Pemateri: Indra Asih
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (yaitu sakinah.pen), dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ( Ar Rum :21)
Meskipun sepasang suami istri tinggal satu atap, satu rumah, dan satu keluarga, mereka berdua pasti memiliki titik-titik perbedaan, kekurangan-kekurangan, dan tabiat-tabiat yang tidak disukai oleh pasangannya. Terkadang, cara makan dan minum, berbicara, tidur, dan banyak perilaku lainnya yang tidak disukai pasangan.
Oleh karena itu, terkadang ada suami atau istri yang tidak atau belum mencintai pasangannya. Mereka butuh waktu untuk menumbuhkan benih-benih cinta antara mereka berdua. Karena cinta adalah perkara hati yang seseorang tidak memiliki kekuasaan untuk seenaknya mengontrol hatinya.
Jika rumah tangga belum atau tidak ditumbuhi bunga-bunga cinta yang menebar keindahan dan keharuman, maka jangan terburu-buru membuka pintu perceraian atau merasa pesimis dengan kebahagiaan rumah tangganya.
Ingatlah bahwa cinta itu terlahir dan bisa bertahan ketika ada 3 faktor, yairu:
a. kecocokan setelah merasakan keindahan pasangan dan keluhuran sifat-sifatnya
b kecocokan batin
c. kebaikan dari sang pasangan
Untuk meraih dan mempertahankan 3 faktor tersebut, tentu membutuhkan waktu dan usaha-usaha yang harus ditempuh oleh suami istri.
Di antara langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:
1. Seorang suami atau istri harus bisa memahami perbedaan antara mereka berdua yang terkadang saling berbenturan dengan diiringi penunaian hak dan kewajiban kedua belah pihak.
2. Seorang suami atau istri harus menjauhi dosa dan maksiat, karena dosa dan maksiat adalah sebab utama timbulnya kebencian dan matinya cinta.
Seorang ulama salaf berkata, “Ketika aku berbuat maksiat kepada Allah swt, aku mendapatkan pengaruh maksiat pada perubahan sifat istriku yang mulai membenciku”.
Termasuk dosa dan maksiat yang sering di lakukan adalah tidak menunaikan hak dan kewajiban suami istri.
3. Suami harus pandai mengambil hati sang istri dengan berlemah lembut, membuka pintu maaf untuk kesalahan-kesalahan istri khususnya masalah duniawi, menjaga penampilan dan kebersihan, menyempatkan diri untuk duduk mesra, memahami emosional wanita yang terkadang labil, menampakkan cintanya dengan perkataan dan perbuatan, saling membantu untuk beribadah kepada Allah, bercanda dengannya, meluangkan waktu untuk membantu pekerjaan istri, dan tidak mencela atau menyakitinya.
Teladan dalam hal ini adalah Rasulullah saw.
Coba kita perhatikan, bagaimana usaha Rasulullah saw dalam menumbuhkan cinta dalam rumah tangga.
Rasulullah saw memanggil Aisyah dengan namanya yang paling bagus, beliau berkata kepada Aisyah, “Wahai ‘Aisy!”, dan terkadang memanggilnya dengan “Humaira’.
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Aisyah ia berkata, “Rasulullah saw mencium salah satu istrinya sedangkan beliau saw sedang puasa, kemudian Aisyah tersenyum”, maksudnya Rasulullah saw mencium dirinya.
Rasulullah mengungkapkan cintanya dengan lisan, Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, aku bagimu seperti Abu Zar’in kepada Ummu Za’in”
Rasulullah saw bercanda mesra dengan istri-istrinya, Imam An Nasa’i meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah ra beliau berkata, “Pada suatu hari, Saudah mengunjungi kami dan Rasulullah saa duduk di antara kami berdua dan meletakkan kaki beliau di atas pangkuanku dan pangkuannya, aku pun membuat makanan dan aku memerintahkan Saudah untuk memakannya, akan tetapi dia enggan, lalu aku berkata kepadanya, “Makanlah, atau aku akan melumurkannya ke mukamu”, maka aku lumurkan makanan tersebut ke mukanya, kemudian Rasulullah saw mengangkat kakinya dari pangkuan Saudah agar dia membalas perlakuanku tadi, maka dia pun mengambil makanan dan melumurkannya ke mukaku, dan Rasulullah saw tertawa.”
4. Istri pun harus berusaha merengkuh hati suami dengan menyambut kedatangan suami dengan kehangatan, berhias untuknya, bercanda dengannya, memuji dan mensyukuri kebaikannya, bersegera minta maaf kepadanya ketika berbuat salah, taat kepadanya, dan membantu meringankan pekerjaan suami.
Contoh berikut beberapa wanita teladan dalam berusaha menumbuhkan benih-benih cinta dan menjaga kelestariannya.
Istri Abu Muslim Al Khaulani ketika suaminya datang, maka dia langsung menyambutnya, menanggalkan pakaiannya dan sandalnya, kemudian menghidangkan makanan kepadanya.
Coba perhatikan bagaimana Shafiyah dan ‘Aisyah bekerjasama untuk meraih kecintaan Rasulullah saw.
Suatu hari Rasulullah saw marah kepada Shafiyah, lalu Shafiyah berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bersediakah kamu mengambil giliranku agar Rasulullah saw meridhaiku?
5. Berdoa kepada Allah swt agar ditumbuhkan dan dipertahann benih-benih cinta di rumah tangganya atau meminta kepada orang-orang shalih untuk mendoakannya.
Seorang wanita mendatangi Rasulullah saw dan mengeluhkan suaminya, maka Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Apakah kamu membencinya?”,
Wanita tersebut, “Ya”. Lalu
Rasulullah berdoa untuk mereka berdua, “Ya Allah satukan hati mereka, tanamkan kecintaan di antara mereka berdua.” Akhirnya mereka berdua pun saling mencintai.
6. Jika langkah-langkah di atas di tempuh, dan belum membuahkan hasil, maka jangan langsung menempuh jalan perceraian, akan tetapi masing-masing pihak berusaha memberikan kasih sayang kepada pasangannya, dengan harapan akan tumbuh benih-benih cinta antara mereka berdua atau muncul kembali benih-benih cinta yang nyaris padam.
Hal ini berdasarkan sebuah kisah ketika seorang lelaki mendatangi Umar bin Khattab ingin bermusyawarah mengenai keinginannya untuk menceraikan istrinya, maka
Umar berkata kepadanya, “Jangan kamu ceraikan dia!”
Lelaki tersebut menjawab, “Aku tidak mencintainya.”
Umar berkata, “Apakah setiap pernikahan itu didasari cinta? Manakah kasih sayangmu? Jika kamu tidak mencintainya maka kasihanilah dia, kecuali jika kamu tidak menginginkannya dan tidak mencintainya dan dia meminta cerai, maka ini adalah perkara lain.”
Jika tidak tumbuh benih-benih cinta juga, bahkan tidak mungkin mempertahankan keutuhan rumah tangganya, maka tidak mengapa menempuh jalan perceraian, dengan syarat setelah menempuh tiga langkah dalam menyelesaikan problematika yaitu
1. nasihat
2. pisah ranjang
3. pukulan yang mendidik.
Cinta dalam rumah tangga berpahala jika dibangun di atas cinta karena Allah dan tidak mengalahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahu A’lam.
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Sebarkan! Raih pahala…