Seharusnya Mengandalkan dan Percaya Pada Kekuatan Sendiri, Sisi Lain Masa Kepemimpinan ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz

0
80

Oleh: Ust. Agung Waspodo, SE, MPP

Pengepungam Kedua atas Konstantinopel
15 Juli/Agustus 717 s/d 15 Agustus 718

Pengepungan kedua atas kota Konstantinopel, ibukota Imperium Byzantium , ini merupakan serangan gabungan darat dan laut yg dikerahkan oleh Khilafah Bani Umayyah. Kampanye militer ini merupakan kulminasi dari 20 tahun peperangan serta penguasaan wilayah secara bertahap oleh khilafah terhadap daerah Imperium Byzantium, disamping kelemahan internal Byzantium itu sendiri.

Pada tahun 716, setelah persiapan beberapa tahun, kaum Muslimin bangsa Arab dipimpin oleh Maslama ibn Abdul Malik memasuki wilayah Byzantium melalui Anatolia. Pasukan ini tadinya hendak memanfaatkan perang saudara dan kekacauan internal Byzantium dengan ikut mendukung Leo III Isaurian yg bangkit melawan Kaisar Theodosius III. Namun, ekspedisi tersebut lebih dimanfaatkan oleh Leo III untuk mengukuhkan dirinya di singgasana Byzantium. Demikianlah akhir dari ekspedisi kedua yg didorong oleh seruan Rasul (saw) tentang penaklukan kota legendaris ini belum berhasil mewujudkan “latuftahanna” yang dijanjikan.

Persiapan Ekspedisi

Setelah menghabiskan musim dingin di pesisir Anatolia di sisi Asia, pasukan kaum Muslimin ini menyeberang ke wilayah Thrace di sisi Eropa pada awal musim panas tahun 717. Mereka membangun garis pengepungan untuk memblokade kota yg terlindungi oleh dinding Theodosian. Armada laut kaum Muslimin yg berlayar untuk mendukung laju angkatan darat telah direncanakan untuk menyempurnakan blokade pada sisi laut. Namun armada ini tidak mengantisipasi “senjata rahasia” angkatan laut Byzantium berupa Api-Yunani (Greek Fire) yang merupakan senjata sembur api yg mematikan di pertempuran laut karena nyalanya semakin besar ketika bercampur dengan air laut.

Hilangnya sayap kekuatan laut ini membuat blokade kota Konstantinopel menjadi bolong dimana bantuan yang mengalir lewat laut tidak dapat dicegah oleh balatentara Maslamah. Di sisi yg lain, pasukan kaum Muslimin didera musim dingin yg hebat sehingga menimbulkan kelaparan serta berjangkitnya wabah penyakit. Pada awal musim semi tahun 718, Maslamah mendapatkan sedikit harapan tentang adanya bantuan yg dikirimkan kepada mereka. Malangnya, 2 armada laut yang dikirimkan ternyata dikhianati oleh awak kapal berkebangsaan Mesir dan Yunani, sedangkan angkatan darat yg juga dikirim sebagai bantuan malah terjebak dan terkalahkan. Untuk menambah masalah, garis belakang pasukan Maslamah diserbu oleh Bangsa Bulgar sehingga menimbulkan kerugian yg semakin menipiskan logistik yang sudah tidak seberapa jumlahnya itu. Kesemua faktor negatif ini memaksa kaum Muslimin untuk melepaskan blokadenya pada hari Senin 13 Muharam 100 Hijriah. Dalam perjalanan pulang cuaca buruk kembali memakan korban dengan menenggelamkan sisa armada laut, bahkan kapal-kapal yg lamban bergerak pun disergap oleh angkatan laut Byzantium yang membuntuti hingga sampai di luar wilayah laut Byzantium.

Latar Belakang

Setelah Pengepungan Pertama tahun 674-678 terdapat waktu damai antara kedua belah pihak. Setelah tahun 680, Khilafah Umayyah sedang disibukkan oleh Perang Saudara Kaum Muslimin yang kedua. Pada saat yg hampir bersamaan, Imperium Byzantium justru sedang menguat sehingga khalifah terpaksa membayar upeti yang cukup besar demi memperoleh masa gencatan senjata.

Pada tahun 692, Khilafah Umayyah memenangkan Perang Saudara kedua itu dan bersamaan dengan itu, Kaisar Justinian II mengumumkan perang krmbali. Sebagai hasilnya Byzantium terpaksa kehilangan kendalinya atas armenia, beberapa propinsi di kaki Gunung Kaukasus, dan mundurnya batas pertahanan. Hampir setiap tahun, panglima perang Umayyah masuk dan menyerang wilayah Byzantium. Setelah tahun 712 mulai terlihat bahwa sistem pertahanan perbatasan Byzantium adalah lemah, serbuan mulai masuk ke dalam wilayah Byzantium, perbentengan perbatasan mulai sering direbut atau dihancurkan, sedangkan perlawanan maupun serangan balik Byzantium justru semakin langka.

Sumber Referensi

Informasi tentang pengepungan ini diperoleh dari sumber-sumber sejarah yg ditulis setelah peristiwa tersebut terjadi; sebagian diantaranya saling bertolak-belakang. Sumber dari pihak Byzantium yg paling padat dan kaya informasi adalah Chronicle of Theophanes the Confessor (760–817) dan yg lebih singkat adalah Breviarium of Patriarch Nikephoros I of Constantinople (wafat 828) namun berbeda soal urutan kejadian. Kedua sumber ini menggunakan data primer yg dibuat pada masa Leo III sehingga cenderung membela posisinya sebagai pemberontak.

Sedangkan untuk detail informasi sebelum hingga menjelang pengepungan ini dapat dibaca dari Theophilus of Edessa yang ditulis pada awal abad ke-8 yang banyak merekam tentang hubungan diplomasi antara Maslamah dan Leo III.

Sumber dari pihak kaum Muslimin yang paling populer adalah Kitab al-‘Uyūn yg ditulis pada abad ke-11 serta Kitāb al-Umam wal Mulūk yg ditulis oleh Imam ath-Thabarī (838-923). Keduanya mengandalkan sumber primer dari catatan sejarawan pada awal abad ke-9 dengan berbagai perbedaan kronologi.

Ada juga catatan sejarah berbahasa Syriac yang ditulis oleh Agapius of Hierapolis (wafat 942) yang mengambil dari sumber primer yang sama dengan Theophanes tetapi lebih pendek.

Persiapan Ekspedisi

Dari awal persiapan, kaum Muslimin telah mengantisipasi serbuan berskala besar atas kota Konstantinopel ini; hadits tentang kejatuhannya menjadi dorongan yang sangat kuat. Beberapa catatan yg dapat melukiskan skalanya antara lain: Zuqnin Chronicle berbahasa Syriac abad ke-8 bahkan mendeskripsikannya “tak terhitung,” dari Michael the Syrian abad ke-12 mencatat 200.000 personil dan 5.000 kapal, sejarawan al-Mas’udi abad ke-10 mencatat 120.000 personil, dan dari Theophanes menctat 1.800 kapal.

Cadangan logistik untuk menggerakkan kampanye militer sebesar ini menuntut adanya penumpukan yg lama serta persiapan alat-alat kepung serta bahan peledak (naptha) yg tidak sedikit. Rombongan logistiknya saja membutuhkan 12.000 personil, 6.000 unta, serta 6.000 keledai. Bahkam juga tercatat bahwa kaum Muslimin membawa benih gandum untuk ditanam di lokasi pertahanan guna mengantisipasi masa pengepungan yanh panjang. Seorang sejarawan yg bernama Bar Hebraeus menambahkan adanya 30.000 pasukan sukarela (mutawa) pada ekspedisi ini.

Berapapun jumlah sebenarnya yang dilibatkan, tentu jumlah pasukan kaum Muslimin jauh lebih banyak dari personil yang mempertahankan kota Konstantinopel. Komposisi persis balatentara kaum Muslimin yg diberangkatkan tidak dapat diketahui, yang jelas ekspedisi ini dipimpin oleh Ahlusy-Syām yg merupakan bangsa Arab dari Syria dan Jazaira yang menjadi tulang-punggung ketentaraan Khilafah Umayyah pada waktu itu. Ahlusy-Syam ini adalah pasukan yang loyalitasnya kepada Khilafah Umayyah tidak diragukan lagi dan sebagian besar pasukannya berstatus veteran berbagai konflik dengan Byzantium sebelumnya. Selain Maslamah, catatan Theophanes dan Agapius juga mencatat sosok pimpinan lainnya seperti ‘Umar ibn Hubayra, Sulayman ibn Mas’ud, dan Bakhtari ibn al-Hasan. Sedangkan pada Kitāb al-‘Uyūn nama Bakhtari tidak ada, karena digantikan dengan ‘Abdallah al-Battal.

Walaupun ekspedisi militer ini menyedot sumber daya dan personil khilafah dalam jumlah yang besar, namun khilafah masih dapat melancarkan berbagai serbuan ke wilayah perbatasan Byzantium di Anatolia sepanjang durasi ekspedisi tersebut. Sebagai contoh pada tahun 717, anak dari khalifah Sulayman yg bernama Daud, berhasil merebut benteng di dekat Melitene. Pada tahun 718 juga dikabarkan bahwa ‘Amr ibn Qays menyerbu perbatasan secara besar-besaran.

Pada pihak Byzantium tidak ditemukan jumlah yg spesifik akan tetapi mereka dapat mengandalkan balatentara Bulgars yg memiliki perjanjian aliansi militer. Leo memperkirakan bahwa suatu saat kaum Muslimin pasti mencoba merebut kotanya lagi dan kerjasama dengan bangsa Bulgars memiliki nilai yang strategis.

Pengepungan

Pada awal musim panas, Maslamah memerintahkan armadanya untuk menyeberangkan angkatan darat yg beliau pimpin melalui selat Hellespont (Dardanelles) di Abydos dan terus bergerak ke wilayah Thrace. Sekitar pertengahan Juli atau Agustus pasukan Maslamah berhasil mencapai kota Konstantinopel dan mereka segera membangun 2 baris benteng dari batu. Satu menghadap ke arah kota sedangkan, satunya lagi menghadap ke daerah terbuka Thrace, dan mereka membangun tenda diantara keduanya.

Menurut sumber-sumber sejarah kaum Muslimin pada saat itu Leo menawarkan upeti berupa 1 keping uang emas untuk setiap penduduknya. Tawaran ini tentu saja ditolak oleh Maslamah karena ia bertekad untuk menaklukkannya. Armada laut kaum Muslimin kemudian tiba dibawah pimpinan Sulayman (bukan sang khalifah) pada hari Rabu 20 Muharam 99 Hijriah (1 September 717) dan merapat dekat Hebdomon untuk mengistirahatkan awaknya. Dua hari kemudian armada ini bergerak ke berbagai arah; sebagian menduduki Eutropios dan Anthemios untuk menjaga arah selatan Selat Bosphorus, sebagian lagi melewati kota Konstantinopel menuju Galata dan Kleidion yang memutus akses Konstantinopel ke arah Laut Hitam.

Sebuah kejadian mengenaskan terjadi ketika rombongan paling belakang yang terdiri atas 20 kapal angkut dengan 2.000 marinir kaum Muslimin menghadapi perubahan angin yang mendadak sehingga kapal-kapal berat itu terdorong ke arah benteng pertahanan kota hingga masuk jarak tembak. Kedua puluh kapal ini menjadi mangsa empuk Greek Fire yang membakar mereka hidup-hidup; sebagian yang masih dapat melarikan diri bahkan harus berjuang dari kejaran kapal Byzantiun dan akhirnya mengambil posisi bertahan di kepulauan Princes di Oxeia dan Plateia.

Kemenangan kecil ini membuat Leo menjadi berani untuk melawan. Theophanes mencatat bahwa kapal yang membawa marinir ini merupakan salah satu andalan Suleyman yg telah berencana untuk menyerang dinding kota yang menghadap ke laut pada malam hari. Leo mengambil langkah pencegahan berikutnya dengan membentangkan rantai pertahanan dari kota menuju Galata guna mencegah terobosan lawannya ke arah teluk Golden Horn. Aksi pertahanan ini mengendurkan semangat angkatan laut kaum Muslimin dan mereka untuk sementara mundur ke dermaga Sosthenion yang terletak lebih ke utara Selat Bosphorus pada sisi Eropa. Melemahnya blokade laut berarti kota Konstantinopel dapat membawa masuk logistik tambahan bagi keperluan konsumsi internal mereka. Angkatan darat kedua kaum Muslimin yang beroperasi pada sisi Asia juga membantu mengirimkan logistik ke posisi Maslamah.

Ketika pengepungan memasuki musim dingin maka negosiasi mulai terbuka dari kedua belah pihak; sesuatu yg banyak ditulis oleh catatan sejarah kaum Muslim tetapi tidak dihiraukan oleh sejarawan Byzantium. Leo memainkan diplomasi dua muka terhadap kaum Muslimin; kadang ia keras untuk mendapatkan dukungan penduduk kota namun kadang ia lunak untuk menekan para pendukung Theodosius yg masih memusuhinya.

Musim dingin tahun 718 sangat parahh dimana salju menutupi tanah selama 3 bulan sehingga menghabiskan cadangan logistik kaum Muslimin sampai kelaparan melanda dan wabah penyakit merebak.

Secerah Harapan yang Sirna

Keadaan yang serba buruk bagi pasukan Maslamah seperti mendapatkan harapan baru ketika khalifah ‘Umar II ibn ‘Abdul ‘Aziz (memerintah tahun 717-720) mengirimkan 2 armada bantuan. Satu berkekuatan 400 kapal dari Mesir dipimpin Sufyan dan satu lagi 360 kapal dari Ifriqiyah dipimpin ‘Izid; keduanya sarat perbekalan dan persenjataan. Pada saat yg bersamaan balatentara bantuan mulai bergerak melintasi perbatasan Anatolia. Ketika kedua armada tiba, mereka menghindari jangkauan tembak Greek Fire dan berlabuh pada pesisir Asia. Armada dari Mesir buang sauh di Teluk Nicomedia dekat Tuzla dan armada Ifriqiyah di pesisir Chalcedon di beberapa tempat seperti Satyros, Bryas, dan Kartalimen.

Satu hal yang kurang menjadi perhatian adalah bahwa sebagian besar awak kapal ini adalah bangsa Mesir yg beragama Nasrani itu berpotensi membelot. Benar saja, ternyata mereka ini sudah membocorkan informasi lebih dahulu sehingga Leo mengambil inisiatif untuk melakukan serangan mendadak dengan angkatan lautnya. Sebagian besar hancur terbakar, sebagian lagi dikuasai dengan bantuan pembelotan, dan selebihnya ditenggelamkan.

Sementara kota Konstantinopel sudah aman dari serangan laut, Leo mengirimkan satuan darat untuk mengantisipasi kedatangan rombongan perbantuan yang besar kemungkinan informasinya sudah bocor juga. Rombongan bala bantuan kaum Muslimin dibawah pimpinan Mardasan itu berhasil dijebak dan dikalahkan dekat Sophon, Nicomedia bagian selatan.

Kota Konstantinopel memiliki alasan yang kuat untuk kembali bersemangat untuk melawan kepungan ini, bahkan para nelayan berani melaut karena armada kaum Muslimin mulai jarang terlihat. Dalam kondisi kelaparan dan memburuknya situasi, Theophanes mencatat Maslamah menderita sebuah kekalahan lagi dari bangsa Bulgars dan kehilangan sekitar 22.000 personil. Serangan ini bisa dilihat sebagai bagian dari kesepakatan antata Bulgars dan Leo III atau sebagai serangam balasan atas elemen pasukan Maslamah yang mencoba mengumpulkan logistik dari wilayahnya; begitu menurut catatan Chronicle Syriac tahun 846.

Keputusan Mundur

Menurut catatan Michael the Syrian, bangsa Bulgars sudah menyerang kaum Muslimin sejak mereka mendarat pertama kali. Maslamah harus menjaga keutuhan pasukannya ketika menembus wilayah Thrace menuju batas kota Konstantinopel. Babak ini tidak kita dapatkan dari catatan lainnya.

Kegagalan ekspedisi militer ini sudah sampai ke khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz dan beliau memutuskan setelah 13 bulan agar Maslamah menarik mundur balatentaranya. Perintah mundur dikeluarkan oleh Maslamah pada hari Senin 13 Muharam 100 Hijriah (15 Agustus 718). Badai dan permasalahan lain yang menimpa perjalanan mundur kaum Muslimin sampai Theophanes mencatat hanya 5 kapal yang selamat balik ke Syam dengan total korban tidak kurang dari 100.000 jiwa.

Kesudahan

Kegagalan ekspedisi ini jelas melemahkan kekuatan Khilafah Bani Umayyah dengan cukup terkurasnya sumber dana sehingga mendorong ketegangan finansial maupun bibit-bibit penolakan terhadap kebijakan Damaskus. Hancurnya 3 armada laut sekaligus membuat kekuatan militernya di Mediterranean bagian timur kurang disegani lawan.

Walaupun kekalahan angkatan darat Khilafah Umayyah tidak sedahsyat angkatan lautnya, namun sempat menjadi pertimbangan bagi Khalifah ‘Umar II untuk menghentikan aktivitas militer di Hispania dan Transoxiana serta menarik mundur pasukannya dari Cilicia dan wilayah Byzantium lainnya. Hal sedrastis ini tidak disepakati oleh para amir dan penasihat khalifah sehingga hanya wilayah perbatasan Byzantium yg dikosongkan dimana di Cilicia hanya benteng Mopsuestia yg tetap dipertahankan sebagai pertahanan kuat bagi akses ke kota Antioch.

Serbuan Balik Byzantium

Dari pihak Byzantium, kemenangan ini merupakan momentum yang dimanfaatkan secara optimal dengan merebut kembali wilayah Armenia bagian barat walau sementara sifatnya. Pada tahun 719, armada Byzantium menyerbu pantai Syria dan melumatkan kota Laodicea. Pada tahun 720 dan 721, armada Byzantium juga menyerbu pantai Mesir dan menghancurkan kota Tinnis. Kemajuan lain adalah Leo menguasai kembali Sisilia yang memberontak dibawah Basil Onomagoulos ketika pengepungan oleh Maslamah atas Konstantinopel diperkirakan berhasil. Satu-satunya kemnuduran bagi Byzantiim adalah lepasnya pulau Sardinia dan Cirsica dari kekuasaannya.

Hanya saja, Byzantium tidak mencoba ekspedisi serupa terhadap wilayah kaum Muslimin. Sehingga pada tahun 720, setelah dua tahun kosong, serbuan terhadap wilayah Byzantium kembali dilancarkan oleh kaum Muslimin. Namun serangan tersebut tidak lagi sebesar sebelumnya dan tidak lagi diarahkan untuk menggempur Konstantinopel. Serangan oleh Khilafah Umayyah kembali menguat selama 2 dekade sampai terhenti setelah kekalahan di Pertempuran Akroinon tahun 740. Setelah itu tidak lama kemudian terjadi Revolusi ‘Abbasiyah pada tahun 750 yang menyudahi kesemangatan Bani Umayyah dalam mewujudkan Latuftahanna.

Catatan Lintas Era

Salah seorang komandan kesatuan kawal pada ketentaraan Maslamah adalah ‘Abdullah al-Battal yang memimpin benerapa serbuan ke wilayah Byzantium pada dekade selanjutnya. Al-Battal menjadi sebuah inspirasi tersendiri bagi bangsa Turki yang datang pada era berikutnya; beliau dikenal sebagai “Battal Gazi” yang menjadi legenda di kalangan pasukan Turki Utsmani nantinya.

Sebuah masjid yang didirikan pertama kali di kota Konstantinopel juga diriwayatkan dibangun pada era ekspedisi pimpinan Maslamah. Masjid yang berlokasi dekat markas Praetorium ini lebih mungkin dibangun pada masa diplomasi Khilafah ‘Abbasiyah pada tahun 860. Catatan lain adalah pembangunan Masjid Arab (Arap Cami) di Galata yang juga dialamatkan kepada Maslamah tetapi dicatat pada tahun 686. Hali ini mungkin sebuah kesalahan persepsi terhadap ekspedisi pertama tahun 670.

Agung Waspodo, tertarik untuk menelusuri lebih lanjut antara kegemilangan era ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz pada sektor perekonomian ummat dan hubungannya terhadap kekalahan ini dan dampaknya bagi babak terakhir Khilafah Umayyah, setelah berlalu 1.297 tahun, lewat 4 hari.. maaf pekan ini benar-benar padat.

Depok, 19 Agustus 2015.. pagi sebelum berangkat.

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

Sebarkan! Raih pahala…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here