🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
📝 Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi M.A
Sebagian Salaf mengatakan:
الغيبة تخرق الصيام، والاستغفار يرقعه، فمن استطاع منكم أن لا يأتي بصوم مخرق فليفعل
“Ghibah mengoyak puasa sedangkan istighfar menambalnya. Oleh karena itu, siapa di antara kalian yang mampu untuk tidak membawa puasa yang terkoyak, hendaklah dia lakukan.”
Kitab Jami’ul Ulum wal Hikam 2/139
Penjelasan:
Hati-hati dengan ghibah karena ghibah bisa menghabiskan dan mengoyak pahala puasa kita, sehingga kita tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali haus dan lapar. Cara mengurangi ghibah yaitu dengan mengurangi keingintahuan kita tentang urusan orang lain.
Karena begitu buruknya ghibah, Allah mengibaratkan pelakunya seperti memakan bangkai saudaranya sendiri, Allah berfirman:
لَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12).
Maksudnya sebagaimana kalian membenci bangkai secara naluriah, maka kalianpun harus membenci ghibah berdasarkan syariat, karena hukumannya lebih hebat dari sekedar memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Ini merupakan cara untuk menjauhkan diri dari padanya sebagai dari perbuatan tersebut, demikian dijelaskan di dalam tafsir “Ibnu Katsir”.
Ustman Bin Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Abu Barzah Al- Aslamiy, dia berkata Rasulullah saw bersabda,
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya namun keimanannya belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang muslim dan jangan pula mencari kesalahannya. Sebab siapa saja yang mencari kesalahan mereka, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya. Maka siapa saja yang Allah telah mencari kesalahannya, Allah tetap akan menampakkan kesalahannya meskipun dia ada di dalam rumahnya.” (Hadist shahih Riwayat Tirmidzi).
Orang yang suka ghibah walaupun dia suka beribadah, shalat dan puasanya hebat, tetapi karena ia banyak mencari kesalahan orang lain, akai ia akan datang di hari kiamat sebagai orang yang bangkrut; maka waspadalah terhadap penyakit lisan ini.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR. Muslim, no. 2581)
Lalu bagaimana cara bertaubat dari ghibah, apakah seseorang yang mengunjing harus memberi tahu tentang apa yang ia gunjingkan kemudian ia meminta maaf kepada orang yang dia ghibahi, atau cukup baginya ia beristighfar untuk dirinya dan orang lain yang ia gunjingi?
Ada dua pendapat tentang masalah ini:
Pendapat pertama: Dalam Mazhab asy Syafi’i, Abu Hanifah dan Malik, disyaratkan memberitahukan dan minta pembebasan dari orang yang ia bicarakan keburukannya. Yang mensyaratkan seperti ini berhujjah bahwa dosa itu berkaitan dengan hak hamba, maka dosa itu tidak bisa gugur kecuali meminta pembebasan darinya.
Pendapat kedua: Tidak ada syarat memberitahukan tindakan yang menodai kehormatannya, menuduh, mencaci atau menggunjingnya, tapi dia cukup memohon ampun kepada Allah atas tindakannya, menyebut orang yang digunjing di tempat dia menggunjingnya dengan nada yang berbeda dari gunjingannya dengan cara memujinya, menyebutkan kebaikan-kebaikannya dan kehormatan dirinya serta meminta ampunan baginya, sesuai dengan kadar gunjingannya.
Pendapat ini merupakan pilihan Syaikh Ibnu Taimiah; golongan ini beralasan bahwa pemberitahuan merupakan kerusakan semata dan sama sekali tidak ada maslahatnya, yang tidak menambah hasil apa-apa kecuali permusuhan dan kebencian diantara mereka.
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130