UNTUKMU & UNTUKKU (Memahami Hak dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga)

0
115

Pemateri: Ustadzah Eko Yuliarti Siroj, S.Ag

Laki-laki dan Perempuan..
Dua insan mulia yang memiliki kedudukan sama dihadapan Maha Pencipta dipertemukan dan disatukan dalam satu ikatan pernikahan.

Laki-laki dan Perempuan.. Keduanya memiliki hak dan tanggung jawab. Sebagaimana keduanya memiliki hakikat, perasaan, sensitivitas, akal pikiran, kecerdasan, dan sisi-sisi lain dari nilai kemanusiaan yang sama.

Laki-laki dan Perempuan..
Allah ciptakan untuk menjadi pasangan. Ya…hanya laki-laki dan perempuan yang bisa berpasangan, selain itu tidak bisa berpasangan. Karena berpasangan akan melahirkan konsekuensi. Karena berpasangan berdampak pada hak dan kewajiban, pada tugas dan tanggung jawab.
Karena semua keputusan kita akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT kelak.

Mari kita fahami dan hayati bagaimana para ulama soleh memaknai kata hak dan kewajiban.

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah : 228)

Bagian akhir dari ayat ini yang menjadi sumber pemaknaan.

Imam At-Thabari mengatakan : yang dimaksud dengan kalimat “Dan kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.“ yaitu masing-masing dari suami istri melaksanakan kewajiban bagi pasangannya untuk meninggalkan madharat, yang artinya masing-masing memenuhi hak pasangannya. Bisa saja terjadi intervensi dari satu hak terhadap hak yang lainnya sebagaimana juga terjadi dalam kewajiban. Karena Allah SWT menyebutkan bahwa Ia telah menjadikan hak bagi kedua pihak atas pasangannya. Maka masing-masing dari pasangan itu harus menunaikan hak pasangannya sebagaimana pasangannya menunaikan haknya. Akan tetapi dalam masalah penunaian hak para suami memiliki derajat tersendiri atas istrinya.”

Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyatakan : “Dan kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.“ Kalimat ini adalah kalimat yang sangat istimewa. Kalimat yang mengandung makna sangat luas, jika penjelasannya dituliskan secara detail akan membutuhkan lembaran-lembaran yang banyak. Kalimat dalam ayat itu merupakan kaidah menyeluruh yang ingin menyatakan bahwa seorang perempuan memiliki kesamaan dengan laki-laki dalam semua hak-haknya kecuali dalam satu hal yang disebutkan Allah dalam lanjutan ayat tersebut “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”

Makna ma’ruf terhadap istri mengacu pada  ma’ruf secara umum yang terjadi di masyarakat. Bagaimana cara berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain dan keluarganya. Mengikuti kebiasaan umum dalam hal aturan, adab, adat dan sopan santun.
Kalimat pada ayat diatas juga menunjukan bahwa hendaknya seorang laki-laki memiliki keistimewaan dalam berinteraksi dengan istrinya pada setiap situasi dan kondisi. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas RA : “Sesungguhnya aku berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku karena aku memahami ayat ini.”. Dan yang dimaksud oleh ayat ini juga adalah bahwa hak-hak suami istri berlaku secara timbal balik dan keduanya sekufu/setara. Tidak ada satupun tugas yang dilakukan seorang istri untuk suaminya kecuali suami memiliki kewajiban yang harus ia tunaikan untuk istrinya. Jika tugas/kewajiban itu tidak sama dalam bentuknya akan tetapi ia sama dalam jenisnya. Maka suami istri memiliki kesamaan dalam hak dan kewajibannya, sebagaimana mereka memiliki kesamaan dalam dzat, rasa, perasaan, dan akal. Masing-masing suami istri adalah manusia sempurna yang memiliki akal untuk berfikir tentang kebaikan-kebaikannya, memiliki hati yang menyukai segala sesuai yang sesuai dan menyenangkan baginya, membenci segala sesuatu yang tidak menyenangkan dan menjauhinya. Maka tidak adil jika ada salah satu dari suami istri merasa lebih hebat, lebih berkuasa, lebih memiliki hak sehingga menjadikan satu pihak sebagai budak yang harus melayani segala kebutuhan dan keinginan pasangannya. Kebahagiaan suami istri tidak akan tercapai kecuali jika masing-masing saling menghormati dan menunaikan hak-haknya.” (Tafsir Al-Manaar, Jilid 2 hal 299)

Sedangkan mengenai makna kalimat “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”, didalam tafsir Ath-Thabary disebutkan beberapa pendapat, diantaranya :
pendapat Mujahid yang menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah keutamaan dalam jihad dan waris.
Sementara Qatadah menyebutkan bahwa keutamaan laki-laki atas perempuan dalam kepemimpinan dan tha’at. Dan Ibnu Zaid menyebutkan dalam hal tha’at, yaitu istri mentha’ati suami bukan suami mentha’ati istri.

Tentang bagaimana Rasulullah SAW menunaikan hak-hak istrinya, Aisyah RA berkata dalam sebuah riwayat bahwa hal pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat masuk ke rumah istri-istrinya adalah segera bersiwak. Beliau tidak ingin istri-istrinya terganggu atau merasa tidak nyaman  karena aroma kurang sedap yang berasal dari tubuhnya.
Maka penunaian hak suami istri harus dilakukan dengan penuh kesadaran secara bersama-sama sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Masing-masing suami dan istri dapat sama-sama mengatakan “ini untukmu dan ini untukku”.

Wallohu a’lam bis showwab

Referensi :
Kitab Mitsaqul Usroh Fil Islam, LK3I
Kitab Al-Baitul Muslimul Qudwah, LK3I
Tafsir At-Thabary, Daarul Fikr
Tafsir Al-Manaar, Daarul Fikr

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here