Undian Berhadiah

Assalamualaikum ustadz/ah.. Bagaimana pendapat  mengenai undian?
Bagaimana hukum undian berhadiah ulama mayoritas?  Jika kita yg menerimanya apakah boleh?? Mayoritas ulama…  Yg lbh bnyak d sepakati ulama.
A 40

Jawaban
————–

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Jawaban singkatnya kupon undian seperti itu bukan termasuk judi, juga bukan termasuk riba. Dan hukumnya tidak melanggar ketentuan syariah, alias halal dan sah.

Kenapa bukan termasuk judi? Bukankah ada unsur undian dan gambling di dalamnya?

Jawabannya bahwa tidak semua hal yang terkait dengan undian itu otomatis menjadi judi yang diharamkan. Dalam kasus ini, meski pun ada undian dan terkesan untung-untungan, tetapi pada hakikatnya memang bukan perjudian.

Dalam hukum Islam memang diharamkan mengundi nasib dengan anak panah, juga diharamkan berjudi dengan undian. Tetapi sekedar melakukan undian tanpa masuk ke wilayah judi, hukumnya halal.

Ketika menentukan siapa yang berhak menjamu Rasulullah SAW setiba di Madinah, dilakukan undiian. Ketika satu orang istri saja yang boleh mendampingi Nabi SAW dalam peperangan, dilakukanlah undian. Dan ketika orang rebutan untuk bisa duduk di shaf pertama, dilakukanlah undian. Maka undian saja tanpa judi bukan sesuatu yang haram.

Hakikat Perjudian

Bila diperhatikan dengan seksama, trasaksi perjudian adalah dua belah pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah. Lalu mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan atau media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah perjudian.

Biasanya jenis permainannya memang khas permainan judi seperti main remi, kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker, sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan sepak bola dan seterusnya.

Namun adakalanya permainan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan lainnya.

Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya.

Tidak Semua Undian itu Haram

Di dalam hukum Islam, gambling tidak selalu identik dengan judi. Meski pun di dalam sebuah perjudian, unsur gambling memang sangat dominan. Namun tidak berarti segala hal yang berbau gambling boleh divonis sebagai judi.

Misalnya qur’ah atau undian yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW. Qur’ah bukan termasuk judi. Banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau terbiasa mengundi para isterinya untuk menetapkan siapa di antara mereka yang berhak ikut mendampingi beliau dalam sebuah perjalanan.

Dahulu nabi Yunus as juga melakukan undian untuk menentukan siapa di antara penumpang perahu yang harus di buang ke laut. Dan beliau justru keluar sebagai orang terpilih dari undian.

Bukankah kedua hal di atas sangat didasari oleh gambling? Namun ternyata kedua orang nabi itu malah melakukannya. Ini bukti bahwa tidak semua hal yang berbau gambling atau undian itu haram.

Kapan Undian Menjadi Judi Yang Diharamkan?

Sebuah undian bisa menjadi judi manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.

Sebagai sebuah ilustrasi, misalnya sebuah yayasan menyelenggarakan kuis berhadiah, namun untuk bisa mengikuti kuis tersebut, tiap peserta diwajibkan membayar biaya sebesar Rp 5.000, -. Peserta yang ikutan jumlahnya 1 juta orang.

Dengan mudah bisa dihitung berapa dana yang bisa dikumpulkan oleh yayasan tersebut, yaitu 5 milyar rupiah. Kalau untuk pemenang harus disediakan dana pembeli hadiah sebesar 3 milyar, maka pihak yayasan masih mendapatkan untung sebesar 2 Milyar.

Bentuk kuis berhadiah ini termasuk judi, sebab hadiah yang disediakan semata-mata diambil dari kontribusi peserta.

Undian Yang Tidak Haram

Sedangkan contoh ilustrasi dari undian yang tidak haram misalnya sebuah toko yang menyelenggarakan undian berhadiah bagi pembeli. Ketentuannya, yang bisa ikutan adalah pembeli yang nilai total belanjanya mencapai Rp 50.000. Dengan janji hadiah seperti itu, toko bisa menyedot pembeli lebih besar -misalnya- 2 milyar rupiah dalam setahun.

Untuk itu mereka yang telah memiliki kupon akan diundi. Yang nomornya keluar berhak mendapatkan hadiah tertentu.

Pertambahan keuntungan ini bukan karena adanya kontribusi dari pelanggan sebagai syarat ikut undian. Namun didapat  dari bertambahnya jumlah mereka.

Hadiah yang dijanjikan sejak awal memang sudah disiapkan dananya. Meskipun pihak toko tidak mendapatkan keuntungan yang lebih, hadiah tetap diberikan. Maka dalam masalah ini tidaklah disebut sebagai perjudian.

Alasan selain itu karena pembeli yang mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 sama sekali tidak dirugikan, karena barang belanjaan yang mereka dapatkan dengan uang itu memang sebanding dengan harganya.

Hukumnya barulah akan menjadi haram manakala barang yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan uang yang mereka keluarkan. Misalnya bila seharusnya harga sebatang sabun itu Rp 5.000, -, lalu karena ada program undian berhadiah, dinaikkan menjadi Rp 6.000, -.

Sehingga bisa dikatakan, ada biaya tambahan di luar harga yang sesungguhnya, namun dikamuflase sedemikian rupa. Namun pada hakikatnya tidak lain adalah uang untuk memasang judi.
Dikutip dari rumahfiqih.com

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Slamet Setiawan

Makna Iman Dan Rukun-rukunnya

Secara bahasa kata Iman berasal dari kata amana-yu-minu iimanan artinya “attashdiq (membenarkan), “ tsiqoh” (percaya) juga berarti “aman” (terpelihara).

Dalam definisinya menurut Jumhur ulama Islam,
“Iman adalah membenarkan dengan hati mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan anggota tubuh.”

“ Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam baik berupa wahyu (Al Qur-an), perkataan, perbuatan atau pun persetujuan Beliau.

 “ Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

“ Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk perbuatan amal ibadah sesuai dengan fungsinya.

Para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam  menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.

Seseorang disebut Mu-min sesuai dengan definisi yang disebutkann secara gamblang dalam Al Qur-an,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ [الحجرات : 15]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al Hujurat: 15)

Ciri-ciri orang beriman juga didefinisikan oleh Al Qur-an,

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ○
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ○ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan se-bagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4)

Perhatikan bahwa Allah menyebutkan iman adalah aktifitas hati yang dibuktikan dengan amal seperti sholat yang merupakan ibadah phisik, infak yang merupakan ibadah harta dan jihad yang merupakan totalitas dalam perjuangan dakwah sebagai bagian dari iman.

Jadi percaya atau membenarkan saja tidak cukup. Apa saja yang didefinisikan Allah dan Rasul tentang iman wajib dipenuhi.

Kedudukan Iman dalam Jiwa seorang muslim
Iman bagaikan fondasi dalam sebuah bangunan yang besar. Seberapa besar suatu bangunan ingin didirikan maka fondasi iman ini harus semakin kokoh. Semakin tinggi keimanan seorang muslim maka semakin besarlah amal salehnya.

Bagi para murobbi, membangun Iman merupakan prioritas dalam pendidikan, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Selama 13 tahun di Makkah, setelah kenabian Beliau – Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam selalu menanamkan keimanan kepada para sahabat Beliau.

Ayat-ayat yang turun di Kota Makkah berisi kandungan pembinaan iman. Biasanya dapat Kita jumpai dalam Juz Amma dengan ciri khas surat-surat yang pendek namun sarat dengan makna yang mewajibkan manusia beriman kepada Allah, Kitab, Malaikat, para Rasul dan Hari AKhirat.

Iman Bertingkat-tingkat, Bertambah dan Berkurang

Generasi sahabat Nabi memahami iman sebagai “bertingkat-tingkat, bertambah dan berkurang” sebagaimana bimbingan Allah dalam Surat Al Anfal ayat 2 dengan penjelasan ayat-ayat lain,

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Alfath:4)

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.(At tawbah:124)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam  menyebutkan tingkatan iman tertinggi dan terendah dengan bersabda:

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63)

Berdasarkan hadits tersebut, iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-macam, setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda. Tingkatan  yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan keutamaan-nya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan.

Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah shalat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khasyyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman.

Di antara cabang-cabang ini ada yang bisa membuat lenyapnya iman manakala ia ditinggalkan, menurut ijma’ ulama; seperti dua kalimat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman menurut ijma’ ulama manakala ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dan gangguan dari jalan.

Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam juga menyampaikan tingkatan nahi munkar dan hubungnya dengan kuat dan lemahnya iman.

Dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69)

Hadits Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bagian dari iman. Ia menafikan (meniadakan) iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu mengubah kemungkaran dengan hati.
Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat hadits:

“Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayanu Kurhin Nahyi Anil Mungkar).

Iman meningkat karena ketaatan dan amal saleh , berkurang disebabkan maksiat (dosa) atau melakukan perbuatan kekufuran, kefasikan, dan kemunafikan. Seorang yang imannya kuat mempunyai cinta terhadap segala hal yang meningkatkan iman dan kebencian kepada  hal-hal yang menurunkan iman. Firman Allah tentang para sahabat Rasulullah,

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (Al Hujurat: 7)

Al Qur-an membedakan antara muslim dengan mukmin. Sebab iman sejati bila sudah menyatu dalam jiwa membentuk ketaatan dan amal saleh yang permanen serta membangun karakter,

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(al Hujurat: 14)

Orang-orang Arab Badui mengira bahwa hanya dengan menyatakan “Kami beriman” mereka sama dengan sahabat-sahabat Nabi Muhajirin dan Anshar yang sudah lama melalaui proses perjuangan di bersama Rasulullah.
Karena itu Allah meluruskan pandangan mereka karena iman berbeda tingkatannya… Namun hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui tingkatan iman seseorang.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam menyatakan bahwa iman *Abu Bakar* jika ditimbang dengan iman  seluruh penduduk Madinah maka masih lebih berat iman Abu Bakar.

Rasulullah juga mengatakan
bahwa *Umar* memiliki keimanan yang kokoh sehingga syaitan pun takut kepada Umar.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengatakan bahwa imannya *Utsman bin Affan* dapat membuat Malaikat malu.

Sedangkan tentang *Ali bin Abi Tholib* Nabi mengatakan bahwa Beliau menjadi pintu dari gudang ilmu pengetahuan.

Wallahu A’lam

Pemateri: Ustadz Aus Hidayat Nur

Menyerah Itu Perkara Mudah Karena Menang Itu Butuh Keteguhan Mental!

Pengepungan & Jatuhnya Belgrade – 16 Juli s/d 17 Agustus 1717

Pengepungan kota ini adalah bagian dari Perang Austria-Turki Utsmani 1714-18 tidak lama setelah kemenangan Austria di Petrovaradin (untuk Petrovaradin sudah saya tulis sebelumnya). Kota ini jatuh ke tangan Austria setelah bentengnya berhasil diserbu oleh Pangeran Eugene dari Savoy.

Latar Belakang

Setelah keberhasilan kampanye militer tahun 1716 tinggal satu lagi sasaran utama yang diinginkan oleh Eugene dari Savoy yaitu penaklukan benteng Belgrade. Kota ini berada pada pertemuan sungai Sava dan Danube. Lebih tepatnya kota ini berada pada sisi Sungai Sava sehingga terbuka arah serangan dari arah selatan. Secara strategik kota ini kuat dari sisi tenggara dan barat-laut sehingga menguntungkan bagi Khilafah Turki Utsmani maupun Kerajaan Austria.

Pada tahun 1688 kota Belgrade pernah direbut oleh Austria setelah dikepung juga, namun 2 tahun setelah itu berhasil dikuasai kembali oleh Turki Utsmani. Pada pengepungan pertama itu Eugene terluka cukup parah dan ia merencanakan perlunya armada sungai Danube untuk penaklukan kali ini. Tugas utama armada sungai tersebut adalah untuk memberikan dukungan bagi angkatan daratnya. Ia berhasil mendapatkan dukungan dari kaisar untuk mendanai armada sungai ini sekaligus merekrut awaknya dengan segera dari Netherlands.

Sebagai sekutu Austria, Russia hanya dapat membantu dengan menyiagakan pasukannya di sepanjang perbatasan guna mengikat sejumlah kesatuan Turki Utsmani untuk tidak memberikan bantuan ke Belgrade nantinya. Sedangkan Polandia sedang sibuk bertahan atas serangan dari Charles XII Swedia dalam Great Northern War. Holy Roman Empire juga hanya membantu sedikit dana. Hanya Bavaria yang ikut bertempur dengan sedikit pasukan.

Persiapan

Pada tanggal 3 Mei 1717, Eugene bertolak dari Wina menuju Futtak dan tanpa menunggu seluruh pasukannya berkumpul ia bergegas menuju Belgrade bersama 70.000 pasukan. Bavaria menambahkan 6.000 pasukannya dan dengan kekuatan Austria di Wilayah Banat seluruhnya mencapai total 100.000 personil. Eugene juga mengomandoi armada Danube yang terdiri dari 50 kapal berbagai ukuran serta 10 kapal yang dilengkapi artileri ringan. Ia ingin segera mengepung kota Belgrade sebelum Turki Utsmani sempat menambah kekuatannya.

Masalah terbesar yang dihadapi Eugene adalah benteng Belgrade tidak dapat diserang dari arah selatan dan pengepungan baru bisa dilakukan setelah menyeberangi kedua sungai Danube dan Sava. Eugene malah memilih jalur langsung dengan menyeberangi Sava ke arah sisi pertahanan benteng Belgrade yang paling kuat. Mendapat masukan dari para jenderalnya, ia kembali menyeberangi Danube sehingga mengagetkan pihak Turki Utsmani yang tidak menyangka lawannya akan menyeberangi sungai pada titik tersebut. Balatentara Austria berhasil menyeberang pada tanggal 15-16 Juni nyaris tanpa gangguan apapun.

Eugene menggelar artilerinya berbarengan dengan dimulainya penggalian parit pengepungan oleh pasukan imperial baik yang menghadap ke benteng lawan maupun pada garis belakangnya sendiri.

Pasukan Khilafah Turki Utsmani yang bertahan di dalam Belgrade berjumlah 30.000 personil. Ia juga menerima informasi intelijen bahwa İstanbul sudah mengirim bala bantuan menuju Belgrade. Memang benar, bala bantuan itu tiba di lokasi pada hari Rabu 19 Sya’ban 1129 Hijriah (28 Juli 1717). Anehnya, pasukan ini tidak menyerang musuhnya namun justru menggali parit pengepungan mereka sendiri. Kini, pasukan Eugene terjepit antara benteng kota dan pasukan bantuan. Faktor lain yang mengkhawatirkan Eugene adalah kerusakan pada tenda-tenda logistiknya akibat serangan artileri lawan serta merebaknya penyakit malaria.

Pertempuran Penentuan

Situasi menjadi serba sulit karena taktik Turki Utsmani adalah membiarkan pasukan pengepungan kehabisan perbekalannya sendiri. Kondisi ini menyulitkan Eugene karena serangannya ke benteng Belgrade tidak menunjukkan kemajuan berarti.

Tiba-tiba pada hari Rabu 7 Ramadhan 1129 Hijriyah (14 Agustus 1717) terjadi guncangan yang hebat di atas tanah sekitar Belgrade. Ternyata salah satu tembakan artileri Eugene tepat mengenai ruangan mesiu di dalam benteng kota yang menyebabkan meledaknya seluruh persediaan mesiu Turki Utsmani serta memakan korban 3.000 pasukannya.

Sungguh aneh jika ruang mesiu yang vital begitu rapuh pertahanannya serta tidak ditempatkan pada lokasi yang terlindungi. Apakah prosedur pengamanan benteng sudah mulai diabaikan pada periode ini atau adakah sabotase?

Dua hari kemudian, Eugene memerintahkan serangan terhadap posisi pasukan bantuan Turki Utsmani pada hari Jum’at 9 Ramadhan pas tengah malam dengan pasukan infanteri pada lini tengah dan kavaleri pada kedua sayapnya. Seluruh pasukan dikerahkan kecuali mereka yang bertanggung-jawab untuk mempertahankan garis belakang dan tenda Austria.

Serangan malam ini mengejutkan bagi Turki Utsmani dan setelah beberapa jam bentrok senjata jarak dekat terus berlangsunh sampai matahari terbit. Kejutan ini tidak terduga karena logikanya yang diserbu adalah benteng yamg baru saja porak-poranda akibat ledakan. Serbuan itu menjadi berbahaya karena berhasil memukul mundur pasukan bantuan Turki Utsmani tersebut sampai melewati parit pengepungannya. Setelah 10 jam pertempuran, mulai tanda-tanda kekalahan pada pihak Turki Utsmani yang mundur secara tidak teratur. Mundurnya pasukan bantuan ini menyebabkan turunnya moril juang garnizun Turki Utsmani di dalam Belgrade. Penyerahan benteng disepakati oleh kedua belah pihak dengan gantinya jaminan keselamatan bagi 10.000 sisa pasukan yang berbaris keluar dari Belgrade.

Kesudahan

Setelah Belgrade lepas dari kendali Turki Utsmani maka dicapailah Perjanjian Passarowitz (juga sudah saya tuliskan sebelumnya) yang menguntungkan Austria. Sepertinya Turki Utsmani telah sampai pada batas maksimum kendalinya walau pada 22 Juli 1739 pasukan Austria yang dipimpin Field Marshal George Oliver Wallis dikalahkan oleh Turki Utsmani pada Pertempuran Grocka dekat Belgrade. Kekalahan tersebut ditimpakan oleh oleh pasukan yang dipimpin oleh İvaz Mehmet Pasha, sehingga lahirlah Perjanjian Belgrade pada bulan September 1739 dimana seluruh wilayah yang lepas pada Perjanjian Passarowitz dikembalikan ke Turki Utsmani kecuali wilayah Banat.

Agung Waspodo, masih harus membaca lebih banyak lagi guna memahami mengapa begitu mudah menyerah ketika harapan dan semangat juang masih sangat tinggi, setelah 298 tahun berlalu, lewat 4 hari.

Depok, 21 Agustus 2015.

Pemateri: Ustadz Agung Waspodo, SE, MPP

JENGGOT

Assalamualaikum ustadz,, kalau hukum menumbuhkan/memelihara jenggot seperti apa? Dan bagaimana kita mencukur janggut habis karena tuntutan profesi?
Jazakumullah

Jawaban
————–

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Memanjangkan Jenggot Dalam Pandangan Ulama

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] dikatakan bahwa seluruh ulama sepakat memelihara jenggot merupakan perkara yang diperintahkan oleh Syari’at. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah ﷺ, di antaranya:

1. Hadits dari Ibnu ‘Umar ra, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

خَالِفُوا المُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Artinya: “Selisihilah orang-orang musyrik. Peliharalah (jangan cukur) jenggot dan cukurlah kumis kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 5892)

2. Hadits dari Abu Hurairah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Artinya: “Cukurlah kumis dan biarkanlah (jangan dicukur) jenggot kalian. Selisihilah orang-orang Majusi.” (HR. Muslim no. 260)

3. Hadits dari ‘Aisyah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ …

Artinya: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, memelihara jenggot, …” (HR. Muslim no. 261)

Ibnu Hajar menyatakan bahwa orang-orang Majusi ada yang memotong pendek jenggot mereka dan ada juga yang mencukurnya habis (Fathul Bari [10/349]).

Walaupun memelihara jenggot merupakan perkara yang disyariatkan dalam Islam, namun tidak otomatis hukumnya wajib atau ulama sepakat atas kewajibannya. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ada beberapa pembahasan terkait memelihara jenggot ini, dan yang terpenting di antaranya adalah tentang (1) memanjangkan dan melebatkan jenggot dengan treatment tertentu, (2) memotong jenggot yang panjangnya melebihi genggaman tangan, dan (3) mencukur habis jenggot.

Memanjangkan dan Melebatkan Jenggot dengan Treatment Tertentu

Ibn Daqiq al-‘Ied berkata:

لَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ

Artinya: “Saya tidak mengetahui ada orang yang memahami perintah Nabi dalam sabda beliau, ‘peliharalah jenggot’ dengan kebolehan memberikan treatment tertentu agar jenggot tersebut tumbuh lebat, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.” (Fathul Bari [10/351]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224])

Jadi, bagi yang memang dari sononya tidak punya jenggot, tidak usah sedih, dan tidak usah juga membeli penumbuh jenggot berharga mahal untuk merealisasikan perintah Nabi ini. Perintah memelihara jenggot ini hanya untuk yang dikaruniai jenggot oleh Allah ﷻ.

Memotong Jenggot yang Melebihi Genggaman Tangan

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Berikut sedikit gambarannya:

1. Tidak boleh memotong jenggot, walaupun panjangnya melebihi genggaman tangan. Yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Imam an-Nawawi. Beliau menyatakan bahwa kebolehan memotong jenggot yang melebihi genggaman tersebut bertentangan dengan zhahir hadits yang memerintahkan membiarkannya (tidak mencukurnya). (Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224])

2. Boleh memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyyah. Mereka melandasi pendapatnya ini dengan atsar dari Ibn ‘Umar:

إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ

Artinya: “(Ibnu ‘Umar) ketika berhaji atau ber-‘umrah beliau menggenggam jenggotnya, dan yang melebihi genggaman tersebut beliau potong.” (HR. Al-Bukhari no. 5892)

Terkait riwayat dari al-Bukhari di atas, Mushthafa al-Bugha memberikan ta’liq-nya, bahwa yang dimaksud dengan fadhala adalah ‘melebihi dari genggaman’ dan akhadzahu artinya qashshahu (memotongnya).

Secara terperinci, kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak makruh hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan ini yang dinyatakan oleh Imam Ahmad (Syarh Muntaha al-Iradat [1/44]; Nailul Ma-arib [1/57]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah[35/225]).

Sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah (al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Ada juga pendapat dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan wajib memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya (tidak memotongnya) (Hasyiyah Ibn ‘Abidin [2/417]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Adapun memotongnya lebih pendek dari genggaman tangan, maka Ibn ‘Abidin berkata, ‘tidak ada seorangpun yang membolehkannya’ (Hasyiyah Ibn ‘Abidin [2/418]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225])

3. Jenggot tidak dipotong kecuali jika jenggot tersebut semrawut (tidak rapi) karena begitu panjang dan lebatnya. Pendapat ini dinukil oleh ath-Thabari dari al-Hasan dan ‘Atha. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn Hajar, dan menurut beliau karena alasan inilah Ibn ‘Umar memotong jenggotnya. ‘Iyadh berkata bahwa memotong jenggot yang terlalu panjang dan lebat itu baik, bahkan dimakruhkan membiarkan jenggot yang terlalu panjang dan lebat sebagaimana dimakruhkan memendekkannya (Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).

Salah satu dalil yang digunakan oleh yang berpendapat seperti ini adalah hadits:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا

Artinya: “Sesungguhnya Nabi ﷺ dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, ‘ini hadits gharib’)

Tentang hadits ini, Ibn Hajar dalam Fathul Bari [10/350] memuat pernyataan al-Bukhari tentang ‘Umar ibn Harun (periwayat hadits ini), ‘saya tidak mengetahui hadits munkar darinya, kecuali hadits ini’. Ibn Hajar juga menyatakan bahwa sekelompok ulama mendhaifkan ‘Umar ibn Harun secara mutlak.

Mencukur Habis Jenggot

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225-226] dinyatakan bahwa mayoritas fuqaha, yaitu kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyyah mengharamkan mencukur habis jenggot. Di al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa kalangan Malikiyyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur habis jenggot, sedangkan kalangan Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim.

Kelompok yang mengharamkan ini beralasan bahwa mencukur habis jenggot bertentangan dengan perintah Nabi ﷺ untuk memeliharanya. Dan Ibn ‘Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya (sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya) menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang membolehkan memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan (al-akhdzu minal lihyah duunal qabdhah), sedangkan mencukur habis jenggot (halqul lihyah) lebih dari itu (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]). Maksudnya, memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan saja tidak boleh, apalagi mencukur habis jenggot tersebut.

Dalam Hasyiyah ad-Dusuqi [1/90] dinyatakan, ‘Haram bagi seorang laki-laki mencukur habis jenggot dan kumisnya, dan orang yang melakukan itu diberi sanksi ta’dib’.

Berbeda dengan jumhur fuqaha, pendapat yang lebih rajih dari kalangan Syafi’iyyah menyatakan bahwa mencukur habis jenggot hukumnya makruh (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]). Syaikh Wahbah az-Zuhaili, ulama besar kontemporer bermadzhab Syafi’i, di kitab beliau al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], juga menyatakan hal yang sama, bahwa mencukur habis jenggot menurut madzhab Syafi’i hukumnya makruh tanzih.

Az-Zuhaili juga menukil pernyataan an-Nawawi tentang sepuluh kebiasaan yang dimakruhkan terkait dengan jenggot, dan salah satunya adalah mencukur habisnya. Dikecualikan dari hal ini, jika jenggot tersebut tumbuh pada seorang perempuan, maka mustahab mencukurnya habis (Syarh Shahih Muslim [3/149-150]; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462]).

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Slamet Setiawan

Sholat Sendirian Setelah Adzan

Assalamualaikum ustadz/ah…
Adzan di masjid tapi ga ada satupun yg datang
Trus Shalat sendirian di masjid
Apakah masih dlm kategori shalat sendirian atau masuk salam kategori shalat berjama’ah? # i-11

Jawaban
————–

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Bismillah wal Hamdulillah ..
Orang yang berniat ingin shalat berjamaah di masjid, tetapi sesampainya di sana dia tertinggal jamaah atau seorang diri, tak ada satu pun manusia mendatangi masjid kecuali dirinya, maka Allah Ta’ala tetap memberikannya nilai pahala berjamaah. Hal ini dengan syarat dia tidak menyengaja untuk berlambat-lambat menuju masjid.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wa Sallam bersada:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا

يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia pergi ke mesjid (untuk berjamaah) dan dia lihat jamaah sudah selesai, maka ia tetap mendapatkan seperti pahala orang yang hadir dan berjamaah, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.”   (HR. An Nasa’i No. 855, Abu Daud No. 564, Ahmad No. 8590, Al Hakim No. 754, katany shahih sesuai syarat Imam Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6163)

Berkata Imam Abul Hasan Muhammad Abdil Hadi As Sindi Rahimahullah:

ظَاهِره أَنَّ إِدْرَاك فَضْل الْجَمَاعَة يَتَوَقَّف عَلَى أَنْ يَسْعَى لَهَا بِوَجْهِهِ وَلَا يُقَصِّر فِي ذَلِكَ سَوَاء أَدْرَكَهَا أَمْ لَا فَمَنْ أَدْرَكَ جُزْء مِنْهَا وَلَوْ فِي التَّشَهُّد فَهُوَ مُدْرِك بِالْأَوْلَى وَلَيْسَ الْفَضْل وَالْأَجْر مِمَّا يُعْرَف بِالِاجْتِهَادِ فَلَا عِبْرَة بِقَوْلِ مَنْ يُخَالِف قَوْله الْحَدِيث فِي هَذَا الْبَاب أَصْلًا .

 “Secara zhahir, hakikat keutamaan jamaah adalah dilihat dari kesungguhan dia untuk melaksanakannya, tanpa memperlambat diri atau menunda-nunda. Jika demikian, ia tetap dapat pahala jamaah, baik sempat bergabung dengan jamaah atau tidak. Maka, barang siapa yang mendapatkan jamaah sedang tasyahud, maka pahalanya sama dengan yang ikut sejak rakat pertama. Adapun urusan pahala dan keutamaan tidak dapat diketahui dengan ijtihad. Jadi, sepatutnya kita tidak peduli dengan pendapat yang bertentangan dengan hadits-hadits di atas.”  (Syarh Sunan An Nasa’i, 2/113. Syamilah)
Demikian.

Wallahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Farid Nu’man

Bekal Apa yang Kita Bawa Untuk Masuk Surga?

Sudahkah kita mulai menakar diri, seberapa bekal yang sudah kita bawa untuk perjumpaan nanti.
Bersegera kita menyadari bahwa hidup ini tak akan abadi.

Mungkin saja esok kita tiada atau lusa sudah tak bernyawa.
Namun diri masih saja terlena oleh kesia-siaan belaka.

Banyak canda dan tawa untuk mengisi hari-hari kita.
Banyak bertopang dagu dan membawa angan yang tak menentu.
Terkadang merenda mimpi tanpa berusaha merealisasi.
Semua kosong selayaknya rumah tak berpenghuni.

Ada dua kehidupan yang akan kita lewati.
Dunia fana dan akhirat nan abadi.
Dua kehidupan yang tiada berpadanan.
Namun semuanya butuh bekalan agar tak dirudung kesulitan.

Perjalanan di dunia tak lain ketika manusia menjalani kehidupan saat nyawa masih di kandung badan.
Namun manusia juga harus bersiap menuju kehidupan yakni berangkat dari dunia menuju hidup yang tak berkesudahan.

Seperti itulah tabiat kehidupan manusia.

*Dalam tafsir Ar Razi*, 5/68 disebutkan lima perbandingan antara bekal di dunia dan bekal dari dunia.

1. Perbekalan kita dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi.

Tetapi perbekalan kita untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.

2. Perbekalan kita dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang sifatnya sementara.

Tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada habisnya.

3. Perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita akan mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan.

Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.

4. Perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan.

Sementara perbekalan dalam perjalanan dari dunia, memiliki karakter kita akan lebih banyak menerima lebih dekat dengan tujuan.

5. Perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu.

Sementara perbekalan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan.

Wallahu musta’an.

Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

Senam Pake Musik

Assalamu alaikum ustadz,  mau tanya bagaimana hukumnya jika berolah raga (senam aerobic) menggunakan musik..walaupun niatnya cuma untuk olahraga? Member I 07

Jawaban
————–

و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Bismillah wal Hamdulillah ..
Islam, sebagai agama yg syaamil (sempurna) tentu memperhatikan semua aspek dlm diri manusia, termasuk kebutuhan fisik thdp hal hal yang dapat menjaga kesehatan dan kebugarannya, baik bahi pria dan wanita. Olah raga adalah sarana yang dibolehkan,  selama tidak membahayakan dan memperhatikan adab-adabnya, apalagi bagi wanita.

Di antara adab-adabnya -khususnya bagi wanita- adalah tetap menutup aurat scr sempurna, tidak seksi, jauh dari mata laki-laki, apalagi olah raga dengan gerakan sgt dinamis seperti renang, senam, dan aerobic. Hendaknya dicari ruang privat khusus wanita.

Mengingat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang wanita berlenggaklenggok di hadapan laki-laki yang bukan mahram. Dan, Senam dan aerobic lebih dari sekedar lenggak lenggok. Sayangnya justru senam bersama diruang terbuka antara laki dan wanita justru menjadi trend. Bahkan para muslimah yang katanya aktifis Islam, ikut2an menggalakkannya.

Ada pun musik, kembali kepada masalah hukum musik itu sendiri, yg mayoritas ulama mengharamkan, sebagian lain membolehkan tp bersyarat seperti Ibnul Arabiy, Al Fakihani, Al Ghazali, Al Qaradhawi, Abu Zahrah, dll, yaitu hendaknya tidak melalaikan, bukan musik2 yang biasa dipakai ahli maksiat, tidak dibarengi oleh hal-hal munkar.

Namun, mnggunakan pengiring lagu tanpa musik lebih utama, seperti senam Ruhul Jadid misalnya.

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Farid Nu’man

Syiah (2)

Artikel berjudul ‘Siapakah Syi’ah’ ditulis dengan asumsi awal bahwa seluruh peserta grup telah bersepakat akan kesesatan ajaran syi’ah. Persoalannya kemudian adalah bagaimana kontribusi kita untuk dapat mengobati mereka yang terjangkiti wabah virus syi’ah. Pengobatan tidak bisa dilakukan sebelum kita mengetahui sumber persoalannya, dan sumber persoalan itu ada pada metodologi dan struktur keilmuan syi’ah. Jangankan syi’ah, aliran sesat seperti ‘lia eden’, yang dipimpin oleh seorang wanita yang kurang waras pun diikuti oleh bukan sembarang orang, minimal diketahui diikuti juga oleh sekaliber profesor.

Maka bagaimana metodologi umat Islam dalam menuntut ilmu adalah menjadi sesuatu yang jauh lebih penting, karena persoalan kehidupan tidak hanya satu, sementara metodologi yang benar akan memudahkannya untuk melakukan filterisasi terhadap seluruh arus informasi sebelum menjadikannya ilmu dan membentuk struktur berpikir di dalam jiwanya. Mengobati dengan mengetahui persoalan utamanya akan jauh lebih efektif, terlebih ketika cara kita dalam mengobati sesuatu terus menerus saling disempurnakan dalam kebersamaan kita, diperkaya dengan pengalaman dari seluruh sahabat-sahabat Group Manis yang akan meningkatkan kualitas kebersamaan kita dalam mempertahankan kemurnian aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Maka tulisan terkait Syi’ah memang tidak akan cukup dengan satu tulisan pembuka tersebut dan hal yang lebih penting berikutnya adalah bagaimana kita pun dapat menjawab syubhat-syubhat yang dipropagandakan syi’ah secara ilmiah. Insya Allah, tulisan berikutnya dengan tema yang lebih mendalam akan dituliskan.

Referensi dalam tulisan tersebut seluruhnya diambil dari para pembela ahlus sunnah yang telah mengkaji perbandingan antara Sunni – syi’ah dalam waktu yang lama. Nama-nama yang dikutip dikenal sebagai ulama yang juga terlibat dan berkontribusi aktif membela Aqidah Ahlus Sunnah dari ragam penyimpangan manusia. Sebagai contoh Prof. Dr. Ahmad bin Sa’ad al-Ghamidi. Buku yang ditulisnya betul-betul merupakan hasil diskusi dan surat-menyurat dengan seorang yang juga Guru Besar dari negeri syi’ah iran, bahkan mengajar di 8 universitas di negeri tersebut.

Prof. Dr. Muhammad al-Qazwini. Dengan semangat taqiyah-nya, al-Qazwini mengunjungi Syaikh al-Ghamidi pada bulan Ramadhan 1423H untuk tujuan awal dialog dan taqrib antara Sunni dan syi’ah. Ketika Syaikh al-Ghamidi menyetujuinya, sejak saat itulah hingga dua tahun kemudian, surat-menyurat di antara mereka terus berlangsung secara intens, dan syaikh al-Ghamidi berhasil mempertahankan pendapatnya secara ilmiah dan penuh hikmah terhadap seluruh hujjah yang disampaikan oleh orang syi’ah tersebut.

Berikutnya Syaikh asy-Syatsri, beliau sebagai pengajar tetap di Masjid Quba, Saudi Arabia, telah melahirkan karya untuk menjawab seluruh syubhat yang dipropagandakan syi’ah, tidak dengan dalil-dalil Ahlus Sunnah, namun seluruhnya menggunakan referensi kitab-kitab mu’tabar syi’ah, sehingga umat mengetahui begitu rapuhnya struktur ilmu mereka, bahkan pertentangan demi pertentangan hadir dalam sejarah mereka, sehingga tidak mengherankan jika syi’ah terpecah dalam kelompok-kelompok sekte dalam jumlah yang cukup banyak.

Imam Syahrastani dalam kitabnya yang membahas aliran-aliran dalam Islam, bahkan membagi syi’ah kepada lebih dari 30 golongan.

Perbedaan yang membesar berawal dari ketidaksepakatan akan siapa yang tepat sebagai pengganti Husain.

Aqidah syi’ah yang mengagungkan taqiyah akan membuat sulit bagi mereka yang berkeinginan ‘tabayun’, karena bagi umat Islam yang awam, dan tidak memiliki pondasi aqidah dan bahasa yang kuat, dikhawatirkan akan dengan mudah jatuh kedalam pelukan syi’ah, sementara para ulama otoritatif pun telah pernah mencoba model pendekatan seperti ini dengan seluruh kapasitas yang mereka miliki, dan kemudian berakhir dengan kekecewaan demi kekecewaan.

=======
Maraji’
1] Drs. KH. Moh. Dawam Anwar, Katib Aam PBNU
1994-1998, dalam makalahnya berjudul “Inilah Haqiqat
Syi’ah”.
2] KH. Thohir Abdullah al-Kaff, Mantan Ketua Yayasan Al-
Bayyinat Bidang Dakwah, dalam makalahnya berjudul
“Perkembangan Syi’ah di Indonesia”.

Oleh: Ustadz DR. Wido Supraha

Syiah (1)

Syi’ah berarti pendukung, pembela. Syi’ah Ali adalah Pendukung Ali r.a., Syi’ah Mu’awiyah adalah pendukung Mu’awiyah r.a. Namun baik Syi’ah Ali maupun Syi’ah Muawiyah di masa itu keduanya Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena aqidah dan fahamnya sama, Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Namun setelahnya Syi’ah kemudian berkembang dari aliran politik menjadi aliran aqidah dan fiqh baru yang menyesatkan.

Sumber rujukan Syi’ah ada 4 Kitab (Al-Kutub al Arba’ah):
1. Al-Kaafi (16.199 hadits) ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad bin Ya’kub bin Ishak al-Kulaini (wafat 329H)

2. Man La Yadhurruh al-Faqih (6.593 hadits) ditulis oleh Abu Ja’far Ash-Shaduq Muhammad bin Ali Babawaih (wafat 381H)

3. At-Tahdzib (13.590 hadits) ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan Ali ath-Thusi (wafat 460H)

4. Al-Istibshar (6.531 hadits) ditulis oleh Abu Ja’far Ath-Thusi (Syaikhut Thaifah)

Keempat kitab ini terus diproduksi hingga hari ini, sehingga salah satu kitab Syi’ah berjudul Al-Muraja’at ditulis oleh Abd Husein Syarafuddin al-Musawi, diterjemahkan oleh MIZAN dengan judul “Dialog Sunnah Syi’ah” menegaskan bahwa keempat kitab tersebut telah sampai kepada kita dengan mutawatir, isinya shahih tanpa

Keraguan. Syi’ah kemudian berpecah menjadi banyak firqah: Syi’ah 7, Syi’ah 12, Syi’ah 12 Ja’far, Hasyimiyah, Hamziyah, Manshuriyah, Mughiriyah, Harbiyah, Khatthabiyah, Ma’mariyah, Bazighiyah, Sa’idiyah, Basyiriyah, ‘Albaiyah, Hisyamiyah, Ruzamiyah, Nu’maniyah, Musailamiyah, Isma’iliyah, Waqifiyah, Mufawwidhah, Ghurabiyah, Kamiliyah, Nushairiyah,

Ishaqiyah. Perbedaan yang banyak ini dijelaskan oleh Fakhruddin ar-Razi dalam Al-Muhashshal, “Ketahuilah bahwa adanya perbedaan yang sangat besar seperti tersebut di atas, adalah merupakan satu bukti konkret tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah banyak tentang Imam yang Duabelas seperti yang mereka klaim itu.”

Inti ajaran Syi’ah terlihat hanya terpusat pada masalah Imam saja, dan tidak boleh diluar dari nama-nama yang mereka yakini

Syi’ah yang berkembang pesat hari ini adalah Syi’ah Imamiyah Dua Belas, karena telah menjadi mayoritas di Iran, Irak, Suriah, Libanon, dan negara lainnya.

Meyakini bahwa kepemimpinan ada pada 12 Imam:
1. ‘Ali bin Abi Thalib
2. Hasan bin ‘Ali
3. Husein bin ‘Ali
4. Ali Zain al-Albidin
5. Muhammad al-Baqir
6. Jafar al-Shadiq
7. Musa al-Kazhim
8. Ali al-Ridha
9. Muhammad al-Jawwad
10. Ali al-hadi
11. Al-Hasan al-Askari
12. Muhammad al-Muntazhar

Muhammad al-Muntazhar dikisahkan ketika masih kecil hilang dalam gua yang terletak di Masjid Samarra, Iraq. Mereka meyakini akan hilangnya untuk sementara dan akan kembali sebagai al-Mahdi untuk langsung memimpin umat. Nama lainnya Imam Tersembunyi (Al-Imam al-Mustatir) atau Imam yang dinanti ( Al-Imam al-Muntazhar). Periode menanti kehadirannya disebut Al-Ghaibah al-Kubra , diisi oleh kepemimpinan raja, imam dan ulama mujtahid Syi’ah.

Syi’ah Imamiyah mengklaim bahwa Al-Qur’an saja tidak cukup untuk menerangkan agama, perlu adanya seorang imam. Kebanyakan ulama mereka terdahulu mengklaim bahwa Al-Qur’an itu kurang karena pengurangan, sehingga tentu ada kemungkinan penambahan. Mereka juga mengklaim dari sekitar 10.000 sahabat Nabi Saw hanya 4 orang saja yang tidak mengkhianati Rasulullah Saw. Maka mereka telah meyakini bahwa Islam telah gagal sejak kali pertama, juga kegagalan Rasulullah Saw dalam mendidik!

Maka tidak heran kalau mereka memiliki banyak teori baru dalam akidah seperti Kemakshuman para Imam, Bada’ (Mengetahui hal yang Ghaib), Raj’ah (Reinkarnasi), dan Taqiyah (Kepura-puraan)

Sebuah keyakinan jika tidak dibangun di atas wahyu maka yang terjadilah adalah kerusakan metodologi dan pondasi berfikir.

=======
Maraji’
1] Drs. KH. Moh. Dawam Anwar, Katib Aam PBNU
1994-1998, dalam makalahnya berjudul “Inilah Haqiqat
Syi’ah”.
2] KH. Thohir Abdullah al-Kaff, Mantan Ketua Yayasan Al-
Bayyinat Bidang Dakwah, dalam makalahnya berjudul
“Perkembangan Syi’ah di Indonesia”.

Oleh: Ustadz DR. Wido Supraha

RIYADHUS SHALIHIN (4)

Kedudukan Niat

– وعن أمير المؤمِنين أبي حَفْصٍ عمرَ بنِ الخطابِ بنِ نُفَيْلِ بنِ عبدِ العُزّى بن رياحِ بنِ عبدِ اللهِ بن قُرْطِ بن رَزاحِ بنِ عدِي بنِ كعب بنِ لُؤَيِّ بنِ غالبٍ القُرشِيِّ العَدويِّ – رضي الله عنه – ،

 قالَ : سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، يقُولُ :

 إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هجرته إلى الله ورسوله ، فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصيبُهَا ، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْه .

 مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ . رَوَاهُ إمَامَا الْمُحَدّثِينَ ، أبُو عَبْدِ الله مُحَمَّدُ بْنُ إسْمَاعيلَ بْن إبراهِيمَ بْن المُغيرَةِ بنِ بَرْدِزْبهْ الجُعْفِيُّ البُخَارِيُّ ، وَأَبُو الحُسَيْنِ مُسْلمُ بْنُ الحَجَّاجِ بْنِ مُسْلمٍ الْقُشَيريُّ النَّيْسَابُورِيُّ رضي اللهُ عنهما فِي صحيحيهما اللَّذَيْنِ هما أَصَحُّ الكُتبِ المصنفةِ .

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata,

“Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.

Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya.

Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih, yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian *AUDIO* di bawah ini.

Selamat menyimak.

Pemateri: Ustadz Arwani Amin Lc. MPH