🔑 Jika kita berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan enam hari bulan Syawal, ditambah lagi melakukan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan puasa setahun penuh sebanyak dua kali.
🔑Sangat beragam ulama kita menjelaskan kapan waktu afdhalnya. Jelasnya adalah semua waktu dan cara itu sah selama dilakukan dalam lingkup bulan Syawal. Kita bisa melakukannya di awal, pertengahan, atau di akhir, yang penting berjumlah enam hari. Pilihlah waktu yang paling mudah dan lapang bagi kita untuk melakukannya, sebab setiap manusia punya kemampuan dan kelapangan yang tidak sama. Dan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan kita, bahwa Beliau akan memilih yang paling mudah jika dihadapkan dua pilihan, selama tidak mengandung dosa.
🔑 Tidak dianjurkan berpuasa Syawal bagi yang belum menyelesaikan puasa Ramadhannya, baik menyelesaikan secara ada’an (tunai pada waktunya), atau qadha’an (membayar hutang puasa dihari lain). Tetapi, boleh saja dia melakukannya, sebab –seperti yang kami katakan sebelumnya- tidak dianjurkan bukan berarti dilarang untuk melakukan, hanya saja dia akan kehilangan keutamaannya sebagaimana diterangkan para ulama.
📚 Selengkapnya
📌Keutamaannya:
Sesuai yang tertera dalam nash hadits bahwa berpuasa enam hari di bulan Syawal seakan berpuasa setahun penuh.
Bulan Ramadhan ada tiga puluh hari, puasa syawal enam hari, jadi total puasa adalah 36 hari. Dan masing-masing kebaikan senilai dengan sepuluh kebaikan sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, jadi ada 360 kebaikan. Maka, seakan dia berpuasa setahun penuh.
Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah Ta’ala:
لأن رمضان بثلاثين يوماً، فيكون المجموع مع شوال ستة وثلاثين يوماً والحسنة بعشر أمثالها، فإذا صام رمضان وستاً من شوال، وصام ثلاثة أيام من كل شهر يكون بذلك كأنه صام الدهر مرتين
Karena Ramadhan ada 30 hari, maka jika dikumpulkan bersama puasa Syawal menjadi 36 hari, dan satu kebaikan dilipatkan nilainya dengan sepuluh kebaikan semisalnya, jika dia puasa Ramadhan, puasa enam hari Syawal, dan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan dia berpuasa sepanjang tahun sebanyak dua kali. (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 13/237)
Apa yang dikatakan Syaikh Abdul Muhsin ini sesuai dengan hadits Qudsi:
الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Puasa adalah untukKu, adan Akulah yang akan memberikan ganjarannya, dan satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan yang semisalnya. (HR. Bukhari No. 1894)
Dari Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ هَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
Tiga hari pada tiap bulannya, dan Ramadhan ke Ramadhan, itu semua adalah puasa setahun penuh. (HR. Muslim No. 1162, Abu Daud No. 2425, An Nasa’i No. 2387, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3844, dll)
🔑Jadi, jika kita berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan enam hari bulan Syawal, ditambah lagi melakukan puasa tiga hari setiap bulannya, maka seakan puasa setahun penuh sebanyak dua kali.
📌Waktu dan Tata Caranya:
Puasa ini sah dilakukan baik secara berturut-turut atau tidak. Hanya saja para ulama berbeda pendapat mana yang lebih utama.
Sebagian ulama mengutamakan dilakukan segera setelah hari raya. Ada pula yang mengutamakan berturut-turut dibanding terpisah, ada pula yang menganggap kedua cara sama saja.
Imam At Tirmidzi Rahimahullah menceritakan:
وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُبَارَكِ أَنْ تَكُونَ سِتَّةَ أَيَّامٍ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ إِنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُتَفَرِّقًا فَهُوَ جَائِزٌ
Imam Ibnul Mubarak memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan. Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwa dia berkata: “Berpuasa enam hari bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh saja.” (Lihat Sunan At Tirmidzi komentar hadits No. 759)
Syaikh Sayyid Sabiq -Rahimahullah rahmatan waasi’ah- berkata:
وعند أحمد: أنها تؤدى متتابعة وغير متتابعه، ولا فضل لاحدهما على الاخر. وعند الحنفية، والشافعية، الافضل صومها متتابعة، عقب العيد.
Menurut Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya. Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَلَمْ يُفَرِّقِ الْحَنَابِلَةُ بَيْنَ التَّتَابُعِ وَالتَّفْرِيقِ فِي الأَْفْضَلِيَّةِ .وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ تُسْتَحَبُّ السِّتَّةُ مُتَفَرِّقَةً ، كُل أُسْبُوعٍ يَوْمَانِ .
Kalangan Hanabilah tidak membedakan antara berturut-turut atau terpisah dalam hal keutamannya. Menurut Hanafiyah disunahkan enam hari itu secara terpisah-pisah, setiap pekan dua hari. (Al Mausu’ah, 28/93)
Imam An Nawawi mengatakan:
قال أصحابنا والأفضل أن تصام الستة متوالية عقب يوم الفطر فان فرقها أو أخرها عن أوائل شوال إلى اواخره حصلت فضيلة المتابعة لأنه يصدق أنه أتبعه ستا من شوال
Berkata sahabat-sahabat kami (syafi’iyah), yang lebih utama adalah berpuasa enam hari secara beruntun setelah hari raya, seandainya dipisah atau diakhirkan dari awal-awal Syawal sampai akhir-akhirnya tetap mendapatkan keutamaan “mengikuti” sebab dia telah membenarkan (sesuai) dengan “mengikuti puasa enam hari pada bulan Syawal.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/56)
Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah mengatakan:
وهذا الفضل لمن يصومها فى شوال ، سواء أكان الصيام فى أوله أم فى وسطه أم فى آخ
ره ،
وسواء أكانت الأيام متصلة أم متفرقة ، وإن كان الأفضل أن تكون من أول الشهر وأن تكون متصلة . وهى تفوت بفوات شوال .
Keutamaan ini adalah bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah diawalnya, di tengah, atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari yang berturut atau dipisah-pisah. Hanya saja lebih utama di awal bulan dan secara bersambung. Anjurannya berakhir jika sudah selesai bulan Syawal. (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah, 9/261)
🔑Demikianlah, sangat beragam ulama kita menjelaskan kapan waktu afdhalnya. Jelasnya adalah semua waktu dan cara itu sah selama dilakukan dalam lingkup bulan Syawal. Kita bisa melakukannya di awal, pertengahan, atau di akhir, yang penting berjumlah enam hari. Pilihlah waktu yang paling mudah dan lapang bagi kita untuk melakukannya, sebab setiap manusia punya kemampuan dan kelapangan yang tidak sama. Dan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan kita, bahwa Beliau akan memilih yang paling mudah jika dihadapkan dua pilihan, selama tidak mengandung dosa.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا
“Sesungguhnya tidaklah Rasulullah dihadapkan dua perkara, melainkan dia akan memilih yang lebih ringan, selama tidak berdosa.” (HR. Bukhari No. 3560, Muslim No. 2327)
📌Mana dulu; Puasa Syawal dahulu atau Puasa Qadha?
Kalau bicara boleh atau tidak, boleh saja seseorang mendahulukan puasa Syawal dibanding Qadha Ramadhan, apalagi dengan pertimbangan mengqadha Ramadhan memiliki luang waktu yang luas sampai Ramadhan tahun depan, sedangkan puasa Syawal waktunya terbatas, sebagaimana dijelaskan sebagian ulama. Demikian ini jika bicara boleh atau tidaknya.
Tetapi, mana yang lebih utama di antara keduanya? secara logika mudahnya tentu puasa Qadha lebih utama ditunaikan, sebab dia hukumnya wajib, sedangkan puasa Syawal adalah sunah, tentunya yang wajib mesti didahulukan dibanding yang sunah. Lalu, jika wafat dalam keadaan belum menjalankan yang wajib tentu akan menjadi hutang. Sedangkan hal itu tidak terjadi pada ibadah sunah, yang jika ditinggalkan dia tidak berdosa, tidak berhutang, namun juga tidak mendapatkan pahala.
Bahkan, jika berbicara fadhilah puasa enam hari Syawal, sebagian ulama menyatakan tidak akan didapatkan kecuali bagi mereka yang telah sempurna menjalankan puasa Ramadhannya.
Berkata Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih Hafizhahullah ketika ditanya hal ini:
فالجواب هو أن الثواب المترتب إنما يكون لمن صام جميع رمضان، ومن بقي عليه يوم لا يعد صائما للجميع كما هو ظاهر الحديث:” من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر” .[ رواه مسلم]. وعلى هذا فابدأ بقضاء اليوم ثم بعد ذلك صم الست… والله أعلم
Jawabnya adalah bahwa pahalanya sifatnya berurut, itu hanya terjadi bagi orang yang berpuasa semua hari Ramadhan, dan bagi yang menyisakan sehari dia tidak puasa, maka dia tidak dihitung puasa seluruhnya sebagaimana zahir hadits: “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim) Atas dasar ini, maka mulailah dengan mengqadha yang sehari itu, lalu setelah itu berpuasalah yang enam hari … Wallahu A’lam. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, No fatwa. 18)
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah dalam acara siaran radio Nur ‘Ala Ad Darb:
فأما التطوع التابع لرمضان كصيام ستة أيام من شوال فإنها لا تنفعه حتى ينتهي من رمضان كله أي لا يحصل له صيام ستة أيام شوال حتى يصوم رمضان كله لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال ومعلوم أن من عليه قضاء من رمضان لا يقال عنه أنه صام رمضان فلو أن أحداً من الناس كان عليه عشرة أيام من رمضان قضاء فلما أفطر الناس يوم العيد شرع في صيام أيام الست فصام ستة أيام من شوال ثم قضى العشرة بعد ذلك فإننا نقول له إنك لا تنال ثواب صيام ستة أيام من شوال بهذه الأيام التي صمتها لأن النبي صلى الله عليه وسلم اشترط في صيامها أن يكون بعد صيام رمضان بل لأن النبي صلى الله عليه وسلم اشترط للثواب المرتب على صيامها أن يكون صيامها بعد رمضان لأنه قال من صام رمضان ثم
أتبعه س
تاً من شوال وبناء على ذلك فإننا نقول من صام ستة أيام من شوال قبل أن يقضي ما عليه من صيام رمضان فإنه لا ينال ثوابها.
Ada pun puasa sunah yang menyusul puasa Ramadhan, seperti puasa enam hari Syawal, tidaklah membawa manfaat bagi dirinya sampai dia menyempurnakan semua puasa Ramadhannya, yaitu tidaklah mendapatkan hasil puasa enam hari Syawalnya itu sampai dia melakukan puasa Ramadhan semuanya, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang berpuasa ramadhan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari.” Telah diketahui bahwa siapa saja yang masih memiliki kewajiban qadha Ramadhan, tidaklah dikatakan bahwa dia telah berpuasa Ramadhan. Seandainya ada seorang manusia yang berhutang puasa Ramadhan 10 hari, lalu ketika sampai waktu hari raya, disyariatkan untuk berpuasa enam hari Syawal, lalu dia melakukan puasa enam hari Syawal, setelah itu melakukan Qadha Ramadhan yang 10 hari itu. Kami katakan, bahwa Anda dengan puasa yang seperti itu tidaklah akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensyaratkan puasa tersebut setelah puasa Ramadhan, bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mensyaratkan untuk mendapatkan ganjarannya itu dengan ketentuan bahwa puasa Syawal itu dilakukan setelah puasa Ramadhan. Sebab Beliau bersabda: “Barang siapa yang berpuasa ramadhan lalu mengikutinya dengan puasa Syawal enam hari,” atas dasar inilah kami katakan: “Siapa saja yang melakukan puasa enam hari Syawal sebelum menunaikan qadha puasa Ramadhan dia tidak akan mendapatkan ganjarannya.” (Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad Darb, Bab Az Zakah wash Shiyam, No. 191)
Pandangan ini juga disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz (Lihat Fatawa Islamiyah, 2/356), Syaikh Salim Al ‘Ajmi (Lihat Ash Shiyam Sual wa Jawab, Hal. 18), dan lain-lainnya.
🔑 Jadi, tidak dianjurkan berpuasa Syawal bagi yang belum menyelesaikan puasa Ramadhannya, baik menyelesaikan secara ada’an (tunai pada waktunya), atau qadha’an (membayar hutang puasa dihari lain). Tetapi, boleh saja dia melakukannya, sebab –seperti yang kami katakan sebelumnya- tidak dianjurkan bukan berarti dilarang untuk melakukan, hanya saja dia akan kehilangan keutamaannya sebagaimana diterangkan para ulama.
Sekian. Wallahu A’lam.