Ma’af Tahun Barumu Bukan Tahun Baru Kami 1

Ibadah

Ustadz Farid Nu’man Hasan

Kami umat Islam menghargai adanya perbedaan, dan mengakui perbedaan itu adalah sunatullah kehidupan. Sebab Rabb kami telah berfirman:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

Seandainya Rabbmu berkehendak niscaya manusia Dia jadikan umat yang satu, namun mereka senantiasa berselisih. (QS. Huud: 118)

Ayat yang lain:

وَلَوْ شاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? (QS. Yunus: 99)

Oleh karena itu, kami akan tetap berbuat baik dan adil kepada siapa pun yang berbeda dengan kami, selama mereka tidak berbuat aniaya kepada kami.

Rabb kami mengajarkan:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8)

Maka, biarlah kami istiqamah atas agama kami dan budaya kami, jangan kalian kecut dan jangan pula cemberut, sebab itu bagian dari tuntutan iman kami.

Nabi kami – Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam– mewasiatkan kami:

قُلْ: آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah! (HR. Muslim, 62/38)

Dan, kami pun tidak memaksa kalian untuk mengikuti agama dan budaya kami. Sebab memaksa bukan ajaran Rabb kami.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al Baqarah: 256)

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (untuk memaksa). (QS. Al Ghasyiah: 21-22)

Jadi, sangat ingin kami katakan kepada kalian. Bahwa hari raya kalian bukan hari raya kami, begitu pula hari raya kami bukan hari raya kalian, sebagaimana tahun baru masehi kalian bukanlah tahun baru bagi kami, karena titik tolak sejarah awal tahun kalian berbeda dengan tahun hijriyah kami, tahun baru kalian diawali oleh kelahiran Nabi kami yang mulia -yang telah kalian Tuhankan-  ‘Isa ‘Alaihissalam, sementara tahun kami diawali hijrah Rasulullah dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Walaupun banyak saudara kami muslimin awam yang ikut-ikutan berbahagia dan bersuka cita atas hari raya dan budaya kalian karena ketidaktahuan mereka itu bukan alasan bagi kami untuk turut larut di dalamnya.

Maka, jangan ajak kami hura-hura di malam itu; petasan, tiup terompet, dan sebagainya. Biarlah kami mengisinya dengan kebaikan yang sudah biasa kami jalankan, berkumpul bersama keluarga, ta’lim rutin, ibadah, sebagaimana malam-malam lain.

Nabi kami – Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam– mengajarkan:

إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

“Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya masing-masing, dan hari ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari No. 952, Muslim, 16/892)

Ya, jelaskan?! Setiap kaum, setiap umat punya hari raya dan hari besarnya sendiri, silahkan berbahagia dan suka cita dihari itu. Kami tidak memaksa dan menuntut kalian mengucapkan atas kami

Sebab-sebab Penyimpangan dari Aqidah Yang Benar

AQIDAH

Pemateri: Ustadz Aus Hidayat Nur

Untuk mengatasi penyimpangan aqidah pada diri pribadi maupun masyarakat perlu diketahui lebih dahulu sebab-sebabnya, kemudian berupaya melakukan pengobatan dan solusi nya dengan sungguh-sungguh.

Di antara sebab-sebab penyimpangan aqidah adalah:

❣1. Kebodohan terhadap aqidah sahihah

Hal ini dikarenakan enggan dan malas mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya, sehingga tumbuh suatu generasi yang  tidak mengenal aqidah yang benar dan  sangat mudah disesatkan dan menyesatkan.

Hal ini pernah terjadi pada kaum Nabi Musa yang begitu mudah disesatkan oleh Samiri,

قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَٰلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ#
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَٰذَا إِلَٰهُكُمْ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ

Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.”  (Thahaa: 87-88)

❣2. Tidak mengenal kejahiliyyahan dan karakakteristiknya yang berbahaya dalam merusak keimanan dan pendirian hidup yang benar.

Sebagaimana  pernah disinyalir oleh Khalifah Umar bin Khattab,
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu manakala dalam Islam terdapat orang-orang yang tumbuh tanpa mengenal (bahaya) kejahiliyyahan”.

❣3. Ta’asub atau fanatik  kepada sesuatu yang dianggap sebagai warisan nenek moyang atau  istilah lainnya warisan luhur budaya bangsa.

Mereka menyebutnya sebagai kearifan budaya lokal dengan tanpa melihat dan menimbang kebijaksanaan universal yang datang dari Allah.

Firman Allah,

 وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”

Mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.

“(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Albaqarah: 170)

❣4. Taqlid buta,
yaitu mengambil pendapat manusia yang dianggap lebih pandai tanpa mengetahui dalil-dalilnya atau menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.

Hal ini terjadi pada golongan-golongan seprti Mu’tazilah, Syi’ah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada pemimpin yang sesat sehingga mereka menyimpang jauh dari aqidah yang sahihah (benar).

❣5. Ghuluw (berlebihan)  dalam mencintai para wali dan orang-orang yang saleh, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya.

Mereka meyakini bahwa orang-orang ini dapat mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan dengan perantaraan ilmu ghaib (laduni).

Mereka juga menjadikan para wali ini sebagai perantara untuk mencapai keredhaan Allah, sehingga mereka menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Mereka menyebut nama-namanya dalam doa dan istighosah bahkan bertaqarrub kepada kuburan para wali itu atau pun benda-benada (patung, foto atau gambar) para wali itu.

Inilah yang terjadi pada kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang saleh ketika mereka berkata:

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr (Nuh: 23)

(Bersambung)

Hukumnya Menyanyi

Ustadz Farid Nu’man

Assalamu’alaikum..Afwan mau tanya,  apa sih hukumnya bernyanyi? Soalnya ada yang bilang bernyanyi itu haram dan ada yang bilang kalau lebih baik tenggorokan kita disiram timah panas dari pada bernyanyi. Bahkan kita cuma denger orang muter lagu aja katanya juga dosa. Terus kalo bernyanyi itu haram gimana dengan hukum berdakwah lewat lagu kayak yang dilakukan opick, alm ust jefri dan lain-lain? Mohon menjelasannya. Syukron.
Wassalamu’alaikum  # A 42

💥💦💥Jawaban💦💥💦

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Menurut Asy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah:

Fatwa 1:

سماحة الشيخ عبدالعزيز بن باز
س: ما حكم استماع أشرطة الأناشيد الإسلامية؟
جـ- الأناشيد تختلف فإذا كانت سليمة ليس فيها إلا الدعوة إلى الخير والتذكير بالخير وطاعة الله ورسوله والدعوة إلى حماية الأوطان من كيد الأعداء والاستعداد للأعداء ، ونحو ذلك ، فليس فيها شيء .
أما إذا كان فيها غير ذلك من دعوة إلى المعاصي واختلاط النساء بالرجال أو تكشفهن عندهم أو أي فساد كان فلا يجوز استماعها .

Beliau ditanya: “Apa hukum mendengarkan kaset-kaset nasyid Islami?

 Beliau menjawab:

“(Hukum) Nasyid memiliki perbedaan. Jika nasyid tersebut benar, tidak ada di dalamnya kecuali ajakan pada kebaikan dan peringatan pada kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, serta ajakan kepada pembelaan kepada tanah air dari tipu daya musuh, dan menyiapkan diri melawan musuh, dan yang semisalnya, maka tidak apa-apa.

Ada pun jika di dalam nasyid tidak seperti itu, berupa ajakan kepada maksiat, campur baur antara laki-laki dan wanita, atau para wanita membuka auratnya, atau kerusakan apa pun, maka tidak boleh mendengarkannya.” (Selesai fatwa pertama)

Fatwa 2 :

سماحة الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله :
 الأناشيد الإسلامية مثل الأشعار؛ إن كانت سليمة فهي سليمة ، و إن كانت فيها منكر فهي منكر … و الحاصل أن البَتَّ فيها مطلقاً ليس بسديد ، بل يُنظر فيها ؛ فالأناشيد السليمة لا بأس بها ، والأناشيد التي فيها منكر أو دعوة إلى منكرٍ منكرةٌ ) [ راجع هذه الفتوى في شريط أسئلة و أجوبة الجامع الكبير ، رقم : 90 / أ  [

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata:

“Nasyid-nasyid Islam itu seperti sya’ir-sya’ir. Jika dia benar isinya, maka dia benar. Jika di dalamnya terdapat kemungkaran, maka dia munkar ….  wal hasil, memutuskan hukum nasyid secara mutlak (general/menyamaratakan) tidaklah benar, tetapi mesti dilihat dulu. Maka, jika nasyid-nasid tersebut baik, maka tidak apa-apa. Dan nasyid-nasyid yang terdaat kemungkaran atau ajakan kepada kemunkaran, maka dia munkar.” *(Lihat fatwa ini dalam kaset tanya jawab, Al Jami’ Al Kabir, no. 90/side. A) (selesai fatwa kedua)*

Fatwa 3 :

السؤال: كثر الكلام حول موضوع الأناشيد الإسلامية، والناس في حيرة حول هذا، وجاءت أسئلة بخصوص هذا الموضوع،أكثر من سؤال، فنرجوا من سماحتكم التفضّل ببيان ذلك وتوضيحه؟؟
فأجاب سماحة الشيخ عبد العزيز بن باز- رحمه الله :
الأناشيد الإسلامية فيها تفصيل، لا يمكن الجواب عنها مطلق، لا بد يكون فيها تفصيل؛ فكل شِعر أو أنشودة، سواء سمي أناشيد إسلامية أو غير ذلك، لابد أن يكون سليماً مما يخالف الشرع المطهّر، فإذا كان سليماً مما يُخالف الشرع المطهر في مدح قيمة الأخلاق كالكرم والجود، في الحث على الجهاد في سبيل الله، في الحث على حماية الأوطان من الأعداء، في الحث على الإخلاص لله في العمل، في الحث على بر الوالدين، وعلى إكرام الجار، على غير هذا من الشؤون الإسلامية، بأساليب واضحة ليس فيها ما يخالف الشرع المطهّر، فليس فيها بأس مثل ما قال الشافعي-رحمه الله- في الشعر- هو كان على خير نسق-:  حسنه حسن، وقبيحه قبيح
. قال النبي صلى الله عليه وسلم: ” إن من الشعر حكمة
 “. الله قال-جلا وعلا-: ” والشعراء يتبعهم الغاوون*ألم تر أنهم في كل واد يهيمون * وأنهم يقولون مالايفعلون * إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وذكروا الله كثيراً……. “الآية.
فهؤلاء مُستَثنَون..إذا كان شعره سليماً، داخلاً في العمل الصالح..فهو مُستثنى. ومن كان شعره ليس داخلاً في ذلك بأن يدعو إلى ما يُخالف الشرع، فإنه لا يكون أمره طيباً، ولا ينبغي أن يُسمح له، بل ينبغي أن يُترك حتى يكون شعره موافقاً لشرع الله، سليماً مما يُخالفه.
فكل أنشودة أو أناشيد ينبغي أن تُعرض على أهل العلم،على لجنة من أهل العلم ينظرونها، ويُنقّحونها، فإذا نقّحوها وبيّنوا أنها جائزة تُقدّم للمدرسة أو لغير المدرسة.. ولا تُقبل من كل أحد هذه الأناشيد بل تُنظر فيها من لجنة، إذا كانت من جهة المعارف فمن جهة المعارف، وإذا كانت من جهة المعاهد فمن جهة المعاهد..من أي جهة تكون هذه الأناشيد ؛لا يُسمح بها حتى تُعرض على لجنة من أهل العلم والبصيرة، المعروفين بالاستقامة والعلم بالشرع حتى ينظروا فيها، لأن التساهل فيها قد يُفضي إلى شرٍّ كثير..فلا بد أن تُعرض على أهل العلم الذين يُعرف فيهم العلم والفضل والغيرة الإسلامية..[كلمة غير واضحة] فيها، ويبينون مافيها من خلل، ثم يوجِّهون أهل الأناشيد إلى ماهو الأفضل..فقال السائل: طبعاً من رأي سماحتكم أن لا تطغى هذه الأناشيد على الإنصراف عن سماع القرآن الكريم، لأن بعض الإخوة يشتكي بأنها صرفتهم عن سماع القرآن والذكر؟؟
 فقال سماحة الشيخ ابن باز-رحمه الله-: لابد أن يكون لها وقت خاص قليل، ما تشغلهم عما هو أهم، لا عن دروسهم، ولا عن القرآن، ولا عن الذكر، فيكون لها وقت قليل.. لكن إذا أُريدت يكون لها وقت، إما قبل الدروس ، أو بعد الدروس، أو في أثناء الدرس، إذا كان في هناك فائدة، تتعلق بالمصلحة الإسلامية، على ما يُوجّه اللجنة، لجنة العلماء، على توجيه اللجنة التي تختص بهذا الشيء، تنظر فيه، إما أن تقول تُفعل، أو لا تُفعل، أو تكون في وقت كذا، أو في خمس دقائق، أو في عشر دقائق، أو في أقل أو في أكثر..[ثم انقطع الصوت] ثم قال الشيخ ابن باز: إذا كانت إسلامية فهي إسلامية، وإذا كانت ليست إسلامية وهي مباحة فهي مباحة على حسب، قد تكون أناشيد شيطانية
فقال سائل:لكن ياشيخ بالنسبة للتسجيلات الإسلامية-جزاهم الله خير- عندهم الكثير منها وخالية من الموسيقى، وفي بعض منها شيء مختلط[غير متأكدة] بالموسيقى، والموسيقى حرام؟
 فقال الشيخ ابن باز-رحمه الله-: ما أدري والله، أنا ما عندي خبر منها ، لكن القاعدة موافقة الشرع ومخالفته، الذي فيها موسيقى تُمنع.

   Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya:

  “Banyak perbincangan seputar nasyid-nasyid Islam, manusia nampak kebingungan tentang masalah ini, dan telah datang pertanyaan ini secara khusus sebagai tema yang paling banyak ditanyakan, maka kami berharap kepada Anda untuk memberikan penjelasan tentang persoalan ini?”

Syaikh menjawab:

“Nasyid-nasyid Islami ini, di dalamnya perlu ada perincian. Tidak mungkin menjawabnya secara general (memukul rata). Harus dibahas secara rinci. Maka, semua sya’ir atau nasyid,  baik yang dinamakan nasyid Islami atau selainnya, harus bersih dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat yang suci. Jika nasyid bersih dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat, berupa pujian terhadap akhlak yang terpuji, seperti  kedermawanan, anjuran untuk berjihad fisabilillah, anjuran melindungi tanah air dari musuh, anjuran ikhlas dalam beramal, anjuran berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, dan perilaku islami lainnya, dengan cara yang jelas  dan tidak ada di dalamnya pertentangan dengan syariat, maka  hal itu tidak mengapa. Sebagaimana komentar Imam Asy Syafi’i –rahimahullah- tentang sya’ir, dan ucapan beliau ini adalah mutiara yang bagus, katanya: “kebaikannya adalah baik, dan keburukannya adalah buruk.”

  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya di antara sya’ir itu terdapat hikmah.”

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah …. (QS. Asy Syu’ara (26): 224-227)

Mereka inilah yang mendapatkan pengecualian, jika sya’irnya baik, maka itu termasuk amal shalih, maka mereka inilah yang dikecualikan.

Tetapi jika sya’irnya tidak termasuk yang seperti ini, lantaran mengajak kepada hal-hal yang bertentangan dengan syariat, maka itu bukanlah perkara yang baik, dan tidak seharusnya bertoleransi dengannya, bahkan wajib meninggalkannya hingga sya’ir tersebut sesuai dengan syariat Allah Ta’ala.

 Hendaknya setiap nasyid diserahkan kepada ulama atau lembaga ulama untuk menilai dan mengoreksinya. Maka, jika sudah dikoreksi, dan mereka membolehkan untuk disampaikan  di sekolah atau selain sekolah … Janganlah diserahkan kepada tiap orang untuk menilai nasyid ini, tetapi hendaknya dinilai oleh lembaga. Jika yang menilai adalah dari lembaga ilmu pengetahuan umum maka mereka menilai dengan sudut pandangnya itu, jika yang menilai dari lembaga pesantren maka mereka juga akan menilai dengan sudut pandangnya. .. dari sudut apa pun cara pandang menilai nasyid-nasyid ini: tidaklah diberi kelapangan sampai dikembalikan kepada lembaga ahli ilmu dan pengetahuan, yang sudah diketahui keistiqamahannya terhadap syariat, karena menggampangkan masalah ini akan membawa kepada keburukan yang banyak .. maka harus dikembalikan kepada ulama yang mereka dikenal keilmuan, keutamaan, dan kecemburuannya terhadap Islam … (ucapan tidak jelas) .. mereka menjelaskan cacat apa saja yang ada padanya, lalu mengarahkan para penasyid kepada apa yang lebih afdhal ..

Lalu Penanya berkata:  Tentu .., diantara pendapat Anda janganlah berlebihan terhadap nasyid-nasyid ini, hingga memalingkan dari mendengarkan Al Quran, karena sebagian ikhwah ada yang mengeluh, bahwa nasyid telah memalingkan mereka dari mendengarkan Al Quran dan dzikir?

Syaikh bin Baz menjawab: “Dia semestinya memiliki waktu khusus yang sedikit saja, jangan sampai nasyid menyibukkan mereka dari hal yang lebih penting, baik dibanding  pelajaran mereka, dibanding Al Quran, dan dibanding dzikir, maka hendaknya nasyid itu porsinya sedikit saja .. tetapi jika engkau menghendaki waktu khusus untuknya, baik sebelum belajar, atau setelahnya, atau ketika belajar, jika hal itu ada manfaat yang terkait dengan maslahat islam yang telah diarahkan oleh lembaga ulama yang secara khusus memberikan perhatian dalam masalah ini. Baik yang dikatakan oleh mereka  untuk dilakukan atau tidak dilakukan, atau  pada waktu sekian , atau selama lima menit atau sepuluh menit, atau lebih sedikit atau juga lebih lama .. “ (lalu suara terputus).

Kemudian, Syaikh bin Baz berkata: *_“Nasyid yang Islami maka dia islami, yang tidak islami maka dia boleh pada kadar tertentu, jika berlebihan maka menjadi nasyid syaithani.”_*

Berkata penanya: “Tetapi Ya Syaikh, kaitannya dengan   perusahaan rekaman Islam –semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada mereka- banyak di antara nasyid-nasyid yang  tanpa musik, dan sebagiannya sudah dicampur dengan musik … (suara tidak kuat), dan musik itu haram?

Syaikh menjawab: “Saya tidak tahu, demi Allah, saya tidak punya info tentang itu. Tetapi, yang jadi kaidah adalah: ‘sesuai dengan syariat dan bertentangan dengan syariat’, jika pakai musik maka itu terlarang.” (selesai fatwa ketiga)

Fatwa 4 :

سماحة الشيخ عبدالعزيز بن باز
س: يقول ابنتي تذهب إلى الروضة رياض الأطفال ولكن من بين الأشياء التي يؤدونها في الروضة أن المدرسة تفتح لهم المسجل وتسمعهم الأناشيد الغير مبتذلة مثلا عن الأم والوطن وما شابه ذلك ولكن تلك الأناشيد تكون مصحوبة بالموسيقي فهل يجوز لي أن أدع ابنتي تذهب وهل يكون على ذنب إذا استمعت لمثل ذلك؟
ج- هذا غلط من المدرسة أما سماع الطفلة الأناشيد السليمة فلا حرج في ذلك وهكذا الطفل وهكذا غيرهما من الأناشيد التي ليس فيها محرم إنما هي للتشجيع على الأخلاق الفاضلة أو ما يتعلق بواجب الوطن عليهم وواجب دولتهم ونحو ذلك أما اصطحابها بالموسيقي فهذا غلط ولا يجوز والواجب على القائم على الروضات منع ذلك حتى لا يبقى هناك مانع من مجيء الأطفال إليهم فعليك أنت وإخوانك أن تتصلوا بالمسئولين عن هذه الروضات حتى يمنعوا هذا الشيء لأن هذا لا حاجة إليه ويربى الأطفال الصغار على حب الموسيقي والتلذذ بها واستماعها بعد ذلك فالطفل على ما ربي عليه فعليكم أن تتصلوا بالمسئولين بهذا عن المدارس حتى يمنعوا ذلك وحتى تسلم هذه الروضات مما يخالف شرع الله سبحانه وتعالى.

Penanya berkata:
“Anak putri saya pergi ke taman sekolah TK,   tetapi di sana sekolah menyambutnya dengan berbagai sambutan diantaranya adalah rekaman nasyid yang diperdengarkan  kepada mereka, bertemakan semangat berkorban kepada ibu dan tanah air misalnya, dan sejenisnya. Tetapi pada nasyid tersebut diiringi dengan musik, apakah boleh bagi saya membiarkan anak saya pergi ke sana, dan apakah berdosa jika dia mendengarkan hal seperti itu?”

Jawab Syaikh:

 “Itu merupakan kesalahan sekolah. Ada pun bagi anak-anak puteri mendengarkan nasyid-nasyid yang baik maka tidak mengapa hal itu. Begitu pula tidak mengapa bagi anak-anak putera dan selain mereka, yakni nasyid-nasyid yang tidak mengandung keharaman.  Nasyid yang menggelorakan  terbentuknya akhlak yang mulia, dan apa-apa yang terkait dengan kewajiban mereka terhadap tanah air dan negara. Ada pun iringan musik, maka itu kesalahan dan tidak boleh, dan wajib bagi  penjaga taman untuk mencegahnya, sampai tidak ada lagi hal-hal yang menghalangi anak-anak untuk datang ke sana. Maka, anda dan saudara anda wajib menyampaikan kepada penanggung jawab taman-taman ini, sampai mereka menceah hal ini, sebab hal ini tidak dibutuhkan untuk mendidik mereka agar mencintai musik, menikmati, dan mendengarkannya setelah itu. Maka, hendaknya anak-anak mendapatkan apa-apa yang bisa mendidiknya, maka anda sampaikan hal ini kepada pihak penanggung jawab sekolah tentang hal  ini, sehingga mereka mencegahnya sampai TK ini bersih dari apa-apa yang berselisihan dengan syariat Allah Ta’ala.” (selesai fatwa keempat)

Al ‘Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah

محدّث الديار الشاميّة الشيخ محمد ناصر الدين الألباني رحمه الله
 إذا كانت هذه الأناشيد ذات معانٍ إسلامية ، و ليس معها شيء من المعازف و آلات الطرب كالدفوف و الطبول و نحوِها ، فهذا أمرٌ لا بأس به ، و لكن لابد من بيان شرطٍ مهم لجوازها ، وهو أن تكون خالية من المخالفات الشرعية ؛ كالغلوّ ، و نَحوِه ، ثم شرط آخر ، و هو عدم اتخاذها دَيدَناً ، إذ ذلك يصرِفُ سامعيها عن قراءة القرآن الذي وَرَدَ الحضُّ عليه في السُنَّة النبوية المطهرة ، و كذلك يصرِفُهُم عن طلب العلم النافع ، و الدعوة إلى الله سبحانه
 ]العدد الثاني من مجلة الأصالة ، الصادر بتاريخ 15 جمادى الآخرة 1413هـ ، ص : 73  [  

Beliau berkata:
“Jika nasyid-nasyid ini memiliki muatan-muatan islami, dan tidak diiringi dengan alat-alat musik seperti dufuf (gendang), dan semisalnya, maka ini sesuatu yang tidak mengapa. Tetapi harus dijelaskan syarat penting untuk kebolehannya. Hendaknya tidak bertentangan dengan syariat, seperti ghuluw  (melampaui batas) dan semisalnya, kemudian syarat lainnya, yaitu tidak menjadikannya sebagai kebiasaan, ingatlah, hal itu bisa mengalihkannya dari membaca  Al Quran yang telah diperintahkan dengan tegas dalam sunah nabi, dan juga mengalihkannya dari menuntut ilmu yang bermanfaat, dan da’wah ilallahu Subhanahu wa Ta’ala . (Majalah Ashalah, edisi 2, tanggal 15 Jumadil Akhir 1413H, Hal. 73)

Al ‘Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah

الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله
ما رأى فضيلتكم فى الأناشيد الاسلامية ؟
الأناشيد الإسلامية كثر الكلام عليها وأنا لم أستمع إليها إلا من مدة طويلة، وهي أول ما خرجت لا بأس بها، ليس فيها دفوف، وتؤدى تأدية ليس فيها فتنة ، وليست على نغمات الأغاني المحرمة، لكن تطورت في الواقع وصارت يسمع منها قرع يمكن أن يكون غير الدف، ثم تطورت باختيار ذوي الأصوات الجميلة الفاتنة، ثم تطورت أيضا إلى أنها تؤدى على صفة الأغاني المحرمة، لذلك بقي في النفس منها شيء وقلق، ولا يمكن للإنسان أن يفتي بأنها جائزة على كل حال ولا محرمة على كل حال، وإذا كانت خالية من الأشياء التي ذكرتها فهي جائزة، أما إذا كانت مصحوبة بدف، أو كان مختارا لها ذوي الأصوات الجميلة التي تفتن ، أو أديت على نغمات الأغاني الهابطة فإنه لا يجوز السماع لها

    “Banyak perbincangan tentang nasyid-nasyid Islami, dan saya tidak lagi mendengarkannya sudah sejak lama. Ketika awal keluarnya nasyid tidaklah mengapa. Tidak pakai dufuf (rebana), ditampilkan dengan tanpa hal-hal yang mengandung fitnah, tidak diperindah dengan nyanyian yang diharamkan,   tetapi perkembangan realitanya, mendengarkan sebagian nasyid menjadi sesuatu yang berbahaya, mungkin bukan cuma memakai rebana, lalu berkembang lagi dengan memakai suara-suara yang indah mengandung fitnah, lalu berkembang lagi ditampilkan seperti penampilan lagu-lagu yang diharamkan, karena itu nasyid telah menyisakan sesuatu yang menggelisahkan, maka tidak mungkin manusia memfatwakan, bahwa  nasyid itu boleh pada semua keadaan, dan haram dalam semua keadaan.
Jika nasyid tersebut tidak terdapat hal-hal yang saya sebutkan, maka boleh saja mendengarkannya. Ada pun jika diiringi dengan rebana, atau  memakai suara – suara indah dan mengandung fitnah,  dan ditampilkan dengan dihiasi cara-cara penyanyi rendahan, maka tidak boleh mendengarkannya.” (Selesai fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

 Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin hafizhahullah

 الشيخ عبدالله بن عبدالرحمن الجبرين
 النشيد هو قراءة القصائد إما بصوت واحد أو بترديد جماعتين، وقد كرهه بعض المشايخ، وقالوا: إنه من طرق الصوفية، وأن الترنم به يشبه الأغاني التي تثير الغرائز، ويحصل بها نشوة ومحبة لتلك النغمات. ولكن المختار عندي: جواز ذلك- إذا سلمت من المحذور- وكانت القصائد لا محذور في معانيها، كالحماسية والأشعار التي تحتوي على تشجيع المسلمين على الأعمال، وتحذيرهم من المعاصي، وبعث الهمم إلى الجهاد، والمسابقة في فعل الخيرات، فإن مصلحتها ظاهرة، وهي بعيدة عن الأغاني، وسالمة من الترنم ومن دوافع الفساد.

“Nasyid adalah bacaan qasidah, baik dengan satu suara atau dua kelompk yang saling bersahutan, sebagian masyayikh ada yang memakruhkannya, mereka mengatakan itu merupakan jalan sufi, dan sesungguhnya melantunkannya merupakan penyerupaan dengan nyanyian yang berdampak bagi gharizah (instink), yang akan menghasilkan mabuk cinta lantaran keindahannya. Tetapi pendapat yang dipilih menurutku adalah hal itu boleh, jika bersih dari hal-hal yang harus diwaspadai. Qasidah yang makna-maknanya baik, seperti semangat atau syi’ar-syi’ar yang bisa menyemangati kaum musimin untuk beramal, dan memperingatkan mereka dari maksiat, dan membangkitkan semangat jihad, berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan, maka maslahatnya jelas, dan jauh dari sifat nyanyian, bersih dan terhindar dari lantunan yang merusak.” (selesai fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin)

 Fatwa Lajnah Daimah Lil Ifta’ Saudi Arabia

 اللجنةُ الدائمةُ للإفتاءُ
اعتَبَرَت اللجنةُ الدائمةُ للإفتاءُ الأناشيدَ بديلاً شرعيّاً عن الغناء المحرّم ، إذ جاء في فتاواها
  يجوز لك أن تستعيض عن هذه الأغاني بأناشيد إسلامية ، فيها من الحِكَم و المواعظ و العِبَر ما يثير الحماس و الغيرة على الدين ، و يهُزُّ العواطف الإسلامية ، و ينفر من الشر و دواعيه ، لتَبعَثَ نفسَ من يُنشِدُها ومن يسمعُها إلى طاعة الله ، و تُنَفِّر من معصيته تعالى ، و تَعَدِّي حدوده ، إلى الاحتماءِ بحِمَى شَرعِهِ ، و الجهادِ في سبيله .
لكن لا يتخذ من ذلك وِرْداً لنفسه يلتزمُه ، و عادةً يستمر عليها ، بل يكون ذلك في الفينة بعد الفينة  …

Lajnah Daimah Lil Ifta’  telah menjelaskan, nasyid-nasyid Islami sebagai alternatif  pengganti yang syar’i terhadap nyanyian-nyayian yang haram. Demikian ini fatwanya:

“Boleh bagimu menggantikan nyanyian tersebut dengan nasyid-nasyid Islami, di dalamnya terdapat hikmah, pelajaran, dan ‘ibrah yang memberikan pengaruh bagi semangat dan kecemburuan terhadap agama, menggerakkan belas kasih  Islami, menjauh dari keburukan dan ajakannya, untuk membangkitkan ketaatan kepada Allah baik bagi yang menyenandung dan yang mendengarkannya, menjauh dari maksiat kepadaNya, melanggar batasNya, menjaga diri dengan syariatNya, serta berjihad di jalanNya. Tetapi hendaknya tidak menjadikannya sebagai sebuah kelaziman dan kebiasaan terus menerus, melainkan sesekali saja…. dan seterusnya.”

Wallahu a’lam.

Darah Haid atau Istihadhoh

Ustadzah Nurdiana

Assalamualaikum….Apakah boleh ikut bertanya
Mohon disampaikan di grup ustadz/ah majelis iman dan islam
Pertanyaan :

1. Bagaimana cara membedakan darah haid dan istihadhah?
2. Apabila kebiasaan haid seseorang adalah satu pekan, kemudian suatu saat mendapati haid yang lebih lama dari kebiasaan, misal sebulan, bagaimana menentukan kapan saat istihadhah dan wajib shalatnya?
3. Apabila haid seseorang lama sekali, lebih dari tiga pekan,  boleh kah kita ber-ijtihad sendiri untuk menentukan kapan haid dan kapan saat istihadhah ?
4. Bagaimana bila penampakan zatnya seperti haid tapi jangka waktunya lebih dari tiga pekan, apakah istihadhah?
Jazakumullah khairan katsiiran

🍂🍃🍂 Jawaban

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
1.Darah haid warnanya merah tua kehitaman dan bau yg khas. Kalau darah istihadhoh, warnanya merah segar,  Cerah.

2. kalau haid biasa sepekan maka setelahnya bukàn haid . Tetapi isthadhoh. Sholatnya saat sdh berhenti haid mandi bersih lalu sholat .biasanya terlihat dari perubahan darah. Bila segar dan cerah berarti istihadhoh

3. Kalau tidak mengalami maka tidak paham. Kalau mengalami nanti akan tahu dan terasa kapan haid dan kapan istihadhoh. Jadi jangan berandai andai.

4.Jangan bertanya apa yang tidak di alami.
 Maksudnya kalau belum terjadi tidak usah ditanya. Karena apa yg ditanyakan tidak sesuai. Krn haid dan istihadhoh pasti beda.

Wallahu a’alam

Hampir Babak Akhir Pemeretelan Wilayah Turki Utsmani

TARIKH DAN SIROH

Pemateri: Ustadz Agung Waspodo, SE, MPP

Perjanjian Lausanne adalah perdamaian yg ditanda-tangani di kota Lausanne, Swiss pada tanggal 24 Juli 1923. Perjanjian ini secara resmi mengakhiri konflik Perang Dunia Pertama antara Tutki Utsmani dan Inggris Raya dan sekutunya; Republik Perancis, Kerajaan Italia, Kekaisaran Jepang, Kerajaan Yunani, dan kerajaan Romania.

💡 *Lesson #1* akan selalu ada persekutuan antar negara, pemimpin negeri Kaum Muslimin harus pandai memainkan diplomasi antar bangsa.

Naskah asli perjanjiam ditulis dalam bahasa Perancis dan ini merupakan upaya kedua setelah kegagalan Perjanian Sèvres. Kegagalan itu karena ditolak oleh Pergerakan Nasionalis Turki yg mengangkat senjata guna menolak butiran perjanjian yg sangat menghinakan serta merampas banyak wilayah.

💡 *Lesson #2* ketika kepentingan nasional, apalagi Kaum Muslimin, terancam oleh kepentingan asing, maka wajib menggalang persatuan untuk melawannya.

Perjanjian Lausanne ini mengakhiri semua konflik dan memastikan perbatasan baru Republik Turki. Pada perjanjian ini, Republik Turki diwajibkan melepas semua tuntutan atas bekas wilayah Kekhilafahan Turki Utsmani sebelumnya. Sebagai gantinya pihak Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia Pertama mengakui kedaulatan Republik Turki dan seluruh perbatasannya.

💡 *Lesson #3* ketika kekalahan tak terhindarkan maka mencari kesepakatan yang paling sedikit mudharatnya tidak dapat dinafikan.

Perjanjian Lausanne ini kemudian diratifikasi oleh Turki pada 23 agustus 1923, oleh Yunani pada 25 Agustus 1933, Italia pada 12 Maret 1924, Jepang pada 15 Mei 1924, dan Inggris Raya pada 16 Juli 1924. Perjanjian ini memiliki kekuatan hukum pada 6 Agustus 1924 ketika semua instrumen ratifikasi telah secara resmi disimpan di Paris, Perancis. Perjanjian ini terdiri dari 143 artikel dengan 4 bagian besar termasuk:

1. Convention on the Turkish Straits
2. Trade (abolition of capitulations)
3. Agreements
4. Binding letters.

Perjanjian ini menjadi landasan kemerdekaan Republik Turki termasuk perlindungan atas minoritas nasrani beragama Orthodox Yunani di Turki serta minoritas muslimin di Yunani. Akan tetapi, sebagian besar populasi nasrani di Turki maupun populasi muslimin di Yunani sudah saling mendeportasi. Hal ini sesuai dengan Konvensi Mengenai Pertukaran Populasi Yunani dan Turki (Convention Concerning the Exchange of Greek and Turkish Populations) yg disepakati kedua negara.

💡 *Lesson #4* Kaum Muslimin harus mengetahui bahwa pernah dan akan terus terjadi Perang Demografi berupa penggusuran, penetapan pajak lahan, serta upaya lainnya untuk menguasai suatu area melalui kebijakan publik.

Hanya penduduk minoritas Yunani di Konstantinopel, pulau Imbros dan Tenedos yg dikecualikan dalam konvensi tersebut (jumlah mereka sekitar 270 ribu ketika itu) sebagaimana muslimin di wilayah Thrace Barat (jumlahnya sekitar 129,120 orang pada 1923).

Artikel 14 pada perjanjian tersebut tentang kepulauan  Gökçeada (Imbros) and Bozcaada (Tenedos) dengan “special administrative organisation” yg ditolak oleh Turki pada tanggal 17 Agustus 1926. Turki juga (terpaksa) menerima hilangnya Cyprus dan (tuntutan gak atas) Mesir. Cyprus merupakan wilayah pendudukan Inggris Raya setelah Kongres Berlin 1878 walaupun secara de-jure tetap menjadi bangian Turki Utsmani hingga Perang Dunia Pertama. Sedangkan, Mesir dan Sudan Mesir-Inggris juga diduduki oleh Inggris Raya dengan dalih “meredam pemberontakan Urabi dan pemulihan ketentraman” namun secara de-jure juga masih dimiliki Turki Utsmani hingga akhir Perang Dunia Pertama. Keduanya secara sepihak dianeksasi Inggris pada 5 November 1914.

💡 *Lesson #5* kepiawaian dimplomasi selalu mengandalkan kekuatan militer sebagai penekan. Penting sekali Kaum Muslimin menjadi negara adi-daya untuk dapat memiliki hak mutlak menganeksasi negeri lain tanpa mengalami tekanan dari pihak lain.

Nasib provinsi Mosul diserahkan kepada Liga Bangsa-Bangsa. Turki juga dipaksa untuk melepas semua tuntutannya atas Kepulauan Dodecanese Islands yg secara terpaksa harus dikembalikan oleh Italia kepadanya sesuai Artikel 2 pada Perjanjian Ouchy 1912. Perjanjian ini sering disebut sebagai Perjanjian Pertama Lausanne (1912), di Château d’Ouchy sebuah kota di Swiss, setelah berakhirnya perang Italo-Turkey 1911-1912.

💡 *Lesson #6* kelemahan khilafah adalah kemalangan bagi Ummat Islam, apalagi ketiadaannya.

❓ *Apakah yang sudah kita lakukan untuk menyatukan Kaum Muslimin?*

✅ Agung Waspodo, masih mengukur dalamanya penyesalan atas mundurnya Turki Utsmani yg telah dibangun lebih dari 5 abad namun tak mampu dikelola serta dipertahankan dengan baik pada penghujung abad ke-19.

Depok, 24 Juli 2015 lebih hampir 6 jam

Khadijah Binti Khuwailid R.a. (Part 3)

Sirah

Ustadzah Yani

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا.

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

4⃣. Kesetiaan dan Keimanan

⇨ Kesetiaan bunda Khadijah tak hanya dalam urusan rumah tangga, namun sampai pada fase kehidupan Rasulullah masuk ruang lingkup kenabian. Pada usia 40 tahun, Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira.

⇨ Kejadian berawal dengan hadirnya jibril yang datang dan memeluk Rasulullah sebanyak 3x sambil berkata …. “Bacalah”
dan setiap kali pula Rasulullah menjawab….”saya tidak dpat membaca”. Lalu jibrilpun membacakan :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق.
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ.
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

(QS. Al-‘Alaq : 1-5)

⇨ Rasa takut & kepanikan yang dialami Rasulullah saat jibril menyampaikan wahyu yang pertama, ditanggapi oleh bunda Khadijah dg penuh kehangatan dan kelembutan, maka sirnalah segala gundah & kepanikan dalam diri Rasulullah SAW.

⇨ Kemudian bunda Khadijah & Rasulullah pergi ke rumah Waraqah bin Naufal, dia adalah orang yang banyak tahu isi kitab Taurat dan Injil. Orang yang sudah tua dan buta. Lalu, Rasulullah menceritakan apa yang terjadi, dan begitu mendengarnya waraqah pun tampak gembira. Lalu berkata:

“Itu adalah malaikat Jibril yang Allah turunkan kepada Nabi Musa, engkaulah Nabi umat ini. Ah Sayang sekali, seandainya saja aku masih hidup, saat engkau diusir oleh kaummu!”

“Apakah mereka akan mengusir aku?” tanya Rasulullah.

“Ya. Tidak ada seorangpun membawa ajaran seperti apa yang engkau bawa kecuali dia akan dimusuhi. Seandainya aku mengalami saat hal itu terjadi, sungguh aku akan membelamu”, kata Waraqah.

⇨ Namun sayang, Waraqah bin Naufal meninggal dunia ketika wahyu pertama sempat terputus beberapa lama. (lihat tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-Alaq)

⇨ Melihat apa yang akan dialami oleh Rasulullah SAW sebagaimana disampaikan oleh Waraqah, tanpa ragu bunda Khadijah menyatakan keimanannya dihadapan Rasulullah SAW. Hal ini jelas sangat besar pengaruhnya bagi diri Rasulullah SAW, serta meringankan beban dan membantu dalam tugas-tugas dakwah selanjutnya. Bunda Khadijah sudah sangat siap disamping Rasulullah, sebagai seorang istri yang akan selalu membelanya dan mendukung perjuangannya, baik dengan harta, pikirannya yang jernih, serta jiwanya.

⇨ Hal inilah yang sangat dikenang Rasulullah terhadap bunda Khadijah. Disamping kepribadiannya yang mulia. Maka, wajar jika kedudukannya dihati Rasulullah tidak tergantikan.

●•● Bersambung. . .

▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣◈▣

◈ Maraji’ :
Isteri & Puteri Rasulullah SAW (Mengenal & Mencintai Ahlul Bait)
◈ Divisi Terjemah Kantor Dakwah Sulay KSA (Penyusun : Ust. Abdullah Haidir, Lc)

Wasiat

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustad/ustadzah ya…
Bgmn hukumnya apabila kami melakukan pembagian warisan dlm keluarga namun tdk sesuai wasiat ayah kami yg sudah wafat.semasa hidup ayah kami berwasiat namun tdk secara keseluruhan utk warisan yg ditinggalkan. maka dengan alasan mempermudah pembagian warisan krn warisan ayah kami ada dibeberapa tempat, maka kakak kami membaginya dgn cara yg diaturnya menurut pembagian syariat scara islam. namun pembagian ini ada yg lbh utk kk kami yg tertua laki2 krn  rmh yg kakak kami tempati itu sdh di huni dan direhab oleh kakak kami semasa ayah kami msh hidup dan tdk masuk dlm hitungan beliau utk warisan yg dibagi stelah ayah kami wafat.kami 5 brsaudara 3 perempuan dan 2 laki2. ibu msh hidup. mohon jawabannya ustad/ustadzah .syukron ats jawabannya.


🍃🍃 Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

pada dasarnya wasiat mesti dijalankan oleh si penerima wasiat. Tp, itu tidak mutlak. Jika isi wasiat bertentangan dgn nash-nash syariat maka tidak boleh ditaati.

📌 Untuk wasiat harta, tidak boleh diberikan kepada anak, tetapi kepada orang tua atau  kerabat atau siapa pun yg ingin diwasiatkan, biasanya memang ada hub dekat, sebab pada hakikatnya wasiat adalah sedekah. Maksimal 1/3 harta. Banyak org tidak paham ini, mereka mewasiatkan harta juga diberikan ke anak-anaknya, itu keliru. Sebab, anak-anak akan dapat dari warisan.

Allah Ta’ala berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah (20: 180)

Dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

عنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ عَادَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ مِنْ وَجَعٍ أَشْفَيْتُ مِنْهُ عَلَى الْمَوْتِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَلَغَنِي مَا تَرَى مِنْ الْوَجَعِ وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ لَا قَالَ قُلْتُ أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ قَالَ لَا الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ )رواه مسلم(

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash Radhiallahu ‘Anhu: Rasulullah pernah menjenguk saya waktu haji wada’ karena sakit keras yang saya alami sampai hampir saja saya meninggal. Lalu saya berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah saya sedang sakit keras sebagaimana engkau sendiri melihatnya sedangkan saya mempunyai banyak harta dan tidak ada yang mewarisi saya, kecuali anak perempuan satu-satunya. Bolehkah saya menyedekahkan sebanyak 2/3 dari harta saya?”

Beliau menjawab:  “Tidak” saya mengatakan lagi bolehkah saya menyedekahkan separoh harta saya?

Beliau menjawab “Tidak” sepertiga saja yang boleh kamu sedekahkan, sedangkan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, menengadahkan tangan meminta-minta pda orang banyak. Apapun yang kamu nafkahkan karena ridha Allah, kamu mendapat pahala karenanya, bahkan termasuk satu suap untuk istrimu”. (HR. Muslim)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadits lain :

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُل ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan untuk ahli waris. (HR. At-Tirmizy No. 2046, Abu Daud No. 2486. Shahih)

Dengan demikian, wasiat tersebut tdk wajib ditaati karena tidak bersesuaian dgn Al Quran dan As Sunnah, baik dari sisi sasaran dan jumlah pembagiannya.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No.381, Alauddin Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 14401, Al Khathib, 10/22. Imam Al Haitsami mengatakan: para perawinya Ahmad dalah para perawi shahih. Majma’ Az Zawaid, 5/407. Syaikh Muhammad bin Darwisy mengatakan: diriwayatkan Ahmad dan sanadnya shahih. Lihat _Asnal Mathalib_, No. 1713)

Kesimpulan, hendaknya memakai hukum Allah Ta’ala, bukan hawa nafsu manusia. Sebagaimana firmanNya:

ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al Maidah: 44)

Ayat lain:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An Nisa: 65)

Wallahu A’lam


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Amalan Sederhana Yang Dapat Mengantarkan Ke Surga

MOTIVASI

Pemateri: Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Dalam salah satu hadits Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِي مِنْ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ، قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ، فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّة (رواه مسلم)

Dari Abu Ayyub ra berkata,

 “Bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Nabi Saw seraya bertanya,
‘Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari api neraka? ‘

Beliau menjawab: ‘Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun juga, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturrahim.”

Ketika dia pergi, Rasulullah Saw bersabda:
“Jika dia berpegang teguh drngan hal tersebut, maka dia akan masuk surga’.

(HR. Muslim, hadits no 15)

Dalam hadits ini Rasulullah SAW mengajarkan:

☘Pentingnya menjaga spirit untuk senantiasa mencintai akhirat, karena di sanalah kampung halaman kita yang sebenarnya, dan kelak kita semua akan “mudik” kembali ke sana.

🌹Oleh karenanya, segala persiapan perlu dilakukan, termasuk diantaranya memperbanyak amalan yang dapat menyelamatkan kita dari api neraka dan memasukkan kita ke surga, sebagaimana yg ditanyakan oleh sahabat Nabi Saw dalam hadits di atas.

☘Bahwa sesungguhnya jika seorang muslim menjaga untuk senantiasa berpegang teguh (baca: istiqamah) untuk melakukan amalan-amalan dasar dalam Islam, maka ternyata hal tersebut dapat mengantarkannya masuk ke dalam surga.

🌹Oleh karenanya, hendaknya kita berusaha menjaga amaliyah dasar kita dalam menjalani hidup ini, minimal dengan:
🔺Selalu mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga,
🔺Selalu menjaga shalat dalam segala kondisi dan situasi,
🔺Melaksanakan puasa,
🔺Membayat zakat dan
🔺Senantiasa menjaga silaturrahim.

☘Karena hal-hal tersebut adalah tiket untuk dapat selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga.

🌹Dan mudah-mudahan, kita semua termasuk dalam golongan yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga…

Amiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A’lam

ADAB MURID TERHADAP GURU

Akhlak

Ustadzah Kingkin Anida

Bagaimana hari ini sikap murid murid terhadap guru mereka? bila mereka meremehkan guru, tidak menghormati mereka, atau membicarakan keburukan keburukannya, mungkin ini hasil pendidikan (rumah-sekolah) atau peran lingkungan atau kebijakan system pemerintahan.

Alangkah baiknya kita semua mulai membuka kitab lama, adakah hal hal berikut tersampaikan? Misalnya:

🚷 Tidak berjalan di depan gurunya.

⛔ Tidak duduk di tempat/kursi gurunya.

📵 Tidak memulai bicara padanya kecuali dengan izin guru.

📵 Tidak berbicara di hadapan guru saat guru sedang menyampaikan ilmu.

📛 Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan.

🔙 Harus menjaga waktu, jangan mengetuk pintunya, tapi menunggu sampai guru keluar

💌 Seorang murid harus mendapat kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru marah, mematuhi perintahnya asal tidak bertentanngan dengan agama

🔮 Termasuk menghormati guru adalah juga dengan menghormati putra-putra guru, dan sanak kerabat guru

💔 Jangan menyakiti hati seorang guru karena ilmu yang dipelajarinya akan tidak berkah

Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid terhadap guru antara lain :

🎌 Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan didalam perkara yang halal.

🎌 Murid harus menghormati guru

🎌 Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang

🎌 Ketika murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan berdiri dan berhenti

🎌 Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang

🎌 Ketika duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan menundukkan kepala

🎌 Murid harus memperhatikan penjelasan guru

🎌 Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah

🎌 Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke belakang

🎌 Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan ahlinya

🎌 Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang

🎌 Murid harus berprasangka baik terhadap guru

Semua ini penting diketahui murid, karena jika seorang murid menghormati guru, maka ilmu yang diperoleh bisa manfaat.

Seorang penyair berkata: “Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasihati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika tidak menuruti dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru.”

Larangan Memulai Salam/Selamat Kepada Yahudi dan Nasrani

Fiqih dan Hadits

Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan.S.S.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ
📌  “Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani.” (HR. Muslim No.  2167)

Hadits ini tegas melarang kita memulai salam kepada non muslim. Lalu, apa makna larangan ini? Haramkah, makruh, atau boleh?  

Imam An Nawawi menjelaskan sebagai berikut:

واختلف العلماء فى رد السلام على الكفار وابتدائهم به فمذهبنا تحريم ابتدائهم به ووجوب رده عليهم بأن يقول وعليكم أو عليكم فقط ودليلنا فى الابتداء قوله صلى الله عليه و سلم لاتبدأوا اليهود ولاالنصارى بالسلام وفى الرد قوله صلى الله عليه و سلم فقولوا وعليكم وبهذا الذى ذكرناه عن مذهبنا قال أكثر العلماء وعامة السلف
وذهبت طائفة إلى جواز ابتدائنا لهم بالسلام روي ذلك عن بن عباس وأبي أمامة وبن أبي محيريز وهو وجه لبعض أصحابنا حكاه الماوردى لكنه قال يقول السلام عليك ولايقول عليكم بالجمع واحتج هؤلاء بعموم الأحاديث وبإفشاء السلام وهي حجة باطلة لأنه عام مخصوص بحديث لاتبدأو اليهود ولاالنصارى بالسلام وقال بعض أصحابنا يكره ابتداؤهم بالسلام ولايحرم وهذا ضعيف أيضا لأن النهي للتحريم فالصواب تحريم ابتدائهم وحكى القاضي عن جماعة أنه يجوز ابتداؤهم به للضرورة والحاجة أو سبب وهو قول علقمة والنخعي وعن الأوزاعي أنه قال إن سلمت فقد سلم الصالحون وإن تركت فقد ترك الصالحون

📌Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menjawab dan memulai salam kepada orang kafir.   Maka, pandangan madzhab kami (Syafi’iyah) adalah haramnya memulai salam kepada mereka, dan wajibnya menjawab salam mereka dengan kalimat ” wa ‘alaikum” atau ” ‘alaikum” saja. Dalil madzhab kami dalam larangan memulai salam adalah hadits nabi:

 “Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nashrani”

Dalil wajibnya menjawab salam adalah hadits nabi:

 “Katakanlah oleh kalian “wa ‘alaikum.”

Beginilah alasan yang menjadi pegangan madzhab kami, dan mayoritas ulama dan umumnya ulama terdahulu (salaf).

  Segolongan ulama berpendapat bolehnya memulai salam kepada mereka, pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Umamah, Abu Muhairiz, dan ini salah satu pendapat sahabat-sahabat kami seperti yang diceritakan Al Mawardi tetapi dia mengatakan ucapan salamnya adalah “Assalamu ‘Alaika” bukan “’Alaikum.” Kelompok ini beralasan dengan hadits-hadits yang masih umum tentang perintah untuk menyebarkan salam. INI ADALAH ALASAN YANG BATIL, karena hadits tersebut masih umum dan telah dikhususkan oleh oleh hadits “Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani”.

  Sebagian sahabat kami berpendapat dimakruhkan memulai salam kepada mereka, bukan haram. Pendapat ini lemah juga, sebab larangan menunjukkan haram. Maka, yang benar adalah HARAMnya memulai salam kepada mereka. Al Qadhi menceritakan dari segolongan ulama bahwa dibolehkan memulai salam jika ada daruat, ada kebutuhan, dan ada sebab. Ini adalah pendapat Alqamah, An Nakha’i, dan Al Auza’i, dia berkata: “Jika engkau mengucapkan salam maka orang-orang shalih pernah melakukan, jika engkau tidak mengucapkan maka orang-orang shalih juga ada yang meninggalkannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/145. Lihat juga Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 8/76)  

  Pembahasan Imam An Nawawi menunjukkan pendapat yang mengharamkan adalah pendapat yang benar, sesuai dengan hadits ini. Menurutnya,  lafaz larangan menunjukkan haram. Beliau juga mengoreksi pihak yang sekedar memakruhkan apalagi membolehkan. Pengharaman ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

  Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ ابْتِدَاءِ الْمُسْلِمِ لِلْيَهُودِيِّ وَالنَّصْرَانِيِّ بِالسَّلَامِ لِأَنَّ ذَلِكَ أَصْلُ النَّهْيِ وَحَمْلُهُ عَلَى الْكَرَاهَةِ خِلَافُ أَصْلِهِ وَعَلَيْهِ حَمَلَهُ الْأَقَلُّ. وَإِلَى التَّحْرِيمِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ وَذَهَبَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ ابْنُ عَبَّاسٍ إلَى جَوَازِ الِابْتِدَاءِ لَهُمْ بِالسَّلَامِ وَهُوَ وَجْهٌ لِبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ إلَّا أَنَّهُ قَالَ الْمَازِرِيُّ إنَّهُ يُقَالُ: السَّلَامُ عَلَيْك بِالْإِفْرَادِ، وَلَا يُقَالُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، وَاحْتَجَّ لَهُمْ بِعُمُومِ قَوْله تَعَالَى: {وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا} [البقرة: 83] وَأَحَادِ

يثُ الْأَمْرِ بِإِفْشَاءِ السَّلَامِ. وَالْجَوَابُ أَنَّ هَذِهِ الْعُمُومَاتِ مَخْصُوصَةٌ بِحَدِيثِ الْبَابِ وَهَذَا إذَا كَانَ الذِّمِّيُّ مُنْفَرِدًا  

📌        Pada hadits ini terdapat dalil haramnya seorang muslim  memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani, karena itu merupakan hukum asal dari larangan. Ada yang mengartikan makruh dan itu menyelisihi hukum asalnya, yang memahami seperti ini lebih sedikit. Sedangkan pengharaman adalah pendapat mayoritas salaf dan khalaf. Segolongan ada yang membolekan di antaranya Ibnu Abbas, juga satu golongan Syafi’iyah hanya saja Al Maziriy mengatakan ucapan salamnya adalah: “Assalamu ‘Alaika” dalam bentuk tunggal, bukan “Assalamu ‘Alaikum.” Alasan mereka membolehkan adalah keumuman ayat: “Berkatalah kepada manusia perkataan yang baik.” (QS. Al Baqarah: 83) dan hadits-hadits yang memerintahkan menyebarkan salam. Jawabannya adalah, dalil-dalil ini masih umum dan sudah dikhususkan oleh hadits yang kita bahas dalam bab ini, dan ini (pengharaman memulai salam) berlaku jika kafir dzimmi tesebut seorang diri. (Subulus Salam, 2/499)

Demikian. Wallahu A’lam