dapat menghargai dan memberikan apresiasi terhadap kebaikan yang ada pada pasangannya. Sebaliknya jika ada sesuatu yang tidak membuat nyaman bagi suami atau istri maka dia akan tetap bersabar menghadapi pasangannya. Sehingga mereka tetap harmonis di saat mendapat nikmat ataupun disaat mendapat musibah.

Syukur dan sabar bisa dibangun di dalam jiwa suami istri oleh beberapa unsur, yaitu keimanan, keikhlasan, cinta dan kasih sayang, jiwa yang tenang, rendah hati, kepedulian dan keistiqamahan dalam ketaatan. Dengan unsur-unsur tersebut, maka suami istri dapat memunculkan kepribadian yang selalu bersyukur dan bersabar sehingga bisa berprilaku yang menyenangkan bahkan menakjubkan bagi pasangannya.

Rasulullah bersabda : ” Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin. Jika diberikan kesenangan ia selalu bersyukur maka itu lebih baik baginya. Dan jika ditimpa musibah dia selalu bersabar maka itu lebih baik baginya “( HR. Muslim ).

Wallahu a’lam bish showab

🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷

Sebarkan! Raih Pahala


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Takbiran Setelah Shalat Wajib

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz, ingin bertanya. Saya orang baru di tempat tinggal saya. Di mushalla sini kalo selesai shalat langsung takbiran, berbeda dengan kebiasaan di tempat saya yang lama. Apakah ini memang ada dasarnya?

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim..

Ya, takbir di hari raya dan hari tasyriq yang dilakukan setelah shalat wajib, adalah hal yang masyru’ (sejalan dengan syariat), dan dilakukan sejak masa salaf.

Hal ini dikatakan oleh Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

أَصَحُّ الْأَقْوَالِ فِي التَّكْبِيرِ الَّذِي عَلَيْهِ جُمْهُورُ السَّلَفِ وَالْفُقَهَاءِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالْأَئِمَّةِ: أَنْ يُكَبِّرَ مِنْ فَجْرِ يَوْمِ عَرَفَةَ، إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَيُشْرَعُ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَجْهَرَ بِالتَّكْبِيرِ عِنْدَ الْخُرُوجِ إلَى الْعِيدِ
وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ

Pendapat yang paling shahih tentang takbir yang dianut oleh mayoritas ulama salaf dan ahli fiqih generasi sahabat dan para imam, bahwa bertakbir itu sejak fajar (subuh) hari arafah (9 Zulhijjah) sampai akhir hari tasyriq SEUSAI SHALAT, disyariatkan setiap orang mengeraskan suara takbirnya saat menuju tempat shalat Id. Ini adalah perkara yang disepakati imam yang empat.
(Al Fatawa Al Kubra, jilid. 2, hal. 369)

Syaikh Abdurrahman Al Qahthani An Najdi Rahimahullah menegaskan:

ولما رواه الدارقطني عن جابر ولأنه إجماع من أكابر الصحابة

Hal ini berdasarkan riwayat Ad Daraquthni, dari Jabir. Itu adalah ijma’ dari para tokoh senior sahabat nabi.
(Al Ihkam Syarh Ushul Al Ahkam, jilid. 1, hal. 492)

Hadits Ad Daruquthni yang dimaksud adalah:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يُكَبِّرُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ حِينَ يُسَلِّمُ مِنَ الْمَكْتُوبَاتِ

Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertakbir di shalat Subuh hari Arafah sampai shalat Ashar di akhir hari tasyriq, KETIKA SELESAI SALAM shalat-shalat wajib (HR. Ad Daruquthni no. 1735)

Namun dalam sanadnya ada dua rawi yang bermasalah. Imam Az Zaila’i berkata: “Ibnul Qaththan menjelaskan bawah Jabir Al Ju’fi seorang yg buruk keadaannya, dan Amru bin Syimr lebih buruk darinya, bahkan dia termasuk manusia binasa. Al Bukhari dan Abu Hatim berkata: haditsnya munkar. As Sa’di berkata: menyimpang dan pendusta. (Nashbu Ar Rayah, jilid. 2, hal. 223-224)

Walau hadits ini lemah, ijma’ para sahabat dan mayoritas kaum salaf dan fuqaha, sudah cukup menjadi dasar amalan hal ini.

Demikian. Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Dosa Jariah

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, Jika dalam hadits dinyatakan ada 3 hal yg tetap mengalir amalnya walaupun sudah meninggal, yaitu: doa anak sholih/ah, ilmu yg bermanfaat dan sedekah jariyah. Apakah termasuk amalan buruk jg tetap mengalir terhadap tiga hal tersebut?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Amal buruk ada yang tetap ngalir kepada orang yang sudah wafat JIKA amal tersebut diikuti orang banyak lalu dia BELUM TOBAT, yaitu:

Misal, Keburukan yang kita ajarkan atau tularkan, lalu diikuti orang lain. Baik keburukan lewat lisan, tulisan, perbuatan, lalu diikuti orang lain.. Walau kita sudah wafat maka Kita tetap dapat dosanya, kecuali kita sudah tobat sebelum wafat

Ini berdasarkan hadits _Shahih Muslim_ berikut:

وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa yang dalam Islam mengawali keburukan lalu diikuti orang lain, maka dia berdosa dan juga mendapatkan dosa-dosa mereka yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka. (HR. Muslim)

Allah Ta’ala berfirman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (QS. An Nahl: 25)

Imam Mujahid Rahimahullah berkata:

يَحْمِلُونَ أَثْقَالَهُمْ: ذُنُوبَهُمْ وَذُنُوبَ مَنْ أَطَاعَهُمْ، وَلَا يُخَفَّفُ عَمَّنْ أَطَاعَهُمْ مِنَ الْعَذَابِ شَيْئًا

Mereka memikul beratnya beban mereka; dosa mereka sendiri dan dosa-dosa orang yang mengikutinya, dan siksa meraka sama sekali tidak berkurang sedikit pun. (Tafsir Ibnu Kastir,4/566)
Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Hukum Undian (Qur’ah) Yang Diawali Pembelian Barang

Pertanyaan

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz mau tanya: Bagaimana hukumnya dalam perdagangan, jika memberikan hadiah, misalnya seekor kambing untuk qurban, dengan syarat pembelian produk sekian banyak, tapi yang mendapat hadiah/bonus ini diundi, bukan semua pembeli yang memenuhi syarat tadi.
Terima kasih ustadz. A_34

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim..

Hukum undian (qur’ah) yang di awali pembelian barang adalah termasuk judi. Tidak boleh. Di dalamnya ada peran uang/dana dari para pembelinya, lalu dihimpun sebagai hadiah atau untuk beli hadiah bagi penyelenggara.

Ini difatwakan oleh Syaikh Yusuf al Qaradhawi dalam fatwa Kontemporer Jilid. 3. Juga Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Beliau berkata:

إذا كانت الجائزة بالقمار: مَن صادفه رقم كذا أو رقم كذا يحصل له كذا، هذا ما يجوز؛ لأنَّ هذا من القمار، من الميسر

Jika hadiah itu diperoleh lewat taruhan (undian), siapa yang dapat nomor sekian, sekian, maka dia yang dapat, maka ini tidak boleh sebab ini adalah taruhan dan judi. (selesai)

Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Membagikan Hewan Kurban Kepada Non Muslim.

Penerima Qurban

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz, ingin bertanya. Bolehkah memberikan hewan kurban kepada orang di luar Islam?

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Jawaban

Oleh: Ustadz Faisal Kunhi MA.

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika zakat saja boleh diberikan kepada muallaf (yaitu orang yang lemah hatinya) baik ia seorang yang baru memeluk Islam tetapi ia memilki pengaruh bagi kaumnya, sehingga ia berhak mendapatkan zakat untuk menguatkan hatinya dan mengukuhkannya untuk memeluk Islam, dengan harapan ia dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya atau dapat mencegah kejahatannya.

Zakat juga boleh di berikan kepada orang kafir yang sangat di harapkan akan beriman atau kaumnya akan beriman, oleh karena itu ia diberi untuk menumbuhkan gairah dan kecintaan terhadap Islam, demikian jelas Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam minhajul muslim.

Jika demikian maka daging kurban juga boleh diberikan kepada orang-orang non muslim, dimana itu bisa menjadi sarana dakwah mengajaknya untuk memeluk Islam, dengan catatan bagian untuk kaum muslimin yang membutuhkan tetap menjadi prioritas.

Daging kurban dianjurkan untuk di bagi tiga; dimakan sendiri (bersama keluarga) orang yang berkurban sepertiganya, sepertiga lagi di sedekahkan dan sepertiga lagi di hadiahkan untuk rekan-rekannya, berdasarkan sabda nabi saw “Makanlah, dan simpanlah serta bersedekahlah” (Muttafaq alaih).

Boleh juga disedekahkan semuanya, dan boleh juga tidak ada yang dihadiahkan dari daging kurban tersebut. Demikian jelas Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi.

Jika daging kurban boleh di hadiahkan, maka itu artinya kita juga boleh memberikan hadiah kepada teman kita yang non muslim, karena nabi saw pun juga saling menerima dan memberi hadiah kepada orang-orang Yahudi.

Islam adalah agama yang tidak memerintahkan seseorang untuk menanyakan apa agamanya, sebelum ia berbuat baik kepadanya, Allah berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Berikut saya tambahkan beberapa pendapat ulama tentang memberi daging kurban kepada orang di luar Islam:

Pertama: tidak boleh secara mutlak baik dzimmi atau harbi pada kurban wajib atau sunnah ini adalah pendapat Syafi’iyah.

Kedua: Makruh, Addasuqi berkata: Imam Malik dan laist memakruhkan memberikan kulit kurban kepada kaum nasrani. Imam Malik berkata: selain mereka lebih kami sukai (Asyyarh al Kabir, 3 /587)

Ketiga: Boleh, yaitu khusus non muslim yang hidup berdampingan secara damai, inilah pendapat Hambaliyah, Hanafiyah, Al Hasan, Abu Tsaur dan lainnya (Assyarh Al Kabir 3 : 587)

Demikian. Wallahu a’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Akhlak Ketika Isolasi Mandiri

📝 Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi MA

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Sampai saat ini Indonesia belum terbebaskan dari wabah covid 19, bahkan semakin banyak saudara-saudara yang kita syahid karenanya, ada juga yang sakit kemudian di isolasi di wisma dan di rumahnya. Lalu apa yang seharusnya di lakukan oleh seorang muslim ketika ia melakukan isolasi mandiri?

Seorang muslim harus memilki kegiatan positif ketika ia seorang sendiri sebab setan lebih berkuasa atas dirinya ketika ia sendirian di bandingkan ketika ia sedang bersama sama, sebagaimana sabdanya: “Sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian dan menjauh dari dua orang.” (HR Ahmad).

Jika seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan kegiatan yang positif saat ia sedang isolasi mandiri, maka setan membuatnya sibuk dengan hal-hal yang negatif, sebagaimana yang di katakan oleh Imam Syafi’i

“إِنْ لَمْ تُشَغِّلْ نَفْسَكَ بِالحَقِّ شَغَلَكَ البَاطِلُ

“Jika engkau tidak menyibukkan diri dengan kebenaran maka engkau akan di sibukkan dengan.

Berikut kegiatan yang sebaiknya di lakukan oleh oleh seseorang yang sedang isolasi mandiri:

1. Banyak berzikir, karena dengan dia berzikir hatinya akan menjadi tenang dalam menerima ujian dari Allah dan setan tidak punya kuasa untuk membuatnya ia cemas.

Allah berfirman “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Dan dengan berzikir hati juga akan menjadi hidup dan kuat sehingga ia tetap tegar dalam rasa sakit yang ia rasakan, Ibnu Taimiah berkata

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air
yang dibutuhkan ikan.
Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air.

2. Memperbanyak shalat sunnah, karena ketika ia memperbanyak shalat , maka ia akan memperbanyak sujud , dan ketika itu kesempatan terkabul doanya semakin besar karenanya para ulama berkata
“Sujud itu ajaib , berbisik di bumi namun terdengar di langit. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim, no. 482)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ – عَزَّ وَجَلَّ – ، وَأمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Adapun ketika rukuk, maka agungkanlah Allah. Sedangkan ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka doa tersebut pasti dikabulkan untuk kalian.” (HR. Muslim, no. 479)

Dan Rasululullah saw jika menghadapi sebuah masalah maka ia segera shalat dan ia sering berkata kepada Bilal
”Wahai Bilai istrahatkan kami dengan shalat“.

Maka Shalat bagi seorang beriman adalah sarana ia beristirahat dari kepenatan yang ia hadapi.

3. Membaca Al Quran, karena Al Quran adalah penyembuh baik untuk penyakit hati ataupun penyakit fisik. Syaikh Abdus Salam Bali berkata:
“Jika gunung saja hancur jika Al Quran di turunkan kepadanya, maka bagaimana dengan penyakit.”

Di Amerika pernah ada sebuah experimen ada 30 orang yang sakit jantung, dan di antara mereka ada yang muslim ada yang kafir, namun semuanya mengalami kemajuan dalam kesehatannya.

ﻭَﻧُﻨَﺰّﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺂﺀٌ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟّﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻻَ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺍﻟﻈّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺇَﻻّ ﺧَﺴَﺎﺭﺍً

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’: 82)
.
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqith menjelaskan bahwa maksud obat dalam ayat ini adalah obat untuk penyakit fisik dan jiwa. Beliau berkata:

ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻳَﺸْﻤَﻞُ ﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﻘَﻠْﺐِ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮَﺍﺿِﻪِ ; ﻛَﺎﻟﺸَّﻚِّ ﻭَﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ، ﻭَﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﺄَﺟْﺴَﺎﻡِ ﺇِﺫَﺍ ﺭُﻗِﻲَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﻪِ ، ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺪُﻝُّ ﻟَﻪُ ﻗِﺼَّﺔُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺭَﻗَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺍﻟﻠَّﺪِﻳﻎَ ﺑِﺎﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ، ﻭَﻫِﻲَ ﺻَﺤِﻴﺤَﺔٌ ﻣَﺸْﻬُﻮﺭَﺓٌ

“Obat yang mencakup obat bagi penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yanh shahih dan masyhur” (Tafsir Adhwaul Bayan).

4. Membaca buku, sebab membaca buku adalah teman saat sendirian dan ia bisa menjadi obat untuk menghilangkan kejenuhan, di antara buku yang bisa buku yang membangkit optimisme seperti buku “la tahzan” karya Dr Aid Al Qorni atau buku-buku humor yang positif bisa mengundang tawa, dan tertawa bisa memperkuat imunitas asal tidak berlebihan.

Ulama berkata:

خير الجليس فى الزمان الكتاب

“Sebaik-baiknya teman duduk di setiap waktu adalah buku“

Buya Hamka berkata: “Membaca buku-buku yang baik seperti memberi makanan rohani yang baik.”

5. Mendengarkan ceramah dan nasihat, karena hati ini akan hidup selama ia mau menerima nasihat , dan seseorang akan terhindar dari kerugian selama ia saling menasihati.

Al Hasan Al Bashri berkata,

إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة

“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasehat pada orang lain.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 224).

6. Menulis juga bisa mengobati kejenuhan dalam kesendirian, karena menulis adalah mengkoneksikan apa yang ada diisi kepala kita dengan tangan kita untuk merangkainya dalam sebuah tulisan yang indah.

Ulama berkata:

مَنْ حَفِظَ فَرَّ وَمَنْ كَتَبَ قَرَّ

Siapa yang hanya menghafal saja, maka hafalannya akan hilang dan siapa yang menulis maka tulisannya akan abadi“

Sungguh banyak yang bisa kita tulis selama masa pandemi ini ketika kita lebih banyak dirumah ,maka sungguh merugi orang yang tidak mau menulis, karena menulis adalah proses mewariskan ilmu kepada generasi kita.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Apakah Boleh Wanita Haid Berdiam di Masjid?

Pertanyaan

Assalamu ‘Alaikum, Wr.Wb. Apa hukumnya akhawat (muslimah) yang sedang haid berdiam di dalam masjid? (Tri Noviantoro – Depok)

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

Wa’alaikum Salam Wr Wb. Bismillahirrahmanirrahim wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du:

Masalah ini adalah masalah khilafiyah, yang sudah lama menjadi bahan silang pendapat di antara ulama. Secara garis besar mereka terbagi menjadi dua kelompok, ada yang mengharamkan wanita haid berdiam di mesjid (kecuali sekedar lewat), ada pula yang mengatakan boleh dan tak ada larangan asalkan berwudhu. Namun demikian Allah Ta’ala berfirman:

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa (4): 59)

Kita akan lihat dalil masing-masing kelompok, sebagai berikut:

1. Alasan yang Mengharamkan kecuali sekedar lewat saja

Kelompok ini yakni madzhab Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i, memiliki beberapa dalil untuk menguatkan pendapat mereka. Yaitu:

A. Firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula bagii yang sedang dalam keadaan junub, terkecuali sekedar lewat saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.An Nisa (4): 43).

Tentang ayat di atas, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

ينهى تعالى عباده المؤمنين عن فعل الصلاة في حال السُّكْرِ، الذي لا يدري معه المصلي ما يقول، وعن قربان محلها -وهي المساجد-للجُنُب، إلا أن يكون مجتازا من باب إلى باب من غير مُكْثٍ وقد كان هذا قبل تحريم الخمر

“Allah Ta’ala melarang hambanya orang-orang beriman melakukan shalat dalam keadaan mabuk, yang membuatnya selagi shalat tidak memahami apa yang sedang diucapkan, begitu pula dilarang mendekati tempat shalat –yakni mesjid- kecuali sekedar melintas saja, dari pintu menuju pintu, bukan untuk berdiam, ayat ini turun sebelum diharamkannya khamr.”

Selanjutnya, katanya:

عن ابن عباس في قوله: { وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا } قال: لا تدخلوا المسجد وأنتم جنب إلا عابري سبيل، قال: تمر به مرًّا ولا تجلس. ثم قال: ورُوي عن عبد الله بن مسعود، وأنس، وأبي عُبَيْدَةَ، وسعيد بن المُسَيَّبِ، وأبي الضُّحَى، وعطاء، ومُجَاهد، ومسروق، وإبراهيم النَّخَعي، وزيد بن أسلم، وأبي مالك، وعَمْرو بن دينار، والحكم بن عُتَيْبَة وعِكْرِمَة، والحسن البصري، ويَحْيَى بن سعيد الأنصاري، وابن شهاب، وقتادَة، نحوُ ذلك

Berkata Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Ta’ala ‘Dan jangan pula bagi yang sedang dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja,’ yaitu jangan kamu masuk ke mesjid dalam keadaan junub, kecuali hanya sekedar lewat saja. Dia berkata: sekali lewat saja tidak duduk. Ini juga diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Anas, Abu Ubaidah, Said bin al Musayyab, Abu adh Dhuha, Atha’, Masruq. Mujahid, ‘Ikrimah, Ibrahim an Nakha’i, Ibnu Syihab, Zaid bin Aslam, Abu Malik, Amru bin Dinar, Al Hakam bin Utaibah, Yahya bin Said, Qatadah, dan lain-lain.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

ومن هذه الآية احتج كثير من الأئمة على أنه يحرم على الجنب اللبث في المسجد، ويجوز له المرور، وكذا الحائض والنفساء أيضًا في معناه

“Dari ayat ini, para imam berhujjah bahwa diharamkannya orang yang junub berdiam di mesjid, kecuali sekedar melewati, begitu pula bagi wanita haid dan nifas, pada dasarnya sama.” (Ibid, Juz. 2, hal. 311)

Sebagian ulama salaf menafsiri bahwa maksud kalimat,‘Dan jangan pula bagi yang sedang dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja,’ adalah kecuali sekedar lewat untuk keluar darinya (mesjid).

Dari Abu Ubaidah bin Abdullah, dari ayahnya (yakni Ibnu Mas’ud), dia berkata: “yaitu lewat di mesjid.”

Dari Qatadah, dari Sa’id, tentang orang junub: “yaitu sekedar lewat di mesjid hanya berdiri, tidak duduk, dan bukan dengan berwudhu.”

Dari Ibnu Abbas: “Tidak mengapa bagi orang yang junub dan haid untuk melewati saja, selama dia tidak duduk di dalamnya (mesjid).”

Dari Abu Az Zubeir, dia berkata: “Salah seorang di antara kami ada yang junub lalu dia melewati mesjid.”

Dari Al Hasan, dia berkata: “Orang junub melewati mesjid, tanpa duduk di dalamnya.”

Dari Ibrahim, dia berkata: “Jika dia tidak menemukan jalan lain, kecuali mesjid, maka hendaknya dia sekedar lewat di dalamnya.” Dari dia juga, “Jika seorang junub, tidak mengapa dia melewati mesjid, jika memang tidak ada jalan lain.”

Dari Said bin Jubeir, dia berkata: “Orang junub hanya melewati mesjid, tidak boleh duduk di dalamnya.” Dan yang serupa juga diriwayatkan oleh Ikrimah, Ibnu Syihab Az Zuhri, dan lan-lain.

Imam Ibnu Jarir dan Imam Ibnu Katsir juga mendukung pendapat ini. Dan Imam Ibnu Katsir berkata:

وقوله: { حَتَّى تَغْتَسِلُوا } دليل لما ذهب إليه الأئمة الثلاثة: أبو حنيفة ومالك والشافعي: أنه يحرم على الجنب المكث في المسجدِ حتى يغتسل أو يتيمم، إن عدم الماء، أو لم يقدر على استعماله بطريقة. وذهب الإمام أحمد إلى أنه متى توضأ الجنب جاز له المكث في المسجدِ، لما روى هو وسعيد بن منصور في سننه بإسناد صحيح: أن الصحابة كانوا يفعلون ذلك

FirmanNya: “hingga kalian mandi,” merupakan dalil bagi tiga Imam, yakni Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i bahwa haram bagi seorang yang junub berdiam di mesjid, sampi dia mandi atau tayamum, jika tidak ditemukan air. Jika tidak maka cukup untuk melewati saja. Sedangkan madzhab Imam Ahmad, baginya jika seorang junub berwudhu maka baginya boleh diam dimesjid, sebagaimana riwayat dari Said bin Manshur dalam Sunannya dengan sanad yang shahih bahwa para sahabat nabi melakukan hal tersebut.

B. Hadits-Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Hadits pertama:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ فَقُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Berkata kepadaku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Ambilkan untukku khumrah (kain penutup kepala) dari mesjid.” ‘Aisyah berkata, “Aku menjawab: “Sesungguhnya aku sedang haid.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu.”

Hadits tersebut menunjukkan bahwa jika sekedar lewat, yakni mengambil barang saja tanpa duduk atau berdiam, tidaklah mengapa. Penegasan ‘Aisyah, “Sesungguhnya aku sedang haid.” Merupakan dalil yang menunjukkan kelaziman saat itu bahwa wanita haid tidak boleh masuk mesjid. Jika boleh, tentu ‘Aisyah langsung mengambil khumrah tersebut, tanpa harus memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau sedang haid.

Hadits kedua:

Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إني لا أحلّ المسجد لحائض ولا جنبٍ

“Sesungguhnya aku, tidak halalkan mesjid untuk wanita haid dan orang junub.”

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, dan sangat tegas pelarangannya.

Hadits ketiga:

عن أبي سعيد الخُدري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا علي، لا يحل لأحد أن يُجْنب في هذا المسجد غيري وغيرك

Dari Abu Said al Khudri, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai Ali, tidak dihalalkan bagi seseorang yang junub terhadap mesjid ini, selainku dan selainmu.”

Demikianlah dalil-dalil yang digunakan oleh kelompok imam madzhab yang mengharamkan wanita haid (juga nifas dan orang junub) berdiam di mesjid, kecuali sekedar lewat saja.

2. Alasan Kelompok yang membolehkannya (asalkan dia berwudhu)

Ini adalah pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ibnu Hazm, Imam Al Khathabi, dan sebagian para sahabat nabi, dan ulama salaf. Mereka beralasan:

A. Firman Allah Ta’ala

Mereka beralasan dengan ayat yang sama dengan kelompok yang mengharamkan (QS.An Nisa (4): 43). Bagi mereka ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan mesjid, melainkan tentang orang yang safar (bepergian) yang sedang mengalami junub dan tidak mendapatkan air. Faktanya, secara lahiriyah, ayat tersebut memang tidak menyebut-nyebut mesjid. Silahkan lihat ayat tersebut dan terjemahannya.

Dari Ali bin Abi Thalib dia berkata tentang ayat, ‘Dan jangan pula bagi yang sedang dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja,’ artinya janganlah dia mendekati shalat, kecuali jika dia musafir yang mengalami janabah, dia tidak menemukan air, maka shalatlah ketika sudah menemukan air (untuk mandi).”

Imam Abu Ja’far bin Jarir ath Thabari telah memaparkan dalam tafsirnya, keterangan dari para salaf bahwa maksud ayat itu adalah tentang safar dan musafir, yang tidak menemukan air, maka boleh baginya tayamum. Contohnya:

Dari Ibnu Abbas tentang firmanNya ‘Dan jangan pula bagi yang sedang dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja,’ dia berkata: “Musafir.” Ibnu Al Mutsanna berkata: “tentang safar.”

Dari Ali bin Abi Thalib: “Jika kalian musafir, dan tidak menemukan air, maka tayamumlah.”

Dari Said bin Jubair: “Musafir.”

Dari Mujahid: “Musafir, jika dia tidak menemukan air, maka dia bertayamum dan shalat ketika tiba waktunya.”

Dari Hasan bin Muslim: “Jika ia musafir, dan tidak menemukan air, maka tayamumlah.”

Dari Al Hakam: “Musafir yang mengalami junub, jika ia tidak menemukan air maka hendaknya dia tayamum.”

Dari Abdullah bin Katsir: “Dahulu kami mendengar bahwa ayat itu tentang safar.”

Dari Ibnu Zaid: “Itu adalah musafir yang tidak menemukan air, maka wajib baginya bertayamum dan shalat.” Dia berkata: “Ayahku juga berkata demikian.”

B. Dalil dari Hadits-Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Kelompok yang membolehkan juga menggunakan dalil yang digunakan kelompok yang mengharamkan.

Hadits pertama:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ فَقُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Berkata kepadaku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Ambilkan untukku khumrah (kain penutup kepala) dari mesjid.” ‘Aisyah berkata, “Aku menjawab: “Sesungguhnya aku sedang haid.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu.”

Menurut kelompok ini, hadits ini jelas-jelas membolehkan seseorang yang haid untuk masuk ke mesjid, bahkan Rasulullah sendiri yang memerintahkan, sebagai bantahan bagi kekhawatiran ‘Aisyah yang terkesan enggan ke mesjid karena haid. Adapun, alasan kelompok yang mengharamkan, bahwa hadits ini hanya membolehkan sekedar lewat saja, adalah tidak benar. Sebab, saat itu memang keperluannya hanya untuk mengambil khumrah yang tidak membutuhkan waktu lama. Tidak berarti hal itu, bermakna jika lebih lama dari itu atau berdiam di dalamnya adalah haram. Sebab memang dilakukan sesuai keperluan saja. Wallahu A’lam

Hadits kedua:

Dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إني لا أحلّ المسجد لحائض ولا جنبٍ

“Sesungguhnya aku, tidak halalkan mesjid untuk wanita haid dan orang junub.”

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah.

Menurut kelompok yang membolehkan, hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah, sebab dhaif (lemah).

Imam Abu Muslim Al Khathabi berkata: “Jamaah (Ahli hadits) mendhaifkan hadits ini.” Mereka berkata: Aflat (salah seorang rawi) adalah majhul (tidak dikenal).”

Dalam kitab Tahdzibut Tahdzib disebutkan:

وقال ابن حزم افلت غير مشهور ولا معروف بالثقة وحديثه هذا باطل

وقال البغوي في شرح السنة ضعيف أحمد هذا الحديث لان راويه افلت وهو مجهول

“Berkata Ibnu Hazm, Aflat ini tidaklah terkenal dan tidak diketahui ketsiqahannya (kredibelitasnya), dan haditsnya ini batil. Al Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah, bahwa Imam Ahmad mendhaifkan hadits ini karena periwayatnya yang bernama Aflat, dan dia itu majhul (tidak dikenal identitasnya).”

Hadits ketiga:

عن أبي سعيد الخُدري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا علي، لا يحل لأحد أن يُجْنب في هذا المسجد غيري وغيرك

Dari Abu Said al Khudri, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai Ali, tidak dihalalkan bagi seseorang yang junub terhadap mesjid ini, selainku dan selainmu.”

Menurut kelompok yang membolehkan, hadits ini juga tidak bisa dijadikan dalil sebab kedhaifannya. Berkata Imam Ibnu Katsir: “Ini hadits dhaif, tidak kuat. Karena Salim (bin Abi Hafshah, perawi hadits ini) adalah seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Sedangkan gurunya, yakni ‘Athiyah, juga dhaif. Wallahu A’lam.

Syaikh Al Albany mengatakan hadits tersebut dhaif (lemah).

Hadits keempat:

Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa para sahabat ketika masih muda, mereka tidur di mesjid, bahkan ada beberapa sahabat memang tinggal di pelataran mesjid. Mereka disebut Ash habus Shuffah atau Ahlus Shuffah. Padahal jika mereka tidur di mesjid, dan bertempat tinggal di sana , maka hari-hari junub mereka karena mimpi basah, pasti mereka alami di dalam mesjid. Jikalau memang haram, pasti mereka sudah diminta keluar atau kesadaran mereka sendiri. Namun, tidak ada riwayat tentang hal itu.

Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Kami tidur di mesjid. Saat itu kami masih muda.”

Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Berkata Imam An Nawawi, “Dari sini jelaslah, bahwa Ash Habus Shufah, para sahabat yang tinggal di mesjid, Ali, Shafwan bin Umayyah, dan segolongan sahabat nabi yang lainnya, mereka pernah tidur di dalam mesjid. Bahkan Tsumamah sebelum masuk Islam juga pernah tidur di mesjid. Semua itu terjadi di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Dalam Al Umm, Imam Asy Syafi’i berkata: “Jika orang musyrik saja diperkenankan tidur di dalam mesjid, apa lagi seorang muslim.”

Di dalam kitab Al Muhktashar dijelaskan, “Tidak apa-apa orang musyrik tidur di mesjid manapun, kecuali Masjidil Haram.”

Nah, orang musyrik, mereka tidak akan pernah mandi wajib, wudhu, atau tayamum, artinya mereka tidak pernah lepas dari junub. Ternyata mereka boleh masuk ke masjid, tentunya seorang muslim lebih boleh lagi ke mesjid walau haid atau junub.

Sementara Imam Ibnu Hazm Rahimahullah berkata:

وجائز للحائض والنفساء أن يتزوجا وأن يدخلا المسجد وكذلك الجنب، لانه لم يأت نهى عن شئ من ذلك، وقد قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (المؤمن لا ينجس) وقد كان أهل الصفة يبيتون في المسجد بحضرة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وهم جماعة كثيرة ولا شك في أن فيهم من يحتلم، فما نهوا قط عن ذلك

“Dan dibolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk nikah, dan masuk ke dalam mesjid, begitu pula bagi orang yang junub. Karena tidak ada satu pun dalil yang melarangnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “Orang beriman tidaklah najis.” Para Ahlush Shufah bermalam di mesjid pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah kelompok dalam jumlah yang banyak dan tidak diragukan lagi bahwa pada mereka ada yang mengalami mimpi basah namun tidak ada yang melarang mereka bermalam di sana.”

3. Dalil Perilaku Para Sahabat dan Fakta Sejarah

لما روى هو وسعيد بن منصور في سننه بإسناد صحيح: أن الصحابة كانوا يفعلون ذلك

Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam Sunannya dengan sanad yang shahih, bahwa para sahabat berdiam mesjid walau junub, tetapi mereka berwudhu dulu.

عن عطاء بن يَسَار قال: رأيت رجالا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يجلسون في المسجد وهم مجنبون إذا توضؤوا وضوء الصلاة. وهذا إسناد صحيح على شرط مسلم

‘Atha bin Yasar berkata: “Aku melihat para laki-laki dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Jika mereka wudhu seperti wudhu shalat mereka duduk-duduk di mesjid padahal mereka sedang keadaan junub.” Sanadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim.

Imam Bukhari juga meriwayatkan tentang seorang wanita yang diberi tempat tinggal oleh Rasulullah berupa kemah di dalam mesjidnya, ia tinggal di sana hingga wafatnya. Tentunya wanita tersebut ketika haid, akan melewati hari-hari haidnya di dalam mesjid sebab ia tinggal di sana . Ini adalah dalil yang sangat kuat bagi mereka yang meyakini kebolehannya. Ibnu Ishaq dalam Sirahnya menceritakan bahwa utusan Bani Najran –beragama Nasrani- datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di mesjid setelah shalat Ashar. Maka tibalah waktu ibadah mereka, lantas mereka sembahyang di mesjid rasulullah. Manusia hendak menecegahnya, tetapi Rasulullah bersabda; “Biarkanlah mereka!” Lantas mereka menghadap Timur dan memulai ibadah mereka.

Imam Ibnul Qayyim mengomentari dalam Zaadul Ma’ad-nya, bahwa dibolehkan Ahli kitab masuk ke masjid kaum muslimin …. Dan mereka bisa beribadah di dalamnya, jika terjadi tidak direncanakan dan bukan kebiasaan.”

Kita tahu bahwa Ahli Kitab tidak mungkin suci, karena mereka tidak pernah mandi junub. Penerimaan Rasulullah terhadap mereka di mesjid merupakan bukti kuat kebolehannya. Jika mereka saja dibolehkan, maka apalagi bagi umat Islam, walau sedang haid dan junub. Dilihat di sisi keadilan Islam pun, tidak adil jika seorang muslimah dilarang masuk ke mesjid hanya karena haid, sementara orang kafir boleh. Demikian argumen kelompok ini.

Dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah juga menyatakan kebolehannya, dengan sebab bara’atul ashliyah (kembali ke hukum asal segala sesuatu yakni boleh), lantaran tak satu pun dalil yang shahih dan sharih (jelas) yang menyatakan larangannya.

Demikianlah, dua kelompok ini dengan argumen masing-masing. Semoga bisa diambil pelajaran, dan pembaca bisa menyimpulkannya. Wallahu A’lam


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Bersuci Istinja Cebok Bersih Najis

Cara Membersihkan HP/Barang Elektronik yang Terkena Najis

 

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz izin bertanya… gimana cara mensucikan hp yang terkena najis karna gak mungkin jika disiram dengan air nantik hpnya bisa rusak

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika najis kena barang elektronik, dan jika tidak mungkin barang elektronik tsb disiram air, sebab akan merusaknya, maka bersihkan dengan tisue atau kain yang dibasahkan, sampai benar-benar bersih. Sampai hilang bekas dan aromanya.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun, Ayat 16)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu.” (HR. Muslim no. 1337)

Sementara itu, dalam kaidah fiqih disebutkan:

الْمَشَقَّةُ تَجْلُبُ التَّيْسِيرَ

Kesulitan itu menarik kemudahan. (Imam Ibnu Nujaim, Al Asybah wan Nazhair, Hal. 75)

Dalam keadaan normal, tidak ada kekhwatiran rusaknya harta, maka mesti dilakukan dengan air yang suci dan mensucikan. Itulah madzhab mayoritas ulama kecuali hanafiyah.

Namun, penyelamatan terhadap harta adalah salah satu dari 5 hal yg mesti dijaga – agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan – apalagi jika barang elektronik tersebut sesuatu yg berharga baginya dan tidak ada alternatif lainnya. Maka, sucikan itu dengan cara yang paling mungkin dilakukan.

Para ulama juga membolehkan cebok dengan tisue atau yang semisalnya.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

والاستجمار بالخشب والخرق وما في معناهما مما ينقي جائز في قول الأكثر

Cebok dengan kayu, sobekan kain, dan apa pun yang semakna dengan keduanya yang dapat membersihkan najis adalah BOLEH menurut pendapat mayoritas ulama.

(Dikutip Ibnu Dhawyan, Manar as Sabil, jilid. 1, hal. 16)

Syaikh Abdullah al Faqih menjelaskan:

وشرط الاجتزاء بهذه المناديل ألا يقل عدد المسحات عن ثلاث لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الاستجمار بأقل من ثلاثة أحجار

Syarat kebolehan cebok pakai sapu tangan janganlah kurang dari 3 lembar karena Rasulullah ﷺ melarang cebok pakai batu kurang dari 3 buah.

(Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 136160)

Demikian. Wallahu a’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678