Pertanyaan
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Ini dari saudara saya (lelaki). Beliau sudah menikah dan memiliki dua orang putra. Saat ini, pernikahannya sedang berantakan. Masalah bermula dari setahun yang lalu karena beliau sudah tidak bisa menahan kesabaran lagi atas perilaku istrinya yang sudah melanggar syariat Islam. Beliau bertindak dengan cara memberikan ketegasan agar sang istri patuh kepada sang suami. Istri ini pembangkang terhadap suami bahkan, orang tua. Suka sekali memaki suami jikalau suami membawa ilmu dari majelis. Belum lagi terkena kasus perselingkuhan dengan teman sekantornya. Namun, suami bungkam. Dengan alasan masih istrinya dan beliau harus menutup aibnya.
Beliau sudah berniat baik dengan mendatangi istri dan meminta maaf kepada sang istri, merendah, mengalah demi rumah tangganya agar kembali membaik. Namun, istri sama sekali sudah tidak mau bersama lagi dengan menuntut cerai. Jadi, mereka berdua sudah berpisah rumah selama setahun terakhir.
Mohon sarannya, Ukhti, Ustadz/ah. Apa yang harus dilakukan saudara (lelaki) saya? Beliau sudah berkali-kali mengajak baikan namun, istri tetap menuntut cerai. Apalagi, didukung sang istri suka keluar tanpa izin. Bukankah ini bisa menimbulkan fitnah dan semakin banyak dosa yang harus ditanggung saudara saya sebagai suaminya?
Namun perlu saya garis bawahi, kalau pun takdir Allah menghendaki harus bercerai, beliau sudah mengikhlaskan melepas istri yang beliau cintai.
Sekali lagi, saya mohon sarannya dan terima kasih. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan rahmat-Nya pada kita semua. 🅰4⃣3⃣
Jawaban
Oleh: Ustadzah Ummu Zaheedah
Ùˆ عليكم السلام Ùˆ رØمة الله Ùˆ بركاته
Bismillah..
Sebelumnya , kami kut berempati dengan kondisi yang sedang dialami saudara ukhti. Semoga ujian ini menjadi penggugur segala dosa dan dari semua yang terjadi bisa diambil hikmah serta pelajaran berharga.
Dalam pernikahan, tentunya memang diperlukan rasa tanggung jawab suami dan istri. Tanggung jawab untuk untuk menjalankan peran masing-masing serta saling menjaga dalam kebaikan-sebagai usaha membangun keluarga yang sakinah mawaddah dan penuh Rahmah.
Menyadari setiap pasangan memiliki kelebihan juga kekurangan , maka harus disikapi dengan bijak dan penuh kesadaran bahwa memang tidak ada manusia yang sempurna.
Ketika biduk rumah tangga mengalami goncangan, langkah awal yang harus diambil adalah sama-sama bermuhasabah, mengoreksi apa saja yang menjadi penyebabnya. Dan inipun memerlukan lapang dada serta kejujuran masing-masing untuk saling mengakui jika memang salah , namun di sisi lain tidak ada sikap saling menghakimi atau merasa menang.
Suami, sebagai imam , pemimpin istri dan keluarga memilik tangung jawab menjaga dan menasehati istri jika memang ia melakukan kesalahan. Suami berhak mendapat hak ketaatan ini atas istrinya. Tentu ketaatan dalam hal-hal yang makruf.
Makruf sendiri berarti setiap perkara yang boleh menurut syara dan tidak menimbulkan mudharat atau merugikan orang lain.
Dari aisyah ra, ia berkata :
Aku pernah bertanya kepada nabi SAW ,” siapakah orang yang paling besar haknya atas istri?” Beliau menjawab ” suaminya” ( hr. Hakim )
Karena itu istri sebagai amanah untuk suami harus bisa mentaati dan menghargai serta menerima dengan lapang dada apa2 yang dinasehati suami ketika memang itu semua sesuai dengan syariat agama.
Seorang istri pun hendaknya berusaha terus menjadi istri shalehah dan taat serta memiliki sopan santun agama, komitmen dengan pakaian syari, menjaga adab pergaulan saat di luar rumah tanpa suami.
Suami berhak melarang istri pergi ke semua tempat yang menjerumuskan kepada perbuatan munkar dan nista.
” Sebab itu wanita yang shaleh , ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) ..”
( QS. Annisa :34 )
Kedua belah pihak harus sama-sama berkomitmen untuk menjaga hak dan kewajiban ini semua.
Ketika ada pembangkangan dan hilang rasa hormat atau penghargaan di salah satu pihak, maka bisa dipastikan rumah tangga akan bergolak.
Dalam kasus saudara ukhti, yang tergambar adalah kondisi sang istri yang sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, bahkan kemudian cenderung memilih penyelesaian bercerai dari suami.
Walau memang perceraian bukan sesuatu yang diharamkan, tapi ia adalah satu hal yang sangat Allah benci.
” Tidak ada perkara halal yang lebih dibenci Allah SWT daripada talak ”
( HR. Abu Dawud)
Syetan-syetan pun memiliki satu kebanggan tersendiri ketika mereka berhasil memisahkan suami dan istri dari ikatan pernikahan, ketimbang keberhasilan mereka menjerumuskan anak manusia berbuat dosa lainnya
Maka, mencegah perceraian terjadi adalah hal pertama yang harus diupayakan sekuat tenaga dengan berusaha menemukan solusi terbaik. Saling mengingatkan ketika mengawali pernikahan, tentang cinta yang ada antara mereka juga saling berpikir untuk kebaikan dan masa depan anak-anak.
Saling berkomunikasi dengan intens antar pasangan untuk terus mencari penyelesaian. Hindari ego masing-masing serta berpikirlah jauh tentang masa depan ,terutama masa depan anak-anak .
Jika memang antar pasangan pada akhirnya sudah tidak bisa melakukan ishlah sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, Islam mengatur bagaimana pasangan suami istri melakukan langkah lanjutan menemukan solusi.
Untuk kasus istri yang keras kepala dan hati, suami boleh melakukan tindakan untuk memberikan sanksi atau “shock therapy” kepada istri.
Dengan nasehat, teguran keras atau lainnya
Ada beberapa hal yang bisa diambil untuk menangani perselisihan seputar hal subtansial yang sulit untuk memberikan toleransi di dalamnya spt kasus diatas.
1. Dengan mengambil pihak ketiga sebagai penengah atau mediator . Dalam hal ini baiknya mediator diambil dari masing2 keluarga besar, yang bisa bersikap adil dan obyektif untuk bisa memberikan masukan atau nasehat. Mediator yang diambil dari keluarga, akan lebih memudahkan untuk menjaga ‘ aib ” atau permasalahan tidak sampai ke khalayak ramai atau menjadi bahan gunjingan .
2. Bersedia melepaskan beberapa hak
” Dan jika seorang perempuan khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suami nya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka ”
( QS. Annisa : 128 )
Ayat ini menjelaskan tentang kemungkinan diadakannya perjanjian rekonsiliasi atau kesepakatan antara suami istri yang bisa mempertahankan ikatan perkawainan dan mewujudkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Tapi hal ini tentunya hanya bisa dilakukan dengan sejumlah syarat khusus, yaitu salah satu atau keduanya sama-sama bersedia saling melepaskan beberapa haknya.
3. Mengabaikan dan mendiamkan dalam jangka waktu lama. Seperti apa yang Rasulullah pernah lakukan terhadap istri-istri beliau seputar masalah nafkah
4. Tahkim
Ketika perselisihan yang ada sudah begitu tajam dan kuay dan semua cara diatas tidak mampu juga untuk menanganinya,maka suami atau istri atau walinya bisa mengambil cara tahkim. Seperti tersebut dalam QS. Annisa : 36
Catatan ; bahwa hakim atau penengah harus orang yang adil,kredibel , memiliki integritas , memiliki kemampuan menganalisis dan menilai secara baik serta memiliki pemahaman tentang fiqh
5. Penanganan dan pendekatan dengan cara pendisiplinan ( pemukulan )
” perempuan -perempuan yang kamu khawatirka nusyuznya ,maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,dan pukullah mereka….”
( QS. Annisa : 34 )
Tentu penerapan dengan pukulan ini harus diletakkan dalam koridor yang tepat dan jelas. Misal untuk kasus-kasus dengan pelanggaran yang tingkat dosanya cukup besar berupa perkataan atau perbuatan buruk yang sangat menyakiti suami,misal perselingkuhan.
Pukalan pun bukan berupa pukulan keras,namun pukulan lembut dan ringan, menghindari bagian wajah.
Asy syaukani mengatakan :
” seorang suami tidak boleh memisahkan istri di tempat tidur dan tidak boleh pula memukulnya kecuali jika memang sang istri melakukan tindakan keji yang nyata. Adapun jika penyebab dan alasannya selain itu, maka tidak boleh.”
( kitab Nail Al Authar juz 7 )
Jika kondisi perselisihan sudah masuk pada tingkat yang paling berat setelah cara2 diatas tdk bisa juga mengatasi masalah , maka pilihan talak atau perceraian menjadi solusi yang paling terakhir.
Pengambilan pilihan ini, jika mendapati indikasi :
1. Adanya kebencian yang luar biasa atau ekstrem dan sikap antipati dari salah satunpihak sehingga tidak tahan lagi jika tetap bersama.
Sebagaimana diungkapkan oleh istri Tsabit bin Qais dalam perkataannya ,” saya tidak tahan ,” dan perkataan nya yang lain,” saya takut kufur.” Lalu Rasulullah berkata kepadanya ” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun Tsabit bin Qais?” Dia berkata,” Ya..”
Lalu dia pun mengembalikan lagi kebun tersebut kepada Tsabit bon Qais,lalu Tasbit bin Qais pun menceraikannya ”
( HR. Bukhari )
2. Salah satu pihak menemukan cacat moral yang terlalu dalam pada diri pasangannya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra,bahwasanya ada seorang laki-laki berkata ” Ya Rasulullah,saya memiliki wanita yang tidak menolak tangan orang yang menyentuh.”
Lalu Rasulullah saw berkata kepadanya ,” ceraikan dia ” ( HR. Nasa’i )
3. Salah satu pihak melakukan perselingkuhan seperti yang terdapat dalam hukum li’an. Ketika perselisihan antara suami istri mencapai tingkatan ini,maka perpisahan , talak atau khuluk tidak bisa dihindari.
Jika pilihan terakhir ini pun harus diambil , maka perhitungkanlah dengan sangat matang. Berhitunh tentang manfaat dan mudharat yang akan dihadapi ke depan. Untuk keluarga , terutama anak-anak.
Semoga Allah mudahkan saudara untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dan bisa mengambil setiap keputusan dengan baik yang pastinya harus selalu diiringi dengan niat bahwa semua yang akan kita jalani adalah semata dalam rangka menjaga ketaatan kepada Allah.
Wallahu’alam bisshawab.
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130