π Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I
πΏπΊπππΌππ·πΉ
Hal lain yang terkadang paling sering menipu banyak penghafal al-Qur’an saat ini adalah ketika mereka merasa bahwa hafalannya sudah lancar, baik kenyataannya memang benar-benar lancar atau justru malah sebaliknya. Jika saja walaupun seorang penghafal al-Qur’an merasa sudah lancar namun ia tetap bersungguh-sungguh dan beristiqamah menjaga dan terus membacanya, maka tentu saja tidak ada salahnya. Namun, jika ternyata dengan merasa sudah lancar itu akhirnya ia malah jarang memuraja’ah hafalannya, atau semangatnya tidak lagi seperti ketika ia berambisi untuk dapat menghafalnya dengan lancar, maka tentu saja yang demikian itu cukup berbahaya.
Ketika seorang penghafal al-Qur’an merasa memiliki hafalan yang sudah lancar, dan kenyataannya demikian adanya, hafalannya benar-benar lancar, setidaknya perasaan tersebut biasanya akan mempengaruhi semangatnya. Berapa banyak para penghafal yang merasa apa yang dihafalnya sudah lancar, kemudian mereka tidak mau banyak mengulang-ulangnya, akhirnya apa yang lancar itu kembali menjadi tidak lancar. Apalagi jika pada kenyataannya hafalannya itu tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya. Maka akan sangat mungkin hafalan tersebut benar-benar lenyap jika yang bersangkutan tidak segera menyadarinya.
Al-Ashma’i-sebagaimana disampaikan oleh al- Khathib al-Baghdadi di dalam al-Jami li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami’-pernah ditanya tentang hafalannya yang begitu kuat padahal teman-temannya sudah lupa, beliau menjawab:
Ψ―ΩΨ±ΩΨ³ΩΨͺΩ ΩΩΨͺΩΨ±ΩΩΩΩΨ§
“Ya, karena aku selalu mengulang-ulangnya sedangkan mereka meninggalkannya (tidak mau mengulang-ulangnya kembali).”
Perlu kami sampaikan lagi di sini bahwa tujuan akhir menghafal al-Qur’an itu bukan hanya bagaimana agar hafalan bisa lancar dengan selancar-lancarnya. Karena jika demikian, tentu bisa dipahami bahwa memuraja’ah atau mengulang-ulang hafalan itu menjadi tidak lagi wajib bagi mereka yang punya hafalan yang kuat dan benar-benar lancar. Lebih dari itu, tujuan menghafal al- Qur’an sebenarnya adalah bagaimana supaya apa yang dihafal itu terus-menerus dibaca, ditadabburi, dipahami dan diamalkan. Sehingga jika hanya karena merasa sudah lancar kemudian seorang penghafal tidak mau lagi mengulang-ulang hafalannya, maka justru berarti ia malah menjauh dari tujuan yang seharusnya ia capai itu.
Jadi, anda jangan hanya menjadikan kelancaran sebagai tujuan utama anda menghafal al-Qur’an. Jadikanlah salah satu tujuan pokok anda dalam menghafal al-Qur’an adalah untuk dapat banyak-banyak membacanya. Dengan begitu, insyallah hafalan yang anda miliki akan menjadi lancar dengan sendirinya, karena saking seringnya ia diulang. Berbeda jika anda justru menjadikan kelancaran sebagai tujuan utama, maka kemungkinan besar kesungguhan anda akan menurun ketika hafalan itu sudah benar-benar lancar dan melekat kuat walaupun tidak diulang.
Ketika hafalan al-Qur’an yang anda miliki itu sudah benar-benar lancar, maka seharusnya anda justru menjadikannya sebagai dzikir yang terus-menerus anda ucapkan lewat bibir atau anda ulang-ulang di dalam hati, walau bagaimana pun keadaan anda, kapan pun dan di mana pun selagi diperkenankan. Bahkan-sebagaimana dikatakan oleh Muhammad ibn Sa’id ibn Ruslan di dalam Afat al-‘Ilm-inilah salah satu kebiasaan para ulama terdahulu dalam menjaga hafalannya. Maka, jadikanlah hati anda selalu mengingat al-Qur’an dan bibir anda selalu basah dengan bacaannya. Inilah sebenarnya kenikmatan yang seharusnya menjadi dambaan setiap penghafal al-Qur’an. Sehingga tidak ada gerak langkahnya, juga tidak ada sikap dan perbuatannya kecuali selalu berjalan searah dengan al-Qur’an yang selalu dibaca dan diulang- ulangnya.
Jika posisi anda ternyata masih dalam proses menghafal, maka sebisa mungkin anda tidak hanya fokus bagaimana melancarkan hafalan yang masih rapuh, tetapi juga harus dapat menunaikan hak-hak hafalan anda yang sudah lancar dengan cara tetap mengulang-ulangnya sesuai dengan jadwal dan kadar yang telah
anda tentukan. Mengingat kebanyakan para penghafal al-Qur’an, karena sibuknya menambah hafalan atau memperbaiki kualitas hafalan yang masih lemah, akhirnya mereka mengabaikan kewajiban mereka untuk mengulang hafalan yang sudah lancar, sehingga pada akhirnya apa yang sudah lancar pun kembali seperti semula, banyak yang lupa. Maka, agar hal seperti ini tidak terjadi pada diri anda, buatlah perencanaan yang baik terkait kapan anda harus menambah hafalan, kapan harus memperlancar hafalan yang belum lancar, termasuk juga kapan anda harus mengulang hafalan yang memang sudah lancar.
Wallahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq
πππΈπππΈπππΈ
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
π±Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
π° Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678