🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹
📝 Khutbah Jum’at Oleh: Ustadz Deden A. Herndiassyah, M. Hum ( IKADI DIY)
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْغَنِيِّ الْحَمِيْدِ.
أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلٰى مَا أَوْلاَهُ مِنَ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِكْرَامِ وَالتَّأيِيْد
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلَى اْلاِيْمَانِ والتَّوْحِيْدِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ مِنْ صَالِحِ الْعَبِيْدِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
أَمّا بَعد،
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ،
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُسْلِمُون
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah!
Dahulu, di hadapan Allah, iblis berikrar untuk membuat keturunan Adam jauh dari sikap syukur kepada Allah. Hal tersebut sebagaimana yang diinformasikan oleh Allah di dalam al-Quran:
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Q.s. al-A’raf: 16 – 17).
Para ulama menjelaskan bahwa kata syukur dalam ayat tersebut bermakna patuh dan tunduk kepada Allah. Dengan demikian, syukur memiliki hubungan yang erat dengan keimanan dan sikap tunduk kepada Allah. Dari makna itu kita memahami bahwa syukur bukan sekadar ucapan tahmid atas kondisi yang menyenangkan, perasaan bahagia, dan harapan yang terkabul. Lebih dari itu, syukur adalah ekspresi yang terwujud tindakan ketaatan dan penghambaan.
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah!
Panutan kita, Rasulullah Saw, telah mencontohkan ekspresi rasa syukurnya melalui shalat-shalat yang panjang di malam hari, hingga menyebabkan kedua kakinya bengkak. Kemudian Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah; mengapa Rasulullah melakukan ibadah yang sedemikian hebatnya padahal dosanya telah diampuni, baik yang lalu maupun yang akan datang. Menanggapi pertanyaan itu Rasulullah kemudian menjawab:
أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
Bukankah selayaknya aku menjadi hamba yang bersyukur? (H.r. al-Bukhari dan Muslim).
Ucapan Rasulullah tersebut semakin mempertegas bahwa syukur tidak sebatas ucapan lisan, tetapi lebih dari itu merupakan ekspresi dalam bentuk ketaatan dan penghambaan kepada Allah. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa shalat, sujud, rukuk, puasa, zikir, membaca al-Quran, sedekah, dan berbagai ibadah lainnya merupakan ekspresi kesyukuran kepada Allah. Semua itu merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada Allah atas segala rahmat dan nikmat yang tidak terbilang jumlahnya.
Kata syakur yang diucapkan oleh Rasulullah dalam sabdanya di atas memiliki makna yang sama dengan kata syakur dalam surah Saba ayat 13:
وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur. (Q.s. Saba: 13).
Dalam Tafsir al-Wajiz, Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa makna syakur dalam ayat di atas adalah melaksanakan ketaatan dan mengungkapkan rasa syukur atas nikmat dengan hati, lisan dan anggota badan. Syukur yang sempurna memang seharusnya melibatkan semua unsur yang ada di dalam diri kita. Sebagaimana yang juga diungkapkan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah, bahwa “syukur ialah terlihatnya tanda-tanda nikmat Allah pada lisan hamba-Nya dalam bentuk pujian, di hatinya dalam bentuk cinta kepada-Nya, dan pada anggota tubuh dalam bentuk tunduk dan taat.”
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah!
Sebagai upaya untuk menghadirkan rasa syukur kepada Allah, setidaknya kita perlu memiliki tiga kualitas diri.
Pertama, sikap qana’ah, yaitu menerima dengan penuh keridhaan segala pemberian Allah, baik sedikit maupun banyak. Merasa cukup atas pemberian Allah akan membuat kita lebih mudah untuk bersyukur. Sikap ini dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah telah menakar dengan bijaksana setiap pemberian rezeki untuk hamba-hamba-Nya.
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاءُ وَيَقْدِرُ ۗاِننَّه كَانَ بِعِبَادِه خَبِيْرًا بَصِيْرًا
Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Q.s. al-Isra`: 30).
Rizki yang lapang maupun rezeki yang terbatas bagi seorang hamba merupakan ketetapan Allah yang telah ditakar dengan kebijaksanaan Allah yang sempurna. Dengan demikian seberapa pun rezeki yang Allah berikan sangat patut untuk disyukuri.
Kedua, tidak membanding-bandingkan rezeki yang dimiliki dengan rezeki orang lain yang lebih banyak. Rasulullah telah memperingatkan kita agar tidak melakukan hal tersebut. Sebagaimana yang telah disabdakannya:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ
Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. (H.r. al-Bukhari dan Muslim).
Membanding-bandingkan rezeki yang dimiliki dengan rezeki orang lain yang lebih banyak akan membuat pemberian dari Allah jadi tampak remeh. Jika sudah begitu, maka sulit bagi kita untuk bersyukur kepada Allah. Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk melihat orang-orang yang keadaannya berada di bawah kita, supaya kita bisa lebih bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan. Faktanya, dalam kehidupan ini masih banyak orang-orang yang memiliki kekurangan, baik dari sisi harta maupun fisiknya. Mereka adalah orang-orang yang Allah takdirkan hanya diberi sedikit. Sungguh, kepada mereka kita seharusnya mematut diri.
Ketiga, memiliki pemahaman yang benar tentang rezeki. Banyak manusia yang memaknai rezeki sebatas pemberian Allah yang berupa materi, seperti uang, perhiasan, tempat tinggal, kendaraan dan lain sebagainya. Padahal semua hal yang bermanfaat bagi kehidupan dan dapat membahagiakan jiwa termasuk dalam cakupan rezeki. Bentuk rezeki bisa sangat beragam dan cakupannya sangat luas.
Pasangan hidup yang baik, keturunan yang saleh, tubuh yang sehat, tetangga yang baik, hati yang tenang, dan waktu yang lapang, semua itu merupakan rezeki. Sesungguhnya segala sesuatu yang melingkupi kehidupan kita merupakan pemberian yang terbaik dari Allah. Sehingga sudah sepatutnya kita memberikan balasan berupa kesyukuran semua hal dalam kehidupan. Namun, jika kita hanya memahami rezeki sebatas hal yang bersifat materi, maka akan menjadi sangat sempit ruang syukur kita.
Ma’asyiral muslimiin rahimakumullah!
Dengan ketiga hal tersebut mudah-mudah kita dapat menumbuhkan semakin kuat rasa syukur di dalam diri. Semakin sering kita memuji-muji Allah, semakin besar rasa cinta kepada Allah, dan semakin giat kita dalam melaksanakan berbagai ibadah untuk Allah. Itulah tanda kesyukuran yang sejati. Pada akhirnya, syukur akan menyebabkan bertambahnya nikmat dari Allah. Sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْددٌ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. (Q.s. Ibrahim: 7).
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشهَدُ أَن لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِه، وأَشهدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلى رِضْوَانِه.
أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَأَطِيْعُوْهُ فِي السِّرِّ وَالنَّجْوَى.
ثُمَّ صَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى الْهَادِي الْبَشِيْر، وَالسِّرَاجِ الْمُنِيْر، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ الْفَضْلِ الْكَبِيْر. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: «إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً»
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَـجِيْد، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعَيْن، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنـِّكَ وَكَرِمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ، وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات، وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَات.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّء الْأَسْقَامِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَة، وَالْمُعَافَاةِ الدَّائِمَة، فِي دِيْنِنَا وَدُنْيَاناَ وَأَهْلِنَا وَمَالِناَ.
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
أَقِيْمُوا الصَّلَاة
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130