Ibu Menahan Membagi Warisan

Ustadzah Dra. Indra Asih

Assalamu’alaikum ustadzah,,
Semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan dalam kehidupan ustadzah dan keluarga,,,Aaminn

Saya ingin bertanya sesuatu hal mengenai sikap terhadap seorang ibu,

Sebelumnya perkenankan saya menceritakan kronologisnya

Saya istri dari suami dengan 1 kakak laki-laki dan 2 adik perempuan.
Bapak mertua saya meninggal beberapa tahun yang lalu, meninggalkan tanah puluhan meter, ratusan juta uang kematian mobil dan rumah.

Semua harta sepeninggalan almarhum tidak dibagikan karena di hak semua oleh ibu mertua, awalnya suami saya tidak mempermasalahkan harta waris karena memang sifat mamah mertua selalu kasar dan marah berapi-api kalo membahas masalah harta waris.

Waktupun berlalu dari tahun ketahun dan akhirnya semua harta habis kecuali rumah yang ditinggali sekarang.

Harta waris yang habis itu tidak jelas diperuntukkan kemaslahatannya, malah dominan kepada foya-foya dan mamah mertua selalu mendatangi orang pintar, bayaran orang pintar itu juta-jutaan bahkan sampai puluhan juta (itu informasi yang di dapat).

Sekarang rencana mamah mertua itu mau menjual rumah yang ditinggali, selanjutnya mau beli rumah yang lebih  kecil dari sekarang dan sisa dari hasil jual rumah mau diperuntukkan biaya hidup mamah mertua..

Sebelumnya  mamah mertua pernah tertipu sama pacar brondongnya sampai menggadaikan SK JHT, jadi penghasilan bulanannya terpotong oleh cicilan dan sebagian biaya hidup mamah mertua dibantu oleh anak-anaknya.

Kalo menurut analisa saya penghasilan mamah mertua lebih dari cukup hanya karena gaya hidup yang menjadikan kurang dan kurang (mohon tegur saya apabila saya lancang menganalisa orang tua)

Dari kronologis diatas,
suami saya rencananya mau meminta mamah untuk membagikan hasil dari penjualan rumah tersebut sesuai dengan aturan agama, apapun reaksi mamah dengan dasar ingin meluruskan dan melindungi harta waris agar tidak dipakai yang tidak jelas.

Hanya saja, saya menahan keputusan suami ini karena beberapa hal.

Sebelumnya pernah timbul konflik mengenai harta waris ini,,,
Sampai mamah mencak-mencak,  memaki, sumpah serapah bahkan mengeluarkan kata anak durhaka..

Karena mamah punya pikiran: “ini semua punya mamah, kalo anak-anak mau harta waris kudu nunggu mamah meninggal”.

Bagaimana menurut ustadzah kalo kondisinya seperti ini?

Apa suami saya tetep lanjut untuk meminta dibagikan? Atau diam saja seperti yang sudah-sudah?

Jazzakillah khairan khatsira sebelumnya..sudah mau meluangkan waktu untuk membaca curhatan saya..
Wassalamu’alaikum  [Manis_A13]

JAWABAN:
—————–

1. Sebaiknya penerapan syariat dilakukan karena semua yang terkait paham.

2. Langkah yang didahulukan adalah memberikan pemahaman. Semaksimal mungkin.

3. Hindari keburukan yang lebih besar dibandingkan mengambil manfaat.

4. Kewajiban anak untuk menyayangi dan menyantuni orang tua (apalagi untuk anak laki-laki) tetap prioritas apapun kondisinya.

5. Usaha menyayangi dan menyantuni dilakukan dengan cara terus menasehati dan mendekati, hingga dengan izin Allah, mudah-mudahan kesadaran dan hidayah ibu muncul.

6. Semoga Allah mudahkan usaha birrul walidain kita, hingga menjadi sarana ibu kita mendapatkan hidayah, siap menjalankan syariat dan ketaatan di usia tuanya dan husnul khotimah.

Allahu A’lam Bisshawab

logo manis4

TAURITS DAKWAH (PEWARISAN DAKWAH)

Pemateri: Ustadzah DR. Hj.  Aan Rohanan, Lc, MAg

Allah berfirman :

وما ارسلناك الا رحمة للعالمين (٢١: ١٠٧)

Artinya: “Kami tidak mengutus kamu kecuali untuk menjadikan (Islam) sebagai rahmat bagi seluruh alam” ( Qs 21: 107).

Untuk menjaga keberlangsungan dakwah hingga hari kiamat dan berhasil dalam menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka setiap orang tua harus bisa mewariskan dakwah kepada keturunannya.

Karena itu salah satu peran orang tua adalah mempersiapkan anak
menjadi generasi da’i agar dapat melanjutkan tugas dakwah sehingga dakwah  menjadi eksis dan tak terkalahkan.

وجعل كلمة الذين كفروا السفلى وكلمة الله هى تلعليا والله عزيز حكيم. (٩ : ٤٠)

Artinya: ” Dan Dia menjadikan kalimat orang2 kafir menjadi rendah dan kalimat Allah menjadi tinggi” (9:40).

Pewarisan dakwah  telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim sehingga keturunannya 30 orang menjadi nabi.
Demikian juga Nabi Zakaria mewariskan dakwahnya kepada nabi Yahya. Keluarga Imran mewariskan dakwahnya kepada Maryam dan dari Maryam kepada nabi Isa.
Begitu juga para shahabat dan shahabiyaat mewariskan dakwahnya kepada keturunan mereka.

 📚 Urgensi Taurits Dakwah :

1⃣. Menjaga keberlangsungan dakwah
2⃣. Menjadikan anak sebagai permata hati dan pemimpin bagi orang2 yang bertakwa.
3⃣. Membangun keluarga dakwah.
4⃣. Membangun rumah sebagai basis dakwah di masyarakat!
5⃣. Keagungan dakwah terjaga di dalam keluarga.
6⃣. Keberkahan bagi semua keturunan.
7⃣.  Sedekah jariyah tiada akhir.

Rasulullah bersabda:

 اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له. (رواه مسلم)

Artinya: ” Apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali 3 perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak yg shaleh yang mendoakannya, ” (HR. Muslim)

📚 *Perkembangan pewarisan dakwah di Indonesia ?*

1⃣. Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

2⃣. Sedikit yang mampu mewariskan dakwah.

والسابقون السابقون . اولئك المقربون. فى جنات النعيم. ثلة من الاولين . وقليل من الاخرين. (٥٦,: ١٠ – ١٢)

Artinya :  ” Dan orang2 yang paling dulu beriman , merekalah yang lebih dahulu (masuk ke surga). Mereka itulah yang dekat (kepada Allah), berada dalam surga kenikmatan, segolongan besar bagi orang2 terdahulu dan segolongan  kecil dari orang2 yang kemudian” (56 : 10 – 14 ).

3⃣. Banyak yang mengutamakan pendidikan sekuler.

4⃣. Taurits dakwah umumnya dari keluarga pesantren.

5⃣. Munculnya harokah dakwah dan pentingnya taurits dakwah.

6⃣. Mulai semarak
Pendidikan berbasis alquran  mewarnai masyarakat.

Banyak keluarga muslim mulai sadar dan berupaya melakukan taurits dakwah.

Kiat melakukan Taurits Dakwah :

1⃣. Visi yang benar, kokoh dan jelas.
2⃣. Banyak berdoa dengan yakin, khusyuk, dan tawadhu’. Seperti doa berikut:

ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقينإ اماما ( ٢٥: ٧٤)

رب اجعلنى مقيم الصلاة ومن ذريتى ( ١٤: ٤٠)

ربنا واجعلنا مسلمين لك ومن ذريتنا امة مسلمة لك ( ٢: ١٢٨)

3⃣. Qudwah hasanah.
4⃣. Memberikan pendidikan dengan konsep Islam . Sehingga dapat memberikan pemahaman dan pengamalan yang benar.
5⃣. Menciptakan kondisi di rumah seperti suasana masjid, sekolah, majlis taklim dan pesantren.
6⃣. Menumbuhkan semangat berprestasi dan taat.
7⃣. Menumbuhkan jiwa kepemimpinan yang berkarakter.
8⃣. Dilibatkan dalam kegiatan dakwah kedua orang tua.
9⃣. Bersahabat dengan keluarga dakwah.
🔟. Menjauhi hal2 yang mengganggu proses pendidikan Islami.

Wallahu  a’lam bishshawaab


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Tuntutan Ketika Selesai Berdoa

Ustadz Farid Nu’man Hasan S.S

Assalamu’alaikum ustadz/ah….
Apakah ada tuntutan ketika selesai berdoa, untuk mengusap wajah dengan kedua telapak tangan?  A34

Jawaban
—————

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،

Mengusap Wajah Setelah Berdoa
Secara umum ada dua kelompok ulama dalam memposisikan ini; melarang dan membolehkan. Berikut ini rinciannya.

📚Para ulama yang  melarang, baik memakruhkan bahkan membid’ahkan

1. Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu.
Tertulis dalam kitab Mukhtashar Kitab Al Witr:

وسئل عبد الله رضي الله عنه عن الرجل يبسط يديه فيدعو ثم يمسح بهما وجهه فقال كره ذلك سفيان

Abdullah -yakni Abdullah bin Al Mubarak- ditanya tentang seorang laki-laki menengadahkan kedua tangannya dia berdoa, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, Beliau menjawab: “Sufyan memakruhkan hal itu.” (Mukhtashar Kitab Al Witr, Hal. 162)

2. Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu
Imam Ahmad bin Ali Al Muqrizi menceritakan:

وسئل مالك رحمه الله تعالى عن الرجل يمسح بكفيه وجهه عند الدعاء فأنكر ذلك وقال: ما علمت

Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengusap wajahnya dengan kedua tangannya ketika berdoa, lalu dia mengingkarinya, dan berkata: “Aku tidak tahu.” (Mukhtashar Kitab Al Witri, Hal. 152)

3. Imam Abdullah bin Al Mubarak Radhiallahu ‘Anhu
Imam Al Baihaqi meriwayatkan dalam As Sunan Al Kubra:

عَلِىُّ الْبَاشَانِىُّ قَالَ : سَأَلَتُ عَبْدَ اللَّهِ يَعْنِى ابْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الَّذِى إِذَا دَعَا مَسَحَ وَجْهَهُ ، قَالَ : لَمْ أَجِدْ لَهُ ثَبَتًا. قَالَ عَلِىٌّ : وَلَمْ أَرَهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ. قَالَ : وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوعِ فِى الْوِتْرِ ، وَكَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ.

Ali Al Basyani berkata: Aku bertanya kepada Abdullah –yakni Abdullah bin Al Mubarak- tentang orang yang jika berdoa mengusap wajahnya, Beliau berkata: “Aku belum temukan riwayat yang kuat.” Ali berkata: “Aku tidak pernah melihatnya melakukannya.” Aku melihat Abdullah melakukan qunut setelah ruku dalam witir, dan dia mengangkat kedua tangannya. (As Sunan Al Kubra No. 2970).
Imam Ibnul Mulaqin mengutip dari Imam Al Baihaqi sebagai berikut:

ثمَّ رَوَى بِإِسْنَادِهِ عَن ابْن الْمُبَارك أَنه سُئِلَ عَن مسح الْوَجْه إِذا دَعَا الْإِنْسَان قَالَ : لم أجد لَهُ شَاهدا . هَذَا آخر كَلَام الْبَيْهَقِيّ .

Kemudian Beliau (Al Baihaqi) meriwayatkan dengan isnadnya, dari Ibnul Mubarak bahwa dia ditanya tentang mengusap wajah jika manusia berdoa, Beliau menjawab: “Saya belum temukan syahid-(hal yang menguatkan)nya.” Inilah akhir ucapan Al Baihaqi (Imam Ibnul Mulaqin, Al Badrul Munir, 3/640)

4. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Imam Ibnul Mulaqin Rahimahullah menuliskan:

وَقَالَ أَحْمد : لَا يعرف هَذَا أَنه كَانَ يمسح وَجهه بعد الدُّعَاء إِلَّا عَن الْحسن

Berkata Imam Ahmad: “Tidak diketahui hal ini, tentang mengusap wajah setelah doa, kecuali dari Al Hasan.” (Ibid, 3/639)

5. Imam Al Baihaqi Rahimahullah
Beliau berkata:

فأما مسح اليدين بالوجه عند الفراغ من الدعاء فلست أحفظه عن أحد من السلف في دعاء القنوت وإن كان يروي عن بعضهم في الدعاء خارج الصلاة وقد روي فيه عن النبي صلى الله عليه و سلم حديث فيه ضعف وهو مستعمل عند بعضهم خارج الصلاة وأما في الصلاة فهو عمل لم يثبت بخبر صحيح ولا أثر ثابت ولا قياس فالأولى أن لا يفعله ويقتصر على ما فعله السلف رضي الله عنهم من رفع اليدين دون مسحهما بالوجه في الصلاة وبالله التوفيق

Ada pun mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai doa, maka tak ada satu pun yang saya hafal dari kalangan salaf yang melakukan pada doa qunut, kalau pun ada adalah riwayat dari mereka pada doa di luar shalat. Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hadits dhaif tentang masalah ini. Sebagian mereka menggunakan hadits ini untuk berdoa di luar shalat, ada pun dalam shalat itu adalah perbuatan yang tidak dikuatkan oleh riwayat yang shahih, tidak pula atsar yang kuat, dan tidak pula qiyas. Maka, yang lebih utama adalah tidak melakukannya, dan hendaknya mencukupkan dengan apa yang dilakukan para salaf –Radhiallahu ‘Anhum- berupa mengangkat kedua tangan tanpa mengusap wajah dalam shalat. Wa billaahit taufiq. (As Sunan Al Kubra No. 2968)

6. Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam Rahimahullah
Imam Al Munawi Rahimahullah menyebutkan dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam, kata Beliau:

لا يمسح وجهه إلا جاهل

Tidak ada yang mengusap wajah melainkan orang bodoh. (Faidhul Qadir, 1/473. Lihat juga Mughni Muhtaj, 2/360)

7. Imam An Nawawi Rahimahullah
Imam An Nawawi menyatakan yang benar adalah berdoa mengangkat kedua tangan tetapi tanpa mengusap wajah, berikut ini ucapannya:

والحاصل لاصحابنا ثلاثة أوجه (الصحيح) يستحب رفع يديه دون مسح الوجه (والثاني) لا يستحبان (والثالث) يستحبان وأما غير الوجه من الصدر وغيره فاتفق أصحابنا علي أنه لا يستحب بل قال ابن الصباغ وغيره هو مكروه والله أعلم

Kesimpulannya, para sahabat kami (Syafi’iyah) ada tiga pendapat; (yang shahih) disunnahkan mengangkat kedua tangan tetapi tanpa mengusap wajah, (kedua) tidak disunnahkan keduanya, (ketiga) disunnahkan keduanya. Ada pun selain wajah, seperti dada dan selainnya, para sahabat kami sepakat bahwa hal itu tidak dianjurkan, bahkan Ibnu Ash Shabagh mengatakan hal itu makruh. Wallahu A’lam (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/501)

8. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Beliau berkata:

وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ: فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ، وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ، أَوْ حَدِيثَانِ، لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.

Ada pun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangan ketika berdoa, hal itu telah diterangkan dalam banyak hadits shahih, sedangkan mengusap wajah dengan kedua tangannya, maka tidak ada yang menunjukkan hal itu kecuali satu hadits atau dua hadits yang keduanya tidak bisa dijadikan hujjah. Wallahu A’lam (Al Fatawa Al Kubra, 2/219, Majmu’ Al Fatawa, 22/519, Iqamatud Dalil ‘Ala Ibthalit Tahlil, 2/408)

9. Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah
Berikut fatwa ini Beliau:

السؤال: ذكرتم حكم رفع اليدين في الدعاء، فما القول في مسح الوجه بهما؟ الجواب: لم يثبت، وقد ورد فيه أحاديث ضعيفة، والسنة أن ترفع الأيدي ثم تنزل بدون مسح

Pertanyaan:
Anda telah menyebutkan hukum tentang mengangkat kedua tangan ketika doa, lalu apa pendapat Anda tentang mengusap wajah dengan keduanya?

Jawaban:
Tidak shahih, hadits-hadits yang ada tentang hal itu adalah lemah, dan sunnahnya adalah Anda mengangkat kedua tangan kemudian menurunkannya dengan tanpa mengusap wajah. (Syarh Sunan Abi Daud, 15/145).
Pada halaman lain juga tertulis demikian:

السؤال: هل ننكر على من يمسح وجهه بعد الدعاء؟ الجواب: لم ترد في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيبين لمن يعمل ذلك أنه ما ثبت في هذا شيء، إنما الثابت هو رفع اليدين، وأما مسح الوجه باليدين بعد الدعاء فقد وردت فيه أحاديث ضعيفة.

Pertanyaan:
Apakah kita mesti mengingkari orang yang mengusap wajahnya setelah berdoa?

Jawaban:
Tidak ada sunah yang valid dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang masalah ini, maka hendaknya dijelaskan kepada orang yang melakukannya bahwa hal itu tidak ada satu pun yang kuat haditsnya. Yang kuat adalah mengangkat kedua tangan, ada pun mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa telah ada hadits-hadits lemah yang membicarakannya. (Ibid, 15/474)

10. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah
Beliau berkata:

وأما مسح الوجه عقب الدعاء فلم يثبت فيه حديث صحيح ، بل إن بعض أهل العلم نصوا على بدعيته انظر معجم البدع (ص 227) .

فلا تفعل أنت البدعة ولا تُشارك فيها ولكن انصح وأمر بالسنّة وذكّر النّاس وأخبرهم بالحكم الشّرعي

Ada pun mengusap wajah setelah berdoa, tidak ada hadits kuat lagi shahih tentang hal itu, bahkan sebagian ulama ada yang menyebutkan bid’ahnya hal itu. Lihat Mu’jam Al Bida’ (Hal. 227).

Maka, jangan Anda lakukan bid’ah, dan jangan berpartisipasi di dalamnya, tetapi hendaknya menasihatkan dan memerintahkan dengan sunah, serta mengingatkan manusia dan mengabarkan mereka terhadap hukum-hukum syar’i. (Fatawa Al Islam Sual wa Jawab, Hal. 5538)

11. Fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau berkata:

وأما مسح الوجه بعد الدعاء فمسألة خلافية بين العلماء، منهم من استحبه ومنهم من منعه، والأمر واسع في ذلك وإن كنا نرجح من باب الورع عدم المسح، لأن الحديث الوارد في المسح لا يخلو من كلام، ولعدم اشتهار ذلك عند السلف. والله أعلم.

Ada pun mengusap wajah setelah doa, maka ini adalah persoalan yang diperselisihkan para ulama. Di antara mereka ada yang menyunahkannya dan ada pula yang melarangnya. Dan, masalah ini adalah masalah yang lapang. Sedangkan kami menguatkan diri sisi kehati-kehatian untuk tidak mengusap, karena hadits-hadits yang ada dalam masalah ini tidak kosong dari perbincangan para ulama, serta tidak ada yang masyhur dari kalangan salaf yang melakukan hal ini. Wallahu A’lam (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 36932)

12. Fatwa Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi Rahimahullah
Berikut ini fatwanya:

سئل الشيخ : ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الانتهاء من الدعاء وهل ورد فيه حديث عن النبى صلى الله عليه وسلم ؟

فقال الشيخ – رحمه الله – : ليس مسح الوجه بعد الدعاء من السنة بل هو بدعة لان مسح الوجه باليدين عقب دعاء يعتبر نسك وعبادة وهو لم يثبت ان النبي صلى الله عليه وسلم فعله فيكون بدعة فى الدين والحديث الذى ورد فى هذا ضعيف ولم يصح .

Syaikh ditanya: Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa, apakah ada hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang ini?

Syaikh Rahimahullah menjawab:
Mengusap wajah setelah berdoa bukan termasuk sunah, bahkan itu adalah bid’ah, karena mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa telah dianggap sebagai ibadah. Hal itu tidak ada yang shahih dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka itu adalah bid’ah dalam agama. Sedangkan hadits yang membicarakan ini adalah lemah dan tidak shahih. (Fatawa Asy Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Hal. 315)

13. Fatwa Syaikh Sulaiman bin Wail At Tuwaijiri
Beliau berkata:

مسح الوجه بعد الدعاء ورد فيه أحاديث، ورجال الجرح والتعديل طعنوا فيها، فهي لا ترتقي إلى درجة العمل بها، ويبقى الأمر على ما هو الأصل فيه وهو عدم المسح؛ لأن الأحاديث الواردة في المسح ليست بصحيحة، ولا ترتقي إلى درجة الاحتجاج بها. انظر مثلاً ما رواه أبو داود (1485)، وابن ماجة (1181) من حديث ابن عباس -رضي الله عنهما- بإسناد ضعيف.

Telah datang sejumlah hadits tentang mengusap wajah setelah doa, dan para ulama Al Jarh wat Ta’dil telah mengkritiknya, sehingga hadits tersebut tidak terangkat mencapai derajat yang layak diamalkan, jadi masalah ini dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu tidak mengusap wajah, karena hadits-hadits tentang mengusap wajah tidak ada yang shahih, dan tidak terangkat sampai derajat yang bisa dijadikan hujjah. Lihat misalnya riwayat Abu Daud (1485), Ibnu Majah (1181) dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dengan isnad yang dhaif. (Fatawa Istisyaraat Al Islam Al Yaum, 14/224).

Wallahu a’lam.

Definisi Iman menurut Al Qur-an dan As Sunnah

Pemateri: Ustadz Aus Hidayat Nur

📚 Definisi Iman menurut Al Qur-an

Al Qur-an mendefinisikan Iman dengan ayat-ayat yang sangat jelas tentang ciri-ciri orang-orang beriman.    

Jika kita cermati ayat-ayat ini selalu menghubungkan iman sebagai aktifitas hati dengan  amal saleh (kerja yang baik atau amalan produktif) sebagai aktifitas.

1. Orang-orang yang memiliki kecintaan kepada Allah dan Kitab Suci-Nya sehingga selalu membaca Al Qur-an , mengkaji kandungannya, dan mengamalkan isinya. Mereka juga menunaikan rukun Islam : menegakkan syahadat, mendirikan sholat, berzakat, dan lain-lain.

Firman Allah:

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ –
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ [الأنفال : 2-3]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (AL Anfaal: 2-3)

2. Mereka  yang tidak ragu dalam keyakinannya dengan dibuktikan selalu siap berjihad (berjuang) di jalan Allah,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ [الحجرات : 15]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al Hujaarat: 15)

3. Mereka  yang komitmen untuk taat dan patuh kepada Allah (Al Qur-an) dan Rasul-Nya (as sunnah),

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

4. Mereka  yang beriman kepada Allah, Para Malaikat, Kitab-kitab, dan Rasul-rasul-Nya, meyakini hari Akhirat dengan sikap mendengar dan mentaati setiap perintah Allah dan Rasul-Nya..

{آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ – (البقرة : 285)

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al Baqarah: 285)

📚Definisi Iman menurut Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam.

Para ulama umumnya berpendapat bahwa iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan.

Para ulama salaf –semoga Allah merahmati mereka- menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang.

Dalam mendefinisikan iman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
Iman adalah pengetahuan (keyakinan) di dalam hati, ungkapan lisan, dan amal dengan anggota badan (HR. Ibnu Majah)

Jibril bertanya ”katakan kepadaku tentang iman!?”

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam  menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-NyaKitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhir, juga engkau beriman kepada taqdir yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)

Penjelasan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tentang iman dalam hadits di atas disepakati oleh ulama sebagai Arkanul Iman (rukun iman) yang enam.

Selanjutnya Nabi juga menyebutkan tentang kualitas iman
 “Iman itu terdiri  69 atau 79 bagian cabang atau lebih, bagian yang tertinggi adalah ucapan “Laailaha illa-Llah  dan  yang paling rendah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan dan”. Dan malu (berbuat keburukan) sebagian dari iman” (HR. Bukhari).

Iman dalam Islam tidak hanya “percaya” di lisan tetapi wajib diiringi dengan hati yang membenarkan serta  pembuktian kata-kata dan amal perbuatan.

Iman bukan hanya aktifitas hati atau lisan, atau amal tetapi ketiganya sekaligus.

Jika Anda menyingkirkan batu di jalan karena sadar bahwa ini merupakan kewajiban yang  diajarkan Nabi – bukan semata menghindarkan orang dari gangguan – maka itulah iman dengan tingkat paling rendah.

Sedangkan ucapan kalimat tawhid “laa ilaha illa-Llah” khususnya yang dibaca dalam tasyahud setiap sholat merupakan bentuk iman yang paling tinggi.

Karena itu, tidak dapat dikatakan beriman orang-orang yang sengaja meninggalkan sholat lima waktu atau mengingkari kewajiban sholat lima waktu. Atau tidak menyesal dan sedih manakala dia tidak mendirikan sholat berjamaah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengatakan ,
“Sholat seseorang berjamaah di Masjid lebih tinggi nilainya 27 derajat tenimbang sholatnya sendirian di tempat dia berkerja atau di rumahnya” (HR. Bukhari)

Di hadits  lain disebutkan bahwa satu derajat dengan lainnya berjarak 500 tahun atau sama dengan lima abad!
27 Derajat artinya 13.500 tahun (13,5 abad) di setiap sholat yang dikerjakan. Inilah pernyataan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang wajib Kita imani. Bayangkan mereka yang sholat jamaahnya rutin 5 waktu dalam sehari derajatnya naik 67.500 tahun, bagaimana jika dihitung dalam setahun.

Tentu orang yang sholat sendirian dan sering telat seolah-olah tidak sholat dibanding mereka yang selalu berjamaah di masjid.

Namun dalam kenyataannya, banyak yang melalaikan sholat berjamaah di Masjid  dan menganggap bahwa tidak ada perbedaan antara shalat di berjamaah dengan shalat sendirian.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam  telah menentukan tingginya nilai berbakti kepada dua orangtua sebagai realisasi dari keimanan Allah.

Namun Anak-anak sekarang lebih menghormati teman-teman gaulnya tenimbang orangtuanya. Ada seorang ibu yang sedang sakit minta ditemani berobat ditolak oleh anak lelakinya dengan  alasan dia mau ketemu wanita yang akan menjadi pasangan hidupnya (pacar).

Dia bahkan berani memarahi orang tuanya untuk mendapatkan keredhaan orang yang belum menjadi pasangannya. Jasa orangtua puluhan tahun membesarkan dan mendidiknya seakan tidak berarti demi meraih keingan hawa nafsunya. Padahal memenuhi panggilan orang tua, apalagi sedang sakit sangat besar nilainya di sisi Allah.

Di zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam ada seorang pemuda yang ingin turut berjihad bersama Nabi. Namun ditolak oleh Beliau karena ibunya lebih memerlukan perawatan dan perhatian anak muda tersebut.

Apakah anak itu telah lupa sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam

“Al jannatu tahta aqdaamil ummahaat”
(Syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu), dan

“ridhollah fi ridhol walidain”
(Keredhaan Allah berada dalam keredhaan dua orangtua)?

Wallahu A’lam

Shalat Tidak Khusyu .. Mestikah Ulang?

Bagaimana kalau kita merasa sholat kita ga khusyu, apakah sebaiknya diulang kembali (Yolan)

Bismillah wal Hamdulillah ..
Tidak khusyu’ bukan penyebab batalnya shalat. Khusyu bukan rukun shalat. Memikirkan hal duniawi dalam shalat selama tidak berdampak secara gerakan dan bacaan dalam shalat, termasuk kategori yang bisa terjadi, namun sbaiknya dihilangkan.

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkata:

 إِنِّي لَأُجَهِّزُ جَيْشِي وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya saya mempersiapkan pasukan saya, pada saat itu saya sedang  shalat.” (Riwayat Bukhari)

Tentang ucapan Umar Radhiallahu ‘Anhu ini, Imam Bukhari membuat judul:  *Bab Yufkiru Ar Rajulu Asy Syai’a fish shalah*

Dari ‘Uqbah bin Al Harits Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ سَرِيعًا دَخَلَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ وَرَأَى مَا فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ مِنْ تَعَجُّبِهِمْ لِسُرْعَتِهِ فَقَالَ ذَكَرْتُ وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ تِبْرًا عِنْدَنَا فَكَرِهْتُ أَنْ يُمْسِيَ أَوْ يَبِيتَ عِنْدَنَا فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ

“Aku shalat ashar bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika Beliau salam, beliau berdiri cepat-cepat lalu masuk menuju sebagian istrinya, kemudian  Beliau keluar dan memandang kepada wajah kaum yang nampak terheran-heran lantaran ketergesa-gesaannya. Beliau bersabda: *“Aku teringat biji emas yang ada pada kami ketika sedang shalat, saya tidak suka mengerjakannya sore atau kemalaman,  maka saya perintahkan agar emas itu dibagi-bagi.”* (HR. Bukhari No. 1221, Ahmad No. 16151, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al Ahadits Wal Matsani No. 477)

  Walau hal ini dibolehkan, namun tetaplah dihindari demi kebagusan kualitas shalat. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

ومع أن الصلاة في هذه الحالة صحيحة مجزئة   فإنه ينبغي للمصلي أن يقبل بقلبه على ربه ويصرف عنه الشواغل بالتفكير في معنى الايات والتفهم لحكمة كل عمل من أعمال الصلاة فإنه لا يكتب للمرء من صلاته إلا ما عقل منها.

“Meskipun shalatnya tetap sah dan mencukupi, tetapi seharusnya orang yang shalat itu menghadapkan hatinya kepada Allah dan melenyapkan segala godaan dengan memikirkan ayat-ayat dan memahami hikmah setiap perbuata shalat, karena yang dicatat dari perbuatan itu hanyalah apa-apa yang keluar dari kesadaran.” (Fiqhus Sunnah, 1/267)

Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إنّ الرّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إلاّ عُشْرُ صلاتِهِ تُسْعُها ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“Sesungguhnya ada orang yang selesai shalatnya tetapi tidak mendapatkan melainkan hanya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima seperempat, sepertiga, dan setengah dari shalatnya.” (HR. Abu Daud No. 211, dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 211). Sekian.

Ada pun shalat yang tidak tuma’ninah, sehingga gerqkannya sangat cepat, maka itu dianjurkan untuk diulang berdasarkan riwayat berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ الْمَسْجِدَ , فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى , ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : ارْجِعْ فَصَلِّ , فَإِنَّك لَمْ تُصَلِّ . فَرَجَعَ فَصَلَّى كَمَا صَلَّى , ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : ارْجِعْ فَصَلِّ , فَإِنَّك لَمْ تُصَلِّ – ثَلاثاً – فَقَالَ : وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لا أُحْسِنُ غَيْرَهُ , فَعَلِّمْنِي , فَقَالَ : إذَا قُمْتَ,  إلَى الصَّلاةِ فَكَبِّرْ , ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ معك مِنْ الْقُرْآنِ , ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعاً , ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِماً , ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِداً, ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِساً . وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاتِكَ كُلِّهَا .

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, masuklah seorang laki-laki ke masjid lalu dia shalat, lalu dia datang ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengucapkan salam, Beliau bersabda:

“Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya kamu tadi belum shalat!”

Lalu dia kembali dan shalat sebagaimana shalat sebe
lumnya, lalu dia datang lagi ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengucapkan salam, Beliau bersabda:

“Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya kamu tadi belum shalat!”

Lalu dia kembali dan shalat sebagaimana shalat sebelumnya, lalu dia datang lagi ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengucapkan salam, Beliau bersabda:

 “Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya kamu tadi belum shalat!”  Diulangi 3 kali. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Kisah ini, kata Imam An Nawawi, menjadi dalil bagi mayoritas ulama wajibnya tuma’niha, baik saat ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, kecuali menurut Abu Hanifah yang tidak mewajibkannya. Demikian.

 Wallahu A’lam

Sekolah Pengawal Peradaban – Sekolah Menengah Atas Militer

🌐 _Delapan pelajaran dari sejarah institusi pendidikan militer dari era kekhilafahan hingga republik_

Sekolah Menengah Atas Militer Kuleli didirikan pada tanggal 21 September 1845 pada Era Turki Utsmani. Nama aslinya adalah Mekteb-i Fünun-ı İdadiye dan bertempat di Barak umum militer Maçka dan markas kavaleri, kekhilafahan Turki Utsmani, İstanbul.

Selama waktu perluasan dan peremajaan gedung, proses pendidikan dilangsungkan pada kios berjajar Çinili Köşk. Gedung ini pula menjadi markas Band Militer Kenegaraan, Mızıka-i Hümayun. Karena keterbatasan tempat, maka kios tersebut juga menjadi markas Kesatuan Logistik dan Komunikasi, Zülüflü Baltacılar Ocağı. Setelah gedung utama rampung, proses pendidikan baru dilaksanakan pada tahun kedua dengan prosesi peresmian langsung oleh Sultan Abdul Majid pada tanggal 10 Oktober 1846.

💡 *Lesson #1* peradaban memerlukan pengawalan.

Pada tahun 1868 keempat sekolah menengah atas militer digabungkan dengan nama barunya Umum Mekteb-i İdadî Şahane. Sekolah gabungan ini menempati barak Galatasaray. Namun upaya penyatuan ini kandas dan keempat sekolah dipecah lagi.  Kedua sekolah Mekteb-i Fünun-ı İdadîye dan Sekolah Menengah Atas Kelautan, Deniz İdadîsi, menempati barak Kuleli pada tahun 1872. Penggabungan keduanya diberi nama baru Kuleli İdadîsi.

💡 *Lesson #2* spesialisasi sekolah militer sesuai cabang kematraan.

Pada perang Russia-Turki Utsmani tahun 1877-78 sekolah ini diubah fungsi menjadi rumah-sakit militer karena berada di tapi Selat Bosphorus yang strategis. Para siswa dipindahkan ke gedung kadet Akademi Militer di Pagaltı, bagian İstanbul lainnya. Setelah perang usai para siswa dipulangkan, tapi ke gedung di Çengelköy. Di gedung tersebut mereka kembali digabung kali ini dengan siswa Sekolah Menengah Atas Kemiliteran Medik, Askeri Tıbbiye İdadîsi, pada tahun 1879.

💡 *Lesson #3* selalu ada kesiapan multi fungsi dan fleksibilitas peruntukan bangunan.

Sebagian bangsal rumah-sakit militer yang berada di gedung tepi selat juga direalokasi ke tempat ini karena semakin padat. Untuk menjaga ketertiban dan sanitasi, akhirnya rumah-sakit militer tersebut seluruhnya dipindahkan ke Istana Beylerbeyi. Untuk kepentingan spesialisasi, maka sekolah Menengah Atas Militer Medik kembali dipisahkan dan menempati lokal baru di area Haydarpaşa pada tahun 1910.

💡 *Lesson #4* pendidikan tidak boleh berhenti dengan alasan apapun.

Pada Perang Balkan 1912-13, barak Kuleli kembali diubah fungsi menjadi rumah-sakit militer. Siswa sekolah menengah atas kembali dipisah. Sebagian ditempatkan di Sekolah Menengah Atas Putri Adile di Kandili, lainnya ke Istana Beylerbeyi. Pada akhir peperangan semua kembali ke gedungnya masing-masing pada tahun 1913.

💡 *Lesson #5* membiasakan siswa kadet militer hidup prihatin itu perlu.

Sepanjang Perang Dunia Pertama, sekolah ini dipindahkan ke Rumah Yatim milik Greek Orthodox di Pulau Büyükada Island, lepas pantai kota İstanbul. Pada akhir Perang Dunia Pertama, siswa kembali dipindahkan. Kali ini atas perintah Inggris sesuai ketentuan Perjanjian Mudros. Pulau tersebut menjadi tempat transit bagi anak yatim dan pengungsi Armenia yang dideportasi keluar dari wilayah Turki.

💡 *Lesson #6* kekalahan bukan sebuah pilihan yang positif dalam perang; namun belajar dari kekalahan adalah mutlak.

Siswa sekolah menengah atas militer kembali berpidah-pindah dari tenda-tenda di bawah Jembatan Sünnet di Kağıthane, sebulan kemudian ke markas polisi di Maçka. Karena gedung polisi tersebut akan diduduki Inggris, siswa dipindahkan lagi ke Sekolah Polisi Gendarmerie dekat Istana Beylerbeyi pada tanggal 26 Desember 1920. Setelah Turki berhasil menang dalam Perang Kemerdekaan 1919-22 maka dicapailah Perjanjian Lausanne 1923. Salah satu butir perjanjian adalah Inggris memgevakuasi diri dari barak Kuleli. Siswa kembali ke rumah awal mereka dengan bangga pada tanggal 6 Oktober 1923.

💡 *Lesson #7* siswa kadet sejatinya adalah pejuang.

Sekolah bersejarah ini berubah menjadi Sekolah Menengah Atas Sipil berdasarkan peraturan pendidikan Tevhid-i Tedrisat pada tahun 1924. Sekolah tersebut diubah namanya menjadi Sekolah Menengah Atas Kuleli. Tidak lama, pada akhir tahun 1924, sekolah ini kembali menjadi sekolah militer atas pertimbangan nasionalisme dengan nama Sekolah Menengah Atas Kuleli hingga kini.

💡 *Lesson #8* sekularisasi militer yang sudah menyusup sejak lama dalam tubuh kekhilafahan semakin menjadi setelah kehancuran kekhilafahan.

Sepanjang netralitas Republik Turki pada Perang Dunia Kedua, sekolah ini dipindahkan ke kota Konya mulai bulan Mei 1941. Perpindahan ini sejalan dengan rencana mobilisasi darurat. Gedung yang ditinggalkan siswa kembali menjadi rumah-sakit militer berkapasitas 1000 tempat tidur. Di tempat yang sama, juga ditempatkan Pusat Komando Transportasi Militer Bosphorus.

Sekolah kembali ke tempatnya semua pada penghujung perang, persisnya pads tanggal 18 Agustus 1947. Sekolah bersejarah ini menerapkan kurikulum sains pada tahun akademik 1975-76. Setelah itu, secara bertahap menerapkan sistem pra perguruan tinggi. Masa studi ditingkatkan dari 3 menjadi 4 tahun dengan penambahan kelas persiapan unuversitas.

❔ Bagaimana dengan sekolah-sekolah kita, seberapa besar perjuangannya?

Masa Iddah

Ustadzah  Dra Indra Asih

 Assalamualaikum ustadzah
Bagaimana ketentuan masa idah seorang istri setelah suaminya meninggal?
Terimakasih, member🅰1⃣0⃣

Jawaban nya
———————-
Wa’alaikum salam wa Rahmatullahu wa Barakatuh
Iddah adalah masa dimana wanita yang baru saja berpisah dengan suaminya tidak boleh untuk menikah dan tidak boleh melakukan hal-hal yang menjadi wasilah kepada pernikahan.

Adapun bagi wanita yang berpisah dari suaminya karena kematian maka:

1. dalam keadaan hamil  maka iddahnya adalah sampai dia melahirkan kandungannya, walaupun itu hanya beberapa hari setelah kematian suaminya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)

Diperjelas dalam hadits Al-Miswar bin Makhramah radhiallahu anhu dia berkata:

أَنَّ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتْ النَّبِيَّصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ

“Subai’ah Al Aslamiyyah melahirkan beberapa hari setelah suaminya wafat, lalu ia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan meminta izin untuk menikah. Maka beliau pun mengizinkannya.” (HR. Al-Bukhari)

2. Tidak dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah selama 4 bulan 10 hari, jadi bukan hanya 4 bulan saja.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya, “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah: 234)

Dan juga hadits Ummu Athiyah radhiallahu anha dia berkata:

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍوَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَعَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَافِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang berkabung atas kematian di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu dia tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab. Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Wallahu A’lam

Emang Nasrani Kafir?

Ustadz Farid Nu’man Hasan

◈ Assalamu’alaikum..
Ustadz mohon pencerahan nya,  siapakah yang disebut orang kafir itu, apakah yahudi, nashrani dll yang bukan islam disebut kafir? Apa beda sebutan dia kristen, dia kafir? Ini ada orang atheis yang bertanya.

============================

Wa’alaikumussalam..
Bismillah wal Hamdulillah..

◈ Secara etimologis, kafir dari kata Al-kufru, kata dasarnya kafara yang artinya menutup.

◈ Secara terminologis, kafir adalah setiap manusia yang berkeyakinan diluar Islam maka semua mereka adalah kafir, karena mereka tertutup dari hidayah Islam.

Kafir itu beragam, ada yang ateis (tidak bertuhan), ada politeis (banyak tuhan, musyrik/paganis, seperti semua agama penyembah berhala), ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Walau kafir tidak sebatas ini, dan secara nomenklatur/penamaan tidak hanya seperti ini, namun ada manusia yang tidak menuhankan Allah, tidak bernabikan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dst, maka dia juga kafir.

Tidak sedikit org Islam sendiri yang menyempitkan makna kafir, yaitu sebatas orang tidak bertuhan saja, maka itu keliru dan tidak berdasar..

⇨ Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Ayat ini menyebut kaum musyrikin (politheis) dan ahli kitab (Yahudi-Nasrani) adalah kafir, bahkan mereka di akhirat senasib dan satu “cluster”, neraka jahanam.

◈ Imam Al-Kasani Rahimahullah menjelaskan klasemen kekafiran sebagai berikut:

صِنْفٌ مِنْهُمْ يُنْكِرُونَ الصَّانِعَ أَصْلاً ، وَهُمُ الدَّهْرِيَّةُ الْمُعَطِّلَةُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ ، وَيُنْكِرُونَتَوْحِيدَهُ ، وَهُمُ الْوَثَنِيَّةُ وَالْمَجُوسُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ ، وَيُنْكِرُونَ الرِّسَالَةَ رَأْسًا ، وَهُمْ قَوْمٌ مِنَ الْفَلاَسِفَةِ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ الصَّانِعَ وَتَوْحِيدَهُ وَالرِّسَالَةَ فِي الْجُمْلَةِ ، لَكِنَّهُمْ يُنْكِرُونَ رِسَالَةَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

⇨ Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).

⇨ Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaan-Nya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.

⇨ Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakan-Nya, tapi mengingkari risalah kenabian yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.

⇨ Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengeesakan-Nya, dan mengakui risalah-Nya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani. (Lihat: Imam Al-Kasani, Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 8/263)

⇨ Ayat Al-Qur’an dan As-Sunah lugas menyebut mereka (Ahli Kitab) dengan sebutan KAFIR.

◈ Tentang Nasrani bahkan ada ayat khusus tentang kekafiran keyakinan bahwa Nabi Isa adalah Anak Tuhan,  dan keyakinan TRINITAS mereka.

⇨ Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ ك

َفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maidah: 72-73)

◈ Ada pun dalam As-Sunnah ..

⇨ Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tanganNya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik seorang Yahudi atau Nashrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman terhadap risalahku ini (Islam), melainkan dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153, Ahmad No. 8188, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul Ummal No. 280, Abu Uwanah dalam Musnadnya No. 307, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3050, Ath Thayalisi dalam Musnadnya No. 509, 511)

◈ Bahkan sebagian sahabat nabi –seperti Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma- mengatakan bahwa Nasrani juga musyrik, artinya kekafiran mereka sama levelnya dengan politheis.

⇨ Disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir:

وقد كان عبد الله بن عمر لا يرى التزويج بالنصرانية، ويقول: لا أعلم شركا أعظم من أن تقول: إن ربها عيسى، وقد قال الله تعالى: { وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ } الآية [ البقرة : 221 ]

“Abdullah bin Umar memandang tidak boleh menikahi wanita Nasrani, dia mengatakan: “Saya tidak ketahui kesyirikan yang lebih besar dibanding perkataan: sesungguhnya Tuhan itu adalah ‘Isa, dan Allah Ta’ala telah berfirman: (Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sampai dia beriman).” (QS. Al-Baqarah (2); 122). (Tafsir Ibnu Katsir, 3/42)

Maka, ini sebagai penegas atas kekafiran Ahli Kitab, dan berpalinglah dari pemahaman kaum liberal yang mendistorsi makna kafir, sebatas tak bertuhan saja.

Demikian. Wallahu A’lam

Nabi Nuh AS (Part 3)

Ustadzah Ida Faridah

Assalamu’alaikum adik-adik….
Apa kabarnya hari ini? Semoga kita semua masih dalam lindungan Allah SWT, kali ini kita bahas tentang Nabi Nuh as. Lagi

*Penyebutan Nuh Dalam Al-Qur’an*

Nuh disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 43 kali, 16 diantaranya dengan penyebutan kaumnya seperti firman Allah swt:

“Dan kaum Nuh sebelum itu, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka”. (An-Najm: 52)

Al-Qur’an telah mengisahkan Nuh bersama kaumnya, sikap mereka terhadap Nuh dan risalahnya, akibat dari sikap mereka, dan selamatnya Nuh bersama pengikutnya dengan bahtera yang membawa mereka.

Ayat-ayat yang menceritakan kisah Nuh anatara lain: Al-A’raf ayat 59-64, Yunus ayat 71-73, Hud ayat 25-49, Al-Anbiya ayat 76-77, Al-Mu’minun ayat 23-30, Asy-Syuara ayat 105-122, Ash-Shafat ayat 75-82, Al-Qamar ayat 9-16, ditambah lagi ayat-ayat lain yang memuji beliau dan mencela orang-orang yang menentang beliau.

Al-qur’an memfokuskan kisah Nabi Nuh as pada sisi-sisi berikut ini:

1⃣ Mihwar (Fokus atau Tema Sentral) Risalahnya

Tema sentral risalah Nuh as seperti risalah para nabi dan rosul lainnya, yakni dakwah kepada tauhidullah, pengesaan Allah swt dalam ibadah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan patung, berhala, dan semua thaghut. Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: ‘Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya’. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (Al-A’araf:59)

2⃣ Manhaj Nuh as Dalam Menyeru Manusia Beribadah Kepada Allah

Manhaj Nuh as dalam mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah adalah sebagai berikut:

a. Berda’wah terus menerus siang malam secara sirriyyah (sembunyi-sembunyi) maupun ‘alaniyyah (terang-terangan)

b. Variasi cara penyampaian, sesekali dengan memberi kabar gembira, sesekali dengan peringatan. Kadang dengan menjelaskan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan atas mereka dan keinginan kuatnya agar mereka selamat, kadang dengan menyentuh akal sehat mereka, kadang menyapa hati nurani, dan sesekali dengan menyadarkan lewat panca indra mereka.

Adab Pergaulan

Ustadzah Nurdiana

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mba admin saya ingin bertanya tentang  adap akhwat dan ikhwan supaya tidak mudah baper. Apalagi untuk aktivis rohis, supaya ttep bisa jaga hijab..kira kira bagaimana ya mba?
Syukron 🌺🌺A18 Wulan

Jawaban
—————-

Wa Alaikum salam wr wb,
Kami senang mendengar tekad dan  keinginan anti  untuk bisa komitmen dengan nilai  Islam. Memang Benar seorang aktivis rohis pasti akan banyàk berinteraksi dengan banyak orang,baik akhwat dan terkadang ikhwan,

Sebagai mana Allah firmankan:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Allah berfirman bahwa Ia menciptakan manusia berbangsa – bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenali. Artinya, Allah swt memerintahkan manusia untuk bersosialisasi dan saling bergaul satu dengan yang lainnya. Allah swt juga menjelaskan di dalam ayat ini bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dari berbagai suku dan bangsa, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dengan apa yang dimiliki orang tersebut karena sesungguhnya yang paling mulia dihadapan Allah swt adalah orang yang paling bertakwa.

Adab – adab pergaulan dalam islam :
•    🌷Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (QS. 24:30)

Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah mata ini agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda,

“Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).

•    🌷Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar terhindar dari fitnah. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman,

Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menjaga pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir dari padanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya.”
 (An-Nuur : ayat 31).

Batasan aurat bersama bukan mahram (ajnabi)
1.    Lelaki – antara pusat ke lutut
2.    Wanita – seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan

• Berpakaian sopan menurut syara’, yaitu tidak tipis sehingga menampakkan warna kulit, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk badan dan kerudung  dipanjangkan  melebihi  dada. Tidak salah berpakaian asalkan menepati standar pakaian Islam.

• Maknai pemakaian busana untuk sholat Sebagaimana kita berpakaian sempurna semasa mengadap Allah, mengapa tidak kita praktikkan dalam kehidupan di luar? Sekira
nya mampu, bermakna solat yang didirikan berkesan dan berupaya mencegah kita daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar.

• Jangan memakai pakaian yang tidak menggambarkan identitas kita sebagai seorang Islam. Hadith Nabi SAW menyebutkan : “Barangsiapa yang memakai pakaian menjolok mata, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat kelak..” ( Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah)

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)

•    🌷Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi bersabda,

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad).

•    🌷Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan syahwat’. Arahan mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah,

“Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31).

Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lembut sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Wahai isteri-isteri Nabi, kamu semua bukanlah seperti  perempuan Yang lain kalau kamu tetap bertaqwa. oleh karena itu janganlah kamu berkata-kata Dengan lembut manja (semasa bercakap Dengan lelaki asing) kerana Yang demikian boleh menimbulkan keinginan orang Yang ada penyakit Dalam hatinya (menaruh tujuan buruk kepada kamu), dan sebaliknya berkatalah Dengan kata-kata Yang baik (sesuai dan sopan).”
(Al-Ahzaab : 32).

Melembutkan suara berbeda dengan merendahkan suara. Lembut,mendayu-dayu diharamkan, manakala merendahkan suara adalah dituntut. Merendahkan suara bermakna kita berkata-kata dengan suara yang lembut, tidak keras, tidak meninggi diri, sopan dan sesuai didengar oleh orang lain. Ini amat bertepatan dan sesuai dengan nasihat Luqman AL-Hakim kepada anaknya yang berbunyi :

“Dan sederhanakanlah langkahmu semasa berjalan, juga rendahkanlah suaramu (semasa berkata-kata), ‘ Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (Surah Luqman : 19).

Penggunaan perkataan yang baik ini perlu dipraktekkan dalamkeseharian kita baik secara langsung tidak langsung , contohnya melalui SMS, Yahoo Messengger ataupun apa yang ditulis di dalam Facebook karenanya menggambarkan keperibadian penuturnya.

Berkaitan dengan ungkapan yang baik ini, di dalam Al-Quran ada beberapa bentuk ungkapan yang wajar kita praktikkan dalam komunikasi seharian yaitu:
1. Qaulan Sadida (An-Nisa’ :9) : Isi pesanan jujur dan benar, tidak ditambah atau dibuat-buat
2. Qaulan Ma’rufa (An-Nisa : 5) :Menyeru kepada kebaikan dan kebenaran
3. Qaulan Baligha (An-Nisa’ : 63) : Kata-kata yang membekas pada jiwa
4. Qaulan Maisura (Al-Isra’ : 28) : Ucapan yang layak dan baik untuk dibicarakan
5. Qaulan Karima (Al-Isra’: 23) : Perkataan-perkataan yang mulia.

sehingga menjadi tanggung jawab  kita untuk menjaga sikap perilaku supaya diri ini tidak menjadi sebab  timbulnya fitnah
Wallahu a’lam.