Bersuci Istinja Cebok Bersih Najis

Wudhu Dengan Air Seukuran Bak atau Gayung, Bolehkah? Apakah dikucurkan atau bolehkah dikobok ke dalamnya?

๐Ÿ“ Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan, S.S.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ‚๐Ÿ€๐ŸŒผ๐Ÿ„๐ŸŒท๐ŸŒน

Bismillahirrahmanirrahim al Hamdulillah wash Shalatu was Salamu โ€˜ala Rasulillah wa Baโ€™d:

Wudhu dengan air di bak mandi, selama air tersebut suci dan mensucikan adalah Boleh dan SAH. Hal ini berdasarkan beberapa hadits berikut:

Pertama. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽุบู’ุณูู„ู ุฃูŽูˆู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽุบู’ุชูŽุณูู„ู ุจูุงู„ุตู‘ูŽุงุนู ุฅูู„ูŽู‰ ุฎูŽู…ู’ุณูŽุฉู ุฃูŽู…ู’ุฏูŽุงุฏู ูˆูŽูŠูŽุชูŽูˆูŽุถู‘ูŽุฃู ุจูุงู„ู’ู…ูุฏู‘ู

Nabi ๏ทบ membasuh, atau mandi dengan satu sha’ hingga lima mud, dan berwudhu dengan satu mud. [1]

Satu mud itu tidak banyak, Imam Al โ€˜Ainiy mengatakan 1,3 Rithl Iraq (Rithl itu bukan liter), sebagaimana pendapat Imam Asy Syafiโ€™i dan ulama Hijaz. Ada yang mengatakan 2 Rithl yaitu Imam Abu Hanifah dan ulama Iraq.[2]

Sementara Imam Ash Shanโ€™ani menjelaskan dengan lebih sederhana yaitu sepenuh dua telapak tangan manusia berukuran sedang dengan telapak tangan yang dibentangkan (madda), dari sinilah diambil kata mud.[3]

Satu mud ini adalah cukup, jangan dikurangi lagi. Imam Al Munawiy mengatakan: โ€œMaka, sunahnya adalah tidak kurang dari itu dan jangan ditambah bagi orang yang ukuran badannya seperti badannya (Rasulullah ๏ทบ). [4]

Ini menunjukkan air seukuran gayung pun boleh dipakai dan sah, selama suci dan mensucikan.

Kedua. Hadits lainnya adalah:

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ุณูŽุนููŠุฏู ุงู„ู’ุฎูุฏู’ุฑููŠู‘ู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ููŠู„ูŽ ู„ูุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽู†ูŽุชูŽูˆูŽุถู‘ูŽุฃู ู…ูู†ู’ ุจูุฆู’ุฑู ุจูุถูŽุงุนูŽุฉูŽ ูˆูŽู‡ููŠูŽ ุจูุฆู’ุฑูŒ ูŠูุทู’ุฑูŽุญู ูููŠู‡ูŽุง ุงู„ู’ุญููŠูŽุถู ูˆูŽู„ูŽุญู’ู…ู ุงู„ู’ูƒูู„ูŽุงุจู ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽุชู’ู†ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุงุกู ุทูŽู‡ููˆุฑูŒ ู„ูŽุง ูŠูู†ูŽุฌู‘ูุณูู‡ู ุดูŽูŠู’ุกูŒ

Dari Abu Saโ€™id Al Khudri, bahwa ditanyakan kepada Rasulullah ๏ทบ: โ€œApakah kami boleh berwudhu dari sumur budhaaโ€™ah, yaitu sumur yang kemasukan Al Hiyadh (pembalut wanita), daging anjing, dan An Natnu (bau tidak sedap).โ€ Lalu Rasulullah ๏ทบ menjawab: โ€œAir itu adalah suci, tidak ada sesuatu yang menajiskannya.โ€ [5]

Hadits ini menunjukkan hukum dasar air adalah suci, dan tidak ada apa pun yang dapat menajiskannya. Bahkan Imam Malik Rahimahullah mengatakan walau airnya sedikit, selama sifat sucinya belum berubah, baik warna, aroma, dan rasa.

Imam Ash Shanโ€™ani Rahimahullah mengatakan: โ€œDengan hadits ini, Imam Malik berdalil bahwa sesungguhnya air tidak menjadi najis dengan terkenanya air itu dengan najis โ€“walau air itu sedikit- selama salah satu sifatnya belum berubah.โ€ [6] Tapi, para ulama mengoreksi pendapat Imam Malik, bahwa hadits tersebut adalah khusus untuk sumur Budhaaโ€™ah yang memang berukuran besar, sebagaimana keterangan Syaikh Abul โ€˜Ala Al Mubarkafuriy berikut:

“Taโ€™wilnya adalah bahwa air yang kalian tanyakan adalah tentang air sumur Budhaaโ€™ah, maka jawabannya adalah itu khusus, bukan untuk umum sebagaimana pertanyaan Imam Malik. Selesai. Jika Alif dan Lam (pada kata Al Maaโ€™/air) menunjukkan jenis, maka hadits ini adalah spesifik (khusus) menurut kesepakatan sebagaimana Anda lihat (tidak ada sesuatu yang menajiskannya) karena banyaknya, sesungguhnya sumur budhaaโ€™ah adalah sumur yang banyak airnya, lebih dari dua qullah, maka terkena semua hal ini tidaklah merubahnya, dan air yang banyak tidaklah menjadi najis karena sesuatu selama belum terjadi perubahan.” [7]

Ummu โ€˜Umarah bercerita:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจูู‰ู‘ูŽ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุชูŽูˆูŽุถู‘ูŽุฃูŽ ููŽุฃูุชูู‰ูŽ ุจูุฅูู†ูŽุงุกู ูููŠู‡ู ู…ูŽุงุกูŒ ู‚ูŽุฏู’ุฑู ุซูู„ูุซูŽู‰ู ุงู„ู’ู…ูุฏู‘ู

Bahwa Nabi ๏ทบ berwudhu dengan dibawakan untuknya di bejana berisi air seukuran 2/3 mud. [8]

Ketiga, Hadits lainnya:

ุนูŽู†ู’ ุนูุจูŽูŠู’ุฏู ุจู’ู†ู ุนูู…ูŽูŠู’ุฑู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชูู†ููŠ ุฃูŽุบู’ุชูŽุณูู„ู ุฃูŽู†ูŽุง ูˆูŽุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูู†ู’ ู‡ูŽุฐูŽุง ููŽุฅูุฐูŽุง ุชูŽูˆู’ุฑูŒ ู…ูŽูˆู’ุถููˆุนูŒ ู…ูุซู’ู„ู ุงู„ุตู‘ูŽุงุนู ุฃูŽูˆู’ ุฏููˆู†ูŽู‡ู ููŽู†ูŽุดู’ุฑูŽุนู ูููŠู‡ู ุฌูŽู…ููŠุนู‹ุง ููŽุฃููููŠุถู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฑูŽุฃู’ุณููŠ ุจููŠูŽุฏูŽูŠู‘ูŽ ุซูŽู„ูŽุงุซูŽ ู…ูŽุฑู‘ูŽุงุชู ูˆูŽู…ูŽุง ุฃูŽู†ู’ู‚ูุถู ู„ููŠ ุดูŽุนู’ุฑู‹ุง

Dari โ€˜Ubaid bin โ€˜Umair, bahwa โ€˜Aisyah Radhiyallahu anha berkata, โ€œ Aku menyaksikan diriku mandi bersama Rasulullah ๏ทบ dari ini, – yaitu sebuah bejana kecil tempat yang berukuran satu shaaโ€™ atau lebih kecil- kami menyelupkan tangan kami seluruhnya, aku mencelupkan dengan tanganku pada kepalaku tiga kali dan aku tidak menguraikan rambut.โ€ [9]

Maka, dari hadits-hadits ini dapat disimpulkan bahwa wudhu dengan air seukuran bak mandi adalah sah, begitu pula dengan memakai gayung, yang penting tetap pada prinsip โ€œsuci dan mensucikanโ€, tidak ada perubahan sifat dasar sucinya, walau volume bak itu tidak sampai dua qullah. Ada pun jika sudah ternoda najis dan merubah salah satu sifat dasarnya maka tidak boleh wudhu dengannya.

Namun, dalam madzhab Syafiโ€™i, wudhu dengan air di wadah yang sedikit (misal gayung) tidaklah dengan mencelupkan (mengkobok) tangan ke wadah tersebut, tetapi hendaknya dikucurkan, agar tidak menjadi air mustaโ€™mal.

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menyebutkan tentang pendapat Syafiโ€™iyyah:

โ€œKesimpulannya, tidak sah bersuci dengan air mustaโ€™mal yang sedikit untuk keperluan menghilangkan hadats dan membersihkan najis. Jika seorang yang berwudhu memasukkan tangannya ke air yang sedikit (misal di gayung, pen) setelah mencuci wajahnya, maka air yang tersisa tersebut adalah mustaโ€™mal.โ€ [10]

Bersuci dengan air musta’mal tidaklah sah menurut madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Hambali. Sebab air tersebut suci tapi tidak mensucikan. Namun sah bagi Maliki dan Zhahiri.

Imam Ibnu Mundzir Rahimahullah mengatakan: โ€œPara ulama telah ijmaโ€™ bahwa air yang sedikit dan banyak, jika terkena najis lalu berubah rasa, atau warna, atau aroma, maka dia menjadi najis selama seperti itu.โ€ [11]

Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Rahimahullah mengatakan: โ€œPara ulama telah ijma’ bahwa air yang telah berubah salah satu sifatnya yang tiga itu, maka menjadi najis, walau air itu sebanyak lautan.โ€ [12]

Kesimpulan:

– Berwudhu dengan volume air sebesar bak mandi atau gayung adalah SAH selama air tersebut tetap suci dan mensucikan, tidak ada perubahan baik rasa, warna, dan aroma.

– Ada pun berwudhu dengan air di wadah kecil, misal gayung, hendaknya dikucurkan, dialirkan, bukan dikobok. Sebab hal itu menjadikannya sebagai air mustaโ€™mal. Dalam madzhab Syafiโ€™i, Hanafi, dan Hambali, air mustaโ€™mal tidak boleh digunakan untuk bersuci, ada pun madzhab lainnya membolehkan wudhu dengan air mustaโ€™mal.

Demikian. Wallahu Aโ€™lam

๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ

[1] HR. Bukhari no. 201

[2] Imam Badruddin Al โ€˜Aini, โ€˜Umdatul Qari, 4/433

[3] Imam Ash Shanโ€™aniy, Subulus Salam, 1/49

[4] Imam Al Munawiy, At Taysir, 2/545

[5] HR. Abu Daud No. 67, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 1513, Imam Al Baghawi, Syarhus Sunnah, 2/61, dll. Imam Ibnu Hajar berkata: โ€œHadits ini dishahihkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, Imam Yahya bin Maโ€™in, dan Imam Ibnu Hazm.โ€ (Talkhish Al Habir, 1/125-126), Imam An Nawawi mengatakan: โ€œshahih.โ€ (Al Majmuโ€™ Syarh Al Muhadzdzab, 1/82)

[6] Imam Ash Shanโ€™aniy, Subulus Salam, 1/16

[7] Imam Abul โ€˜Ala Al Mubarkafuriy, Tuhfah Al Ahwadzi, 1/170. Darul Kutub Al โ€˜Ilmiyah

[8] HR. Abu Daud no. 94, Dishahihkan oleh Abu Zurโ€™ah, dan dihasankan oleh Imam An Nawawi dan Imam Al โ€˜Iraqiy. Lihat Shahih Abi Daud, 1/158

[9] HR. An Nasaโ€™iy, no. 416

[10] Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqhu Asy Syafiโ€™iyyah Al Muyassar, 1/82

[11] Imam Ibnul Mundzir, Al Ijmaโ€™, Hal. 35

[12] Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar, Mishbahuzh Zhalam, 1/35

๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐ŸŒบ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐ŸŒบ๐Ÿƒ๐Ÿƒ


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

๐Ÿ“ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

๐Ÿ’ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *