Hukim Seorang Istri Menjadi TKI Untuk Mencukupi Nafkah Keluarga

0
87

Assalamualaikum waroatulloh wabarakatuh. Ustadz.. saya mau bertanya. Keluarga kami sedang di beri ujian kefakiran dan hutang dan saya ada rencana kerja TKI utk jangka waktu kontrak 1 tahun. Bagaimana menurut Islam tentang keputusan itu?

Saya seorang istri dengan 4 orang anak sedangkan suami saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk hutang-hutang tersebut. Kalo hanya untuk kebutuhan hidup saya msih bisa bertahan tapi saya gelisah dengan hutang-hutang saya dan biaya pendidikan anak-anak saya.Terimakasih sebelumnya untuk pencerehannya.
[Member A32]

Jawaban
———-

‌و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Ada dua hal yang menjadi masalah:

1. Wanita bekerja
2. Wanita safar tanpa mahram lebih dari tiga hari

Kegelisahan ini sebenarnya tidak akan terjadi jika suami tetap berjuang menafkahi keluarga. Sehingga kesan tidak bisa berbuat apa-apa tidak sampai terjadi. Sebelum berpikir kesana, sebaiknya motivasi lagi suami, agar mau berusaha, sebagai bentuk dan bukti kepemimpinannya dalam keluarga.

Anggaplah, yang terpahit suami memang sudah tidak mampu. Sayangnya di sini tidak dijelaskan sebabnya apa. Apa karena sakit, PHK, atau memang malas dan ogah-ogahan berusaha.

Sebab apa pun itu, sehingga membuat istri mesti menjaga ngebulnya dapur bahkan biaya pendidikan, dan biaya lain sewajarnya kehidupan rumah tangga. Tetaplah mesti diperhatikan sisi syara’-nya. Prinsipnya, bekerja buat wanita boleh saja selama terpenuhi syarat-syaratnya. Bukan sunah, apalagi wajib. Sebab, suami masih ada, dan dia masih bisa berusaha.

Dahulu Asma’ binti Abu Bakar, membantu Az Zubeir bim Awwam ke pasar, membawa barang dagangan suaminya di atas kepalanya. Ini menunjukkan peran serta wanita dalam ekonomi rumah tangga. Tetapi tetaplah tulang punggungnya adalah suami.

Maka, usul saya:

– Carilah pekerjaan yang aman menurut syara’, yang bisa tetap aman dari khalwat, ikhtilat mamnu’, tetap menutup aurat, pada usaha-usaha yang halal.

– Atau ciptakan lapangan kerja sendiri di rumah, yang sambil tetap menjalankan fungsi kerumahtanggaan. Cukup banyak wanita yg tetap produktif secara ekonomi, tanpa harus menabrak batasan syariat.

Saya faham ini sangat tidak mudah bagi seorang istri. Tp, tidak salahnya dipikir ulang, dan dicoba dulu.

Sedangkan masalah ke dua, Safarnya Wanita Tanpa Mahram akan saya bahas sambil menunggu perkembangan dari penanya.

Wallahu a’lam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here